beritakorupsi.co – Permintaan maaf selalu datangnya belakangan, kalau didepan itu adalah formulir. Kalimat ini sering kali terdengar dikalngan masyarakat bila ada seseorang yang ketahuan melakukan suatu kesalahan. Kata maaf dan kilaf itupun yang terucap dari bibir Nyono Suharli Wihandoko sambil menundukkan kepala dihadapan Majelis Hakim dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Surabaya, pada Selasa, 22 Mei 2018.
Kata maaf dan kilaf itu tidak hanya terucap dari bibir Nyono Suharli Wihandoko, tetapi dari tersangka/terdakwa lainnya setelah tertangkap tangan oleh KPK. Andai saja Bupati/Wali Kota atau para pejabat itu tidak tertangkap, kata maaf dan kilaf pun tidak akan terucap hingga “akhir hayat”. Uang “haram” pun akan selalu menambah pundi-pundinya selama menduduki jabatannya yang digaji dari cucuran keringat rakyat.
Dan kata maaf itu diucapkan Nyono Suharli Wihandoko setelah terlebih dahulu mengakui, kalau dirinya menerima uang “haram” dari Inna Silestyowati yang dilantiknya menjadi Sekretaris Dinas Kesehatan pada tanggal 3 Januari 2017 merangkap Plt. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang beberapa hari kemudian. Selain dari Inna, Nyono juga menerima langsung dari dokter Samijan selaku suami terdakwa serta melalui Kepala BKD (Badan Keuangan Daerah) Budi Nugroho yang totalnya milliaran rupiah selama tahun 2017. “Enak juag jadi pejabat bukan ?”
Kehadiran Nyono Suharli Wihandoko dalam persidangan adalah sebagai saksi untuk terdakwa Inna Silestyowati yang diampingi pengacara Yuliana, atas panggilan JPU KPK Dodi Soekmono, Mayhardy Indra Putra, Yadin dan Agus Satrio Wibowo, terkait jabatannya selaku Bupati Jombang periode 2013 – 2018 yang tertangkap tangan oleh KPK pada awal Februari 2018, karena ketahuan menerima uang “haram” dari Inna Silestyowati saat itu.
Dalam persidangan yang digelar 2 session pada Selasa, 22 Mei 2018, selain Nyono Suharli Wihandoko (session ke II), JPU KPK juga menghadirkan Oisatin selaku Bendahara Paguyuban Puskesmas Jombang dan Misbahul Munir ajudan Bupati dari anggota Polres Jombang.
Dri kiri, Oisatin, Bnedahara Paguyuban dan Munir ajudan Nyono |
“Inna sebagai Sekretaris Dinas Kesehatan dilantik pada tanggal 3 Januari 2017, sebelumnya sebagai Kepala Puskesmas. Dokter Samijan pernah menemui saya dan menitipkan istrinya, dokter Samijan sudah kenal lama,” kata Nyono.
Menjawab pertanyaan JPU KPK terakait uang sebesar Rp 600 juta yang diterima Nyono dari terdakwa Inna dalam 3 tahap pada tahun 2017, dari dokter Samijan maupun melaui Budi Nugroho pada Desember 2016 – Januari 2017 yang totalnya ratuan juta, Nyono mengakui namun menurutnya uang itu diberikan Samijan sebagai bantuan saja, sehingg uang itupun dibuatnya untuk kegiatan Muslimat dan lainya serta untuk pemasangan Iklan di Radar Jombang (Group Harian Jawa Pos).
“Ia saya menerima,” jabwa Nyono tanpa mengelak saat JPU KPK memberkan jumlah uang yang diterimanya dari terdakwa.
“Uang dari Samijan diberikan sebagai bantuan kegiatan Jombang. Total uang yang saya terima Satu milliar Seratus Lima puluh Lima juta (Rp 1.155.000.000) dan Satu milliar dari para Kepala Dinas. Saya minta maaf saya kilaf” Jawab Nyono kemudian.
“Untuk pemasangan Iklan di Rada, saya lupa jumlahnya,” lanjut Nyono menjawab.
Menjawab pertanyaan JPU KPK, Nyono mengakui pemasangan Iklan di harian Radar Jombang (Group Jawa Pos) adalah terkait pencalonannya sebagai Bupati Jombang periode 2018 – 2023.
Anehnya, keterangan mantan orang nomor satu di kota Santri ini terkesan berbohong aliasa tak sepenuhnya jujur menjawab pertanyaan JPU KPK atas uang yang diterimanya. Nyono tak mengkui kalau uang yang diberikan Samijan berkaitan dengan pengangkatan Inna sebagai Sekretaris merangkap Plt. Kepala Dinas Kesehatan. Selain itu, Nyono juga tak jujur terkait uang yang diserahkan terdakwa Inna adalah hasil pemotongan jasa pelayanan untuk dana kapitasi Puskesmas Jombang.
Yang lebih anehnya lagi, Nyono selaku Bupati tak tahu tentang adanya dana kapitasi Puskesmas yang dipotong dari jasa pelayanan di 34 Puskesmas Kabupaten Jomabang. Pada hal, saksi-saksi sebelumnya menjelaskan, bahwa dana kapitasi mengalir ke “kantong” Bupati Jombang Nyono Suharli Wihandoko.
Mengalirnya dana kapitasi ke “kantong” Bupati Jombang Nyono Suharli Wihandoko dijelaskan pula oleh Oisatin selaku Bendahara Paguyuban. Kepada Majelis Hakim Oisatin menjelaskan, bahwa dana kapitasi yang dikumpulakannya selama menjabat Bendahara Paguyuban tahun 2017 sebesar Rp 784 juta. Dan dari jumlah uang itu seperti yang terungkap dalam persidangan, 600 juta disetorkan ke Bupati oleh terdakwa.
Menurut Oisatin, pemotongan jasa pelayanan untuk dana kapitasi sebesar 6 persen dipergunakan untuk operasinal Paguyuban 1 persen, dan 5 persen lagi disetorkan ke Dinas Kesehatan melalui terdakwa. Oisatin mengumpulkan hasil pemotongan jasa pelayanan untuk dana kapitasi dari 34 Puskesmas di Jombang.
“Soteoran dana kapitasi sejak Januari hingga Desember 2017 sebesar Rp 784 juta,” jawab Oisatin.
Dari keretangan Bendahara Paguyuban ini terungkap pula fakta baru, yaitu Laporan Pertanggung Jawaban (LPJ) Bendahara BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan) tidak sesuai dengan yang sebenarnya.
“LPJ nya tidak sama, 60 persen LPJ dibuat tidak sama,” jawab saksi.
Sementara Misbahul Munir selaku ajudan Bupati Jombang ini mengakui, bahwa pada awal Februari dirinya pernah menerima uang dari terdakwa Inna atas perintah Bupati. Uang yang dibungkus terdakwa itu diterima Munir saat mendampingi Bupati menemui terdakwa di Swagata Pendopo Bupati.
“Kamis malam Jumat, antara akhir Januari dan awal Februari 2018. Terdakwa menyerahkan ke saya setelah Bupati mengatakan, “ke ajudan aja” sambil menunjuk ke saya. Saya dibelakang Bupati. Awalnya saya tidak tau, tapi saat saya menaroh ke mobil, saya liha uang,” kata saksi.
Menurut anggota Kepolisian yang menjadi ajudan Bupati ini mengatakan, bawa uang yang diterimanya itu dibayarkan untuk pemasangan Iklan di harian Radar Jomabang terkait pencalonan Nyono sebagai Bupati Jombang. Sebagai anggota Kepolisian ini ternyata daya ingatnya tidak begitu tajam. Karena baru 4 bulan, Munir sudah lupa berapa jumlah pemasangan Iklan yang dibayarkan.
Apakah Munir sebagai ajudan Bupati juga merangkap sebagai “tim sukses” Nyono untuk pembayaran iklan ? Apakah Munir lupa benaran atau memang pura-pura lupa, mengingat Radar Jombang adalah Group Jawa Pos yang sangat berpengaruh di Jawa Timur ?
Usai persidangan. Terkait dana kapitasi, menurut JPU KPK Ronald kepada wartawan media ini menjelaskan, bahwa Oisatin selaku bendahara Paguyuban Puskesmas mengumpulkan dana-dana dai Kepala Puskesmas yang berasal dari dana kapitasi.
“Semua dana-dana yang terkumpul dari Kepala Puskesmas sebagai dana kapitasi dari seluruh Puskesmas bemuara di Bendahara Paguyuban yaitu Oisatin. Dari dana yang terkumpul selama tahun 2017 sebesar Rp 784 juta diserahkan kepada terdakwa. Dan 600 juta diserahkan terdakwa ke Bupati, sisanya 184 juta dikuasai terdakwa. Ini fakta yang terungkap dalam persidangan tadi,” kata JPU KPK Ronald.
JPU KPK Ronald menambahkan, pemotongan jasa pelayanan untuk dana kapitasi sebesar 6 persen, dipergunakan untuk operasinal Paguyuban 1 persen dan sisanya 5 persen disetorkan ke Dinas Kesehatan.
“Sementara menurut keterangan Dinas kesehatan pada sidang sebelumnya mengatakan dipergunakan untuk opersional, dan akan kita buktikan pada sidang berikutnya. Pemotongan jasa pelayanan untuk dana kapitasi yang tidak ada dasar hukumnya inilah yang hendak direviu oleh Pudji Umbaran. Beberpakali diadakan rapat dengan para Kepala Puskesmas untuk mencari payung hukum, tidak menemukan payung hukum apa untuk pemotongan itu,” ujar JPU KPK Ronald.
Saat ditanya, apakah PKP akan melakukan penyelidikan/penyidikan terkait pemotongan dana kapitasi dan penggunaan dana kapitasi oleh Paguyuban Puskesmas Jombang, dimana Paguyuban itu tidak ada kaitannya dengan Puskesmas. Menanggapi hal ini, JPU KP Ronald mengatakan, bahwa perkara ini sedang berkembang dan tidak ada mungkin, yang pastiperkara ini sedang berlembang sesuai fakta persidangan.
“Ok saya paham, perkara ini kan sedang berkembang, perkara selanjutnya masih ada atas nama tersangka Nyono (Bupati). Jadi tidak ada mungkin-mungkin, yang pasti perkara ini sedang ranning/berkembang, kita berdasarkan fakta persidangan,” kata JPU KPK Ronald.
Apa yang dikatakan JPU KPK ini semoga menjadi kenyataan, agar penyidik KPK melakukan penyidikan terkait penggunaan dana kapitasi oleh Paguyuban Puskesmas Jomabang sejak tahun 2014 yang tidak ada aturannya.
Pemotongan dana kapitasi dan LPJ yang dibuat “asal-asalan” bisa jadi tidak hanya di Kabupaten Jombnag, melainkan di Puskemas-Puskesmas lainnya di Kabupaten/Kota setiap Provinsi. (Redaksi)
Posting Komentar
Tulias alamat email :