Penasehat Hukum terdkwa membacakan Pledoi |
beritakorupsi.co – Aneh, terdakwa Taufiqurrahman yang saat ini meringkuk dibalik jeruji besi alias penjara setelah terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada tanggal 24 Oktober 2017 lalu, justru dikatakan tidak bersalah dan minta dibebaskan.
“Terdakwa tidak bersalah, oleh karena itu, terdakwa haruslah dibebaskan,” ucap PH terdakwa, Soesilo Aribowo dalam Pledoinya.
Hal itu diungkapkan tim Penasehat Hukum (PH) terdakwa Taufiqurrahman dalam persidangan dihadapan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor, pada Senin, 28 Mei 2018.
Selain itu. Kepada wartawan media ini,
Tim Penasehat Hukum terdakwa menyatakan bahwa terdakwa Taufiqurrahman tidak bersalah. Pada hal Taufiqurrahman ditetapkan menjadi tersangka dan kemudian dijebloskan ke penjara karena terjaring dalam Operasi Tangkap Tangan oleh KPK pada tanggal 24 Oktober 2017 lalu, bukan karena bukan karena penyelidikan atau penyidikan seperti 2 tahun lalu, dimana KPK menetapkan Taufiqurrahman menjadi tersangka kasus dugaan Korupsi, namun KPK saat itu kalah melalui sidang Pra Peradilan yang diajukan Taufiqurrahman saat itu.
Dan pada tanggal 24 Oktober 2017, KPK menangkap Taufiqurrahman dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) di Hotel Brobudur, Jalan Lapangan Banteng Selatan Pasar Baru, Jakarta Pusat karena ketahuan menerima uang suap. Saat itu, KPK mengamankan sebanyak 20 orang dalam dua tempat, yakni di Jakarta sebanyak 12 orang termasuk Taufiqurrahman dan ajudannya, Ibnu Hajar (Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Nganjuk), Suwandi (Kepala SMPN 3 Ngronggot Nganjuk), seorang wartawan, Ita Triwibawati (istri Bupati Nganjuk yang menjabat selaku Sekda Kabupaten Jombang) bersama ajudannya, Sekretaris Kecamatan Tanjung Anom, salah seorang Lurah di Nganjuk yang bakal maju bersama Ita Triwibawati dalam Pilbup Kabupaten Nganjuk tahun 2018, seorang mantan Kepala Desa, dan seorang Driver tau supir. KPK juga menyita barang bukti berupa uang sebesar Rp 150 juta dan beberapa Hand Phon dari.
Di hari yang sama, KPK juga mengamankan sebanyak 8 orang di Nganjuk, antara lain Harjanto (Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Nganjuk), Suroto (Kepala Bidang Pendidikan Dasar Dispendikbud Kabupaten Nganjuk), Kabid Dispendikbud Kabupaten Nganjuk), dokter Tien Farida (Direktur RSUD Kertosono), ajudan Bupati Taufiqurrahman, Kepala Sekolah SMPN 1 Tanjung Anom, Kepala Sekolah SMPN 5 Nganjuk dan seorang supir mobil rental. KPK juga menyita beberapa bukti termasuk HP yang digunakan sebagai alat komunikasi yng berkaitan dengan uang dari berbagai pihak ke terdakwa Taufiqurrahman.
Namun kemudian KPK hanya menetapkan 5 tersangka untuk sementara, yaitu Taufiqurrahman, M. Bisri, Harjanto, Ibnu Hajar, Suwandi
M. Bisri dan Harjanto dinyatakan terbukti bersalah selaku penyuap sekaligus “pengepul” atau mengunpulkan uang syukuran alias uang suap dari hasil jual beli jabatan di Kabupaten Ngajuk. Keduanya dijerat pasal 5 ayat (1) huruf a UU Tindak Pidana Korupsi dengan pidana penjara masing-masing selama 2 tahun.
Sedangkan Ibnu Hajar dan Swandi juga dinyatakan terbukti bersalah tetapi bukan sebagai penyuap, melainkan sebagai penerima suap lalu diserahkan ke Bupati Taufiqurrahman. Ketiga orang ini dijerat dengan pasal 12 huruf b UU Tindak Pidana Korupsi. Ibu Hajar divonis 6 tahun dan 6 bulan, dan Suwandi dihukum 4 tahun penjara.
“Bermimpikah” terdakwa Taufiqurrahman akan kembali bebas dari penjara seperti pada saat terdakwa ditetapkan menjadi tersangka oleh KPK pada akhir tahun 2016 dan kemudian memenangkan “pertarungan” melalui sidang Pra Peradilan di awal tahun 2017 ?
Dalam persidangan yang berlangsung (Senin, 28 Mei 2018) di ruang sidang Candra Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Jalan Raya Juanda Sidoarjo, Jawa Timur dengan agenda pembacaan Pledoi atau pembelaan dari terdakwa Taufiqurrahman mapun dari tim PH terdakwa, Soesilo Aribowo dkk, yang dipimpin Ketua Majelis Hakim I Wayan Sosisawan serta dihari JPU KPK Fitroh Rohcahyanto.
Yang lebih anehnya lagi, JPU (Jaksa Penuntut Umum) KPK dikatakan tidak dapat membuktikan tuduhannya terkait uang syukuran alias uang suap yang diterima terdakwa Taufiqurrahman dari M. Bisri (Kepala Bagian Umum RSUD Nganjuk), Harjanto (Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Nganjuk), Ibnu Hajar (Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Nganjuk) dan Suwandi (Kepala SMPN 3 Ngronggot Nganjuk). Ke- 4 orang ini dinyatakan terbukti bersalah melakukan Tindak Tidana Korupsi dan sudah divonis pidana penjara (sudah Inckrah atau berkekuatan hukum tetap).
“Jaksa tidak dapat membuktikan bahwa terdakwa menerima uang. Karena uang belum diterima terdakwa,” ucap Soesilo Aribowo
Lagi-lagi PH terdakwa Taufiqurrahman menuding JPU KPK tidak dadapat membuktikan dakwaanya terkait uang “syukuran” yang diterima Taufiqurrahman selaku Bupati Nganjuk dari para pejabat yang dilantiknya. Pada hal, saat KPK melakukan OTT terhadap Taufiqurrahman, Suwandi dan Ibnu Hajar di Hotel Brobudur, Jalan Lapangan Banteng Selatan, Pasar Baru, Jakarta Pusat, ada barang bukti (BB) berupa uang sebesar Rp 150 juta dan beberapa Hand Phon (HP) termasuk HP dari dokter Tien (Dirut RSUD Kertosono Nganjuk) disita KPK.
PH terdakwa menyatakan bahwa JPU KPK tidak dapat membuktikan terkait uang belum diterima terdakwa, sementara terdakwa Taufiqurrahman sendiri mengakui dalam persidangan saat agenda pemeriksaan terdakwa pada Senin, 7 Mei 2018.
“Ya, saya menerima uang dari Bisri, saya minta maaf,” kata terdakwa terdakwa mengakui.
Sementara dalam persidangan sebelumnya terungkap, bahwa total uang “suap” yang disebut dengan istilah uang “syukuran” dan uang “satu setengah meter” yang diterima terdakwa selama tahun 2017 sebesar Rp 1.355.000.000 melalui Suwandi dan Ibnu Hajar berasala dari beberapa pejabat yang dilantik terdakwa dilingkungan Kabupaten Nganjuk diantaranya Muhammad Bisri dilantik menjadi Kepala Bagian Umum RSUD Nganjuk, Haryanto sebagai Kepala Dinas Lingkungan Hidup, Tien Farida Yeni menjadi Direktur RSUD Kertosono Nganjuk, Teguh Sujatmika dilantik sebagai Kepala Sekolah SMPN 1 Tanjung Anom, Suroto mutasi jabatan sebagai Kepala Bidang Pendidikan Dasar Dinas Pendidikan, Sutrisno yang semula Kepala SMP Negeri 5 Nganjuk dipromosikan sebagai Pengawas Sekolah SMP, dan Sugito sebagai Kepala sekolah SMP Negeri 2 Sawahan Kab. Nganjuk.
Hal ini pun diakui saat nama-nama yang disebutkan dihadirkan oleh JPU KPK sebagai saksi dipersidangan.
Tim Penasehat Hukum terdakwa menuding JPU KPK melanggar HAM
Selain mengatakan terdakwa tidak bersalah, dan JPU KPK tidak dapat membuktikan tuduhannya, tim Penasehat Hukum terdakwa Taufiqurrahman pun menuding JPU KPK melanggar HAM (Hak Asasi Manusia). Karena dalam surat tuntutan JPU KPK meminta kepada Majelis Hakim untuk mencabut hak memilih dan dipilih dalam jabatan publik selama 4 tahun. Sementara tuntutan pidana pokok 10 tahun penjara.
JPU KPK Fitroh menunjukkan barang bukti (BB) uang |
Tuntutan JPU KPK terhadap terdakwa terkait pencabutan hak memilih dan dipilih dalam jabatan publik selama 4 tahun tergolong ringan, dan juga diatur dalam pasal 18 huruf d, yang berbunyi “pencabutan seluruh atau sebagian hak-hak tertentu atau penghapusan seluruh atau sebagian keuntungan tertentu, yang telah atau dapat diberikan oleh Pemerintah kepada terpidana”.
“Pencabutan hak politik terdakwa adalah pelanggaran hak asasi manusia,” ucap Soesilo Aribowo
Bila tim PH terdakwa menuding JPU KPK melanggar HAM karena menuntut pencabutan hak politik terdakwa Taufiqurrahman, lalu bagaimana dengan tuntutan JPU KPK yang kemudian dikabulkan oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya saat menjatuhkan hukuman terhadap terdakwa/terpidana yang terjaring OTT diantanya mantan Bupati Pamekasan, manatan Kepala Kejaksaan Negeri Pamekasan, manatan Ketua dan 2 Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto, serta mantan Ketua dan Wakil Ketua Komisi B DPRD Jawa Timur. Tak satu pun dari terdakwa maupun dari PH terdakwa saat itu yang menyatakan bahwa JPU KPK melanggar HAM.
Diakhir Pledoinya, Soesilo Aribowo meminta kepada Majelis untuk menyatakan bahwa terdakwa tidak terbukti bersalah dan membebaskan terdakwa dari penjara.
“Meminta kepada Majelis Hakim untuk menyatakan bahwa terdakwa tidak terbukti bersalah dan membebaskan terdakwa dari penjara,” kata Soesilo Aribowo
tas Pledoi tim PH terdakwa Taufiqurrahman, JPU KPK Fitroh Rohcahyanto menyampaikan kepada Majelis Hakim bahwa tetap pada tuntannya. Majelis Hakim pun akan membacakan surat putusannya terhadap terdakwa bulan Juni 2018.
Usai persidangan, kepada wartawan media ini Soesilo Aribowo mengatakan bahwa JPU KPK salah saat melakukan OTT terhadap terdakwa. Selain itu, Soesilo Aribowo juga menuding bahwa keterangan saksi dipersidangan dianggap rekayasa.
"Salah melakukan OTT terhadap terdakwa. Bisa aja kan rekayasa ?,"jawab Soesilo Ariwibowo.
Kalau memang keterangan Bisri, Harjanto, Suwandi dan Ibnu Hajar dianggap keterangan palsu, mengapa terdakwa tidak melaporkannya ke pihak Kepolisian atas tuduhan membuat keterangan palsu dalam persidangan ?
Terdakwa Taufiqurrahman akan menghadapi kasus perkara TPPU
Terpisah. JPU KPK Fitroh Rohcahyanto kepada wartawan media ini menjelaskan, bahwa apa yang disampaikan terdakwa maupun tim Penasehat Hukum terdakwa dalam persidangan adalah haknya. Pun demikian, JPU KPK Fitroh Rohcahyanto mengatakan bahwa alat barang/alat bukti-bukti dan keterangan saksi-saksi sudah terungkap dihadapan Majelis Hakim.
“Itu adalah haknya terdakwa maupun penasehat hukumnya. Tetapi kan kita sudah menunjukkan semua bukti-bukti termasuk keterangan saksi-saksi,” ucap Fitroh.
Saat ditanya lebih lanjut terkait pengembangan dalam kasus suap yang menyebutkan beberapa nama diantaranya dokter Tien Farida Yeni (Direktur RSUD Kertosono Nganjuk) dan istri terdakwa Ita Triwibawati, sebab dalam persidangan terungkap bahwa sebahagian uang syukuran yang diterima terdakwa, diduga akan dipergunakan untuk pencalonan Ita menjadi Bupati Ngajuk, dan tujuan terdakwa bersama istrinya pun ke Jakarta pada tanggal 24 Oktober 2017 adalah untuk menemui petinggi DPP PDIP, namun sial karena tertangkap sebelum keinginanya tercapai.
Menanggapi hal ini, JPU KPK Fitroh Rohcahyanto menjelaskan, bahwa perkara sedang berjalan dalam kasus Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dengan tersangka Taufiqurrahman.
“Kalau mengenai pengmebangan dalam kasus ini, bisa jadi ada pengembangan tetapi akan kita lihat alat bukti dan petunjuk lainya. Dan perkara ini pun sedang berjalan dalam kasus TPPU dengan tersangkaTaufiqurrahman,” ungkap JPU KPK Fitroh Rohcahyanto. (Redaksi)
Uwaduh... .Hebat ya
BalasHapus