0
Bupati Nganjuk (non aktif) Taufiqurrahman Divonis 7 Thn Penjara
Terdakwa Taufiqurrahman (baju batik) usai menjalani sidang putusan (22 Juni 2018/Dok.BK)
beritakorupsi.co – Jumat, 22 Juni 2018, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya menjatuhkan hukuman pidana penjara selama 7 (Tujuh) tahun dan pencabutan hak memili dan dipilih dalam jabatan publik selama 3 tahun terhadap terdakwa Taufiqurrahman karena terbukti melakukan Tindak Pidana Korupsi suap.

Putusan itu dibacakan Majelis Hakim dalam persidangan yang diketuai I Wayan Sosisawan, dan dihadiri JPU KPK Fitroh Rohcahyanto dan Arif Suhermanto, serta Tim Penasehat Hukum (PH) terdakwa, Dr. Soesilo Aribowo dkk, pada Jumat, 22 Juni 2018.

Terdakwa Taufiqurrahman terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT)  oleh KPK pada tanggal 24 Oktober 2017 lalu di Hotel Brobudur, Jalan Lapangan Banteng Selatan Pasar Baru, Jakarta Pusat, karena ketahuan menerima uang suap.

Saat itu, KPK mengamankan sebanyak 20 orang dalam dua tempat, yakni di Jakarta 12 orang  termasuk Taufiqurrahman dan ajudannya, Ibnu Hajar (Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Nganjuk), Suwandi (Kepala SMPN 3 Ngronggot Nganjuk), seorang wartawan, Ita Triwibawati (istri Bupati Nganjuk yang menjabat selaku Sekda Kabupaten Jombang) bersama ajudannya, Sekretaris Kecamatan Tanjung Anom, salah seorang Lurah di Nganjuk yang bakal maju bersama Ita Triwibawati dalam Pilbup Kabupaten Nganjuk tahun 2018, seorang mantan Kepala Desa, dan seorang Driver tau supir. KPK juga menyita barang bukti berupa uang sebesar Rp 150 juta dan beberapa Hand Phon dari.

Di hari yang sama, KPK juga mengamankan sebanyak 8 orang di Nganjuk, antara lain Harjanto (Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Nganjuk), Suroto (Kepala Bidang Pendidikan Dasar Dispendikbud Kabupaten Nganjuk), Kabid Dispendikbud Kabupaten Nganjuk), dokter Tien Farida (Direktur RSUD Kertosono), ajudan Bupati Taufiqurrahman, Kepala Sekolah SMPN 1 Tanjung Anom, Kepala Sekolah SMPN 5 Nganjuk dan seorang supir mobil rental. KPK juga menyita beberapa bukti termasuk HP yang digunakan sebagai alat komunikasi yng berkaitan dengan uang dari berbagai pihak ke terdakwa Taufiqurrahman.

Namun kemudian, penyidik KPK hanya menetapkan 5 tersangka/terdakwa yaitu Taufiqurrahman (Bupati), M. Bisri (Kabag Umum RSUD Nganjuk), Harjanto (Kadis Dinas Lingkungan Hidup), Ibnu Hajar (Kepala Dinas Pendidikan), Suwandi (Kepala SMPN 3 Ngronggot).

Dalam fakta persidangan sebelumnya terungkap, bahwa keberangkatan Taufiqurrahaman dan istrinya Ita Triwibawati serta beberapa orang lainnya ke Jakarta adalah untuk menemui pengurus DPP PDIP terkait pencalonan Ita Triwibawati sebagai salah satu calon Bupati Ngajuk. Namun nasib sial yang dialaminya karena KPK keburu menangkapnya sbelum keinginannya terwujud.

Empat terdakwa yakni M. Bisri dan Harjanto dinyatakan terbukti bersalah selaku penyuap sekaligus “pengepul” atau mengunpulkan uang syukuran dari hasil jual beli jabatan dilingkungan  Kabupaten Ngajuk. Keuduanya dijerat pasal 5 ayat (1) huruf a UU Tindak Pidana Korupsi dengan pidana penjara masing-masing selama 2 tahun.

Sedangkan terdakwa Ibnu Hajar dan Swandi juga dinyatakan terbukti bersalah tetapi bukan sebagai penyuap, melainkan sebagai penerima suap lalu diserahkan ke Bupati Taufiqurrahman. Kedua terdakwa ini dijerat dengan pasal 12 huruf b UU Tindak Pidana Korupsi. Ibu Hajar divonis pidana penjara selama 6 tahun dan 6 bulan, sementara Suwandi dihukum 4 tahun penjara. 
 Dalam persidangan yang berlangsung di ruang sidang Cakra Pengadilan Tipikor Surabaya (Jumat, 18 Mei 2018), Majeis Hakim dalam pertimbangannya menyatakan, bahwa terdakwa Taufiqurrahman pada terbukti bersalah melakukan Tindak Pidana Korupsi suap dari Ibnu Hajar dan Suwandi. Uang tersebut berasal dari M. Bisri dan Harjanto.

Berawal pada tahun 2008, saat terdakwa menjabat Bupati Nganjuk untuk periode 2008 - 2013 yang Kemudian terpilih lagi untu periode ke II yaitu 2013 – 2018. Dan untuk melanjutkan kepimpinannya, terdakwa berencana mencalonkan istrinya Ita Triwibawati untuk mengikuti pencalonan Bupati Nganjuk periode 2018 – 2023. Dalam rangka sosialisasi atas rencana tersebut, terdakwa meminta bantuan dari beberapa pegawai Kabupaten Nganjuk yang dianggap memiliki loyalitas terhadap dirinya, diantaranya Ibnu Hajar dan Suwandi.

Majelis Hakim menyatakan, untuk memenuhi kebutuhan dana operasional atas sosialisasi rencana pencalonan istri terdakwa sebagai calon Bupati Nganjuk sekaligus sebagai biaya operasional pribadi, pada awal tahun 2017 terdakwa meminta Ibnu Hajar dan Suwandi untuk mengumpulkan uang “syukuran” dari beberapa pegawai di lingkungan Pemkab Nganjuk yang telah mendapat promosi/mutasi jabatan, diantaranya Muhammad Bisri yang diangkat menjadi Kepala Bagian Umum RSUD Nganjuk, Haryanto sebagai Kepala Dinas Lingkungan Hidup, Tien Farida Yeni sebagai Direktur RSUD Kertosono Nganjuk, Teguh Sujatmika diangkat sebagai Kepala Sekolah SMPN 1 Tanjung Anom, Suroto mutasi jabatan sebagai Kepala Bidang Pendidikan Dasar Dinas Pendidikan Nganjuk, Sutrisno yang semula Kepala SMP Negeri 5 Nganjuk dipromosikan sebagai Pengawas Sekolah SMP, dan Sugito sebagai Kepala sekolah SMP Negeri 2 Sawahan Kab. Nganjuk.

Atas perintah terdakwa Taufiqurrahman, Ibnu Hajar dan Suwandi kemudian mengumpulkan uang syukuran dari beberapa pegawai tersebut, diantaranya penerimaan uang dari Haryanto sebesar Rp 80 juta.

Pada akhir tahun 2016, terdakwa mengangkat Haryanto menjadi Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Nganjuk, yang sebelumnya menjabat sebagai staf ahli. Sekitar bulan April 2017 setelah pelantikan, terdakwa memanggil Haryanto melalui Sudrajat selaku Kepala Badan Pengawasan Daerah Kabupaten Nganjuk untuk datang ke rumah pribadi terdakwa di Mojosari Jombang.

Kemudian Haryanto datang bersama Wisnu Anang Prabowo Kepala Bidang Pengelolaan Sampah pada Dinas Lingkungan Hidup. Dalam pertemuan itu, terdakwa meminta uang syukuran sebesar Rp 500 juta kepada Harianto sebagai kompensasi atas pelantikannya sebagai Kepala Dinas Lingkungan Hidup.

Selanjutnya, terdakwa Taufiqurrahman meminta Ibnu Hajar mengambil uang syukuran sebesar Rp 200 juta dari Haryanto. Ibnu Hajar kemudian menghubungi Harianto dan menyampaikan permintaan terdakwa, lalu Haryanto meminta Wisnu Anang Prabowo menyiapkan uang syukuran, tetapi yang terkumpul hanya sebesar Rp 80 juta rupiah, yang kemudian oleh Harianto diserahkan kepada Ibnu Hajar di rumah Haryanto, Jln. DI Panjaitan 1 No 18 Kelurahan Payaman, Kecamatan Nganjuk Kabupaten Nganjuk, dan selanjutnya Ibnu Hajar menyerahkan uang tersebut kepada terdakwa.

Pada tanggal 24 Oktober 2017, terdakwa Taufiqurrahman Penerimaan uang sebesar Rp 50 juta melalui Suwandi selaku Kepala SMP Negeri 3 Ngronggot sebagai orang kepercayaannya. Uang tersebut berasal dari Haryanto, yang diminta menyiapakan uang sebesar Rp 200 juta untuk kegiatan terdakwa di Jakarta. Lalu Harjanto menghubungi Wisnu Anang Prabowo agar menyiapkan uang yang dimaksud.

Lalu pada tanggal 23 Oktober 2017, uang yang terkumpul sebesar Rp 50 juta berasal dari Wisnu Anang Prabowo sebesar Rp 15 juta, Sumadi selaku  Kasi Dinas Pengelolaan Sampah sebesar Rp 10 juta, Arif selaku rekanan Dinas Lingkungan Hidup sebesar 15 juta rupiah, dan Okta juga rekanan Dinas Lingkungan Hidup sebesar 10 juta rupiah. Setelah uang terkumpul sebesar Rp 50 juta, Haryanto menyerahkan kepada Suwandi  di depan sekolah SMP Negeri 2 Nganjuk, Jln Wilis No 44 kelurahan Kramat Nganjuk.

Penerimaan uang sebesar Rp 200 juta. Selain menerima uang melalui Suwandi dan Ibnu Hajar, pada bulan Mei 2017, terdakwa Taufiqurrahman juga menerima uang syukuran melalui Nurrosid  Husein Hidayat sebesar Rp 100 dari Haryanto melalui Wisnu Anang Prabowo di sekitar RSUD Kertosono. Masih di bulan yang sama, ternyata terdakwa juga menerima uang syukuran melalui Budiono sebesar Rp 100 juta dari Haryanto melalui Wisnu Anang Prabowo di rumah Budiono di  Desa Sukorejo, Kecamatan Loceret Kabupaten Nganjuk.

Penerimaan uang dari Muhammat Bisri pada tanggal 24 Mei 2017, karena terdakwa mengangkat Muhammad Bisri dari jabatan Kepala Bidang Perencanaan Dinas Pendidikan Kabupaten Nganjuk Eselon 3/B menjadi Kepala Bagian Umum RSUD Nganjuk dengan Eslon yang sama, serta mengangkat para pegawai lainnya sebagaimana formasi yang diajukan oleh Muhammat Bisri.

Atas promosi/mutasi Muhammad Bisri dan beberapa pegawai tersebut, terdakwa telah meminta dan menerima uang syukuran dari Muhammad Bisri yakni; 1. Antara bulan Juli sampai dengan Agustus 2017, bertempat di rumah M. Bisri di Jln Semeru Gang 1 RT 3 RW 1 Desa Tanjungrejo,  Kecamatan Loceret Kabupaten Nganjuk, diterima oleh Joni Tri Wahyudi sebesar Rp 200 juta  yang kemudian diserahkan Joni Tri Wahyudi kepada terdakwa Taufiqurrahman di Pendopo Kantor Bupati Nganjuk.
Kemudian pada tanggal 12 Oktober 2017 bertempat di Hotel Luminor Surabaya di Jln Jemursari No 206 Surabaya, diterima oleh Suwandi sebesar Rp 100 juta. Pada tanggal 15 Oktober 2017 bertempat di rumah M. Bisri, pada tanggal 17 Oktober 2017 bertempat di RSUD Nganjuk, Jln DDr. Soetomo 602 Kabupaten Nganjuk, diterima Suwandi sebesar 50 juta.

Penerimaan uang dari Teguh Sujatmika. Bahwa setelah Teguh Sijatmika diangkat menjadi Kepala SMPN 1 Tanjunganom, Ia sering ditemui Suwandi dan meminta uang syukuran untuk keperluan terdakwa. Namun Teguh Sujatmika ragu untuk memberikan uang kepada Suwandi,  karena sepengetahuan Teguh Sujatmika, yang merupakan orang dekat terdakwa adalah Ibnu Hajar  yang sering diajak pergi bersama terdakwa. Selanjutnya, pada tanggal 1 Oktober 2017, Teguh Sujatmika bertempat di rumah Ibnu Hajar, mengkonfirmasi sekaligus menyerahkan uang kepada terdakwa melalui Ibnu Hajar sebesar Rp 110 juta.

Penerimaan uang dari Tien Farida Yani, terkait pengangkatannya menjadi Direktur RSUD Kertosono Nganjuk. Pada sekitar bulan Oktober 2017, Tien Farida Yani ditelepon oleh Muhammad Bisri yang saat itu bersama Suwandi, dan menyampaikan bahwa terdakwa meminta uang syukuran sebesar Rp 150 juta dengan menggunakan istilah satu setengah meter.

Beberapa hari kemudian masih di bulan Oktober 2017, Suwandi menelpon Tien Farida Yani  dan menyampaikan akan ke rumahnya (Tien Farida Yani) terkait permintaan satu setengah meter tersebut. Selanjutnya Tien Farida Yani, bertempat di Klinik Kesehatan di Kecamatan Rejoso Kabupaten Nganjuk, hanya memberikan uang sebesar Rp 30 juta yang bersumber dari uang jasa pelayanan yang diterima Tien Farida Yani dari RSUD Kertosono, dan uang tersebut diserahkan langsung kepada Suwandi untuk diserahkan kepada terdakwa.

Penerimaan uang dari Suroto. Terdakwa Taufiqurrahman melalui Ibnu Hajar dan Suwandi, meminta dan menerima uang syukuran yang seluruhnya sebesar Rp 425 juta dari Suroto selaku  Kepala Bidang Pendidikan Dasar Dinas Pendidikan Kabupaten Nganjuk. Penerimaan uang tersebut dilakukan oleh terdakwa secara bertahap yaitu sebagai berikut;

Pada awal tahun 2017, bertempat di rumah dinas Bupati Nganjuk, diterima Suwandi uang sebesar Rp 50 juta terkait tidak dimutasikannya Suroto pada periode sebelumnya. Lalu pada sekitar akhir Maret 2017, bertempat di rumah Ibnu Hajar, diterima Ibnu Hajar sebesar Rp 305 juta dari Suroto, dan uang tersebut dikumpulkan oleh Suroto dari Sony, Sarwo, Prabowo, Murtajih, Sri Utami dan Fani, terkait promosi jabatan di lingkungan Dinas Pendidikan Kabupaten Nganjuk. Kemudian pada sekitar tanggal 24 Oktober 2017, bertempat di depan kantor Dinas Pendidikan Nganjuk, Suwandi menerima uang syukuran sebesar Rp 40 juta terkait promosi Sutrisno dari Kepala Sekolah SMP Negeri 5 Nganjuk menjadi pengawas sekolah SMP.

Penerimaan uang dari Cahaya Sarwo Edi sebagai Kepala Bidang Ketenagaan Dinas Pendidikan Kabupaten Nganjuk. Ibnu Hajar meminta Cahya Sarwo Edi untuk membantu mengumpulkan uang syukuran untuk kepentingan terdakwa. Pada akhir Juni 2017 bertempat di Kantor Dinas Pendidikan, Ibnu Hajar menerima uang sebesar Rp 60 juta dari Cahya Sarwo Edi terkait promosi jabatan Sugito menjadi kepala sekolah SMP Negeri 2 Sawahan.

Pada tanggal 24 Oktober 2017, saat terdakwa Taufiqurrahman berada di Jakarta dalam rangka melakukan pendekatan ke DPP PDIP atas rencana pencalonan istrinya sebagai Calon Bupati Nganjuk periode berikutnya, sehingga terdakwa memerintahkan Ibnu Hajar dan Suwandi melalui Nurrosyid Husein Hidayat agar menyusul ke Jakarta guna menyerahkan uang syukuran dimaksud.

Atas perintah tersebut, Suwandi dan Ibnu Hajar pun menyusul ke Jakarta menemui terdakwa di Hotel Borobudur Jalan Lapangan Banteng Selatan, Pasar Baru, Jakarta Pusat dengan membawa uang syukuran yang masing-masing sebesar Rp 150 juta, yang dimasukkan ke dalam tas ransel hitam lalu diserahkan kepada terdakwa Taufiqurrahman.

Majelis Hakim menyatakan, bahwa perbuatan terdakwa Taufiqurrahman haruslah dipandang sebagai perbuatan unsur sengaja karena jabatan dan kewenangannya haruslah dihukum, sementara pembelaan Penasehat Hukum terdakwa haruslah ditolak.

Majelis Hakim menyatakan, bahwa perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 12 huruf b UU RI Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU RI Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo pasal 65 ayat (1) KUHPidana.

“Mengadili; Menyatakan terdakwa Taufiqurrahman terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan Tindak Pidana Korupsi suap sebagaimana dalam dakwaan supsider; Menjatuhkan hukuman berupa hukuman pidan penjara selama 7 tahun dan denda sebesar Rp 350 juta. Bila mana terdakwa tidak membayar maka diganti kurungan selama 4 bulan; Hukuman tambahan terhadap terdakwa berupa pencabutan hak memilih dan dipilih dalam jabatan publik selama 3 tahun setelah terdakwa selesai menjalani hukuman pidana penjara,” ujar Ketua Majelis Hakim I Wayan Sosisawan.

Putusan Majelis Hakim terhadap terdakwa Taufiqurrahman lebih ringan dari tuntutan JPU KPK, yakni dengan pidana penjara selama 10 tahun dan denda sebesar Rp 600 juta subsidair 6 kurungan, serta pencabutan hak memilih dan dipilih dalam jabatan publik selama 5 tahun.

Atas putusan Majelis Hakim tersebut, terdakwa setelah berdiskusi dengan Penasehat hukmunya menyatakan pikir-pikir. Hal serupa juga disampaikan JPU KPK.

Usai persidangan. Terkait putusan Majelis Hakim terhadap terdakwa yang juga tersangka dalam   kasus TPPU (Tindak Pidana Pencucian Uang) serta tersangka lain dalam kasus ini, JPU KPK Arif Suheranto Kepada wartawan media ini,megatakan, belum ada terangka baru dan kasus TPPU tidak akan lama lagi.

“Kalau mengenai putusan tadi, seperti yang kita sampaikan dalam persidangan kita masih pikir-pikir. Kalau kasus TPPU belum P21 (lengkap) jadi belum dilimpahkan mungkin tidak lama lagi. Kalau tersangka baru belum ada,” jawab JPU KPK Arif. (Rd1)

Posting Komentar

Tulias alamat email :

 
Top