#Supaya Pembahasan P-APBD Kota Malang TA 2015 lancar, Wali Kota Malang Moch. Anton memberikan uang suap terhadap DPRD Kota Malang sebesar Rp 700 Juta#
Terdakwa Moch. Anton |
beritakorupsi.co - Apakah pembahasan APBD (anggaran pendapatan dan belanja daerah) atau APBD Perubahan antara Pemerintah (Eksekutif) dan DPRD (Legislatif) bermuatan KKN (Kolusi, Korupsi dan Nepotisme) supaya berjalan lancar ? Apakah jumlah mata anggaran yang tercantum dalam APBD atau APBD-P tersebut memang ada yang “tidak “beres” sehingga pihak eksekutif bersedia “pemberian uang” terhadap legislatif supaya pembahasan berjalan lancar ?
Sebab kasus Korupsi terkait pembahasan anggaran APBD yang melibatkan pihak eksekitif dan legislatif tidak hanya terjadi dalam kasus suap APBD Kota Malang Tahun Anggaran (TA) 2015 yang disebut dengan istilah uang “pokir” atau pokok-pokok pikiran, melainkan terjadi juga di Pemkot (Pemerintah Kota) Mojokerto dengan DPRD Kota Mojokerto yang disebut dengan istilah “undangan” dan “tujuh sumur”, dan terjadi juga di Komisi B DPRD Jawa Timur (Jatim) dengan 10 OPD (Organisasi Pemerintah Daerah) dibahwa Komisi B sebagai mitra kerja termasuk pembahasan Perda di Dinas Peternakan Jatim dengan istilah “sarung”. Dan bisa juga terjadi di Kabupaten/Kota lainnya dengan istilah yang berbeda namun tidak terungkap.
Ibarat peribahasa, “sepandai-pandainya orang menyembunyikan yang busuk akan tercium juga”. Sebab kata kunci atau istilah yang diciptkan oleh penerima dan pemberi uang “haram” itu, terdengar juga ketelinga KPK di Jakarta. Nasib siap pun dialami oleh Ketua bersama 2 Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto dan Kepala Dinas PUPR Pemkot Mojokerto karena Ke- 4 pejabat itu terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada Juni 2017, serta kemudian disusul Wali Kota Mojokerto karena ditetapkan sebagai tersangka setelah Keempatnya di vonis bersalah.
Nasib yang sama juga dialami Ketua bersama Wakil Ketua Komisi B DPRD Jatim termasuk 2 staf, Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Jatim bersama stafnya serta Kepala Dinas Peternakan Jatim yang terjaring OTT pada Juni 2017.
Sebab kasus Korupsi terkait pembahasan anggaran APBD yang melibatkan pihak eksekitif dan legislatif tidak hanya terjadi dalam kasus suap APBD Kota Malang Tahun Anggaran (TA) 2015 yang disebut dengan istilah uang “pokir” atau pokok-pokok pikiran, melainkan terjadi juga di Pemkot (Pemerintah Kota) Mojokerto dengan DPRD Kota Mojokerto yang disebut dengan istilah “undangan” dan “tujuh sumur”, dan terjadi juga di Komisi B DPRD Jawa Timur (Jatim) dengan 10 OPD (Organisasi Pemerintah Daerah) dibahwa Komisi B sebagai mitra kerja termasuk pembahasan Perda di Dinas Peternakan Jatim dengan istilah “sarung”. Dan bisa juga terjadi di Kabupaten/Kota lainnya dengan istilah yang berbeda namun tidak terungkap.
Ibarat peribahasa, “sepandai-pandainya orang menyembunyikan yang busuk akan tercium juga”. Sebab kata kunci atau istilah yang diciptkan oleh penerima dan pemberi uang “haram” itu, terdengar juga ketelinga KPK di Jakarta. Nasib siap pun dialami oleh Ketua bersama 2 Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto dan Kepala Dinas PUPR Pemkot Mojokerto karena Ke- 4 pejabat itu terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada Juni 2017, serta kemudian disusul Wali Kota Mojokerto karena ditetapkan sebagai tersangka setelah Keempatnya di vonis bersalah.
Nasib yang sama juga dialami Ketua bersama Wakil Ketua Komisi B DPRD Jatim termasuk 2 staf, Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Jatim bersama stafnya serta Kepala Dinas Peternakan Jatim yang terjaring OTT pada Juni 2017.
Namun dalam kasus suap DPRD Kota Malang terkait pembahasan APBD Kota Malang TA 2015 lalu, sama tapi tak serupa. Karena sama-sama berstatus tersangka/terdakwa yang diadili di Pengadilan Tipikor, tetapi bukan karena OTT melainkan karena hasil penyelidikan dan penyidikan yang yang dilakukan oleh lembaga anti rasuah itu sejak 2016. Sebanyak 22 ditetapkan sebagi tersangka/terdakwa yang dibagi dalam beberapa berkas perkara, dan ada yang sudah di Vonis.
Kali ini adalah jilid IV, giliran Moch. Anton selaku Wali Kota periode 2013 - 2018 sekaligus sebagai calon Wali Kota Malang periode 2019 - 2023 dalam Pilkada serentak yang akan berlangsung pada tanggal 27 Juni 2018.
Kali ini adalah jilid IV, giliran Moch. Anton selaku Wali Kota periode 2013 - 2018 sekaligus sebagai calon Wali Kota Malang periode 2019 - 2023 dalam Pilkada serentak yang akan berlangsung pada tanggal 27 Juni 2018.
Dalam jilid I kasus perkara Korupsi suap terhadap Ketua DPRD Kota Malang Moch. Arif Wicaksono sebesar Rp 700 juta pada tahun 2015, terkait pembahasan APBD Kota Malang TA 2015 dengan terpidana, Jarot Edy Sulistiyono, Kepala Dinas Pekerjaan Umum Perumahan dan Pengawasan Bangunan (PUPPB) Kota Malang selaku pemberi suap, dijerat pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang Korupsi No 31 tahun1999 tentang Tindak Pidana Korupsi, sudah divonis 2,8 tahun penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya, pada Selasa, 3 April 2018.
Sedangkan jilid II, dengan terdakwa Moch. Arif Wicaksono selaku penerima suap, dijerat pasal 12 huruh b Undang-Undang Korupsi No 31 tahun1999 tentang Tindak Pidana Korupsi, dan sudah dituntut pidana penjara selama 7 tahun oleh JPU KPK, pada Selasa, 8 Mei 2018 dan tinggal menunggu Vonis dari Majelis Hakim setelah akhir lebaran tahun ini.
Sementara jilid III terdakwanya adalah Hendarwan Maruszaman, anak mantan pejabat tinggi di Kejaksaan Agung. Hendarwan Maruszaman selaku Komisiaris PT Enfys Nusantara Karya (PT ENK) yang bergerak di bidang konstruksi (kontraktor), juga dinyatakan bersalah terkait pemberian uang suap sebesar Rp 250 juta kepada Moch. Arif Wicaksono selaku ketua DPRD Kota Malang pada tahun 2015 lalu, untuk mendapatkan proyek pekerjaan jembatan Kedungkandang Kota Malang, yang pekerjaannya mangkrak sejak tahun 2012 lalu.
Belum berakhir di jilid IV ini. Sebab masih ada 18 anggota DPRD Kota Malang yang berstatus tersangka dan saat ini warga baru du gedung merah putih milik KPK. Selain itu masih ada yang disebutkan dalam surat dakwaan JPU KPK, yakni Cipto Wiyono selaku Sekda Kota Malang yang saat ini menjabat sebagai Kepala Dinas PU dan Tata Ruang Pemprov Jatim sejak Desember 2016.
Jumat, 8 Juni 2018, JPU KPK Fitroh Rohccahyanto, Achmad Burhanudin, Joko Hermawan, Andhi Kurniawan dan Ni Nengah Gina Saraswati membacakan surat dakwaannya terhadap terdakwa Moch. Anton yang didampingi Penasehat Hukunya Haris Fajar Kustaryo dkk dari Kota Malang.
Pembacaan surat dakwaan itu dibacakan JPU KPK diruang sidang Cakra Pengadilan Tipikor Surabaya dihadapan Majelis Hakim yang diketuai H.R. Unggul Warso Murti. SH., MH.
Sedangkan jilid II, dengan terdakwa Moch. Arif Wicaksono selaku penerima suap, dijerat pasal 12 huruh b Undang-Undang Korupsi No 31 tahun1999 tentang Tindak Pidana Korupsi, dan sudah dituntut pidana penjara selama 7 tahun oleh JPU KPK, pada Selasa, 8 Mei 2018 dan tinggal menunggu Vonis dari Majelis Hakim setelah akhir lebaran tahun ini.
Sementara jilid III terdakwanya adalah Hendarwan Maruszaman, anak mantan pejabat tinggi di Kejaksaan Agung. Hendarwan Maruszaman selaku Komisiaris PT Enfys Nusantara Karya (PT ENK) yang bergerak di bidang konstruksi (kontraktor), juga dinyatakan bersalah terkait pemberian uang suap sebesar Rp 250 juta kepada Moch. Arif Wicaksono selaku ketua DPRD Kota Malang pada tahun 2015 lalu, untuk mendapatkan proyek pekerjaan jembatan Kedungkandang Kota Malang, yang pekerjaannya mangkrak sejak tahun 2012 lalu.
Belum berakhir di jilid IV ini. Sebab masih ada 18 anggota DPRD Kota Malang yang berstatus tersangka dan saat ini warga baru du gedung merah putih milik KPK. Selain itu masih ada yang disebutkan dalam surat dakwaan JPU KPK, yakni Cipto Wiyono selaku Sekda Kota Malang yang saat ini menjabat sebagai Kepala Dinas PU dan Tata Ruang Pemprov Jatim sejak Desember 2016.
Jumat, 8 Juni 2018, JPU KPK Fitroh Rohccahyanto, Achmad Burhanudin, Joko Hermawan, Andhi Kurniawan dan Ni Nengah Gina Saraswati membacakan surat dakwaannya terhadap terdakwa Moch. Anton yang didampingi Penasehat Hukunya Haris Fajar Kustaryo dkk dari Kota Malang.
Pembacaan surat dakwaan itu dibacakan JPU KPK diruang sidang Cakra Pengadilan Tipikor Surabaya dihadapan Majelis Hakim yang diketuai H.R. Unggul Warso Murti. SH., MH.
Cipto Wiyono (mantan Sekda Kota Malang, Mohan Katelu., SH (Ketua Fraksi PAN DPRD Malang), Saiful Rusdi., M.Pd (Anggota DPRD Malang Fraksi PAN), Tri Yudiani (anggota DPRD Malang Fraksi PDIP) |
alam surat dakwaan JPU KPK menyatakan, bahwa terdakwa Moch. Anton selaku Walikota Malang periode 2013 - 2018, bersama-sama dengan Jarot Edy sulistyono Kepala Dinas PUPPB Pemerintah Kota (Pemkot) Malang dan Cipto Wiyono selaku Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Malang, pada tanggal 6 Juli 2015, 13 Juli 2015, 14 Juli 2015 dan tanggal 22 Juli 2015, bertempat di Kantor Dinas PUPPB Pemkot Malang Jalan Bingkil No 1 Kota Malang, Kantor DPRD Kota Malang, Jalan Tugu nomor 1A Kota Malang dan rumah dinas Ketua DPRD Kota Malang, Jalan Panji Suroso No 7 Kota Malang melakukan atau turut serta melakukan perbuatan, memberi atau menjanjikan sesuatu yaitu memberi uang sebesar Rp 700 juta Kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara, yaitu kepada Anggota DPRD Kota Malang periode 2013 - 2018 melalui Moch. Arif Wicaksono selaku ketua DPRD Kota Malang dengan maksud, supaya Anggota DPRD Kota Malang memberikan persetujuan Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (P-APBD) Kota Malang Tahun Anggaran (TA) 2015 yang diajukan oleh Pemkot Malang, yang bertentangan dengan kewajiban Anggota DPRD Kota Malang sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 angka 4 dan angka 6 UU RI Nomor 28 tahun 1999 tentang penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN), pasal 400 ayat 3 UU RI Nomor 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD, UU RI Nomor 42 tahun 2014 tentang perubahan atas UU Nomor 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD yang dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut;
Pada tanggal 25 Juni 2015, bertempat di ruang rapat paripurna DPRD Kota Malang, dilakukan rapat paripurna pertama dengan agenda penyampaian sambutan Walikota Malang dalam pengantar konsep kesepakatan persamaan antara Pemkot Malang dengan DPRD Kota Malang tentang kebijakan umum anggaran dan prioritas plafon anggaran sementara (PPAS) P-APBD Tahun Anggaran 2015.
Pada tanggal 6 Juli 2015, sebelum dimulainya rapat paripurna dengan agenda penyampaian pendapat Badan Anggaran (Banggar) DPRD Kota Malang, dan pendapat Fraksi terhadap konsep kesepakatan bersama antara Pemkot Malang dengan DPRD Kota Malang tentang kebijakan umum anggaran (KUA) dan PPAS P-APBD TA 2015, terdakwa Moch. Anton melakukan pertemuan Moch. Arif Wicaksono dan Suprapto (tersangka bersama 17 anggota lainnya), bertempat diruang transit rapat paripurna DPRD Kota Malang yang dihadiri oleh Sutiaji Wakil Walkout, Cipto Wiyono dan Jarot Edy Sulistiyono.
Pada pertemuan tersebut, Moch. Arif Wicaksono meminta terdakwa Moch. Anton untuk memberikan uang imbalan pembahasan Rancangan Perubahan APBD Kota Malang TA 2015 dengan istilah uang “pokir” kepada anggota DPRD Kota Malang agar pembahasan berjalan lancar dan tidak ada halangan dari Anggota DPRD Kota Malang sehingga dapat disetujui. Atas permintaan tersebut terdakwa Moch. Anton menyanggupinya, kemudian memerintahkan Cipto Wiyono untuk menyiapkan uang “pokir” yang dimaskud.
Selanjutnya Cipto Wiyono meminta Jarot Edy Sulistiyono agar memerintahkan Tedy Sujadi Sumarna yang menjabat Kepala Bidang (Kabid) PUPPB Kota Malang menemui dirinya (Cipto Wiyono). Setelah Tedy sujadi Sumarna menghadap, Cipto Wiyono meminta agar mengumpulkan uang dari para rekanan/pemborong pada Dinas PUPPB sebesar Rp 700 juta. Atas permintaan Cipto Wiyono, Tedy sujadi Sumarna melaporkannya kepada Jarot Edy Sulistiyono.
Setelah uang terkumpul sebesar Rp 700 juta, pada tanggal 13 Juni 2015 Tedy sujadi Sumarna menyerahkan uang pokir kepada Jarot Edy Sulistiyono di kantor Dinas PUPPB Kota Malang Jalan Bingkil No 1 Malang, dan selanjutnya Jarot Edy Sulistiyono melaporkannya kepada Cipto Wiyono.
“Pada tanggal 13 Juli 2015 pagi hari, bertempat di Kantor Dinas PUPPB Kota Malang, terdakwa menerima uang sebesar Rp 700 juta dari Tedy Sujadi Sumarna yang dikumpulkan dari para rekanan, dan kemudian terdakwa melaporkan hal tersebut kepada Cipto Wiyono,” ucap JPU KPK saat membacakan surat dakwaannya.
Pada tanggal 13 Juni 2015, terdakwa Moch. Anton meminta Cipto Wiyono agar pembahasan Perubahan APBD segera dilaksanakan pada tanggal 14 Juni 2015 guna mendaptkan persetujuan dari DPRD, karena terdakwa khawatir, pihak DPRD akan berubah pikiran menolak menyetujui Rancangan Perubahan APBD.
Masih ditanggal 13 Juni 2015 sekitar pukul 10.00 WIB, Moch. Arif Wicaksono menghubungi Cipto Wiyono menanyakan kepastian ada tidaknya uang Pokir yang dimintanya untuk Dewan, yang kemudian dijawab Cipto Wiyono dananya sudah ada. Sekitar pukul 12.00 WIB, Cipto Wiyono dan Moch. Arif Wicaksono bersepakat menunda agenda rapat pengambilan keputusan DPRD untuk persetujuan Raperda Kota Malang tentang perubahan APBD TA 2015, dari semula tanggal 14 Juli 2015 menjadi tanggal 22 Juli 2015 atau 24 Juli 2015 dengan alasan terlalu cepat dan tidak wajar apabila pembahasan Raperda APBD Tahun Anggaran 2015 hanya satu minggu.
Pada tanggal 25 Juni 2015, bertempat di ruang rapat paripurna DPRD Kota Malang, dilakukan rapat paripurna pertama dengan agenda penyampaian sambutan Walikota Malang dalam pengantar konsep kesepakatan persamaan antara Pemkot Malang dengan DPRD Kota Malang tentang kebijakan umum anggaran dan prioritas plafon anggaran sementara (PPAS) P-APBD Tahun Anggaran 2015.
Pada tanggal 6 Juli 2015, sebelum dimulainya rapat paripurna dengan agenda penyampaian pendapat Badan Anggaran (Banggar) DPRD Kota Malang, dan pendapat Fraksi terhadap konsep kesepakatan bersama antara Pemkot Malang dengan DPRD Kota Malang tentang kebijakan umum anggaran (KUA) dan PPAS P-APBD TA 2015, terdakwa Moch. Anton melakukan pertemuan Moch. Arif Wicaksono dan Suprapto (tersangka bersama 17 anggota lainnya), bertempat diruang transit rapat paripurna DPRD Kota Malang yang dihadiri oleh Sutiaji Wakil Walkout, Cipto Wiyono dan Jarot Edy Sulistiyono.
Pada pertemuan tersebut, Moch. Arif Wicaksono meminta terdakwa Moch. Anton untuk memberikan uang imbalan pembahasan Rancangan Perubahan APBD Kota Malang TA 2015 dengan istilah uang “pokir” kepada anggota DPRD Kota Malang agar pembahasan berjalan lancar dan tidak ada halangan dari Anggota DPRD Kota Malang sehingga dapat disetujui. Atas permintaan tersebut terdakwa Moch. Anton menyanggupinya, kemudian memerintahkan Cipto Wiyono untuk menyiapkan uang “pokir” yang dimaskud.
Selanjutnya Cipto Wiyono meminta Jarot Edy Sulistiyono agar memerintahkan Tedy Sujadi Sumarna yang menjabat Kepala Bidang (Kabid) PUPPB Kota Malang menemui dirinya (Cipto Wiyono). Setelah Tedy sujadi Sumarna menghadap, Cipto Wiyono meminta agar mengumpulkan uang dari para rekanan/pemborong pada Dinas PUPPB sebesar Rp 700 juta. Atas permintaan Cipto Wiyono, Tedy sujadi Sumarna melaporkannya kepada Jarot Edy Sulistiyono.
Setelah uang terkumpul sebesar Rp 700 juta, pada tanggal 13 Juni 2015 Tedy sujadi Sumarna menyerahkan uang pokir kepada Jarot Edy Sulistiyono di kantor Dinas PUPPB Kota Malang Jalan Bingkil No 1 Malang, dan selanjutnya Jarot Edy Sulistiyono melaporkannya kepada Cipto Wiyono.
“Pada tanggal 13 Juli 2015 pagi hari, bertempat di Kantor Dinas PUPPB Kota Malang, terdakwa menerima uang sebesar Rp 700 juta dari Tedy Sujadi Sumarna yang dikumpulkan dari para rekanan, dan kemudian terdakwa melaporkan hal tersebut kepada Cipto Wiyono,” ucap JPU KPK saat membacakan surat dakwaannya.
Pada tanggal 13 Juni 2015, terdakwa Moch. Anton meminta Cipto Wiyono agar pembahasan Perubahan APBD segera dilaksanakan pada tanggal 14 Juni 2015 guna mendaptkan persetujuan dari DPRD, karena terdakwa khawatir, pihak DPRD akan berubah pikiran menolak menyetujui Rancangan Perubahan APBD.
Masih ditanggal 13 Juni 2015 sekitar pukul 10.00 WIB, Moch. Arif Wicaksono menghubungi Cipto Wiyono menanyakan kepastian ada tidaknya uang Pokir yang dimintanya untuk Dewan, yang kemudian dijawab Cipto Wiyono dananya sudah ada. Sekitar pukul 12.00 WIB, Cipto Wiyono dan Moch. Arif Wicaksono bersepakat menunda agenda rapat pengambilan keputusan DPRD untuk persetujuan Raperda Kota Malang tentang perubahan APBD TA 2015, dari semula tanggal 14 Juli 2015 menjadi tanggal 22 Juli 2015 atau 24 Juli 2015 dengan alasan terlalu cepat dan tidak wajar apabila pembahasan Raperda APBD Tahun Anggaran 2015 hanya satu minggu.
Pada tanggal 14 Juli 2015 sekitar pukul 13.00 WIB, Moch. Arief Wicaksono menghubungi Cipto Wiyono meminta realisasi uang pokir untuk DPRD Kota Malang yang kemudian oleh Cipto Wiyono menyampaikan, bahwa uang akan segera diserahkan oleh Jarot Edi Sulistiyono. Sekitar pukul 14.00 WIB dihari yang sama, atas perintah Cipto Wiyono, Jarot Edy Sulistiyono menghubungi Moch. Arif Wicakcono menanyakkan kemana penyerahan uang pokir sebesar Rp 700 juta. Kemudian Moch. Arif Wicakcono meminta agar agar uang pokir diserahkan dirumah dinasnya di Jalan Panji Soeroso No 7 Malang, dengan terlebih dahulu dipisahkan jatah untuk dirinya (Moch. Arif Wicaksono) sebesar Rp 100 juta, dan untuk seluruh anggota Dewan sebesar Rp 600 juta dibungkus tersendiri.
“Pada sekitar pukul 15.00 WIB, Tedy Sujadi Sumarna menyerahkan uang sebesar Rp 700 juta yang terbungkus dalam kardus kepada Moch. Arif Wicaksono di rumah diasnnya. Setelah mendapat laporan penyerahan uang pokir, Cipto Wiyono melaporkannya kepada terdakwa Moch. Anton,” kata JPU kemudian.
Selanjutnya, Moch. Arief Wicaksono mengambil uang sebesar Rp 100 juta, sedangkan yang Rp 600 juta tetap terbungkus dalam kardus, kemudian menghubungi Suprapto menyampaikan bahwa uang pokir sudah diterima, dan meminta Suprapto datang kerumahnya. Setelah Suprapto datang, Moch. Arif Wicaksono meminta agar suprapto menghubungi para wakil Ketua,Ketua Fraksi DPRD Kota Malang datang ke rumah dinasnya. Setelah dihubungi, kemudian datang Wiwik Hendri Astuti (Wakil Ketua DPRD), Rahayu Sugiarti (Wakil Ketua DPRD), Suprapto (Ketua Fraksi PDIP), Sahrawi (Ketua Fraksi PKB), Hery Sugiantono (Ketua Fraksi Partai Demokrat), Sukarno (Ketua Fraksi Golkar), Mohan Katelu (Ketua Fraksi PAN), Selamat (Ketua Fraksi Gerindra), Heri Pudji Utami (Ketua Fraksi PPP – Nasdem), Ya'qud Ananda Gudban (Ketua Fraksi Hanura – PKS) dan Tri Yudiani (Komisi D/Fraksi PDIP) ke rumah dinas Ketua DPRD Kota Malang Moch. Arif Wicaksono.
Kemudian Moch. Arif Wicaksono membagikan uang sebesar Rp 600 juta kepada para Wakil Ketua, Ketua Fraksi dan Ketu Komisi DPRD masing-masing sebesar Rp 15 juta, dan untuk maing-masing anggota sebesar Rp 12.500.000.
Pada tanggal 22 Juli 2015, dilaksanakan rapat pembahasan Rancangan Perubahan APBD TA 2015 yang berjalan dengan lancar dan hasilnya, DPRD Kota Malang menyetujui untuk disahkan menjadi Perubahan APBD Kota Malang tahun 2015, lalu dituangkan dalam keputusan DPRD Kota Malang Nomor 188./4/48/35.73.201/2015 tanggal 22 Juli 2015 tentang persetujuan penetapan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Kota Malang, tentang perubahan APBD TA 2015 menjadi Peraturan Daerah (Perda) Kota Malang tentang P-APBD TA 2015. Kemudian diterbitkan Perda Kota Malang Nomor 6 tahun 2015 tentang perubahan APBD Tahun Anggaran 2015 pada tanggal 14 Agustus 2015.
JPU KPK menyatakan, bahwa perbuatan terdakwa bersama-sama dengan Jarot Edy sulistyono dan Cipto Wiyono memberi uang sebesar Rp 700 juta kepada anggota DPRD Kota Malang melalui Moch. Arif Wicaksono, supaya anggota DPRD Kota Malang memberikan persetujuan penetapan Perubahan APBD TA 2015 bertentangan dengan kewajiban Moch. Arif Wicaksono dan anggota DPRD Kota Malang sebagaimana dimaksud dalam ; pasal 400 ayat 3 UU RI Nomor 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD, UU RI Nomor 42 tahun 2014 tentang perubahan atas UU Nomor 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD yang menyatakan , “Anggota DPRD Kabupaten/Kota dilarang melakukanKorupsi, Kolusi dan Nepotisme”.
“Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana menurut pasal 5 ayat (1) huruf a atau pasal 13 UU RI Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana Porupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU RI Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana Porupsi juncto pasal 55 ayat (1 ) ke-1 KUHPidana,” ucap JPU KPK diakhir surat dakwaannya.
Atas surat dakwaan JPU KPK, Penasehat Hukum (PH) terdakwa Moch. Anton, Haris Fajar Kustaryo sepertinya “tidak terima” sehingga mengajukan keberatan atau Eksepsi. Namun karena menjelang libur hari raya Idul Fitri, Ketua Majelis Hakim mempersilahkan PH terdakwa untuk menyampaikannya dalam persidangan setelah libur lebaran.
Keberatan PH terdakwa atas surat dakwaan JPU KPK diantaranya, terkait tempat pertemuan antara terdakwa dengan Moch. Arif Wicaksono, Suprapto yang dihadiri oleh Cipto Wiyono dan Jarot Edy Sulistiyono termasuk Sutiaji Wakil Walikota Malang yang juga calon Wali Kota Malang periode 2019 - 2023 dalam Pilkada serentak yang akan berlangsung pada tanggal 27 Juni 2018.
Sebab tempat pertemuan dalam surat dakwaan JPU KPK dengan terdakwa Jarot Edy Sulistiyono dan Moch. Arif Wicaksono disebutkan di ruang Ketua DPRD Kota Malang. Sementara dalam surat dakwaan terhadahadap terdakwa Moch. Anton, bahwa pertemuan itu diadakan di ruang transit rapat paripurna DPRD Kota Malang.
Hal itu dikatakan Haris yang juga PH terpidana Jarot Edy Suistiyono kepada wartawan media ini seusai persidangan, Jumat, 8 Juni 2018. Pada hal, yang menjadi pokok perkaranya bukan masalah tempat diruang Ketua DPRD atau di di ruang transit rapat paripurna DPRD Kota Malang, melainkan terkait uang “pokir” sebesar Rp 700 juta dalam pembahasan Perubahan APBD Kota Malang TA 2015.
“Ada beberapa hal yang kita sampaikan nanti, salah satunya tempat pertemuan. dalam surat dakwaan JPU KPK dengan terdakwa Jarot Edy Sulistiyono dan Moch. Arif Wicaksono disebutkan di ruang Ketua DPRD Kota Malang. Sementara yang ini disebutkan, bahwa pertemuan diadakan di ruang transit rapat paripurna DPRD Kota Malang. Itu salah satunya, yang lainnya tidak dapat saya sebutkan,” kata Haris.
Saat ditanya dakwaan JPU KPK terkait uang pokir, Haris tidak membantah. Menurutnya sama dengan yang lainnya. Dalam kasus ini pun Jarot Edy Sulistiyono sudah dinyatakan terbukti bersalah dan di Vonis pidana penjara selama 2 tahun dan 8 bulan. Putusan itupun sudah berkekuatn hukum tetap.
Sementara JPU KPK terkait keberatan terdakwa mapun PH terdakwa yang akan menyampaikannya lewat Eksepsi mengatakan, itu hal biasa. (Redaksi).
“Pada sekitar pukul 15.00 WIB, Tedy Sujadi Sumarna menyerahkan uang sebesar Rp 700 juta yang terbungkus dalam kardus kepada Moch. Arif Wicaksono di rumah diasnnya. Setelah mendapat laporan penyerahan uang pokir, Cipto Wiyono melaporkannya kepada terdakwa Moch. Anton,” kata JPU kemudian.
Selanjutnya, Moch. Arief Wicaksono mengambil uang sebesar Rp 100 juta, sedangkan yang Rp 600 juta tetap terbungkus dalam kardus, kemudian menghubungi Suprapto menyampaikan bahwa uang pokir sudah diterima, dan meminta Suprapto datang kerumahnya. Setelah Suprapto datang, Moch. Arif Wicaksono meminta agar suprapto menghubungi para wakil Ketua,Ketua Fraksi DPRD Kota Malang datang ke rumah dinasnya. Setelah dihubungi, kemudian datang Wiwik Hendri Astuti (Wakil Ketua DPRD), Rahayu Sugiarti (Wakil Ketua DPRD), Suprapto (Ketua Fraksi PDIP), Sahrawi (Ketua Fraksi PKB), Hery Sugiantono (Ketua Fraksi Partai Demokrat), Sukarno (Ketua Fraksi Golkar), Mohan Katelu (Ketua Fraksi PAN), Selamat (Ketua Fraksi Gerindra), Heri Pudji Utami (Ketua Fraksi PPP – Nasdem), Ya'qud Ananda Gudban (Ketua Fraksi Hanura – PKS) dan Tri Yudiani (Komisi D/Fraksi PDIP) ke rumah dinas Ketua DPRD Kota Malang Moch. Arif Wicaksono.
Kemudian Moch. Arif Wicaksono membagikan uang sebesar Rp 600 juta kepada para Wakil Ketua, Ketua Fraksi dan Ketu Komisi DPRD masing-masing sebesar Rp 15 juta, dan untuk maing-masing anggota sebesar Rp 12.500.000.
Pada tanggal 22 Juli 2015, dilaksanakan rapat pembahasan Rancangan Perubahan APBD TA 2015 yang berjalan dengan lancar dan hasilnya, DPRD Kota Malang menyetujui untuk disahkan menjadi Perubahan APBD Kota Malang tahun 2015, lalu dituangkan dalam keputusan DPRD Kota Malang Nomor 188./4/48/35.73.201/2015 tanggal 22 Juli 2015 tentang persetujuan penetapan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Kota Malang, tentang perubahan APBD TA 2015 menjadi Peraturan Daerah (Perda) Kota Malang tentang P-APBD TA 2015. Kemudian diterbitkan Perda Kota Malang Nomor 6 tahun 2015 tentang perubahan APBD Tahun Anggaran 2015 pada tanggal 14 Agustus 2015.
JPU KPK menyatakan, bahwa perbuatan terdakwa bersama-sama dengan Jarot Edy sulistyono dan Cipto Wiyono memberi uang sebesar Rp 700 juta kepada anggota DPRD Kota Malang melalui Moch. Arif Wicaksono, supaya anggota DPRD Kota Malang memberikan persetujuan penetapan Perubahan APBD TA 2015 bertentangan dengan kewajiban Moch. Arif Wicaksono dan anggota DPRD Kota Malang sebagaimana dimaksud dalam ; pasal 400 ayat 3 UU RI Nomor 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD, UU RI Nomor 42 tahun 2014 tentang perubahan atas UU Nomor 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD yang menyatakan , “Anggota DPRD Kabupaten/Kota dilarang melakukanKorupsi, Kolusi dan Nepotisme”.
“Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana menurut pasal 5 ayat (1) huruf a atau pasal 13 UU RI Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana Porupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU RI Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana Porupsi juncto pasal 55 ayat (1 ) ke-1 KUHPidana,” ucap JPU KPK diakhir surat dakwaannya.
Atas surat dakwaan JPU KPK, Penasehat Hukum (PH) terdakwa Moch. Anton, Haris Fajar Kustaryo sepertinya “tidak terima” sehingga mengajukan keberatan atau Eksepsi. Namun karena menjelang libur hari raya Idul Fitri, Ketua Majelis Hakim mempersilahkan PH terdakwa untuk menyampaikannya dalam persidangan setelah libur lebaran.
Keberatan PH terdakwa atas surat dakwaan JPU KPK diantaranya, terkait tempat pertemuan antara terdakwa dengan Moch. Arif Wicaksono, Suprapto yang dihadiri oleh Cipto Wiyono dan Jarot Edy Sulistiyono termasuk Sutiaji Wakil Walikota Malang yang juga calon Wali Kota Malang periode 2019 - 2023 dalam Pilkada serentak yang akan berlangsung pada tanggal 27 Juni 2018.
Sebab tempat pertemuan dalam surat dakwaan JPU KPK dengan terdakwa Jarot Edy Sulistiyono dan Moch. Arif Wicaksono disebutkan di ruang Ketua DPRD Kota Malang. Sementara dalam surat dakwaan terhadahadap terdakwa Moch. Anton, bahwa pertemuan itu diadakan di ruang transit rapat paripurna DPRD Kota Malang.
Hal itu dikatakan Haris yang juga PH terpidana Jarot Edy Suistiyono kepada wartawan media ini seusai persidangan, Jumat, 8 Juni 2018. Pada hal, yang menjadi pokok perkaranya bukan masalah tempat diruang Ketua DPRD atau di di ruang transit rapat paripurna DPRD Kota Malang, melainkan terkait uang “pokir” sebesar Rp 700 juta dalam pembahasan Perubahan APBD Kota Malang TA 2015.
“Ada beberapa hal yang kita sampaikan nanti, salah satunya tempat pertemuan. dalam surat dakwaan JPU KPK dengan terdakwa Jarot Edy Sulistiyono dan Moch. Arif Wicaksono disebutkan di ruang Ketua DPRD Kota Malang. Sementara yang ini disebutkan, bahwa pertemuan diadakan di ruang transit rapat paripurna DPRD Kota Malang. Itu salah satunya, yang lainnya tidak dapat saya sebutkan,” kata Haris.
Saat ditanya dakwaan JPU KPK terkait uang pokir, Haris tidak membantah. Menurutnya sama dengan yang lainnya. Dalam kasus ini pun Jarot Edy Sulistiyono sudah dinyatakan terbukti bersalah dan di Vonis pidana penjara selama 2 tahun dan 8 bulan. Putusan itupun sudah berkekuatn hukum tetap.
Sementara JPU KPK terkait keberatan terdakwa mapun PH terdakwa yang akan menyampaikannya lewat Eksepsi mengatakan, itu hal biasa. (Redaksi).
Posting Komentar
Tulias alamat email :