Terdakwa Moch. Anton (Wali Kota Mlang non aktif) seusai menjalani sidang tuntutan |
beritakorupsi.co - Apakah pembahasan APBD (anggaran pendapatan dan belanja daerah) atau APBD Perubahan antara Pemerintah (Eksekutif) dan DPRD (Legislatif) bermuatan KKN (Kolusi, Korupsi dan Nepotisme) supaya berjalan lancar ? Apakah jumlah mata anggaran yang tercantum dalam APBD atau APBD-P tersebut memang ada yang “tidak “beres” sehingga pihak eksekutif bersedia “membrikan suap” terhadap legislatif supaya pembahasan berjalan lancar ?
Sebab kasus Korupsi terkait pembahasan anggaran APBD yang melibatkan pihak eksekitif dan legislatif tidak hanya terjadi dalam kasus suap APBD Kota Malang Tahun Anggaran (TA) 2015 yang disebut dengan istilah uang “pokir” atau pokok-pokok pikiran, melainkan terjadi juga di Pemkot (Pemerintah Kota) Mojokerto dengan DPRD Kota Mojokerto yang disebut dengan istilah “undangan” dan “tujuh sumur”, dan terjadi juga di Komisi B DPRD Jawa Timur (Jatim) dengan 10 OPD (Organisasi Pemerintah Daerah) dibahwa Komisi B sebagai mitra kerja termasuk pembahasan Perda di Dinas Peternakan Jatim dengan istilah “sarung”. Dan bisa juga terjadi di Kabupaten/Kota lainnya dengan istilah yang berbeda namun tidak terungkap.
Ibarat peribahasa, “sepandai-pandainya orang menyembunyikan yang busuk akan tercium juga”. Sebab kata kunci atau istilah yang diciptkan oleh penerima dan pemberi uang “haram” itu pun, terdengar juga ketelinga KPK di Jakarta. Nasib yang sama pun dialami oleh Ketua bersama 2 Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto dan Kepala Dinas PUPR Pemkot Mojokerto karena Ke- 4 pejabat itu terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada Juni 2017, serta kemudian disusul Wali Kota Mojokerto karena ditetapkan sebagai tersangka setelah Keempatnya di vonis bersalah.
Nasib yang sama juga dialami Ketua bersama Wakil Ketua Komisi B DPRD Jatim termasuk 2 staf, Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Jatim bersama stafnya serta Kepala Dinas Peternakan Jatim yang terjaring OTT pada Juni 2017.
Jilid IV dalam kasus ini dengan terdakwa Moch. Anton selaku Wali Kota Malang periode 2013 - 2018 sekaligus sebagai calon Wali Kota Malang periode 2019 - 2023 dalam Pilkada serentak yang berlangsung pada tanggal 27 Juni 2018, namun hasilnya kandas, sebab Anton dikalahkan pasangan Sutiaji.
Dalam jilid I kasus perkara Korupsi suap terhadap Ketua DPRD Kota Malang Moch. Arif Wicaksono sebesar Rp 700 juta pada tahun 2015, terkait pembahasan APBD Kota Malang TA 2015 dengan terpidana, Jarot Edy Sulistiyono, Kepala Dinas Pekerjaan Umum Perumahan dan Pengawasan Bangunan (PUPPB) Kota Malang selaku pemberi suap, dijerat pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang Korupsi No 31 tahun1999 tentang Tindak Pidana Korupsi, sudah divonis 2,8 tahun penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya, pada Selasa, 3 April 2018.
Sedangkan jilid II, dengan terdakwa Moch. Arif Wicaksono selaku penerima suap, dijerat pasal 12 huruh b Undang-Undang No 31 tahun1999 tentang Tindak Pidana Korupsi, Moch. Arif Wicaksono divonis pidana penjara selama 5 tahun oleh JPU KPK, pada Selasa, 8 Mei 2018.
Sementara Jilid III terdakwanya adalah Hendarwan Maruszaman, anak mantan pejabat tinggi di Kejaksaan Agung. Hendarwan Maruszaman selaku Komisiaris PT Enfys Nusantara Karya (PT ENK) yang bergerak di bidang konstruksi (kontraktor), juga dinyatakan bersalah terkait pemberian uang suap sebesar Rp 250 juta kepada Moch. Arif Wicaksono selaku ketua DPRD Kota Malang pada tahun 2015 lalu, untuk mendapatkan proyek pekerjaan jembatan Kedungkandang Kota Malang, yang pekerjaannya mangkrak sejak tahun 2012 lalu. Hendarwan Maruszaman dijatuhi human pidana penjara selama 2 tahun dari 3 tahun tuntutan JPU KPK.
Belum berakhir di jilid IV ini. Sebab masih ada 18 anggota DPRD Kota Malang yang berstatus tersangka dan saat ini tinggal menunggu sidang. Selain itu masih ada yang disebutkan dalam surat dakwaan JPU KPK, yakni Cipto Wiyono selaku Sekda Kota Malang yang saat ini menjabat sebagai Kepala Dinas PU dan Tata Ruang Pemprov Jatim sejak Desember 2016, serta 26 anggota DPRD lainnya yng juga menerima dan menikmati uang Pokir tersebut.
Pada Jumat, 27 Juli 2018, JPU KPK JPU KPK Arif Suhermanto, Ahmad Burhanudin, Joko Hermawan, Andhi Kurniawan, Ni Nengah Gina Saraswasti dan Dame Maria Silaban membacakan surat tuntutannya terhadap terdakwa Moch. Anton yang didampingi Penasehat Hukunya Haris Fajar Kustaryo dkk dari Kota Malang, dengan Ketua Majelis Hakim H.R. Unggul Warso Murti dan diabntu Panitra Pengganti (PP) Wahyu Wibawati
Dan karena uang Pokir inilah, Moch. Anton, Moch. Arif Wicaksono dan 18 anak buahnya di Dewan serta Jarot selaku Kepala Dinas PU Kota Malang masuk penjara sebelum masa jabatannya berakhir. Setelah Jarot dan Arif divonis pidana penjara, Anton pun menyusul.
Dalam surat tuntutan JPU KPK, terdakwa Moch. Anton dituntut pidana penajara selama 3 tahun, denda sebesar Rp 200 juta subsider 6 bulan kiuungan. Selain hukuman badan dan denda, terdakwa juga dituntut untuk pencabutan hak politik selama 4 tahun.
Dalam surat tuntutan JPU KPK membeberkan awal dari kasus yang menyeret Anton ke penjara, yaitu berawal pada tanggal 25 Juni 2015, bertempat di ruang rapat paripurna DPRD Kota Malang, dilakukan rapat paripurna pertama dengan agenda penyampaian sambutan Walikota Malang dalam pengantar konsep kesepakatan persamaan antara Pemkot Malang dengan DPRD Kota Malang tentang kebijakan umum anggaran dan prioritas plafon anggaran sementara (PPAS) P-APBD Tahun Anggaran 2015.
Berlanjut pada tanggal 6 Juli 2015, sebelum dimulainya rapat paripurna dengan agenda penyampaian pendapat Badan Anggaran (Banggar) DPRD Kota Malang, dan pendapat Fraksi terhadap konsep kesepakatan bersama antara Pemkot Malang dengan DPRD Kota Malang tentang kebijakan umum anggaran (KUA) dan PPAS P-APBD TA 2015, terdakwa Moch. Anton melakukan pertemuan Moch. Arif Wicaksono dan Suprapto (tersangka bersama 17 anggota lainnya), bertempat diruang transit rapat paripurna DPRD Kota Malang yang dihadiri oleh Sutiaji Wakil Walkout, Cipto Wiyono dan Jarot Edy Sulistiyono.
Pada pertemuan tersebut, Moch. Arif Wicaksono meminta terdakwa Moch. Anton untuk memberikan uang imbalan pembahasan Rancangan Perubahan APBD Kota Malang TA 2015 dengan istilah uang “pokir” kepada anggota DPRD Kota Malang agar pembahasan berjalan lancar dan tidak ada halangan dari Anggota DPRD Kota Malang sehingga dapat disetujui. Atas permintaan tersebut terdakwa Moch. Anton menyanggupinya, kemudian memerintahkan Cipto Wiyono untuk menyiapkan uang “pokir” yang dimaskud.
Selanjutnya Cipto Wiyono meminta Jarot Edy Sulistiyono agar memerintahkan Tedy Sujadi Sumarna yang menjabat Kepala Bidang (Kabid) PUPPB Kota Malang menemui dirinya (Cipto Wiyono). Setelah Tedy sujadi Sumarna menghadap, Cipto Wiyono meminta agar mengumpulkan uang dari para rekanan/pemborong pada Dinas PUPPB sebesar Rp 700 juta. Atas permintaan Cipto Wiyono, Tedy sujadi Sumarna melaporkannya kepada Jarot Edy Sulistiyono.
Setelah uang terkumpul sebesar Rp 700 juta, pada tanggal 13 Juni 2015 Tedy sujadi Sumarna menyerahkan uang pokir kepada Jarot Edy Sulistiyono di kantor Dinas PUPPB Kota Malang Jalan Bingkil No 1 Malang, dan selanjutnya Jarot Edy Sulistiyono melaporkannya kepada Cipto Wiyono.
“Pada tanggal 13 Juli 2015 pagi hari, bertempat di Kantor Dinas PUPPB Kota Malang, terdakwa menerima uang sebesar Rp 700 juta dari Tedy Sujadi Sumarna yang dikumpulkan dari para rekanan, dan kemudian terdakwa melaporkan hal tersebut kepada Cipto Wiyono,” ucap JPU KPK saat membacakan surat tuntutannya.
Pada tanggal 13 Juni 2015, terdakwa Moch. Anton meminta Cipto Wiyono agar pembahasan Perubahan APBD segera dilaksanakan pada tanggal 14 Juni 2015 guna mendaptkan persetujuan dari DPRD, karena terdakwa khawatir, pihak DPRD akan berubah pikiran menolak menyetujui Rancangan Perubahan APBD.
Masih ditanggal 13 Juni 2015 sekitar pukul 10.00 WIB, Moch. Arif Wicaksono menghubungi Cipto Wiyono menanyakan kepastian ada tidaknya uang Pokir yang dimintanya untuk Dewan, yang kemudian dijawab Cipto Wiyono dananya sudah ada. Sekitar pukul 12.00 WIB, Cipto Wiyono dan Moch. Arif Wicaksono bersepakat menunda agenda rapat pengambilan keputusan DPRD untuk persetujuan Raperda Kota Malang tentang perubahan APBD TA 2015, dari semula tanggal 14 Juli 2015 menjadi tanggal 22 Juli 2015 atau 24 Juli 2015 dengan alasan terlalu cepat dan tidak wajar apabila pembahasan Raperda APBD Tahun Anggaran 2015 hanya satu minggu.
Pada tanggal 14 Juli 2015 sekitar pukul 13.00 WIB, Moch. Arief Wicaksono menghubungi Cipto Wiyono meminta realisasi uang pokir untuk DPRD Kota Malang yang kemudian oleh Cipto Wiyono menyampaikan, bahwa uang akan segera diserahkan oleh Jarot Edi Sulistiyono. Sekitar pukul 14.00 WIB dihari yang sama, atas perintah Cipto Wiyono, Jarot Edy Sulistiyono menghubungi Moch. Arif Wicakcono menanyakkan kemana penyerahan uang pokir sebesar Rp 700 juta. Kemudian Moch. Arif Wicakcono meminta agar agar uang pokir diserahkan dirumah dinasnya di Jalan Panji Soeroso No 7 Malang, dengan terlebih dahulu dipisahkan jatah untuk dirinya (Moch. Arif Wicaksono) sebesar Rp 100 juta, dan untuk seluruh anggota Dewan sebesar Rp 600 juta dibungkus tersendiri.
“Pada sekitar pukul 15.00 WIB, Tedy Sujadi Sumarna menyerahkan uang sebesar Rp 700 juta yang terbungkus dalam kardus kepada Moch. Arif Wicaksono di rumah diasnnya. Setelah mendapat laporan penyerahan uang pokir, Cipto Wiyono melaporkannya kepada terdakwa Moch. Anton,” kata JPU kemudian.
Selanjutnya, Moch. Arief Wicaksono mengambil uang sebesar Rp 100 juta, sedangkan yang Rp 600 juta tetap terbungkus dalam kardus, kemudian menghubungi Suprapto menyampaikan bahwa uang pokir sudah diterima, dan meminta Suprapto datang kerumahnya. Setelah Suprapto datang, Moch. Arif Wicaksono meminta agar suprapto menghubungi para wakil Ketua,Ketua Fraksi DPRD Kota Malang datang ke rumah dinasnya. Setelah dihubungi, kemudian datang Wiwik Hendri Astuti (Wakil Ketua DPRD), Rahayu Sugiarti (Wakil Ketua DPRD), Suprapto (Ketua Fraksi PDIP), Sahrawi (Ketua Fraksi PKB), Hery Sugiantono (Ketua Fraksi Partai Demokrat), Sukarno (Ketua Fraksi Golkar), Mohan Katelu (Ketua Fraksi PAN), Selamat (Ketua Fraksi Gerindra), Heri Pudji Utami (Ketua Fraksi PPP – Nasdem), Ya'qud Ananda Gudban (Ketua Fraksi Hanura – PKS) dan Tri Yudiani (Komisi D/Fraksi PDIP) ke rumah dinas Ketua DPRD Kota Malang Moch. Arif Wicaksono.
Kemudian Moch. Arif Wicaksono membagikan uang sebesar Rp 600 juta kepada para Wakil Ketua, Ketua Fraksi dan Ketu Komisi DPRD masing-masing sebesar Rp 15 juta, dan untuk maing-masing anggota sebesar Rp 12.500.000.
Pada tanggal 22 Juli 2015, dilaksanakan rapat pembahasan Rancangan Perubahan APBD TA 2015 yang berjalan dengan lancar dan hasilnya, DPRD Kota Malang menyetujui untuk disahkan menjadi Perubahan APBD Kota Malang tahun 2015, lalu dituangkan dalam keputusan DPRD Kota Malang Nomor 188./4/48/35.73.201/2015 tanggal 22 Juli 2015 tentang persetujuan penetapan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Kota Malang, tentang perubahan APBD TA 2015 menjadi Peraturan Daerah (Perda) Kota Malang tentang P-APBD TA 2015. Kemudian diterbitkan Perda Kota Malang Nomor 6 tahun 2015 tentang perubahan APBD Tahun Anggaran 2015 pada tanggal 14 Agustus 2015.
Bahwa fakta-fakta hukum tersebut, didukung alat bukti berupa keterangan saksi-saksi, yaitu Cipto Wiyono, Jarot Edy Sulistyono, Tedy Sujadi Soemama, Moch. Arief Wicaksono, Suprapto, M. Zainudin, Rahayu Sugiarti, Wiwik Hendri Astuti, Abdul Hakim, Tri Yudiani, Mohan Katelu, Subur Triono, Syaiful Rusdi, Salamet, Heru Subiantono, Sukarno, Bambang Sumarto, Ribut Harianto, Sahrawi, Abd. Rahman, Imam Fauzi, Heri Pudji Utami, dan keterangan terdakwa sendiri yang mengakui terus terang perbuatannya, terkait menyanggupi untuk memenuhi permintaan uang dari DPRD Kota Malang kepada dirinya, yang saat itu disampaikan oleh Ketua DPRD Moch. Arief Wicaksono dan para Ketua Fraksi di ruangan Ketua DPRD.
“Dengan demikian, keterangan saksi Erni Farida, Tutuk Hariyani, Ariel Hermanto, Diana Yanti, Harun Prasodjo. Sulik Lestyowati, Indra Tjahyono, Sony Yudiarto, Suparno Hadiwibowo, Teguh Puji Wahyono, Een Ambarsari, Bambang Sumarto, Choeroel Anwar, Mulyanto, Muhammad Fadli, Syamsul Fajrih, Asia Ariani, Ya'qud Ananda Gudban, Afdhal Fauza, Choirul Amri, Sugiarto, Bambang Triyoso yang mengaku tidak pernah dengar sama sekali adanya kegiatan pokir, uang pokir dan mengaku tidak pernah menerima uang pokir pada pembahasan APBD-P TA 2015 sebagaimana pembagian uang sebesar Rp 15 juta untuk masing-masing pimpinan, Ketua Fraksi dan Ketua Komisi serta uang sebesar Rp 12.5 juta untuk masing-masing anggota DPRD yang telah dibagikan oleh Moch. Arief Wicaksono secara langsung maupun melalui Ketua Fraksi harus diabaikan dan dikesampingkan, karena tidak sesuai dengan fakta yang sebenarnya dan merupakan keterangan pengakuan masing-masing yang berdiri sendiri tanpa didukung alat bukti apapun,” kata JPU KPK
JPU KPK menyatakan, bahwa perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam dalam pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomo! 20 Tahun 2001 tentang Pembahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
“Menuntut; Supaya Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Surabaya yang memeriksa dan mengadili perkara a quo, menjatuhkan putusan dengan amar sebagai berikut; Menyatakan terdakwa Moch Anton terbukti secara sah dan meyakinkm bersalah melakukan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana dakwaan pertama; Menjatuhkan pidana terhadap tetdakwa Moch. Anton berupa pidana penjara selama 3 tahun dikurangi selama terdakwa berada alam tahanan, dan pidana denda sebesar Rp 200 juta subsidiair 6 (enam) bulan kurungan dengan perintah terdakwa tetap ditahan; Meniatuhkan pidana tambahan kepada terdakwa berupa pencabutan hak dipilih dalam suatu pemilihan yang diselenggarakan berdasarkan perundang-undangan selama 4 (ampat) tahun terhitung sejak terdakwa selesai menjalani pidana penjara; menyatakan terhadap banrang bukti Nomor 1 samapai dengan Nomor 287 dikembalikan kepada Penuntut Umum untuk dipergunakan dalam perkara yang lain,” kata JPU KPK Arif diakhir surat tuntutannya.
Atas surat tuntutan JPU KPK, Ketua Majelis Hakim memberikan kesempatan terhadap terdakwa maupun melalui Penasehat Hukumnya untuk menyampaikan pembelaannya pada sidang berikutnya.
“Saudara dituntut pidana 3 tahun penjara. Saudara berhak untuk menyampaikan pembelaan pada sidang hari Selasa tanggal 31 (31 Juli 2018.Red),” ucap Ketua Majelis Hakim.
Sementara menurut JPU KPK Arif Suhermanto mengatakan, akan diproses sesuai fakta yang terungkap dalam persidangan. Hal itu disampaikannya menjawab pertanyaan wartawan media ini seusai persidangan terkait 26 anggota DPRD Kota Malang yang saat ini masih duduk dikursi dewan yang terhormat itu sambil menikmati sejuknya udara Kota Apel itu.
“Semua mungkin, dan akan diproses sesuai fakta yang terungkap dalam persidangan,” kata JPU KPK. (Rd1)
Posting Komentar
Tulias alamat email :