Terdakwa drh. Sri Suparm (Foto. Dok. BK) |
Tuntutan itu dibacakan JPU dari Kejari Kabupaten Kediri dalam persidangan dihadapan Majelis Hakim yang diketuai Dede Suryaman, dengan dibantu Panitra Pengganti (PP) Hery Marsudi.
Dalam fakta persidangan yang terungkap, terdakwa Suparmi semasa menjabat sebagai Kepala Dinas, memerintahkan anak buahnya untuk melakukan pemotongan anggaran sebesar 8 hingga 10 persen dari setiap kegiatan. Dana hasil pemotongan tersebut sebesar Rp Rp 547 juta disetorkan ke terdakwa untuk kepentingan pribadinya.
Dalam surat tuntutan JPU Kejari Kediri mengatakan, bahwa perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam dalam pasal 3 UndangUndang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Kompsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Rl Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
“Menuntut; Supaya Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Surabaya yang memeriksa dan mengadili perkara ini menyatakan; Bahwa terdakwa Sri Suparmi terbukti secara sah dan meyakinkm bersalah melakukan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana dakwaan pertama; Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Suparmi berupa pidana penjara selama 1 tahun dan 6 bulan dikurangi selama terdakwa berada alam tahanan, dan pidana denda sebesar Rp 50 juta subsidiair 1 (Satu) bulan kurungan dengan perintah terdakwa tetap ditahan,” ucap JPU
Dalam surat tuntutan JPU, terdakwa tidak dibebani untuk mengembalikan kerugian negara, karena terdakwa telah mengembalikannya. Hal itu seperti yang disampaikan oleh Penasehat Hukum terdakwa maupun Kasi Pisdus Kejari Kabupaten Kediri Erfan Efendy saat dihubungi wartawan media ini seusai persidangan.
“Kerugian negara sudah dikembalikan oleh terdakwa pada saat persidangan,” kata Erfan.
Namun saat ditanya kemudian terkait tersangka baru dalam kasus ini, Erfan Efendy mengatakan sudah tidak ada, karena kerugian negara dilakukan oleh terdakwa untuk kepentingannya. Anehnya, dalam fakta yang terungkap dalam persidangan, bahwa yang melakukan pemotongan adalah pejabat setingkat Kasi (Kepala Seksi) hingga Kabid (Kepala Bidang) di Dinas Perikanan dan Peternakan Kabupaten Kediri. Terdakwa memang menyuruh secara lisan agar anak buahnya melakukan pememotongan anggaran yang dapat dilakukan antara 8 hingga 10 persen. tetapi yang melakukan langsung adalah pejabat dibawah Kepala Dinas (terdakwa).
Yang lebih anehnnya lagi, besarnya pemotongan dari pos anggaran dilakukan langsung oleh pejabat dibahwa Kepala Dinas, yang sudah barang tentu diketahui pula oleh pejabat yang melaukan pemotongan itu jelas tidak ada aturan perundang-undangan yang mengaturnya. Namun hal itu mungkin dianggap bukan suatu perbuatan melawan hukum karena hanya disuruh atau diperintah.
Hal ini berbeda dengan kasus Korupsi Bank Jatim yang merugikan keuangan negara sebesar Rp 306 milliar terkait pemberian kredit ke PT SGS pada tahun 2009 - 2011. Dimana salah seorang terdakwanya adalah pegawai dibagian analisis yang melakukan pekerjaan atas perintah pimpinannya.
Namun oleh Kejaksaan mapun Hakim, bahwa terdakwa Iddo selaku analisis di Bank Jatim dianggap lebih bertanggung jawab dari pimpinanya terkait kredit yang diucurkan Bank Jatim ke PT SGS untuk pembiayaan 8 proyek di Jawa Timur, sehingga hukumannya pun jauh lebih tinggi dari pada atasannya. (Rd
Posting Komentar
Tulias alamat email :