0
Saksi dari kanan ke kiri, Wiwik Emy Tjitrawatie (Plt Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupten Jombang), Yusminingsih (Kasubbag TU Puskesmas Japanan), drg. Novi Hayatie (Kabid Pelayanan dan Sumber Daya Kesehatan Dinkes Jombang), dan Bambang Irawan (Kasi Pelayanan Kesehatan Dinkes Jombang)
beritakorupsi.co - “Maaf, saya kilaf,”. Kalimat inilah yang terucap dari bibir Wiwik Emy Tjitrawatie, dan disampaikannya kepada Majelis Hakim atas pertanyaan JPU KPK terkait pemberian uang oleh dirinya terhadap terdakwa Nyono Suhari Wihandoko, Bupati Jombang (non akti)  dalam persidangan, Jumat, 27 Juli 2018.

“Hanya mengatakan kilaf?,” tanya JPU KPK Wawan Yunarwanto. Namun salah satu pejabat di Kabupaten Jombang ini hanya terbisu. Uang yang diberikannya kepada terdakwa sebesar 40 juta rupiah.

Wiwik Emy Tjitrawatie adalah Plt Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupten Jombang, Yusminingsih (Kasubbag TU Puskesmas Japanan), drg. Novi Hayatie (Kabid Pelayanan dan Sumber Daya Kesehatan Dinkes Jombang), dan Bambang Irawan (Kasi Pelayanan Kesehatan Dinkes Jombang) dihadirkan JPU KPK Wawan Yunarwanto, Ariawan, Taufiq Ibnugroho dan Riniyati Karnasih sebagai saksi untu terdakwa Nyono dalam persidangan yang diketuai Majelis Hakim H.R. Unggul Warso Murti.

Sementara saksi Yusminingsih mengakui terkait pengangkatan anaknya, Bagus menjadi pegawai di Pos Kesehatan Puskemas berdasarkan SK yang ditanda tangani Gubernur Jawa Timur atas rekomondasi terdakwa. Inilah yag di jelaskan terpidana Inna Silsettyowai selaku Sekretaris sekaligus Plt. Kepala Dinas Kesehatan Jombang saat diadili sebagai terdakwa pemberi suap kepada Bupati Jombang Nyono, terkait uang sebesar Rp 30 juta. Menurut Inna, uang sebesar Rp 30 juta itu dimintanya dari pegawai yang Bagus, yang kemudian diberiakannya kepada terdakwa.

Pemberian uang kepada terdakwa tidak hanya dilakukan oleh Wiwiek, hal sama juga diberikan oleh Budi Nugroho selaku Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Kabupaten Jombang. Uang sebanyak 100 juta rupiah itu diterimya dari Samijan, untuk pengangkatan jabatan istrinya,  Inna menjadi Sekretaris sekaligus Plt. Kepala Dinas Kesehatan. Dan uang itulah yang diserahkan Budi Nugroho kepada terdakwa Nyono.

Sementara Heru Wibowo selaku Kepala Dinas Kesehatan Jombang yang digantikan Inna, justru sebaliknya. Heru Wibowo meberikan THR (Tunjangan Hari Raya) kepada terdakwa, sekalipun gajinya bahkan jabatannya ditentukan oleh terdakwa.

“InNyo” alias Inna dan Nyono sama-sama tertangkap tangan KPK pada tanggal 3 Pebruari 2018 karena kasus suap menyuap. Jumlah uang suap yang diberikan Inna ke Nyono sejak Desember 2016 hingga Pebruari 2018 sebesar Rp 1.155.000.000 (Satu milliar Seratu Lima puluh Lima juta).

Uang sebesar Rp 1.155.000.000 milliar yang diberikan terpidana Inna ke terdakwa Nyono adalah untuk pengangkatan Inna dari Kepala Puskesma menjadi Sekretaris Dinas Kesehatan, dan kemudian menjadi Plt. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang menggantikan Heru Wibowo yang mengundurkan diri karena kesehatan berjumlah Rp 450 juta.

Selain uang suap untuk jabatan, Inna juga memberikan sebahagian uang dari hasil pemotongan dana kapitasi 34 Puskesmas se- Kabupaten Jombang sebesar Rp 600 juta. Sebahagian lagi dipergunakan sendiri dan juga untuk pengurus Paguyuban Puskesmas yang tidak masuk dalam struktur Puskesmas ataupun Dinas Kesehatan.
Terdakwa/terpidana Inna Silestyowati
Terkait pemotongan dana kapitasi Puskesmas, pada sekitar bulan Maret 2017 bertempat di ruang kerja Inna Silestyowati, mengadakan pertemuan dengan Didik Dadi, Oisatin, Ma’murorus Sa’adiyah dan Hexawan Uahjawadida yang tergabung dalam Paguyuban Kepala Puskesmas se-Kabupaten Jombang. Dalam pertemuan tersebut, Inna Silestyowati menyampaikan bahwa setiap Puskesmas harus ada kontribusi dari anggaran Jasa Pelayanan Dana Kapitasi dari 34 Puskesmas di seluruh Kabupaten Jombang yang jumlahnya sebesar Rp72 juta per bulan (“bila Rp 72 juta per bulan X 34 Puskesmas diperkirakan totalnya sebesar Rp 2.448.000.000 X 12 bulan dalam 1 tahun = Rp 29.376 milliar”). Dalam persidangan terungkap, bahwa pemomotongan dana Kapitasi Puskesmas Kabupaten Jombang sudah berlangsung sejak 2014.

Uang dari hasil pemotogan dana Kapitasi Puskemsmas sebesar Rp 72 juta per bulan itu diberikan Inna kepada terdakwa sebesar Rp 50 juta, sedangkan sisanya sejumlah Rp 22 juta digunakan untuk biaya operasional Dinas Kesehatan termasuk pengurus paguyupan Puskesmas yang tidak masuk dalam struktur Puskesmas mapun Dinas Kesehatan. Petugas yang mengumpulan dana kapitasi yang berasal dari anggaran operasional Pelayanan Kesehatan Masyarakat itu adalah Oisatin selaku Sekretaris Pagupan dengan kode “arisan”. Dan setelah itu, Oisatin akan menyerahkan kepada Inna Silestyowati untuk selanjutnya diberikan kepada terdakwa.

Selain uang suap jabatan dan pemotongan dana Kapitasi, ada uang suap dari pengisian tenaga keshatan di Puskesmas sebanyak Rp 30 juta, serta uang pungutan ilegal dari biaya pengurusan Izin Operasional Rumah Sakit Ibu dan Anak (RSIA) Mitra Bunda Jombang milik dr. Subur Suprojo sejumlah Rp 75 juta. Sehingga totanya sejumlah Rp 1.155.000.000.

Pengakuan Inna yang dikuatkan oleh keterangan saksi Budi Nugroho terkait uang suap itu, juga diakui oleh anak dan suami terdakwa sendiri, saat dihadirkan JPU KPK dalam dalam persidangan sebagai saksi untuk terdakwa. Samijan adalah salah satu tim sukses Nyono saat pencalonannya sebagai Bupati Jombang tahun 2013 lalu.

Selain itu, juga diakui oleh terdakwa sendiri saat menjadi saksi untuk anak buahnya, Inna Silestyowati yang dilantiknya sebagai Sekretaris Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang pada tanggal 3 Januari 2017, dan beberapa hari kemudian terdakwa melantik Inna menjadi Plt. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang di TPS, menggantikan Heru Wibowo yang mengundurkan diri karena masalah kesehatan.

Pengakuan Nyono yang juga Ketua DPD Golkar Jawa Timur ini, terkait penerimaan uang yang  diakui Nyono dalam persidangan kepada Majelis Hakim yang sama, pada Selasa, 22 Mei 2018. Selain mengakui, terdakwa yang saat itu sebagai saksi mengucapkan kata “maaf dan kilaf”.

Kata maaf itu memang selalu datangnya belakangan, sebab yang didepan adalah formulir atau pendaftaran”.

Dan kata maaf serta kilaf tidak hanya terdengar disidang Korupsi suap Bupati Jombang (non aktif) Nyono, melainkan dari terdakwa-terdakwa lainnya saat diadili dihadapan Majelsi Hakim untuk mencari rasa simpati Majelis Hakim agar hukumannya lebih ringan. Andai saja tidak terjerat dalam pusaran Korupsi, kata maaf dan kilaf tidak akan terdengar atau terucap.

“Ia saya menerima. Uang dari Samijan diberikan sebagai bantuan kegiatan Jombang. Total uang yang saya terima Satu milliar Seratus Lima puluh Lima juta (Rp 1.155.000.000) dan Satu milliar dari para Kepala Dinas. Saya minta maaf, saya kilaf. Untuk pemasangan Iklan di Rada, saya lupa jumlahnya,” kata Nyono saat itu dihadapan Majelis Hakim (Selasa, 22 Mei 2018)

Seperti yang diberitakan sebelumnya. Terkait pengangkatan Inna Silestyowati dalam jabatan definitif sebagai Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang, pada sekitar tahun 2013 setelah terdakwa terpilih sebagai Bupati Jombang periode 2013 - 2018, bertempat di rumah keluarga terdakwa yang berada di Desa Sepanyul, Kecamatan Gudo Kabupaten Jombang, terdakwa Nyono Suharli Wihandoko bertemu dengan Inna Silestyowati dan Samijan. Dalam pertemuan tersebut, Inna Silestyowati meminta kepada terdakwa agar diangkat menjadi Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang yang sebelumnya sebagai staf di Puskesmas.

Permintaan Inna itu pun disetujui oleh terdakwa dengan cara bertahap, yaitu menjadi Kepala Puskesmas terlebih dahulu, mengingat pada saat itu Inna Silestyowati masih berstatus sebagai staf pada Puskesmas Bareng. Dan pada akhir tahun 2013, Terdakwa mengangkat Inna Silestyowati sebagai Kepala Puskesmas Gambiran Jombang.

Pada sekitar bulan Desember 2016, Herry Wibowo selaku Kepala Dinas Kesehatan Kab. Jombang mengundurkan diri dari jabatannya karena sakit. Terdakwa melalui ajudannya Ma’aruf Roi’i meminta Samijan untuk menghadap terdakwa. Keesokan harinya, bertempat di Pendopo Rumah Dinas Bupati, Samijan bersama Inna Silestyowati menghadap terdakwa, dan pada pertemuan tersebut Inna Silestyowati kembali menyampaikan keinginannya untuk menjadi Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang.

Terdakwa menyanggupi dengan mengatakan, bahwa untuk menjadi Kepala Dinas Kesehatan ada biaya yang harus dibayarkan kepada terdakwa, dan biaya tersebut mahal yaitu sebesar Tiga ratus lima puluh juta rupiah (Rp 350.000.000), dan permintaan terdakwa pun diseujui oleh Inna Silestyowati.

Masih pada bulan Desember 2016, Inna Silestyowati dan Samijan menemui terdakwa selaku Bupati di ruang kerjanya. Saat terdakwa bertemu dengan Samijan,  Inna Silestyowati menunggu di ruang tunggu Bupati. Dalam pertemuan itu, Samijan langsung menyerahkan uang sejumlah Rp 350 juta kepada terdakwa, dan oleh terdakwa langsung dimasukkan ke dalam laci meja kerjanya. Dalam perjalanan pulang, Samijan menyampaikan kepada istrinya Inna Silestyowati, bahwa uang sudah diserahkan kepada terdakwa.

Setelah terdakwa menerima uang dari Inna Silestyowati, pada tanggal 3 Januari 2017 bertempat di Tempat Pembuangan Sampah (TPS) disekitar Desa Denanyar Jombang, terdakwa mengangkat Inna Silestyowati sebagai Sekretaris Dinas Kesehatan dengan Surat Keputusan Nomor 821.20/05/415.41/2017.

Sebelum pelantikan Inna Silestyowati, terdakwa memerintahkan Budi Nugroho selaku Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Kabupaten Jombang untuk pengambilan SK jabatan asli atas nama Inna Silestyowati, harus menyerahkan uang kepada terdakwa melalui Budi Nugroho sebesar Rp 50 juta.

Pada sekitar bulan Januari 2018, bertempat di rumah Budi Nugroho di Jl. Empu Tantular No. 17 RT.002/ RW.009 Kel. Kepanjen Kec. Jombang Kabupaten Jombang, Inna Silestyowati bersama Samijan menemui Budi Nugroho, dan menanyakan mekanisme pengambilan SK jabatan yang asli. Pada pertemuan tersebut Budi Nugroho menyampaikan, bahwa untuk mengambil SK jabatan asli harus ada kontribusi yang diserahkan kepada terdakwa sebesar Rp 50juta. Beberapa hari kemudian, Inna Silestyowati dan Samijan langsung menyerahkan uang sebesar Rp 50 juta kepada Budi Nugroho, namun SK tersebut belum diserahkan Budi Nugroho kepada Inna Silestyowati.

Beberapa hari kemudian, Inna Silestyowati menyuruh seorang stafnya untuk mengambil SK Jabatan asli di Kantor BKD, namun oleh Budi Nugroho tidak diberikan dan disarankan agar Inna Silestyowati menghadap terdakwa. Selanjutnya Inna Silestyowati menemui terdakwa dan menyampaikan bahwa SK Jabatannya belum diberikan oleh Kepala BKD. Tetapi terdakwa minta Inna Silestyowati untuk menyerahkan uang lagi sejumlah Rp 50 juta melalui Budi Nugroho sebagai syarat agar SK dikeluarkan. Atas permintaan terdakwa tersebut, Inna Silestyowati  menyetujuinya dengan alasan, dalam waktu yang sama Inna Silestyowati akan menerima 2 (dua) surat, yaitu SK sebagai Sekretaris Dinas Kesehatan dan Surat Perintah (Sprint) Jabatan Plt. Kepala Dinas Kesehatan.

Beberapa hari kemudian bertempat di rumah Budi Nugroho, Inna Silestyowati dan Samijan kembali menemui Budi Nugroho. Dalam pertemuan tersebut, Samijan menyerahkan uang sejumlah Rp 50 juta kepada Budi Nugroho untuk terdakwa. Keesokan harinya, Budi Nugroho menyerahkan SK jabatan asali sebagai Sekretaris Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang dan Sprint jabatan asli sebagai Plt. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang kepada Inna Silestyowati.

Inna Silestyowati merasa jabatan tersebut tidak sesuai dengan yang yang diinginkannya sebagaimana telah dibicarakan sebelumnya dengan terdakwa. Sehingga Inna Silestyowati sempat melakukan keberatan kepada terdakwa sebelum pelantikan. Untuk mengakomodir keinginan Inna Silestyowati, beberapa hari kemudian terdakwa mengeluarkan lagi Surat Perintah Nomor: 821/30/415-41/2017 tanggal 3 Januari 2017 yang memerintahkan Inna Silestyowati sebagai Pejabat Pelaksana Tugas (Plt.) Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang terhitung sejak tanggal 3 Januari 2017.  (Rd1)

Posting Komentar

Tulias alamat email :

 
Top