0
Keterangan foto searah jarum jam, Heri Subianto  (Ketua Fraksi Demokrat), Rahayu Sugiarti (Wakil Ketua DPRD/Partai Golkar), Wiwik Heri Astuti (Wakil Ketua DPRD Kota Malang/Partai Demokrat), HM. Zainudin sebagai Wakil Ketua DPRD Kota Malang/PKB, Sulik Lestyowati (Ketua Komisi A/Partai Demokrat), Yaqud Ananda Qudban (Ketua Fraksi Hanura-PKS), dan saksi lainnya adalah Sony Yudiarto (Demokrat), Indra Tjahyono (Demokrat) serta Umi (istri Moch. Arif Wicaksono)  
#Dalam persidangan terungkap, Istri terpidana mantan Ketua DPRD Kota Malang turut saat bagi-bagi uang “Suap”#

beritakorupsi.co - “Di KPK tidak mungkin mengembangkan suatu kasus, tapi kita hanya bicara fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan maupun diproses penyidikan, tentu kita akan mintakan pertanggung jawaban hukumnya,” inilah yang dikatakan JPU KPK Arif Suhermanto kepada wartawan media ini pada Jumat, 6 Juli 2018.

JPU KPK Arif menambahkan, uang sampah lebih dulu diterima baru uang pokir. Tanggal 13 Juli 2015 diterimakan uang sampah masing-masing anggota Dewan sebesar Rp 5 juta. Dari awal sudah jelas, keterangannya Arif Wicaksono mengatakan ada pertemuan tentang permintaan THR itu, saat mau sidang paripurna tanggal 14 Juli 2015. Para Ketua Fraksi dan Prapto menginisiasi minta uang THR, kemudian Arif Wicaksono dalam pertemuan di ruang Dewan bersama Walikota Moch. Anton. Dan itu dibenarkan Walikota sendiri, Wakil Walikota juga ada, Sekda. Ketiganya dari eksekutif sama Ketua Fraksi. Dan itupun juga dibenarkan oleh Sekda termasuk Pak Prapto. Ada permintaan THR itu, dan Walikota mengamini seperti itu.

“Kalau menurut Arif Wicaksono, uang sampah itu 200 juta, dibagi untuk semua anggota Dewan masing-masing 5 juta rupiah kecuali pimpinan Ketua DPRD sama Pak Prapto. Dan itu dibenarkan Walikota sendiri, Wakil Walikota juga ada, Sekda. Ketiganya dari eksekutif sama Ketua Fraksi. Dan itupun juga dibenarkan oleh Sekda termasuk Pak Prapto. Ada permintaan THR itu dan Walikota mengamini seperti itu,” ungkap JPU KPKArif lebih lanjut.

JPU KPK Arif Suhermanto pun menjawab pertanyaan wartawan media ini terkait, apakah ada kemungkinan KPK akan melakukan pengembanagan serta meminta pertanggungjawaban hukum dari seluruh anggota DPRD Kota Malang periode 2014 - 2019, sebab 26 dari 45 orang anggota DPRD Kota Malang, “belum di proses hukum”.                                                           


Ke- 26 orang anggota Dewan yang terhormat di  DPRD Kota Malang itu hingga saat ini memang masih tetap duduk di kursinya masing-masing, yakni dari PDIP (7 orang) Arief Hermanto, Eka Satriya Gautama, Hadi Susanto, Tutuk Hariyani, Teguh Mulyono, Ec.RB. Priyatmoko Oetomo, Erni Farida; PKB (2 orang) Mulyanto, H. Rasmuji;  GOLKAR (2 orang) Choeroel Anwar, Ribut Harianto; DEMOKRAT (2 orang) Indra Tjahyono, Sony Yudiarto; GERINDRA (3 orang) Een. Ambarsar, Teguh Puji Wahyono, Letkol. Purn. Suparno; PAN (2 orang) Harun Prasojo, H. Subur Triono; HANURA (2 orang) Afdhal Fauza, Ec. Imam Ghozali; PKS (3 orang) Sugiarto, Bambang Triyoso, Choirul Amri; PPP (2 orang) Syamsul Fajrih, Asia Iriani; NasDem (1 orang) Mohammad Fadli. 

“Bukan dikembangkan tetapi akan diproses hukum. Apapun fakta hukum yang terjadi, akan diminta pertanggungjawaban hukum. Kita hanya bicara fakta hukumnya yang terungkap dalam persidangan,” kata JPU KPK Arif saat itu (Jumat, 6 Juli 2018).

Apa yang dikatakan JPU KPK ini adalah semua berdasarkan fakta yang terungkap dalam persidangan baik dari keterangan saksi-saksi mapun bukti berupa hasil percakapan sesama anggota Dewan, anggota Dewan dengan Sekda Cipto Wiyono yang saat ini menjabat sebagai Kepala Dinas PU Cipta Karya Pemrov. Jatim sejak akhir Desember 2017,  maupun bukti lainnya yang ditunjukkan JPU KPK kepada Majelis Hakim sejak awal saat perkara ini disidangkan dengan terdakwa (terpidana) Jarot Edi Sulistyono selaku Kepala Dinas PU PPB Kota Malang, dan sidang jilid II dengan terdakwa Moch. Arif Wicaksono selakau Ketua DPRD Kota Malang dan kemudian jilid III dengan terdakwa Moch. Anton.

Anehnya, sekalipun Majelei Hakim menyatakan 2 terdakwa (Jarot Edi Sulistyono dan Moch. Arif Wicaksono) sudah dinyatakan terbukti bersalah melakukan Tindak Pidana Korupsi suap  yang disebut dengan istilah uang Pokir terkait pembahasan APBD-P  tahun 2015 (putusan sudah berkekuatan hukum tetap), namun tidak membuat seluruh anggota Dewan yang terhormat itu mengakui dengan jujur   
Syamsul Fajrih

Kepada Majelis Hakim mengatakan tidak menerima uang Pokir, diantaranya Asia Iriani, Mohammat Fadli dan Samsul Fajri. Keterangan itu disampaikan Samsul Fajri dengan percaya diri sambil cengar-cengir menjawab pertayaan JPU KPK. Keterangan saksi-saksi ini pun sama dengan keterangan beberapa saksi liannya diantaranya Mohan Ketelu, Syaifur Rusdi, Sahrawi, Abd. Rachman dan Imam Fauzi, saat dihadirkan JPU KPK sebagai saksi untuk terdakwa Moch. Anton dipersidangan pada Selasa, tanggal 3 Juli 2018.

JPU KPK Fitroh pun saat itu mengatakan terhadap saksi Samsul Fajri, “apakah harus menjadi tersangka supaya saudara jujur ?”. Namun Samsul Fajri tetap mengatakan tidak menerima. Pada hal, Keterangan saksi Moch. Arif Wicaksono, Suprapto, Heri Puji Utami dan Subur Triono pada sidang sebelumnya mengatakan semua anggota Dewan menerima, kalau tidak menerima pasti sudah ribut.

Memang ada keributan diantara anggota Dewan penerima uang Pokir seperti yang terungkap dalam persidangan. Namun bukan karena tidak menerima, melainkan karena pembagian yang tidak merata. Sehingga beberapa anggota Dewan hendak melakukan “unjuk rasa” dengan “mengancam” akan menginap di rumah dinas Ketua DPRD.
Soni, Hendri dan Umi
Pada hal sebelumnya, Arif Wicaksono termasuk Heri Puji Utami selaku Ketua Fraksi PPP-Nasdem yang juga Istri mantan Walikota Malang Peni Suparto serta beberapa anggota Dewan lainnya mengatakan dihadapan Majelis Hakim dalam persidangan, bahwa seluruh (45 orang) anggota Dewan menerima uang Pokir masing-masing anggota sebesar Rp 12.5 juta, Ketua, Wakil Ketua, Ketua Komisi dan Ketua Fraksi sebesar Rp 15 juta. Selain uang pokir, ada uang sampah yang diterima terlebih dahulu masing-masing anggota sebesar Rp 5 juta, dan uang saat pembahasan APBD murni 2015  yang diterima di tahun 2014 masing-masing Fraksi sebesar Rp 225 juta.

“Semua Fraksi menerima, kalau tidak menerima pasti sudah rebut,” kata Heri Puji Utami dalam persidangan (Jumat, 29 Juni 2018).

“Saya terima dari Pak Arif sebesar Rp 52,5 juta. Saya lupa, menjelang lebaran (14 Juli 2015) di rumah dinas. Saya sendiri, tidak ada orang. Di ruang tengah masuk sedikit ke dalam. Tidak ada anggota lain.  Saya baru tahu dari Bambang Trioso saat dikonfrontir di KPK kalau pokok-pokok pikiran itu diganti dengan uang. Saya tidak hadir saat rapat,” jawab Slamet dalam sidang, Jumat, 6 Juli 2018

Saksi Slamte juga menjelaskan, setelah uang itu diterima dari Arif Wicaksono, kemuidian malam itu langsung diantarkan ke Suparno sebesar Rp 12.5 juta rupiah, dan keesokan aharinya diserahkan ke dua anggota Fraksinya di gedung Dewan yaitu Een dan Teguh.

“Malan itu saya antarkan ke Pak Suparno dirumahnya, sedangkan 2 anggota lain saya kasihkan besoknya masing-masing 12,5 juta. Saya katakan, ada titipan tambahan THR,” jawab saksi Slamet.

“Adakah Pertemuan dengan Walikota, Wakil Walikota dengan Ketua Dewan meminta uang THR saat mau sidang paripurna?,” tanya JPU KPK. Namun saksi Slamet tetap mengatakan tidak tau dan baru tahu saat dipersidangan.
Wiwik Hendri Astuti (Wakil Ketu)

Sebanyak 45 anggota DPRD Kota Malang periode 2014 - 2015 yang terdiri dari 10 Partai Politik adalah; 1. PDIP (11 orang) Arief Wicaksono (Ketua DPRD/PDI-P), Suprapto, Arief Hermanto, Eka Satriya Gautama, Hadi Susanto, Tutuk Hariyani, Teguh Mulyono, Ec.RB. Priyatmoko Oetomo, Tri Yudiani, Erni Farida, Abdul Hakim (Ketua Komisi B); 2. PKB (6) Zainuddin (Wakil Ketua), Sahrawi, Abd. Rachman, Mulyanto, H.M. Imam Fauzi (Ketua Komisi D), H. Rasmuji;  3. GOLKAR (5 orang) Rahayu Sugiarti (Wakil Ketua), Sukarno, Choeroel Anwar, Ribut Harianto, Bambang Sumarto (Ketua Komis C); 4. DEMOKRAT (5 orang) Wiwik Hendri Astuti (Wakil Ketu), Sulik Lestyowati (Ketua Komisi A),  Hery Subiantono, Indra Tjahyono, Sony Yudiarto; 5. GERINDRA (4 orang) Drs. Salamet, Een. Ambarsar, Teguh Puji Wahyono, Letkol. Purn. Suparno; 6. PAN (4 orang) H. Mohan Katelu, Harun Prasojo, Syaiful Rusdi, H. Subur Triono; 7. HANURA (3 orang) Ya’qud Ananda Gudban, Afdhal Fauza, Ec. Imam Ghozali; 8. PKS (3 orang) Sugiarto, Bambang Triyoso, Choirul Amri; 9. PPP (3 orang) Hj. Heri Pudji Utami (Ketua Fraksi PPP-Nasdem), Syamsul Fajrih, Asia Iriani;  10. NasDem (1 orang) Mohammad Fadli.

Tidak hanya itu. Saat KPK pun menetapkan dan “menyeret” Moch. Anton selaku Wali Kota Malang ke persidangan di Pengadilan Tipikor Surabaya, juga masih tidak membuat para politikus yang duduk di kursi Dewan yang terhormat itu tidak mengakui kalau sudah menerima uang Pokir, uang sampah dan uang pembahasan APBD murni.

Dari 45 oarang anggota DPRD itu, 19 orang sudah ditetapkan menjadi tersangka/terdakwa mulai dari Ketua, 3 Wakil, 4 Ketua Komisi dan 8 Ketua Fraksi serta 3 anggota dewan yang tidak menduduki jabatan.

Ke- 19 orang anggota DPRD yang terdiri dari Ketua dan 3 Wakil Ketua, adalah 1. Arief Wicaksono Ketua DPRD Kota Malang (PDIP), sudah divonis 5 tahun penjara; 2. HM. Zainudin (Wakil Ketua/PKB; 3. Wiwik Heri Astuti (Wakil Ketua/Partai Demokrat); 4. Rahayu Sugiarti (Wakil Ketua/Partai Golkar);

4 orang Ketua Komisi yaitu 1. Sulik Lestyowati (Ketua Komisi A/Demokrat); 2. Abdul Hakim (Ketua Komis B/PDIP, kemudian menjabat sebagai Ketua DPRD menggantikan Moch. Arif Wicaksono; 3. Bambang Sumarto (Ketua Komisi C/Golkar); 4. Imam Fauzi (Ketua Komisi D/PKB);

8 Ketua Fraksi diantaranya 1. Heri Puji Utami (Ketua Fraksi PPP-Nasdem; 2. Suprapto (Ketua Fraksi PDIP); 3. Sahrawi (Ketua Fraksi PKB); 4. Sukarno (Ketua Fraksi Golkar); 5. Mohan Katelu (Ketua Fraksi PAN); 6. Heri Subianto  (Ketua Fraksi Demokrat); 7. Yaqud Ananda Qudban (Ketua Fraksi Hanura-PKS) dan 8. Salamet (Ketua Fraksi Gerindra).

Serta 3 tersangka lainnya tidak menduduki jabatan yakni  1. Tri Yudiani (Fraksi PDIP); 2. Syaiful Rusdi  (Fraksi PAN); 3. Abdul Rachman (Fraksi PKB);
 Yang lebih anehnya lagi, saat KPK pun menetapkan 18 anggota DPRD Malang menjadi tersangka dan dihadirkan sebagai saksi untuk terdakwa Moch. Anton di persidangan, masih mengatakan tidak menerima uang Pokir, uang sampah dan uang pembahasan APBD murni, seperti yang disampaikan beberapa orang saksi termasuk calon Wali Kota Malang namun akhirnya kalah dalam Pilda yang berlangsung pada Rabu, 27 Juni 2018, yaitu Yaqud Ananda Qudban, Sony Yudiarto (Demokrat) dan Indra Tjahyono (Demokrat) dalam persidangan, Jumat, 13 Juli 2018.

Dalam persidangan yang berlangsung di ruang sidang Candra Pengadilan Tipikor Surabaya, pada  Jumat, 13 Juli 2018 dengan agenda mendengarkan keterangan 9 orang saksi untuk terdakwa Moch. Anton yang dihadirkan JPU KPK diantaranya 6 saksi yang saat ini menjadi tersangka yaitu Heri Subianto  (Ketua Fraksi Demokrat), Rahayu Sugiarti (Wakil Ketua DPRD/Partai Golkar), Wiwik Heri Astuti (Wakil Ketua DPRD Kota Malang/Partai Demokrat), HM. Zainudin sebagai Wakil Ketua DPRD Kota Malang/PKB, Sulik Lestyowati (Ketua Komisi A/Partai Demokrat), Yaqud Ananda Qudban (Ketua Fraksi Hanura-PKS), dan saksi lainnya adalah Sony Yudiarto (Demokrat), Indra Tjahyono (Demokrat) serta Umi (istri Moch. Arif Wicaksono).

Kepada Majelis Hakim yang diketuai H.R. Unggul Warso Murti, Yaqud Ananda Qudban mengatakan tidak menerima apa-apa.

“Saya tidak menerima,” kata wanita ini yang memibta namanya jagan disebutkan pada persingan terdahulu dengan memberikan sejumlah uang melalui orang kepercayaannya yang hadir dalam persidangan.

Keterangan wanita yang gagal menjadi Wali Kota Malang di Pilkada 2018 ini tidak jauh beda saat memberikan keterangan sebagai saksi (sebelum ditetapkan menjadi tersangka) untuk terdakwa Arif. Pada hal bukti berupa rekaman percakapan antara Yaqud Ananda Qudban dengan Moch. Anton yang diputar JPU KPK dalam persidangan sangat jelas membicarakan MoU sampah. Namun percakapan itu malah dikatakannya sebagai guyonan (bercanda).

Dan perkataan Dewan yang terhormat ini sempat membuat JPU KPK terutama Majelis Hakim merasa jengkel. Sebab percakapan dianatara penjabat negara dikatakan hanya bercada kepada Majelis Hakim.

Keterangan Yaqud Ananda Qudban juga sama dengan keterangan saksi Sulik Lestyowati, Sony Yudiarto dan Indra Tjahyono.

Sementara keterangan Heri Subianto sempat mengatakan tidak menerima, namun akhirnya mengakui menerima sebesar Rp 42.5 juta, dan uang itu pun dibagi-bagikannya ke anggota Fraksinya masing-masing sebesar Rp 10 juta, sementara untuk dirinya sebanyak Rp 12.5 juta.

“Waktu itu menjelang lebaran, saya lupa tanggal berapa. Saya terima dari Bu Umi Empat pulu Dua juta Lima ratus (Rp 42.500.000). Saya bagikan masing-masing Sepuluh, saya Dua belas setengah,” kata Heri Subianto kepada Majelis Hakim.

Dalam persidangan kali ini ada hal baru yang terungkap, yakni peran istri Ketua DPRD Moch. Arif Wicaksono, Umi. Dari keterangan Heri Subianto maupun Arif Wicaksono mengatakan bahwa dia (Umi) ikut membagi-bagikan uang pokir itu ke anggota Dewan, namun Umi tidak mengakuinya.

“Dari keterangan beberapa saksi termasuk Pak Arif (Arif Wicaksono) mengatakan bahwa saudara ikut membagikan,” kata JPU KPK Arif kepada saksi.

“Saya tidak ikut,” kata saksi. kata tidak ikut pun terucap hingga beberapa kali.

Ketidak jujuran para saksi ini sepertinya tidak maslah buat JPU KPK, sebab beberapa bukti dan keterangan saksi-saksi sudah “dikantongi” JPU KPK sendiri. “Tinggal menunggu Waktunya saja mungkin”.


Usai persidangan, JPU KPK Arif Suhermanto kepada media ini magatakan, bahwa keterangan para saksi sama dengan keterangannya pada saat persidangan sebelumnya. JPU KPK Arif menambahkan, masih ada Dua saksi yang akan dihadirkan dari pihak eksekutif.

“Keterangannya sama dengan sidang sebelumnya, nggak ada yang beda. Untuk sidang berikutnya masih ada ada saksi dari pihak eksekutif termasuk Wakil Wali Kota dan dari Dinas,” ucap JPU KPK Arif.  (Rd1)                           

Posting Komentar

Tulias alamat email :

 
Top