0
#Total uang suap yang diberikan Plt. Kepala Dinas Kesehatan Jombang kepada Bupati Nyono Huharli Wihandoko sebesar Rp 1,080 M#
Terdakwa Inna Silestiyowati

beritakorupsi.co - Banyak Kepala Daerah maupun pejabat dibahwanya serta pengusaha terlihat “bersih seperti kapas”, namun kenyataanya “kotor” setelah para pejabat maupun sipengusaha itu ditetapkan sebagai tersangka kasus Korupsi dan diadili di Pengadilan Tipikor.

Kasus Korupsi yang menyeret para pejabat atau penyelenggara negara mapun pengusaha bermacam-macam, diantaranya ada karena melakukan pungutan liar (pungli) seperti pada saat penerimaan siswa baru yang terjadi di SMPN Negeri 2 Tulungagung, ada pula karena pembahasan anggaran APBD, pembahasan Perda, pengadaan barang jasa atau proyek, pengadaan Baju, Sepatu, jual beli jabatan hingga kasus untuk menutup adanya dugaan Korupsi yang dilakukan oleh Aparat Penegak Hukum (APH) yakni Ahmad Fauzi salah seorang Jaksa penyidik Kejati Jatim dan Rudi Indra Praseya Kepala Kejaksaan Negeri Pamekasan (suda terpidana).

Kasus suap terhadap Kepala Daerah terkait jual beli jabatan dan pungutan liar pengusrusan Izin operasional di OPD (Organisasi Perangkat Daerah) diantaranya menyeret Inna Silestyowati selaku Sekretaris sekaligus Plt. Kepala Dinas Kesehatan Kabuputena Jombang, bukanlah kasus yang pertamakalinya diungkap oleh lembaga anti rasuah itu yang kemudian disidangkan di Pengadilan Tipikor Surabaya maupun di daerah lainnya.

Pejabat dan pengusaha yang ditetapkan sebagai tersangka/terdakwa dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT), dan ada juga karena hasil penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mungkin karena bernasib sial. Yang tidak tertangkap, bisa jadi bernasib baik menikmati hasil Korupsinya.
Nasib sial itupun dialami “InNyo” alias Inna Silestyowati dan Nyono Huharli Wihandoko (Bupati Jombang sekaligus sebaga petahana) seperti pejabat lainnya yang sudah terlebih dahulu maupun yang menyusul menjadi warga baru di Rutan (Rumah Tahanan Negara) maupun di Lapas (Lembaga Pemasyarakatan), diantaranya, 1. Kasus suap OTT terhadap 3 Direksi PT PAL (BUMN) dan 1 swasta (pada akhir Maret 2017) terkait kas back dan Dana Komando,; 2. Kasus OTT  terhadap Ketua, Wakil Ketua Komis B DPRD Jatim dan 2 Kepala Dinas serta 3 Staf selalku PNS (pada Juni 2017) terkait anggaran dan pembahasan perubahan Perda,; 3. Kasus OTT terhadap Ketua bersama 2 Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto, Kepala Dinas PU (juga pada Juni 2017) kemudian berlanjut dengan ditetapkannya  Wali Kota Mojokerto jadi tersangka terkait pembahasan APBD. 4. Kasus OTT Bupati dan Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Pamekasan bersama Kepala Inspektorat dengan bawahannya, Kepala Desa Dasuk (pada Agustus 2017) terkait penutupan kasus dugaan Korupsi Kades Dasuk.

Kemudian Kasus OTT Wali Kota Batu, Malang Jawa – Timur, Kabag ULP dan 1 pengusaha (pada September 2017) terkait proyek,; 6. Kasus OTT terhadap Bupati Nganjuk bersama 2 Kepala Dinas, 1 pejabat RSUD dan 1 Kepala Sekolah SMPN (September 2017) terkait jual belijabatan,; 7. Kasus dugaan Korupsi gratifikasi dengan tersangka Bupati Mojokerto,; 8 kasus suap pembahasan APBD Kota Malang yang menyeret sebanyak 22 tersangka/terdakwa dan juga bisa bertambah, dan beberapa hari lalu menyusul Wali Kota Blitar dan Bupati Tulungagung serta beberapa tersangka lainnya.

Selain itu, ada kasus yang sebelumnya ditangani KPK di Jawa Timur pada tahun 2015/2016 yaitu kasus Korupsi gratifikasi dan TPPU dengan terpidana 6 tahun penjara, mantan Wali Kota Madiun Bambang Irianto.

Sementara terdakwa Inna sudah diadili di Pengadilan Tipikor Surabaya dalam kasus Korupsi suap terhadap Bupati Jombang Nyono, dan terdakwapun sudah dituntut pidana penjara serta pidana denda oleh JPU KPK dan tinggal menunggu “suara palu” Majelis Hakim.
Abdul Kudus, Kepala Dinas Penanaman Modal dan PTSP Kab. Jombang
Jumat, 8 Juni 2018, Jakasa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK) Dodi Soekmono, Mayhardy Indra Putra, Yadin dan Agus Satrio Wibowo membacakan surat tuntutannya terhadap terdakwa Inna Silestyowati yang didampingi Penasehat Hukumnya Yuliana Heriyanti Ningsih. SH., MH.

Inna Silestyowati selaku Plt. Kepala Dinas Kesehatan Kebupaten Jombang, ditangkap tim KPK bersama 2 anggota keluarganya di sebuah apartemen miliknya di Surabaya pada tanggal 3 Februari 2018. Di hari yang sama sekira pukul 17.00 WIB, KPK menangkap Bupati Jombang Nyono dan ajudannya Misbahul Munir di Stasiun Balapan Solo, Jawa Tengah dengan barang bukti berupa uang sebanyak Rp 25.550.000 dan US$ 9.500 Dolar AS. Namun yang dijadikan sebagai tersangka saat Inna dan Nyono.

Penangkapan yang dilakukan oleh KPK terhadap “InNyo” alias Inna dan Nyono, terkait dengan pengurusan izin operasional RSIA Mitra Bunda milik dr.Subur Suprojo, dan pengurusan penempatan jabatan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang. Total uang suap yang diberikan Inna ke Nyono sejak 2016 hingga Februari 2018 sebanyak Rp 1.080.000.000 termasuk uang yang disita sebanyak Rp 25.550.000 dan USD 9.500 atau setara dengan nilai rupiah kurang lebih sebesar Rp 123.500.000. Terdakwa pun dijerat 2 pasal yang sama dalam UU Korupsi yakni pasal 5 ayat (1) huruf a, karena dua perbuatan terdakwa yang berbeda yaitu untuk pengangkatan dirinya sebagai Kepala Dinas Kesehatan tahun 2016 dan pengurusan izin operasional RSIA Mitra Bunda tahun 2017.

Hal itu seperti yang diungkap oleh JPU KPK dalam surat dakwaan maupun surat tuntutannya  dihadapan Majelis Hakim yang diketuai H.R. Unggul Warso Murti. SH., MH diruang sidang Cakra Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Suarabaya, pada Jumat, 8 Juni 2018.

JPU KPK menyatakan dalam surat tuntannya, bahwa terdakwa Inna Silestyowati pada tanggal 1 Februari 2018 bertempat di rumah tamu Swagata pendopo Kabupaten Jombang yang masih masuk daerah hukum Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Surabaya yang berwenang memeriksa, mengadili dan memutus perkara ini, bahwa terdakwa telah melakukan perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri, memberi atau menjanjikan sesuatu yaitu memberi uang sejumlah Rp 75 juta Kepada Nyono Huharli Wihandoko Bupati Jombang periode 2013-2018 perkara terpisah, supaya Bupati Jombang menerbitkan Izin operasional Rumah Sakit Ibu Anak (RSIA) Mitra Bunda Jombang yang bertentangan dengan kewajiban Nyono Suharli Wihandoko selaku Bupati Jombang sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 angka 4 dan 6 UU RI Nomor 28 Tahun 2000 1999 tentang penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari Korupsi Kolusi dan Nepotisme, pasal 76 ayat (1) UU RI Nomor 23 Tahun 2014 tentang pemerintahan daerah dan UU RI Nomor 9 tahun 2015 tentang perubahan kedua atas UU RI Nomor 23 tahun 2014 tentang pemerintah daerah yang dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut;

Pada bulan Oktober 2017, dr. Siti Djannah Djayadi selaku Direktur RSIA Mitra Bunda milik dr. Subur Suprojo, mengajukan permohonan izin operasional Rumah Sakit dengan surat Nomor 001/RSIAMB/X/2017 tanggal 2000 tanggal 16 Oktober 2017 Kepada Bupati Jombang melalui Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) Kabupaten Jombang.

“Setelah surat permohonan diterima oleh Dinas Penanaman Modal dan PTSP, Joko Muji Subagio  selaku Kepala Bidang (Kabid) Pelayanan Perijinan melalui seleksi administrasi perijinan melakukan verifikasi terhadap surat permohonan dan kelengkapan berkasnya dan dinyatakan memenuhi persyaratan dan izin. Kemudian Dinas Penanaman Modal dan PTSP membuat surat pengantar Nomor 440/2460415.35/2017 tanggal 23 oktober 2017 yang ditujukan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang untuk meminta rekomendasi permohonan izin operasional dimaksud,” kata JPU KPK
Dokter Subur Suprojo (paling kiri)
JPU KPK membeberkan perbuatan terdakwa, yaitu pada tanggal 2 November 2017, Dinas Kesehatan menerima berkas permohonan izin dari Dinas Penanaman Modal dan PTSP, selanjutnya terdakwa Inna Silestyowati yang menjabat sebagai Sekretaris Dinas Kesehatan merangkap sebagai pejabat pelaksana tugas (Plt) Kepala Dinas Kesehatan menurunkan surat tersebut kepada Bambang Irawan selaku kepala seksi pelayanan kesehatan pada bidang Pelayanan dan Sumber Daya Kesehatan (PSDK) untuk diproses lebih lanjut yaitu dilakukan verifikasi atau kunjungan lapangan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur dan Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) Jawa Timur.

Sebelum dilakukan visitasi, terlebih dahulu pihak manajemen RSIA Mitra Bunda memaparkan profil RSIA Mitra bunda di hadapan pejabat Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang pada tanggal 22 November 2017. Dinas Kesehatan memberikan saran untuk dilakukan penambahan jumlah tenaga medis dan paramedis, sarana dan prasarana, pemenuhan peralatan laboratorium dan Instalasi Gizi, pembangunan instalasi pengolahan air limbah (IPAL), dan apabila tidak dapat memenuhi maka manajemen RSIA disarankan menjadi Klinik Utama.

Pada tanggal 4 Januari 2018, Tim Kesehatan Kabupaten Jombang dan Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur melakukan visitasi ke RSIA Mitra Bunda, sedangkan tim dari PERSI Jatim melakukan visitasi pada tanggal 8 Januari 2018. Dari kegiatan Visitasi tersebut disimpulkan bahwa RSIA Mitra Bunda belum memenuhi syarat untuk diberikan rekomondasi izin operasional rumah sakit.

Pada bulan Januari 2018, pada saat kegiatan pembinaan para kepala Dinas oleh Bupati Jombang Nyono Suharli Wihandoko, bertemu Kepala Dinas penanaman modal dan PTSP Abdul Kudus, saat itu terdakwa Inna Silestyowati menanyakan kepada Abdul Kudus berapa kontribusi penerbitan izin operasional RSIA Mitra Bunda milik dr. Subur Suprojo dan dijawab sebesar Rp 75 juta.

Selanjutnya, berdasarkan hasil visitasi seksi pelayanan kesehatan pada bidang PSDK Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang membuat surat pengembalian berkas RSIA Mitra Bunda kepada Dinas Penanaman Modal dan PTSP, bahwa RSIA belum layak diberikan rekomendasi. Surat tersebut diajukan kepada terdakwa Inna Silestyowati selaku Plt. Kepala Dinas Kesehatan untuk ditandatangani, akan tetapi terdakwa tidak bersedia menandatangani surat pengembalian berkas dimaksud,  karena terdakwa tidak setuju apabila RSIA Mitra Bunda tidak memberikan rekomendasi izin operasional. Setelah itu terdakwa memerintahkan drg. Novi Hayatie selaku Kepala Bidang PSDK untuk membuat konsep surat rekomendasi RSIA Mitra Bunda.

Pada tanggal 29 Januari 2018, terdakwa INNA Silestyowati menandatangani surat rekomondasi izin operasional RSIA Mitra Bunda untuk selanjutnya diproses dalam bentuk surat keputusan yang dakan itandatangani oleh Bupati Nyono Suharli Wihandoko.

“Pada akhir bulan Januari  2018, terdakwa Inna Silestyowati bertemu dengan Bupati Nyono Suharli Wihandoko di rumah tamu Swagata Pendopo Kabupaten Jombang. Saat itu Bupati Nyono menyampaikan keinginannya untuk rapat dengan para kepala Puskesmas dan meminta terdakwa untuk koordinasi dengan bagian umum.  Pada kesempatan itu, Bupati menanyakan kepada terdakwa apakah memiliki dana dan terdakwa menjawab ada, karena terdakwa akan mengeluarkan rekomendasi izin operasional Rumah Sakit sebagai dasar penerbitan surat keputusan Bupati nantinya,” ucap JPU KPK

Pada tanggal 1 Februari 2019 sekira pukul 13.00 WIB, terdakwa Inna Silestyowati  memanggil dr. Subur Suprojo selaku pemilik RSIA Mitra Bunda untuk menemui terdakwa di ruang kerjanya. Dalam pertemuan tersebut, terdakwa menyampaikan hasil visitasi bahwa RSIA Mitra Bunda masih banyak kekurangan persyaratan, diantaranya masalah tempat pembuangan limbah.  Tetapi dr. Subur Suprojo menjawab, bahwa hal itu sudah dibangun. Kemudian terdakwa mengatakan "Oke nanti akan saya salurkan rekomendasi tapi ada kontribusinya. Saya tanyakan pada Kudus dulu kontribusinya berapa". Selanjutnya terdakwa menelepon Abdul Kuddus selaku kepala DPM dan PTSP dengan diloudsfeker sehingga dr. Subur Suprojo bisa mendengar pembicaraan tersebut, dan diberi tahu bahwa kontribusinya sebesar Rp 75 juta, selanjutnya dr. Subur Suprojo menjanjikan akan dibayar pada hari Senin,” ungkap JPU KPK.
Pudji Umbaran, Direktur RSUD Jombang
Setelah ada kepastian dr. Subur Suprojo akan membayar kontribusi meskipun dijanjikan hari Senin dan Bupati sedang membutuhkan dana, maka terdakwa bersedia menggunakan uangnya terlebih dahulu sebesar Rp 75 juta. Kemudian terdakwa mengambil uangnya di Bank Jatim Cabang Jombang sejumlah Rp 35 juta, dan untuk menggenapi terdakwa pulang ke rumahnya mengambil uang kontan sejumlah Rp 40 juta, dan kemudian disatukan ke dalam tas plastik menjadi sejumlah Rp 75 juta yang akan diserahkan kepada Bupati.

Masih pada tanggal yang sama, sekira pukul 18.30 WIB, terdakwa Inna Silestyowati diantar Mohammad Afandi Badar anaknya menggunakan mobil Pajero Sport warna putih Nomor Polisi L 1926 MH dengan membawa uang sejumlah Rp 75 juta yang dibungkus dalam tas plastik menuju Pendopo Kabupaten untuk menyerahkan uang kepada Bupati Nyono Suharli Wihandoko, agar mengeluarkan izin operasional RSIA Mitra Bunda. Sesampai di Pendopo Kabupaten, terdakwa menunggu Bupati dan baru ditemui pada pukul 20.00 WIB.  Pada saat Bupati dan Misbahul Munir ajudannya keluar dari rumah dinas, kemudian terdakwa menghampiri Bupati dan menyampaikan, “Pak, saya bawa uang Rp 75 juta”. Bupati menjawab, “Ayo ke situ ke Swagata”. Selanjutnya terdakwa, Bupati dan Misbahul Munir berjalan menuju rumah tamu Swagata di sebelah Pendopo Kabupaten, dan pada saat itu Bupati menyampaikan agar terdakwa menyerahkan uangnya ke ajudan saja. Kemudian terdakwa menyerahkan uang tersebut kepada Misbahul Munir di hadapan Bupati dan terdakwa mengatakan, “Sudah ya Pak”. Dan dijawab Bupati, “Ya”, selanjutnya terdakwa pamit pulang.

JPU KPK pun membeberkan sejumlah uang yang totalnya Rp 1.080.000.000 yang diberikan terdakwa Inna kepada Bupati berasal dari pemotongan dana kapitasi Puskesmas sebesar Rp 600 juta selama tahun 2017, penempatan dan pengangkatan terdakwa dari Kepala Puskesmas menjadi Sekretaris merangkap Plt. Kepala Dinas Kesehatann Jombang lewat dokter Samijan suami terdakwa sebesar Rp 450 juta pada Desember 2016 dan awal tahun 2017, uang pungutan dari perizinan RSIA Mitra Bunda Rp 75 juta dan uang penempatan tenaga Kesehatan di pos Kesehatan Puskesmas sebanyak Rp 30 juta pada tahun 2017.

JPU KPK menyatakan, bahwa perbuatan terdakwa memberi sesuatu berupa uang sebesar Rp 75 juta kepada Nyono Suharli Wihandoko selaku Bupati Jombang supaya mendapatkan izin operasional Rumah Sakit Ibu Anak Mitra Bunda Jombang padahal tidak memenuhi syarat, sehingga bertentangan dengan kewajiban Nyono Suharli Wihandoko selaku Bupati Jombang, sebagaimana dimaksud dalam UU RI Nomor 28 tahun 1999 tentang penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari Korupsi,  Kolusi dan Nepotisme. Dalam pasal 5 angka 4 yang menyatakan; setiap penyelenggaraan negara berkewajiban untuk tidak melakukan perbuatan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, dan angka 6 yang menyatakan; setiap penyelenggara negara berkewajiban untuk melaksanakan tugas dengan penuh tanggung jawab dan tidak melakukan perbuatan tercela tanpa pamrih, baik untuk kepentingan pribadi,  keluarga, kroni maupun kelompok dan tidak mengharapkan imbalan dalam bentuk apapun yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Sehingga dalam surat tuntutan JPU KPK, terdakwa Inna Silestyowati dijerat 2 pasal yang sama yakni pasal 5 ayat (1) huruf a UU Korupsi, karena 2 perbuatan terdakwa yang berbeda, yaitu pemberian uang terhadap Bupati Nyono sejak Desember 2016 terkait pengangkatan dirinya sebagai Sekretaris sekaligus pengangkatannya sebagai Plt. Kepala Dinas Kesehatan pada Maret 2017 dan pemberian uang sebesar Rp 75 juta terkait pengurusan izin Operasional RSIA Mitra Bunda pada Pebruari 2018. Total uang yang diberikan terdakwa kepada Nyono sebesar Rp 1,080 miliar.

“Perbuatan terdakwa Inna Silestyowati sebagaimana diatur dan diancam pidana menurut pasal 5 ayat (1) huruf a UU RI Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU RI Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 65 ayat (1) KUHAPidana,” ucap JPU KPK.

Dalam surat tutuntan JPU KPK meminta kepada Majelis Hakim untuk menghukum terdakwa Inna dengan pidana penjara selama 3 tahun.

“Menuntut; Meminta kepada Majelis Hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Surabaya yang memeriksa dan memutus perkara ini untuk menyatakan terdakwa Inna Silestyowati terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan Tindak Pidana Korupsi secara berlanjut sebagaiamana diatur dan diancam pidana dalam pasal 5 ayat (1) huruf a UU RI Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU RI Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi junto pasal 65 ayat (1) KUHAPidana. Menuntut terdakwa tersebut dengan pidana penajara selama 3 tahun, denda sebesar Rp 100 juta. Apabila terdakwa tidak membayar maka maka diganti dengan kurungan selama 3 bulan,” kata JPU KPK diakhir surat tuntutannya.

Atas surat tuntutan JPU KPK, Ketua Majelis Hakim H.R. Unggul Warso Murti memberikan kesempatan terhadap terdakwa maupun melalui Penasehat Hukumnya untuk menyampaikan Pledoi (pembelaan) sehabis Hari Raya Idul Fitri.

Usai persidangan, JPU KPK Dodi Soekmono kepada wartawan media ini menjelaskan, terkait jumlah uang dan pemotongan dana kapitasi yang kemudian disetorkan oleh terdakwa terhadap Bupati sesuai fakta persidangan serta nama-nama orang yang diduga terkait dalam kasus ini masih berjalan.

“Total uang yang disetorkan terdakwa kepada Bupati sebesar Satu milliar Delapan puluh juta (Rp 1.080.000.000) yang berasal dari pemotongan dana kapitasi Puskesmas sebesar Rp 600 juta, pengurusan perizinan rumah sakit 75 juta, pemberian uang untuk jabatan terdakwa melalui suami terdakwa, Samijan sebesar Rp 450 juta dan dari penempatan tenaga kesehatan di pos kesehatan 30 juta,” ungkap JPU KPK Dodi.

JPU KPK Dodi menambahkan, perkara ini masih sedang berkembang dengan perkara atas nama tersangka Nyono (Bupati).

“Yang pasti perkara ini sedang ranning/berkembang, kita berdasarkan fakta persidangan ,” ujar JPU KPK Dodi. (Redaksi)

Posting Komentar

Tulias alamat email :

 
Top