0
Nunung, Sekretaris DInas PU Kota Malang
beritakorupsi.co - Apakah setiap pengajuan APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) atau APBD Perubahan oleh Pemerintah (Eksekutif) kepada DPRD (Legislatif) ada sesuatu hal yang tersemnunyi, sehingga ada permintaan dan pemberian uang agar dalam pembahasan agar  tidak mendapat hambatand ari pihak Legislatif ?

Seperti yang terjadi dalam kasus korupsi suap APBD Kota Malang tahun 2015 yang menyeret Kepala Dinas PU Jarot Edi Sulistyono (sudah divonis pidana penjara selama 2 tahun dan 8 bulan selaku pemberi suap), Wali Kota Malang Moch. Anton (saat ini diadili) dan 18 anggota DPRD (masih dalam penyidikan dan ditahan KPK) serta Ketua DPRD Moch. Arif Wicaksono yang sudah divonis pidana penjajara selama 5 tahun selaku penerima uang suap.

Sebab bukan hal ini bukan hanya terjadi di Kota Malang, melainkan terungkap pula dalam kasus tangkap tangan oleh KPK terhadap Ketua dan 2 Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto bersama Kepala Dinas PU (ke Empatnya sudah divonis pidana penjara), dan Wali Kota Mojokerto yang saa masih dalam penyidikan dan ditahan KPK.

Selin di Kota Malang dan Kota Mojokerto, terjadi juga dalam kasus tangkap tangan KPK terhadap Ketua dan Wakil Ketua Komis B DPRD Jatim bersama 4 Kepala Dinas, dua dinataranya sudah divonis yaitu Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan serta Kepala Dinas Peternaka Pemerintah Jawa Timur. Sedangkan dua Kepala Dinas lainnya saat ini dalam penyidikan dan tahanan KPK.

Ketiga kasus yang ditangani KPK ini terungkap adanya pemberian sejumlah uang dari pihak eksekutif (pemerintah) terhadap Legislatif (DPRD) yang berkaitan dengan APBD maupun kinerja OPD (Organisasi Perangkat Daerah) yang dulu dikela dengan SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah), seperti dalam kasus tangkap tangan Ketua dan Wakil Ketua Komis B DPRD Jatim, karena salah satunya terkait pembahasan perubahan Perda Nomor 2 Tahun 2012 tentang ternak Sapid an Kerbau di Jawa Timur, yang dianggap menjadi tanggung jawab Kepala Dinas Peternkan, dan bukan tanggung Jawab Gubernur.

Sementara dalam kasus pekara Korupsi suap APBD Kota Malang terkait pembahasan Perubahan APBD yang diajukan oleh Pemkot (Pemerintah Kota Malang) kepada DPRD Kota Malang.   Untuk memuluskan pembahasan APBD Perubahan tersebut, Pemkot Malang memberikan sejumlah uang yang disebut uang pokir (pokok pokok pikiran) atas permintaan DPRD. Seperti yang terungkap dalam persidangan beberapa waktu lalu dengan terdakwa Jarot Edi Suistyono (jilid I) dan Moch. Arif Wicaksono (Jilid II), mapun dalam sidang dengan terdakwa Moch. Anton.

Kota Malang pun ibarat dilanda “bencana” karena uang Pokir dan uang “sampah”. Dan uang pokir inilah penyebab sekaligus sebagai “pintu masuk” bagi KPK untuk menyeret Kepala Dinas PU, Wali Kota Dan 19 anggota DPRD Kota Malang ke penjara (semenatara sebanyak 22 oarng), dan/untuk diadili di Pengadilan para Koruptor di bawah adimisntrasi Pengadilan Negeri Kelas I A Khusus Suarabaya, yang terletak di Jalan Raya Juanda, Sidoarjo Jawa Timur. Saat ini anggota DPRD Kota Malang  yang masih tersisa sebanyak 26 orang tanpa Ketua Komisi dan Ketua Fraksi.

Yang terungkap dalam persidangan ternyata bukan hanya uang pokir dan uang “sampah” yang diterima para Dewan yang terhormat itu saat pembahasan Perubahan APBD. Ternyata pada saat pembahasan APBD murni tahun 2014, sudah ada pemberian sejumlah uang oleh pihak Pemkot Malang terhadap Legislatif sebesar 1 persen dari jumlah anggaran APBD.

Hal ini seperti yang terungkap dalam persidangan dari keterangan Nunung selaku Sekretaris Dinas PU Kota Malang. Nunung dihadirkan JPU KPK Arif Suhermanto dkk sebagai saksi dalam persidangan yang di ketua Majelis Hakim H.R. Unggul Warso Murti, untuk terdakwa Moch. Anton yang berlangsung, pada Selasa, 17 Juli 2018.

Sidang kali ini, JPU KPK sebenarnya mengahadirkan 2 orang saksi diantaranya Wakil Wali Kota Malang yang juga Wali Kota Malang terpilih untuk periode 2018 - 2023, Sutiaji. Namun karena Sutiaji berhalangan sesuai surat dokter yang diterima JPU KPK, bahwa Sutiaji sedang berobat ke Jakarta.

Kepada Majelis Hakim, Nunung mengatakan bahwa ada pembahasan dalam rapat kordinasi (Rakor) terkait 1 persen dari anggaran APBD terhadap Dewan. Nunung juga mengatakan, ada permintaan Kepala Dinas PU untuk pemberian kepada Dewan.

“Dibahas dalam Rakor. Kepala Dinas meminta untuk memberikan ke Dewan,” kata Nunung.

Apa yang dijelaskan Nunung ini, berkaitan dengan keterangan saksi (juga tersangak) Heri Puji Utami selaku Ketua Fraksi PPP–Nasdem dalam sidang sebelunya (Jumat, 29 Juni 2018). Kepada Majelis Hakim, Heri Puji Utami mengatakan kalau Fraksinya menerima Rp 225 juta pada saat pembahasan APBD Murni.

Dan uang Pokir dan uang “sampah serta uang saat pembahasan APBD murni pun diterima semua anggota DPRD Malang. Hal diungkapkan beberapa saksi termasuk terpidana 5 tahun Moch. Arif Wicaksono selaku Ketua DPRD Kota Malang.

Tak salah, bila JPU KPK Arif Suhermanto kepada media ini mengatakan, bahwa apapun fakta hukum yang terjadi, akan diminta pertanggungjawaban hukum. “Kita hanya bicara fakta hukumnya yang terungkap dalam persidangan,” kata JPU KPK Arif (Jumat, 6 Juli 2018).

Kepada media ini seusai persidangan, JPU KPK Atif mengatakan, bahwa keterangan saksi Sutiaji hanya seputar pertemuan antara eksekuitif dan legislatif di ruang Ketua DPRD Malang pada Juni 2015.

“Keterangan Sutiaji hanya terkait pertemuan, yang dari beberapa saksi mengatakan bahwa dia (Sutiaji) ikut. Kalau mengenai pemberian uang pokir itu sudah jelas,” kata JPU KPK Arif.  (Rd1)

Posting Komentar

Tulias alamat email :

 
Top