0
Terdakwa Moh. Anton, Wali Kota Malang (Non Aktif)
#JPU KPK : Semua mungkin, dan akan diproses sesuai fakta yang terungkap dalam persidangan#

beritakorupsi.co - Moch. Anton, Wali Kota Malang periode 2013 – 2018 yang terjerat dalam pusaran kasus Korupsi suap uang “Pokir” atau pokok-pokok pikiran sebesar Rp 700 juta dalam pembahasan Perubahan APBD Kota Malang Tahun Anggaran (TA) 2015, yang diajukan Pemkot Malang untuk disetujui DPRD Kota Malang, dituntut pidana penjara selama 3 tahun, dan pencabutan hak memilih dan dipilih dalam jabatan publik selama 4 tahun oleh JPU KPK, pada Jumat, 27 Juli 2018.

Terdakwa Moch. Anton dijerat sebagai pemberi suap terhadap penyelenggara negara (suap menyuap diantara penyelenggara negara) yang diatur dan diancam dalam pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang RI Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi. Dan terdakwa ini pun tinggal menunggu “suara palu” Majelis Hakim yang tak akan lama lagi menentukan nasib Anton sebagi warga baru di Lembaga Pemasyarakatan atau Lapas.

Pembahasan Perubahan APBD Kota Malang TA 2015 yang “berbuntut” uang Pokir inilah yang akhirnya menghantarkan terdakwa Moch. Anton selaku Wali Kota Malang bersama  19 dari total 45 orang  anggota DPRD Kota Malang periode 2014 - 2019 masuk penjara sebelum masa jabatannya berakhir.

Setelah terdakwa Moch. Anton dituntut pidana penjara selama 3 tahun karena perbuatannya menyuap DPRD Kota Malang agar menyetujui pembahasan Perubahan APBD TA 2015 yang diajukan Pemkot Malang, tak lama lagi giliran 18 orang tersangka anggota DPRD Kota Malang yang turut menerima serta menikmati uang “haram” itu akan diadili dihadapan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya.

Ke- 18 tersangka anggota DPRD Kota Malang itu terdiri dari 3 Wakil Ketua, yaitu; 1. HM. Zainudin (Wakil Ketua/PKB; 2. Wiwik Heri Astuti (Wakil Ketua/Partai Demokrat); 3. Rahayu Sugiarti (Wakil Ketua/Partai Golkar). Sedangkan Ketua DPRD Moch. Arinf Wicaksono sudah terlebih dahulu dihukum penjara selama 5 tahun dari 7 tahun tuntutan JPU KPK. Dan Jarot Edy Sulistyono selaku Kepala Dinas PU Kota Malang juga sudah dijatuhi hukam pidana penjara selama 2 tahun dan 8 bulan dari 4 tahun tuntutan Jaksa KPK.

Selain 3 (Tiga) Wakil Ketua DPRD Kota Malang, 4 (Empat) Ketua Komisi diantaranya; 1. Sulik Lestyowati (Ketua Komisi A/Demokrat); 2. Abdul Hakim (Ketua Komis B/PDIP, kemudian menjabat sebagai Ketua DPRD menggantikan Moch. Arif Wicaksono); 3. Bambang Sumarto (Ketua Komisi C/Golkar); 4. Imam Fauzi (Ketua Komisi D/PKB).

Dan 8 (Delapan) Ketua Fraksi yaitu; 1. Heri Puji Utami (Ketua Fraksi PPP-Nasdem; 2. Suprapto (Ketua Fraksi PDIP); 3. Sahrawi (Ketua Fraksi PKB); 4. Sukarno (Ketua Fraksi Golkar); 5. Mohan Katelu (Ketua Fraksi PAN); 6. Heri Subianto  (Ketua Fraksi Demokrat); 7. Yaqud Ananda Qudban (Ketua Fraksi Hanura-PKS) dan 8. Salamet (Ketua Fraksi Gerindra).

Serta 3 tersangka lainnya yang tidak menduduki jabatan yakni  1. Tri Yudiani (Fraksi PDIP); 2. Syaiful Rusdi  (Fraksi PAN) dan 3. Abdul Rachman (Fraksi PKB). Dan masih aktif hingga saat ini yang juga termasuk menerima dan menikmati uang “haram” itu sebanyak 26 orang, karena KPK “belum” meminta pertanggungjawaban hukum.

Sementara menurut JPU KPK Arif Suhermanto mengatakan, akan diproses sesuai fakta yang terungkap dalam persidangan. Hal itu disampaikannya menjawab pertanyaan wartawan media ini seusai persidangan terkait 26 anggota DPRD Kota Malang yang saat ini masih duduk dikursi dewan yang terhormat itu sambil menikmati sejuknya udara Kota Apel itu.

“Semua mungkin, dan akan diproses sesuai fakta yang terungkap dalam persidangan,” kata JPU KPK.

Semetara yang terungkap dalam persidangan baik dari keterangan saksi-saki mapun percakapan melalui telepon sesama yang diperdengarkan JPU KPK, uang suap yang diterima para dewan yang terhormat di Kota Malang itu bukan hanya uang Pokor, tetapi ada juga uang “sampah” dan uang saat pembahasan APBD murni tahun 2014. Uang yang diterima para anggota DPRD Kota Malang itu pun sesuai jabatan masing-masing.

Pada Jumat, 27 Juli 2018, JPU KPK Arif Suhermanto, Ahmad Burhanudin, Joko Hermawan, Andhi Kurniawan, Ni Nengah Gina Saraswasti dan Dame Maria Silaban membacakan surat tuntutannya diruang sidang Cakra Pengadilan Tipikor Surabaya terhadap terdakwa Moch. Anton yang didampingi Haris Fajar Kustaryo dkk selaku Penasehat Hukum (PH) terdakwa, dihadapan Majelis Hakim yang diketaui H.R. Unggul Warsito Murti dengan dibantu Panitra Pengganti (PP) Wahyu Wibawati.

Dalam surat tuntutan JPU KPK menyatakan, berdasarkan uraian dan dihubungkan dengan fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan sebagai berikut; pada tanggal 25 Juni 2015 bertempat di ruang rapat paripurna DPRD Kota Malang, dilakukan rapat paripurna I dengan agenda penyampaian sambutan Walikota Malang dalam menghantar konsep kesepakatan bersama antara Pemerintah Kota (Pemkot) Malang dengan DPRD Kota Malang tentang Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (PPAS) Perubahan APBD TA 2015.

Dalam masa pembahasan tersebut, terdapat anggaran kegiatan pokok-pokok pikiran untuk jatah setiap anggota DPRD adalah sebesar Rp 200 juta. Dan Moch Arief Wicaksono selaku Ketua DPRD mengadakan pertemuan dengan 3 Wakil pimpinan DPRD, yaitu Rahayu Sugiarti, Wiwik Hendri Astuti, M Zainudin bersama para Ketua Fraksi yaitu Suprapto (Ketua Fraksi PDIP), Mohan Katelu (Ketua Fraksi PAN), Sukarno (Ketua Fraksi Golkar), Heri Puji Utami (Ketua Fraksi PPP-Nasdem),  Yaqud Ananda Qudban (Ketua Fraksi Hanura-PKS), Heri Subianto  (Ketua Fraksi Demokrat), Salamet (Ketua Fraksi Gerindra) dan Sahrawi (Ketua Fraksi PKB) serta dihadiri Ketua Komisi C Bambang Sumarto diruangan Ketua DPRD Kota Malang terkait usulan kegiatan pokok-pokok pikiran yang ada di Dinas Pekerjaan Umum Perumahan dan Pengawasan Bangunan (PUPPB).
“Dalam pertemuan tersebut menyepakati, bahwa anggota DPRD tidak usah mengerjakan pekerjaan-pekerjaan yang berhubungan dengan Dinas PUPPB yang diusulkan oleh Konstituen atau istilahnya pokok-pokok pikiran (POKIR). Karena sebagai penggantinya akan diberikan uang POKIR yang besarnya 10 persen dari nilai kegiatan anggaran Pokir,” ucap JPU KPK saat membacakan surat tuntutannya.

JPU KPK menyatakan, bahwa pada tanggal 6 Juli 2015 sebelum dimulainya rapat panrpuma dengan agenda penyampaian pendapat Badan Anggaran DPRD Kota Malang, dan pendapat Fraksi-fraksi terhadap konsep kesepakatan bersama antara Pemkot Malang dan DPRD Kota Malang tentang KUA dan PPAS  Perubahan APBD Tahun Anggaran 2015, terdakwa Moch. Anton melakukan pertemuan dengan Ketua DPRD Kota Malang Moch. Arif Wicaksono dan anggota DPRD Suprapto serta para Ketua Fraksi DPRD Kota Malang bertempat di ruang Ketua DPRD Kota Malang yang dihadiri pula Wakil Walikota Malang Sutiadji, dan Sekretaris Daerah Kota Malang Cipto Wiyono. Dalam  dalam penemuan tersebut Moch Arief Wicaksono dan Suprapto menjadi juru bicara para yang menyampaikan, Ketua Fraksi meminta terdakwa memberikan uang imbalan pembahasan Rancangan Perubahan APBD TA 2015 dengan istilah uang “Pokii” kepada anggota DPRD Kota Malang agar pembahasan berjalan lancar, tidak ada halangan dari Anggota DPRD Kota Malang,  sehingga dapat disetuju.

Atas permintaan tersebut terdakwa Moch. Anton menyanggupi, dengan memerintahkan Cipto Wiyono untuk menyiapkan uang "Pokif' yang dimaksud. Selanjutnya Cipto Wiyono meminta Jarot Edy Sulistiyono memerintahkan Tedy Sujadi Soemarna selaku Kepala Bidang Perumahan dan Tata Ruang pada Dinas PUPPB Kota Malang untuk menemui dirinya. Setelah Tedy Sujadi Soemarna menghadap, Cipto Wiyono meminta Tedy Sujadi Soemarna agar mengumpulkan uang dari para rekanan/pemborong pada Dinas PUPPB Kota Malang sebesar Rp 900 juta.

“Uang sebesar Rp 700 juta untuk diserahkan kepada Ketua DPRD Moch Arief Wicaksono, sementara yang Rp 200 juta diserahkan kepada Cipto Wiyono. Atas permintaan tersebut, Tedy Sujadi Soemarna melaporkannya kepada Jarot Edy Sulistiyono dan diperintahkan untuk melaksanakannya. Setelah uang terkumpul sebesar Rp 900 juta, pada tanggal 13 Juli 2015 pagi hari, Tedy Sujadi Soemarna menyerahkan uang "Pokif’ kepada Jarot Edy Sulistiono di Kantor Dinas PUPPB Kota Malang Jalan Bingkil No.1 Kota Malang. Selanjutnya Jarot Edy Sulistiono melaporkan kepada Cipto Wiyono,” ucap JPU KPK kemudian

JPU KPK menyatakan, bahwa pada tanggal 14 Juli 2015 sekitar pukul 13.00 WIB, Moch Arief Wicaksono menghubungi Cipto Wiyono untuk meminta realisasi uang “Pokir”, yang kemudian Cipto Wiyono menyampaikan bahwa uang akan segera diserahkan oleh Jarot Edy Sulistiyono. Sekitar pukul 14.00 WIB, atas perintah Cipto Wiyono, Jarot  Edy Sulistiyono menghubungi Moch Arief Wicaksono untuk  menanyakan kemana penyerahan uang “Pokir” sebesar Rp 700 juta. Kemudian Moch Arief Wicaksono meminta agar uang “Pokir” tersbut diserahkan di rumah dinasnya Jalan Panji Soeroso No. 7 Kota Malang, dengan terlebih dahulu memisahkan jatah untuk dirinya sebesar Rp 100 juta dan sisanya sebesar Rp 600 juta untuk seluruh anggota DPRD Kota Malang dibungkus tersendiri.

Sekitar pukul 15.00 WIB dihari yang sama, Jarot Edy Sulistiyono meminta Tedy Sujadi Soemarna untuk menyerahkan uang sebesar Rp 700 kepada Moch. Arief Wicaksono ke rumah dinasynya, dan uang sebesar Rp 200 juta diserahkkan kepada Cipto Wiyono juga kerumah dinasnya namun Cipto Wiyono tidak ada, sehingga Tedy Sujadi Soemarna menyerahkan uang tersebut melalui staff Cipto Wiyono yang saat itu berada dirumah dinas. Setelah mendapat laporan penyerahan uang “Pokir”, Cipto Wiyono melaporkannya kepada Terdakwa Moch. Anton

Selanjutnya Moch Arief Wicaksono mengambil unga sebesar Rp 100 juta, sedangkan yang sebesar Rp 600 juta tetap didalam kardus. Kemudian Moch Arief Wicaksono menghubungi Suprapto dan menyampaikan, bahwa uang “Pokir” sudah diterima dan meminta Suprapto datang kerumah dinasnya.

“Setelah Suprapto datang, Moch Arief Wicaksono meminta Suprapto menghubungi para Wakil Ketua, Ketua Fraksi DPRD agar datang kerumah dinasnya. Setelah dihubungi, Wiwik Hendri Astuti, Rahayu Sugiarti, Sumanto, Sahrawi, Hery Subiantono, Sukarno, Mohan Katelu, Salamet,  Heri Pudji Utami, Ya'qud Ananda Gudban dan Tri Yudiani Komisi  D/Fraksi PDIP datang kerumah dinas Moch Arief Wicaksono. Selanjutnya, Moch Arief Wicaksono membagikan uang sebesar Rp 600 juta kepada Ketua, Wakil Ketua, Ketua Fraksi dan Ketua Komisi masing-masing sebesar Rp 15 juta. Dan untuk anggota masing-masing sebesar Rp 12.5 juta,” kata JPU KPK
Pada tanggal 22 Juli 2015, dilaksanakan rapat pembahasan Rancangan APBD-P TA 2015 yang berjalan dengan lancar, yang hasilnya disetujui oleh DPRD dan disahkan menjadi Perubahan APBD TA 2015, yang dituangkan dalam Keputusan DPRD Kota Malang Nomor 188.4/48/35.73.201/2015 tanggal 22 Juli 2015 tentang Persetujuan Penetapan Rancangan Peraturan Daerah (Perda) Pemkot Malang, atas Perubahan APBD TA 2015 menjadi Peraturan Daerah Kota Malang No 6 Tahun 2015 tentang Perubahan APBD TA 2015 tanggal 14 Agustus 2015

“Bahwa fakta-fakta hukum tersebut, didukung alat bukti berupa keterangan saksi-saksi, yaitu Cipto Wiyono, Jarot Edy Sulistyono, Tedy Sujadi Soemama, Moch. Arief Wicaksono, Suprapto, M. Zainudin, Rahayu Sugiarti, Wiwik Hendri Astuti, Abdul Hakim, Tri Yudiani, Mohan Katelu, Subur Triono, Syaiful Rusdi, Salamet, Heru Subiantono, Sukarno, Bambang Sumarto, Ribut Harianto, Sahrawi, Abd. Rahman, Imam Fauzi, Heri Pudji Utami, dan keterangan terdakwa sendiri yang mengakui terus terang perbuatannya, terkait menyanggupi untuk memenuhi permintaan uang dari DPRD Kota Malang kepada dirinya, yang saat itu disampaikan oleh Ketua DPRD Moch. Arief Wicaksono dan para Ketua Fraksi di ruangan Ketua DPRD,” ungkap JPU KPK.

Atas permintaan itu, terdakwa meminta Cipto Wiyono merealisasikannya, yang sealnjutnya  Cipto Wiyono dan Jarot Edy Sulistiyono menyerahkan uang kepada DPRD Kota Malang melalui Ketua DPRD Moch. Arief Wicaksono yang diserahkan oleh Tedy Sujadi Soemama, yang diakuio oleh Moch. Arief Wicaksono telah menerima pemberian uang sebesar Rp 700 juta dirumah dinasnya pada tanggal 14 Juli 2015, yang kemudian Moch Arief Wicaksono meminta Suprapto untuk membaginya kepada seluruh anggota DPRD Kota Malang dengan jumlah masing-masing Wakil Ketua, Ketua Komisi dan Ketua Fraksi sebesar Rp 15 juta, dan untuk anggota  masing-masing sebesar Rp 12.5 juta serta didukung pula alat bukti petunjuk berupa rekaman percakapan telepon sebagai berikut;

JPU KPK pun membeberkan hasil percakapan diantanya, pada tanggal 13 Juli 2015 pukul 10:05:21 WIB, Voice dan transkrip percakapan telepon antara Ketua DPRD Moch. Arif Wicaksono (6281333121270) dengan Sekda Cipto Wiyono (628113113003) yang intinya, Moch Arief Wicaksono menanyakan uangnya ada atau tidak, tetapi Sekda Cipto Wiyono meminta agar tidak membicarakan ditelepon tetapi ketemuan saja dan Moch Arief Wicaksono menyetujuinya.

Pada tanggal 13 Juli 2015 pukul 21:15:35 WIB, Voice dan transkrip percakapan telepon antara terdakwa Moch. Anton (628113018888) dengan Ketua Fraksi Hanura-PKS Ya'qud Ananda Gudban (628113015550) yang intinya, terdakwa Moch. Anton menanyakan mengapa dilakukan penundaan pengambilan keputusan DPRD terhadap Perubahan APBD TA 2015 yang seharusnya besok tanggal 14 Juli 2015 (sebelum hanri raya), dan terdakwa Moch. Anton sering di nego terus (didesak untuk permintaan uang) oleh Moch. Arief Wicaksono dan Suprapto. Dalam hal ini,  Yaqud Ananda Gudban setuju dan mendorong terdakwa Moch. Anton untuk meminta agar  tanggal 14 Juli 2015 persetujuan P-APBD TA 2015 serta Yaqud Ananda Gudban di DPRD juga telah meminta konsisten atas komitmen teman-teman DPRD dengan tidak melakukan interupsi.

Pada tanggal 13 Juli 2015 pukul 21:19:34 WIB, Voice dan transkrip percakapan telepon antara terdakwa Moch. Anton (628113018888) dengan Sekda Cipto Wiyono (628113113003) yang intinya, terdakwa Moch. Anton meminta pengambilan keputusan DPRD terhadap P-APBD TA 2015 dilakukan tanggal 14 Juli 2015 (sebelum hari raya) karena khawatir DPRD berubah-ubah lagi (mencari-cari), tapi Sekda meminta mundur tanggal 22 Juli 2015 dengan alasan terlalu rawan kalau diputuskan tanggal 14 Juli 2015 karena terlalu cepat pembahasannya yang hanya seminggu dan menjamin DPRD tidak berubah karena Sekda sudah sepakat.

Pada tanggal 13 Juli 2015 pukul 21.23.09 WIB, SMS (pesan singkat) dari Sekda Cipto Wiyono kepada terdakwa Moch. Anton yang menyampaikan bahwa anggota DPRD menagih terus uang pokok-pokok pikiran (Pokir).

Pada tanggal 14 Juli 2015 pukul 13:06:08 WIB, Voice dan transkrip percakapan telepon antara Ketua DPRD Moch. Arief Wicaksono (6281333121270) dengan Sekda Cipto Wiyono (628113113003) yang intinya, Ketua DPRD Moch. Arief Wicaksono menanyakan uang pembahasan APBD-P (uang pokir yang diurus Suprapto) dan Sekda Cipto Wiyono mengatakan sudah beres, akan diantar ke rumah Ketua DPRD oleh Tedy.

Pada tanggal 14 Juli 2015 pukul 13:42:16 WIB, Voice dan transkrip percakapan telepon antara Jarot Edy Sulistyono (6285101552395) dengan Ketua DPRD Moch. Arief Wicaksono (6281333121270) yang intinya, Jarot Edy Sulistiyono menyampaikan kepada Ketua DPRD Moch. Arief Wicaksono bahwa kesepakatan pokok pikiran berupa uang sebanyak Rp 720 sudah ada pada Jarot Edy Sulistiyono mau diantarkan oleh Tedy, dan Ketua DPRD meminta diantarkan kerumah dinasnya.

Pada tanggal 14 Juli 2015 pukul 13:44:31 WIB, Voice dan transkrip percakapan telepon antara Jarot Edy Sulistyono (6285101552395) dengan Ketua DPRD Moch Arief. Wicaksono (6281333121270) yang intinya, Jarot Edy Sulistyono menyampaikan bahwa Tedy berangkat menuju rumah dinas Ketua DPRD Moch Arief. Wicaksono membawa uang sebesar Rp 720 juta,  tetapi Ketua DPRD Moch. Arief Wicaksono meminta Jarot Edy Sulistyono untuk memisahkan tersendiri jatah untuk dirinya sebesar Rp 100 juta, dan Rp 620 juta untuk anggota DPRD yang lain.

Pada tanggal 14 Juli 2015 pukul 13:49:40 WIB, Voice dan transkrip percakapan telepon antara Ketua DPRD Moch. Arief Wicaksono (6281333121270) dengan Ketua Fraksi Gerindra Drs. Salamet (6281233903988) yang intinya, Moch Arief Wicaksono menginformasikan bahwa akan dapat tambahan uang untuk pembahasan APBD-P (perjuangan Suprapto) sebesar Rp 600 juta, Slamet juga dapat bagiannya dan datang kerumah Moch Arief Wicaksono.

Pada tanggal 14 Juli 2015 pukul 14:06:40 WIB, Voice dan transkrip percakapan telepon antara Jarot Edy Sulistyono (6285101552395) dengan Ketua DPRD Moch Arief Wicaksono (6281333121270) yang intinya, Jarot Edy Sulistyono menyampaikan kepada Ketua, bahwa pemberian uang sebesar Rp 700 juta oleh terdakwa kepada DPRD Kota Malang yang dilakukan oleh Cipto Wiyono dan Jarot Edy Sulistiyono telah diakui oleh saksi Moch Arief Wicaksono selaku Ketua DPRD Kota Malang yang menerima langsung uang tersebut dan membaginya ke seluruh anggota DPRD Kota Malang.

“Hal ini bersesuaian dengan keterangan saksi Cipto Wiyono, Jarot Edy Sulistiyono, Tedy Sujadi Soemarma yang mengetahui pemberian uang tersebut dan saksi Rahayu Sugiarti, Wiwik Hendri Astuti, M. Zainudin, Suprapto, Abdul Hakim,Tri Yudiani, Mohan Katelu, Subur Triono, Syaeful Rusdi, Heru Subiantono, Salamet, Sukarno, Ribut Harianto, Sahrawi, Abd. Rahman, Imam Fauzi  dan Heri Pudji Utami yang mengakui, telah menerima uang pokir dari Moch. Arief Wicaksono pada saat menjelang hari raya, pada tanggal 14 Juli 2015,” ungkap JPU KPK

Bahkan Moch. Arief Wicaksono juga memberikan tambahan uang diantaranya, untuk Rahayu Sugiarti, Wiwik Hendri Astuti, M. Zainudin selaku Wakil Ketua meminta dibedakan jatahnya dengan para ketua komisi dan ketua fraksi, sehingga diberikan tambahan masing-masing uang sebesar Rp 2.5 juta. Mohan Katelu, Subur Triono dan Suprapto diberikan tambahan uang masing-masing sebesar Rp 5 juta. Dan untuk Syaiful Rusdi, Tti Yudiani, Diana Yanti, Sukarno, Abdul Hakim diberikan tambahan uang masing-masing sebesar Rp 2.5 juta

Fakta tersebut didukung keterangan Moch Arief Wicaksono yang bersesuaian dengan keterangan Subur Triono, Suprapto, Cipto Wiyono, dan Jarot Edy Sulistiyono serta bukti rekaman percakapan telepon maupun SMS antara Moch. Arif Wicaksono dengan Syaiful Rusdi, Mohan Katelu, Suprapto, Abd Rahman, Heri Pudji Utami, Tri Yudiani, Rahayu Sugiarti, Wiwik Hendri Astuti, Cipto Wiyono dan Jarot Edy Sulistiyono.

“Dengan demikian, keterangan saksi Erni Farida, Tutuk Hariyani, Ariel Hermanto, Diana Yanti, Harun Prasodjo. Sulik Lestyowati, Indra Tjahyono, Sony Yudiarto, Suparno Hadiwibowo, Teguh Puji Wahyono, Een Ambarsari, Bambang Sumarto, Choeroel Anwar, Mulyanto, Muhammad Fadli, Syamsul Fajrih, Asia Ariani, Ya'qud Ananda Gudban, Afdhal Fauza, Choirul Amri, Sugiarto, Bambang Triyoso yang mengaku tidak pernah dengar sama sekali adanya kegiatan pokir, uang pokir dan mengaku tidak pernah menerima uang pokir pada pembahasan APBD-P TA 2015 sebagaimana pembagian uang sebesar Rp 15 juta untuk masing-masing pimpinan, Ketua Fraksi dan Ketua Komisi serta uang sebesar Rp 12.5 juta untuk masing-masing anggota DPRD yang telah dibagikan oleh Moch. Arief Wicaksono secara langsung maupun melalui Ketua Fraksi harus diabaikan dan dikesampingkan, karena tidak sesuai dengan fakta yang sebenarnya dan merupakan keterangan pengakuan masing-masing yang berdiri sendiri tanpa didukung alat bukti apapun,” kata JPU KPK 

Bahwa dari rangkaian fakta-fakta hukum di atas, lanjut JPU KPK, dapat disimpulkan telah ada pemberian uang sebesar Rp 700 juta dari terdakwa Moch. Anton bersama-sama dengan Cipto Wiyono selaku Sekda Kota Malang dan Jarot Edy Sulistiyono Kepala Dinas PUPB yang diserahkan melalui Tedy Sujadi Soemama kepada Moch Arief Wicaksono selaku Ketua DPRD Kota Malang, supaya Moch. Arief Wicaksono bersama anggota DPRD Kota Malang memberikan persetujuan penetapan Perubahan APBD TA 2015, yang sebelumnya telah disepakati pemberiannya oleh terdakwa selaku Walikota Malang bersama Cipto Wiyono atas permintaan Ketua DPRD Moch.  Arief Wicaksono, dan para Ketua Fraksi yang juga dihadiri Wakil Walikota Sutladji pada saat pertemuan diruang Ketua DPRD Kota Malang sebelum mengikuti Rapat.

“Sehubungan dengan hal-hal tersebut diatas, untuk menghindarkan Negara Indonesia dari kemungkinan dipimpin oleh orang yang pernah dijatuhi hukuman akibat melakukan tindak pidana Korupsi, maka terhadap tendakwa Moch. Anton dapat dtlatuhi pidana tambahan pencabutan hak-hak tertentu,” ucap JPU KPK

JPU KPK menyatakan, bahwa perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam dalam pasal 5 ayat (1) huruf a UndangUndang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Kompsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Rl Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi junckto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.

“Menuntut; Supaya Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Surabaya yang memeriksa dan mengadili perkara ini menyatakan; Bahwa terdakwa Moch Anton terbukti secara sah dan meyakinkm bersalah melakukan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana dakwaan pertama; Menjatuhkan pidana terhadap tetdakwa Moch. Anton berupa pidana penjara selama 3 tahun dikurangi selama terdakwa berada alam tahanan,  dan pidana denda sebesar Rp 200 juta subsidiair 6 (enam) bulan kurungan dengan perintah  terdakwa tetap ditahan; Meniatuhkan pidana tambahan kepada terdakwa berupa pencabutan hak dipilih dalam suatu pemilihan yang diselenggarakan berdasarkan perundang-undangan selama 4 (ampat) tahun terhitung sejak terdakwa selesai menjalani pidana penjara;  menyatakan terhadap banrang bukti Nomor 1 samapai dengan Nomor 287 dikembalikan kepada Penuntut Umum untuk dipergunakan dalam perkara yang lain,” kata JPU KPK Arif diakhir surat tuntutannya.

Atas surat tuntutan JPU KPK, Ketua Majelis Hakim memberikan kesempatan terhadap terdakwa maupun melalui Penasehat Hukumnya untuk menyampaikan pembelaannya pada sidang berikutnya.

“Saudara dituntut pidana 3 tahun penjara. Saudara berhak untuk menyampaikan pembelaan pada sidang hari Selasa tanggal 31 (31 Juli 2018.Red),” ucap Ketua Majelis Hakim. (Rd1)

Posting Komentar

Tulias alamat email :

 
Top