Albertus Iwan Susilo (kiri) |
beritakorupsi.co - Kasus Korupsi suap yang menjerat dua sahabat asal Kabupaten Ngada Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) ke Pengadilan Tipikor setelah terlebih dahulu tertangkap tangan oleh KPK pada tanggal 11 Pebruari 2018 lalu, sepertinya akan menyeret beberapa orang lagi, seperti yang terungkap dalam persidangan maupun yang dikatakan JPU KPK.
Kedua sahabat yang tertangkap tangan KPK pada tanggal 11 Pebruari 2018 lalu adalah Marianus Sae, yang menjabat selaku Bupati Ngada Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) sejak 2010 hingga 2020, yang memiliki 4 (Empat) tempat tinggal, yaitu di Kampung Bosko, Ubedolumolo, Bajawa, Kab. Ngada, NTT,; Rumah Kebun Zeusobo I Golewa Barat, Ngada NTT,; Penful Kupang, NTT dan Kulibul Sari Tibubeneng, Badung, Bali. Sementara Wilhelmus Iwan Ulumbu alias Baba Miming seorag pengusaha Kontraktor dibidang kontruksi yaitu PT Sinar 99 Permai, warga Jalan Hayam Wuruk Rt 006/ Rw 002 Tanalodu, Bajawa, Ngada NTT.
Dan Wilhelmus Iwan Ulumbu alias Baba Miming sebagai pengusaha, pemilik (Direktur Utama) PT Sinar 99 Permai dan pendiri PT Flopino Raya Bersatu, warga Jalan Hayam Wuruk Rt 006 Rw 002 Tanalodu, Bajawa Kabupaten Ngada NTT. Wilhelmus Iwan Ulumbu alias Baba Miming sudah divonis terlebih dahulu dengan pidana penjara selama 2 tahun dan 6 bulan.
Wilhelmus Iwan Ulumbu alias Baba Miming dinyatakan terbukti memberikan sejumlah uang yang totalnya sebesar Rp 2.487.000.000 (dua milyar empat ratus delapan puluh tujuh juta rupiah) kepada terdakwa Marianus Sae sejak tahun 2011 hingga 2017. Dan sebagai imbalannya, Marianus Sae memberikan puluhan mega proyek kepada sahabatnya (Wilhelmus Iwan Ulumbu alias Baba Miming) yang juga sebagai tim sekses Marianus Sae sejak 2010 hingga 2018 saat mencalonkan sebagai Gubernur NTT dalam Pilkada 2018, namun Marianus Sae kandas alias tidak terpilih menjadi Gubernur karena sudah terlebih dahulu “terpilih” masuk penjara.
Ternyata Marianus Sae tidak hanya menerima sejumlah uang dan memberikan puluhan proyek kepada Baba Miming sahabatnya itu, melainkan sejumlah uang juga diterimanya dari keponakan sabahatnya, yaitu Albertus Iwan Susilo alias Baba Iwan. Uang yang diberikan Albertus Iwan Susilo alias Baba Iwan kepada terdakwa Marianus Sae sejak tahun 2011 hingga Januari 2018 sebesar 3.450.000.000 (Tiga milyar Empat ratus Lima puluh juta rupiah).
Pemberian uang itu pun bukan secara cuma-cuma, ternyata ada imbalannya berupa beberapa proyek didapatkan Iwan Susilo di Kabupaten Ngada sejak 2012 hingga 2017. Hal inilah yang terungkap dalam persidangan, pada Selasa, 17 Juli 2018.
Dalam persidangan yang berlangsung di ruang sidang Cakra Pengadilan Tipikor Surabaya, Selasa, 17 Juli 2018 yang diketuai Majelis Hakim H.R. Unggul Warso Murti, dengan agenda pemeriksaan saksi Albertus Iwan Susilo alias Baba Iwan yang dihadirkan JPU KPK Ronald F Rorotikan dkk, sementara terdakwa Marianus Sae didampingi Penasehat Hukumnya dari Jakarta serta para simpatisan terdakwa sendiri.
Dalam persidangan, JPU KPK membeberkan data pemberian sejumlah uang dari saksi ke terdakwa melalui rekening BNI Nomor 0213012710 atas nama Wilhelmus Iwan Ulumbu yang sudah dikuasai oleh terdakwa sejak 2011, maupun proyek yang didapatkan oleh saksi Iwan Susilo dari terdakwa Marianus Sae yang dibenarkan oleh saksi sendiri.
“Pada tanggal 22 November 2012 sejumlah Rp 220 juta, tanggal 3 Juni 2013 Rp 100 juta, tanggal 6 September 2013 Rp 50 juta, tanggal 10 Juni 2014 sejumlah Rp 200 .juta, tanggal 30 Juni 2014 Rp 200 juta, tanggal 31 Juli 2015 Rp 100 juta, tanggal 10 Februari 2016 Rp 250 .000juta, tanggal 3 Maret 2016 Rp 100 juta, tanggal 21 Maret 2016 Rp 80 juta, tanggal 26 September 2016 Rp 150 juta, tanggal 21 Februari 2017 Rp 300 juta, tanggal 1 Maret 2017 Rp100 juta,” kata JPU KPK Ronald F Rorotikan mengingatkan saksi dan dibenarkan saksi, namun menurut saksi ada beberapa penyetoran uang dilakukan Jerry Iwan Susilo selaku adik kandung saksi dan atas perintah saksi sendiri.
Menurt saksi Iwan Susilo, bahwa pada tahun 2011 terdakwa meminta fee sebesar 7 persen, alasan terdakwa menurt saksi ini karena dananya dari pusat jadi perlu untuk melobi pusat. Kemudian pada tahun 2014, fee menjadi 10 persen.
“Tahun 2011, feenya 7 persen dari nilai anggaran. Tahun 2014 menjadi 10 persen diawal. Tahun 2016, fee tetap 10 persen tetapi bayarnya setelah mendapat pembayaran,” kata saksi kepada Majelis Hakim. Alasan saksi, pembayaran dilakukan setelah mendapat pembayaran karena masalah keuangan perusahaan.
Setelah itu, JPU KPK pun membeberkan proyek yang didapatkan PT Sukses Karya Inovatif dan CV Permai milik saksi dari terdakwa dengan memberikan fee sebesar 7 hingga 10 persen dari nilai anggaran proyek pekerjaan.
Proyek yang didapatkan saksi Iwan Susilo dari terdakwa Marianus Sae diantaranya Peningkatan Jalan Rakalaba-Zeu dengan nilai kontrak sebesar Rp 2,8 milliar pada tahun Anggaran 2014 Proyek . Kemudian tahun anggaran 2015; Proyek Peningkatan Jalan Reko-Zaa, nilai kontrak sebesar Rp.1.948.913.000,00 (satu milyar sembilan ratus empat puluh delapan juta sembilan ratus tiga belas ribu rupiah) sesuai kontrak Nomor 620/PU/PPK/KONTRAK/IPJ-DAU/99/07/2015 tanggal 08 Juli 2015; Proyek Peningkatan Jalan Rakalaba-Zeu, nilai kontrak sebesar Rp.2.451.379.000,00 (dua milyar empat ratus lima puluh satu juta tiga ratus tujuh puluh sembilan ribu rupiah) sesuai kontrak Nomor 620/PU/PPK/KONTRAK/IPJ-DAU/98/07/2015 tanggal 08 Juli 2015; 0 Proyek Pembangunan Pasar Aimere.
“Yang tanggal 3 Maret, itu Jerry, saya suruh,” kata saksi mejelaskan
Tahun Anggaran 2016; Proyek Peningkatan Jalan Hobotopo-Waebia Nilai sebesar Rp 2.553.450.000 sesuai kontrak Nomor 620/PU/BMPJ/KONTRAK/755/10/2016 tanggal 25 Oktober 2016. Proyek Pembangunan Jembatan Ululeo Nilai kontrak sebesar Rp 1.564.426.000 sesuai kontrak Nomor 630/PJBT/PU/BM/KONTRAK/765/10/2016 tanggal 26 kontrak Oktober 2016. Proyek Pembangunan Jembatan Rada Nage Nilai kontrak sebesar Rp 1.303.617.000 sesuai kontrak Nomor 630lPJBT/PU/BM/KONTRAK/767/10/2016 tanggal 26 Oktober 2016.
Proyek Pembangunan Jembatan Wae Rebo. Nilai kontrak sebesar Rp 2.376.909.000 sesuai kontrak Nomor 630/PJBT/PU/BM/KONTRAK/769/10/2016 tanggal 26 Oktober 2016. Proyek Pembangunan Kantor Dinas P3 Kabupaten Ngada dengan nilal kontrak sebesar Rp 4.255.268.000 sesuai kontrak Nomor 641/PU/PPKIPGKI19/06/2016 tanggal 28 Juni 2016. Proyek Rehab Rumah Jabatan Bupati dengan nilai kontrak sebesar Rp 997.550.000 sesuai kontrak Nomor 641/PU/PPK/PGK/05/05/2016 tanggal 25 Mei 2016. Proyek Penataan Lingkungan Permukiman Rabat Beton Tengah kampung Damu, Desa Benteng Tawa dengan nilai kontrak sebesar Rp 199.890.000 sesuai kontrak Nomor 658/lPU/PPK-PLP/PL/21 5/1 0/2016.
Dan Tahun Anggaran 2017; Proyek Peningkatan Jalan MaronggeIa-Nampe. Nilai kontrak sebesar Rp7.997.700.000 sesuai kontrak Nomor 620/PUPR/BMIPJ/235/05/2017 tanggal 05 Juni 2017, dan proyek peningkatan jalan Marobhatong-Kedhu-Ria. Nilai kontrak sebesar Rp 1.495.400.000 sesuai kontrak Nomor 620/PUPR/BM/PJ/245/06/2017 tanggal 05 Juni 2017. Pembukaan Jalan Puransibu-Marabhatong Riung Barat dengan nilai kontrak sebesar Rp 644.999.000 sesuai kontrak Nomor 620/PUPR/BM/PJ/31/05/2017 tanggal 02 Mei 2017.
Ini pun dibenarkan saksi. Namun saksi mengatakan, bahwa ada beberapa pekerjaan yang tidak dikerjakan oleh saksi sendiri melainkan dikerjakan oleh temannya dengan cara meminjamkan dokmen perusahan. Keuntungan yang diperoleh saksi dari setiap proyek sebesar 10 persen dari nilai anggaran, sementara fee dari pinjam meminjam dokumen perusahaan sebesar 2 ½ persen.
“Ada yang saya kerjakan dengan meminjam (bendera atau dokumen PT),“ kata saksi.
Saat ditanya JPU KPK alasan saksi meminjam, pada hal saksi punya PT sendiri. Maupun alasan saksi meminjamkan dokumen perusahaannya untuk mengerjakan proyek, serta keuntungan maupun fee yang diberikan ke terdakwa. Menurut sakssi, karena belum punya pengalaman mengerjakan proyek yang bernilai besar.
“Karena PT saya belum punya pengalaman mengerkan proyek besar, feenya Dua setengah (2 ½) persen dari nilai anggaran. Ada yang dikerjakan teman dengan meminjam (PT milik saksi), saya dapat 2 ½ persen,” kata saksi. Saksi ini pun sepertinya termasuk orang yang “licik”
JPU KPK maupun Majelis Hakim heran atas jawaban saksi yang mengatakan, kalau meminjamkan dokumen perusahaannya memperoleh fee 2 ½ persen, sementara kalau dikerjakan sendiri memperoleh keuntungan 10 persen.
“Apakah teman saudara memberikan fee ke terdakwa dari pekerjaan yang dikerjakan itu,” tanya Majelis Hakim. Saksi mengatakan tidak tahu. Tapi saksi mengakaui kalau saksi yang menandatangani semua dokemn perusahaan yang dipinjam oleh teman saksi terkait proyek yang dikerjakan termasuk pembayaran dari kas Dinas PU (APBD) ke rekening saksi.
Sementara pertanyaan tim Penasehat Hukum (PH) terdakwa kepada saksi hanya seputar kelengkapan dokumen perusahaan milik saksi saat mengukiti lelang. Menurut saksi, semua dokumen persayaran berdasarkan Keprsen (Kepres Nomor 54 tahun 2010 jo Kepres Nomor 74 tahun 2012 tentang pengadaan barang jasa milik pemerintah) lengkap.
Namun dari keterangan saksi ini ada yang menggelitik terkait keuntungan saksi sebesar 10 persen dan fee ke terdakwa 10 persem dari nilai anggaran. Belum lagi pemotongan PPh dan PPn (pajak penghasilan dan pajak pendapatan yang besarnya sekitar 12 persen, sehingga totalnya sebesar 32 persen dari nilai anggaran.
Pertanyaannya, apakah pekerjaan proyek itu dapat dikerjakan sesuai spesikasinya dengan adanya pemotangan sebesar 32 persen dari nailai anggaran, sementara fee yang diberikan terhadap terdakwa tidak masuk dalam anggaran terbut ?. Apakah hal ini hanya terjadi di Kabupaten Ngada, atau terjadi juga dibeberapa Kabupaten/Kota ?. Barangkali ini menjadi bahan bagi KPK unguk mengawasi beberapa mega proyek di tanah air.
Usai persidangan. Saat ditanya wartawan media ini terkait keterangan saksi yang mengakui telah memberikan sejumlah uang kepada terdakwa untuk mendapatkan proyek pemerintah di Kabupaten Ngada, “Apakah akan diminta pertanggungjawaban hukum atau diproses hukum,”. Menurut JPU KPK Ronald, setiap fakta yang terungkap dalam persidangan akan proses.
“Sebenarnya dari fakta yang terungkap sudah cukup adanya perbuatan memberikan 10% kepada terdakwa, tentunya akan melihat pertimbangan Majelis Hakim,” kata JPU KPK Ronald.
“Apakah KPK harus menunggu putusan “, tanay wartawan media ini kemudian.
“Pada intinya setiap fakta yang terungkap dalam persidangan akan kita proses dan kita akan memprioritaskan perkara,” jawab JPU KPK Ronald.
JPU KPK Ronal menjelaskan, bahwa dari keterangan saksi Albertus Iwan Susilo alias Baba Iwan yang merupakan pemilik perusahaan ada yang menarik yaitu awal pertemuan antara saksi dan terdakwa hingga permintaan fee dari proyek yang didapatkan oleh saksi.
“Jadi saksi yang kita periksa tadi adalah Albertus Iwan Susilo alias Baba Iwan, juga merupakan pemilik perusahaan yang bergerak di bidang peningkatan jalan yang memang sudah aktif melakukan pekerjaan di tahun 2011 samapi 2017. Ada beberapa hal yang sangat menarik dari keterangan saksi Iwan Susilo tadi. Awalnya, sebelum berkenalan dengan Marianus Sae, Iwan Susilo sudah sering mengerjakan sejumlah pekerjaan yang dilakukan di Kabupaten Ngada, hanya pagunya sekitar 400 juta sebelum mengenal terdakwa,” kata JPU KPK Ronald.
JPU KPK Ronald menlanjutkan, “Setelah Iwan Susilo berkenalan dengan terdakwa di tahun 2011, mulailah awal permintaan untuk mendapatkan proyek yang lebih besar, dan itu inisiatif dari Iwan sendiri. Saat itu ada pertemuan di Hotel Grand Wisata Ende, pada saat itu Iwan Susilo berinisiatif untuk mendapatkan proyek yang lebih besar, jadi dia langsung memperkenalkan diri dengan terdakwa yang masih saudara dengan Wilhelmus Iwan Ulumbu alias Baba Miming. Jadi mungkin namanya sudah dikenal oleh terdakwa. Setelah pertemuan itu, kemudian ada pertemuan yang lebih intens antara terdakwa dengan saksi, yang menurut saksi tadi pertemuan lebih sering dilakukan di rumah dinas terdakwa. Disitulah ada wacana permintaan komitmen fee yang pertama tahun 2011, menurut saksi tadi sebesar 7 persen. Katanya karena dana dari pusat, perlu melobi pusat tapi kemudian ternyata nggak jadi dilakukan proyek itu, pada hal kan Iwan sudah memberikan fee sebesar Rp 220 juta tapi tidak dapat proyek. Karena tidak dapat proyek pada hal sudah menyerahkan fee 7 persen, saksi ini mungkin bertanya dan barulah diganti tahun 2012,” kata JPU KPK Ronald menjelaskan.
Setelah tahun 2014, kata JPU KPK Ronald melanjelaskan, ada perbedaan komitmen fee menjadi 10 persen yang awalnya 7 persen. Permintaan 10 persen itu di awal menurut keterangan saksi menyatakan, 10 persen kepada terdakwa baru pekerjaannya diberikan.
“Tahun 2016 ada kesepakatan lain lagi, tetap 10 persen tetapi bayarnya bukan di depan tetapi setelah mendapat pembayaran (pekerjaan selesai). Alasannya karena keuangan perusahaan. Jadi total uang yang diberikan sanksi kepada terdakwa sejak tahun 2011 sampai 2018 sekitar 3 koma sekian miliar, kami akan mengecek lagi. Kenapa, karena pada saat kami menunjukkan bukti dokumen, pembayaran atas nama orang lain yang disuruh sakasi sendiri, jadi kami akan mencocokkan lagi dengan dokumen perbankan,” ungkap JPU KPK Ronald.
Saat ditanya lebih lanjut nama Jerry Iwan Susilo adik kandung saksi Albertus Iwan Susilo terkait penyetoran sejumlah uang ke terdakwa melalui rekening Baba Miming, maupun pihak lain yang mengerjakan proyek dengan meminjam perusahaan milik saksi. JPU KPK Ronald mengatakan, bahwa KPK bertujuan untuk mengungkap uang suap yang diterima terdakwa Marianus Sae.
“Nama Jerry, kita tidak akan panggil karena di BAP sudah jelas hayan disuruh untuk mentransfer/menyetorkan uang komitmen fee kepada terdakwa melalui rekening Baba Miming. Untuk pertanyaan yang kedua, orang lain yang disebutkan saksi pernah meminjam dokeumen perusahaanya untuk mengerjakan proyek di Kabupaten Ngada belum dikonformasi. Alasan kita lebih utama untuk membongkar uang suap yang diterima terdakwa,” ucap JPU KPK Ronald.
Seperti yang diberitakan sebelumnya. Pada sekitar tahun 2012, Albertus Iwan Susilo alias Baba Iwan berkenalan dengan terdakwa selaku Bupati Ngada di Hotel Grand Wisata Ende. Setelah perkenalan tersebut, terdakwa dan Albertus Iwan Susilo alias Baba Iwan melakukan beberapa kali pertemuan di rumah dinas terdakwa.
Dalam pertemuan itu, Albertus Iwan Susilo alias Baba Iwan meminta tolong kepada terdakwa agar dapat diberikan paket pekerjaan di lingkungan SKPD Kabupaten Ngada yang disanggupi oleh terdakwa, dengan kesepakatan bahwa Albertus Iwan Susilo alias Baba Iwan harus memberikan uang “komitmen fee" sebesar 10 persen dari nilai pekerjaan yang akan diberikan kepada terdakwa sebelum proses lelang dilakukan, atau setelah pekerjaan selesai, dan terdakwa juga meminta agar uang “komitmen fee” tersebut disetor ke rekening BNI Taplus Bisnis Nomor 0213012710 atas nama Wilhelmus Iwan Ulumbu yang mana sebelumnya Kartu ATM rekening tersebut telah diberikan kepada Terdakwa oleh Wilhelmus Iwan Ulumbu.
Menindaklanjuti permintaan uang “komitmen fee” dari terdakwa, selanjutnya secara bertahap Albertus Iwan Susilo alias Baba Iwan melakukan setoran tunai, transfer atau pemindahbukuan ke rekening Nomor 0213012710 atas nama Wilhelmus Iwan Ulumbu yang besarannya 10 persen dari nilai kontrak pekerjaan yang dikerjakan oleh perusahaan Albertus Iwan Susilo alias Baba Iwan yang seluruhnya berjumlah Rp1.850.000.000 (Satu milliar Delapan ratus Lima puluh juta rupiah), yang bersumber dari keuangan pribadi Albertus Iwan Susilo alias Baba Iwan, dengan perincian sebagai berikut:
“Pada tanggal 22 November 2012 sejumlah Rp 220 juta, Tanggal 3 Juni 2013 Rp 100 juta, Tanggal 6 September 2013 Rp 50 juta, Tanggal 10 Juni 2014 sejumlah Rp 200 .juta, Tanggal 30 Juni 2014 Rp 200 juta, Tanggal 31 Juli 2015 Rp 100 juta, Tanggal 10 Februari 2016 Rp 250 .000juta, Tanggal 3 Maret 2016 Rp 100 juta, Tanggal 21 Maret 2016 Rp 80 juta, Tanggal 26 September 2016 Rp 150 juta, Tanggal 21 Februari 2017 Rp 300 juta, Tanggal 1 Maret 2017 Rp100 juta,” ungkap JPU KPK
Selain melakukan setoran tunai/transfer atau pemindahbukuan ke rekening Nomor 0213012710 atas nama Wilhelmus Iwan Ulumbu, Albertus Iwan Susilo alias Baba Iwan memberikan uang tunai sebesar Rp 1.6 milliar, dengan rincian; pada akhir tahun 2013 sejumlah Rp 270 juta di rumah dinas terdakwa selaku Bupati Ngada. Kemudian pada bulan Agustus 2015 Rp 250 juta di rumah dinas terdakwa. Pada tanggal 28 Desember 2017 sebesar Rp 280 juta di Rumah Dinas terdakwa melalui Wilhelmus Iwan Ulumbu. Pada tanggal 14 Januari 2018 Rp 400 juta melalui Florianus Lengu di Rumah Wilhelmus Iwan Ulumbu. Kemudian pada tanggal 15 Januari 2018 sejumlah Rp 400 juta di Rumah Dinas terdakwa melalui Wilhelmus Iwan Ulumbu.
Setelah terdakwa menerima sejumlah uang dari Albertus Iwan Susilo alias Baba Iwan, selanjutnya sesuai dengan kesepakatan antara terdakwa dan Albertus Iwan Susilo alias Baba Iwan sebelumnya, pada kurun waktu tahun 2014 sampai dengan tahun 2017, perusahaan yang digunakan oleh Albertus Iwan Susilo alias Baba Iwan mendapatkan paket proyek pembangunan jalan dan jembatan di wilayah Kabupaten Ngada, diantaranya;
Tahun Anggaran 2014
Proyek Peningkatan Jalan Rakalaba-Zeu dengan nilai anggaran sekitar Rp 2,8 milliar;
Tahun Anggaran 2015;
Proyek Peningkatan Jalan Reko-Zaa, nilai kontrak sebesar Rp.1.948.913.000,00 (satu milyar sembilan ratus empat puluh delapan juta sembilan ratus tiga belas ribu rupiah) sesuai kontrak Nomor 620/PU/PPK/KONTRAK/IPJ-DAU/99/07/2015 tanggal 08 Juli 2015; Proyek Peningkatan Jalan Rakalaba-Zeu, nilai kontrak sebesar Rp.2.451.379.000,00 (dua milyar empat ratus lima puluh satu juta tiga ratus tujuh puluh sembilan ribu rupiah) sesuai kontrak Nomor 620/PU/PPK/KONTRAK/IPJ-DAU/98/07/2015 tanggal 08 Juli 2015;
Tahun Anggaran 2016;
Proyek Peningkatan Jalan Hobotopo-Waebia Nilai sebesar Rp 2.553.450.000 sesuai kontrak Nomor 620/PU/BMPJ/KONTRAK/755/10/2016 tanggal 25 Oktober 2016. Proyek Pembangunan Jembatan Ululeo Nilai kontrak sebesar Rp 1.564.426.000 sesuai kontrak Nomor 630/PJBT/PU/BM/KONTRAK/765/10/2016 tanggal 26 kontrak Oktober 2016. Proyek Pembangunan Jembatan Rada Nage Nilai kontrak sebesar Rp 1.303.617.000 sesuai kontrak Nomor 630lPJBT/PU/BM/KONTRAK/767/10/2016 tanggal 26 Oktober 2016. Proyek Pembangunan Jembatan Wae Rebo. Nilai kontrak sebesar Rp 2.376.909.000 sesuai kontrak Nomor 630/PJBT/PU/BM/KONTRAK/769/10/2016 tanggal 26 Oktober 2016. Proyek Pembangunan Kantor Dinas P3 Kabupaten Ngada dengan nilal kontrak sebesar Rp 4.255.268.000 sesuai kontrak Nomor 641/PU/PPKIPGKI19/06/2016 tanggal 28 Juni 2016. Proyek Rehab Rumah Jabatan Bupati dengan nilai kontrak sebesar Rp 997.550.000 sesuai kontrak Nomor 641/PU/PPK/PGK/05/05/2016 tanggal 25 Mei 2016. Proyek Penataan Lingkungan Permukiman Rabat Beton Tengah kampung Damu, Desa Benteng Tawa dengan nilai kontrak sebesar Rp 199.890.000 sesuai kontrak Nomor 658/lPU/PPK-PLP/PL/21 5/1 0/2016.
Tahun Anggaran 2017;
Proyek Peningkatan Jalan MaronggeIa-Nampe. Nilai kontrak sebesar Rp7.997.700.000 sesuai kontrak Nomor 620/PUPR/BMIPJ/235/05/2017 tanggal 05 Juni 2017, dan proyek peningkatan jalan Marobhatong-Kedhu-Ria. Nilai kontrak sebesar Rp 1.495.400.000 sesuai kontrak Nomor 620/PUPR/BM/PJ/245/06/2017 tanggal 05 Juni 2017. Pembukaan Jalan Puransibu-Marabhatong Riung Barat dengan nilai kontrak sebesar Rp 644.999.000 sesuai kontrak Nomor 620/PUPR/BM/PJ/31/05/2017 tanggal 02 Mei 2017.
Barang Bukti (BB) yang disita KPK berupa uang yang tersimpan dalam rekening BNI Nomor 0213012701 a.n Wilhelmus Iwan Ulumbu alias Baba Miming digunakan oleh terdakw untuk kepentingan pribadinya, diantaranya untuk pencalonan Marianus Sae baik dalam Pilkada Bupati Ngada maupun Pilkada Gubernur NTT, dan uang yang masih tersisa dalam rekening tersebut sebesar Rp 659.854.895. (Rd1)
Posting Komentar
Tulias alamat email :