“Saudara Jaksa, silahkan dalami keterangan saksi ini,” perintah Majelis Hakim (anggota) Dr. Lufsiana kepada JPU KPK.
Ke- 4 anggota DPRD itu adalah 3 dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjungan (PDIP), yaitu Darwanto, Suliat, Yunus Supryitno dan Moch. Harun Fraksi Gerindra. Anggota DPRD Kota Mojokerto ini dihadirkan JPU KPK Budi Nugroho, Iskandar Marwanto, Muhammad Riduwan, Arin karniasari, Tito Jaelani dan Tri Anggoro Mukti sebagai saksi di persidangan untuk terdakwa Mas’ud Yunus selaku Wali Kota (nonaktif) Mojokerto dalam perkara Tindak Pidana Korupsi (TPK) suap pembahasan APBD Kota Mojokerto Tahun Anggaran (TA) 2017.
Kasus yang menyeret terdakwa Mas’ud Yunus selaku Wali Kota Mojokerto ini, bermula saat KPK melakukan Tangkap Tangan terhadap Wiwiet Febriyanto selaku Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kota Mojokerto, bersama Purnomo (Ketua DPRD Kota Mojokerto), Umar Faruq (Wakil Ketua Kota Mojokerto) dan Abdullah Fanani (Wakil Ketua Kota Mojokerto) dengan barang bukti (BB) berupa uang sebesar Rp 150 juta dan 300 juta pada Sabtu, 16 Juni 2017 tahun lalu.
Wiwiet Febriyanto, Purnomo, Umar Faruq dan Abdullah Fanani tertangkap tangan KPK karena diketahui, Wiwiet Febriyanto meberikan uang suap terhadap 3 pimpinan Dewan yang terhormat di Kota Mojokerto itu yang bersumber dari persentase atas pelaksanaan anggaran di Dinas PUPR pada program pembangunan infrastruktur pedesaan dengan nama kegiatan penataan lingkungan pemukiman penduduk pedesaan (Penling), dan program jaring aspirasi masyarakat atau (Jasmas) sejumlah Rp26 millyar, serta tambahan fee setip tahun yang besarnya Rp65 juta untuk masing-masing anggota, Rp70 juta untuk Wakil Ketua dan Rp80 juta untuk Ketua DPRD Kota Mojokerto dengan realisasi per triwulan, agar para Dewan yang terhormat itu memperlancar pembahasan Perubahan APBD Kota Mojokerto TA 2017.
Apa yang diperintahkan Majelis Hakim ini terhadap JPU KPK bukan tidak beralasan. Sebab, Keterangan Darwanto, Suliat, Yunus Supryitno dan Moch. Harun selaku anggota DPRD Kota Mojokerto ini yang diucapakan dihadapan Majelis Hakim dan dibawah sumpah, adalah “berbohong” alias tidak mengakui bahwa uang yang diterimanya dari Wali Kota Mojokerto melalui Wiwiet Febriyanto selaku Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kota Mojokerto (sudah divonis) ke pimpinan DPRD Kota Mojokerto, yaitu Purnomo (Ketua DPRD Kota Mojokerto), Umar Faruq (Wakil Ketua Kota Mojokerto) dan Abdullah Fanani (Wakil Ketua Kota Mojokerto), ketiganya juga sudah divonis bersalah dan dipidana penjara masing-masing 4 tahun pada tahun lalu. Dan uang itu dibagikan ke 22 orang anggota DPRD Mojokerto periode 2014 - 2019 agar menyetujui pembasahasan anggaran TA 2017 yang pembahasannya pada tahun 2016 di sebuah Hotel di Trawas.
Dalam persidangan yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Dede Suryana pada Selasa, 21 Agustus 2018, JPU KPK menghadirkan 8 orang saksi dari DPRD Kota Mojokerto yang berlangsung dalam 2 session, yaitu Darwanto (Fraksi PDIP), Suliat (Fraksi PDIP), Yunus Supryitno (Fraksi PDIP) dan Moch. Harun dari Fraksi Gerindra (session I), sedangkan session ke- II adalah Dwi Edwin Indrapraja selaku Ketua Fraksi Gerindra, Febriana Meldyawati (Fraksi PDIP), Gusti Patmawati (Fraksi PDIP) dan Ita Primaria Lestari (Fraksi Gerindra).
Dalam sidang session pertama inilah, saksi Darwanto, Suliat, Yunus Supryitno dan Moch. Harun dengan percaya diri mengatakan kepada Majelis Hakim, bahwa uang yang diterimaya itu tidak berkaitan dengan kewenangannya selaku anggota DPRD Kota Mojokerto dalam pembahasan APBD Kota Mojokerto TA 2017.
Atas keterangan Dewan yang terhormat ini, Ketua Majelis Hakim Dede Suryaman dan 2 Hakim anggota kembali bertanya dengan tegas, agar para politikus ini mengakui dengan jujur, namun tak satu pun dari keempat anggoat DPRD ini mengakuinya.
“Itu hak suadara mau berkata apa. Kalau sudah didalami repot. Tapi saudara lebih baik terus terang,” kata Majelis Hakim. Namun para politikus ini tetap tidak “jujur”.
“Apakah uang itu supaya saudara tidak menggunakan fungsi pengawasan saudara?,” tanya Majelis Hakim ke satu per satu saksi. Namun saksi dengan “sepakat” menjawab “tidak”.
“Tidak.Saya tetap menggunakan hak saya,” kata keempat saksi.
“Jadi begitu ada, langsung caplok ya?,” tanya Ketua Majelis Hakim Dede sedikit jengkel. Kemapat saksi ini pun tak menjawab.
JPU KPK pun kembali menanyakan saksi terkait uang yang diterimanya. “Apakah uang yang saudara terima itu sah ? ada nggak kwitansinya ?,” tanya JPU KPK Budi
“”Nggak sah, dan sudah dikembalikan,” jawab saksi.
Uang yang diterima Darwanto sebesar Rp15 juta, Suliat Rp60 juta , Yunus Supryitno Rp10 juta dan Moch. Harun Rp50 juta. Dan uang itu pun sudah dikembalikan ke KPK. Namun, apakah degan dikembalikannya uang “suap” itu akan menghilangkan perbuatannya yang “melanngar hukum” ?. Atau akan “bernasib” sama dengan 18 anggota DPRD Kota Malang yang juga menerima uang “suap” saat pembahasan Perubahan APBD Kota Malang Tahun 2015 yang saat ini sudah disidangkan di Pengadilan Tipikor Suarabaya ?
Sementara pada sidang session ke- II, JPU KPK menghadirkan saksi Dwi Edwin Indrapraja selaku Ketua Fraksi Gerindra, Febriana Meldyawati (Fraksi PDIP), Gusti Patmawati (Fraksi PDIP) dan Ita Primaria Lestari (Fraksi Gerindra), sementara saksi Darwanto, Suliat, Yunus Supryitno dan Moch. Harun tetap berada diruang sidang dan duduk dibelakang saksi Dwi Edwin Indrapraja dkk.
Dihadapan Majelis Hakim, saksi Dwi Edwin Indrapraja dengan berterus terang menjelaskan tentang adanya permintaan DPRD Kota Mojokerto kepada Wali Kota Mas’ud Yunus, terkait “tambahan penghasilan” bagi masing-masing anggota maupun pimpinan DPRD yang disebut dengan istilah “7 Sumur” sebesar Rp60 per tahun.
“Apakah istilah Tujuh Sumur itu maksudnya 7 kali pembahasan termasuk LPJ Wali Kota ?,” tanya Ketua Majelis Hakim.
“Ya mungkin begitu,” jawab saksi Dwi Edwin Indrapraja
Dalam persidangan yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Dede Suryana pada Selasa, 21 Agustus 2018, JPU KPK menghadirkan 8 orang saksi dari DPRD Kota Mojokerto yang berlangsung dalam 2 session, yaitu Darwanto (Fraksi PDIP), Suliat (Fraksi PDIP), Yunus Supryitno (Fraksi PDIP) dan Moch. Harun dari Fraksi Gerindra (session I), sedangkan session ke- II adalah Dwi Edwin Indrapraja selaku Ketua Fraksi Gerindra, Febriana Meldyawati (Fraksi PDIP), Gusti Patmawati (Fraksi PDIP) dan Ita Primaria Lestari (Fraksi Gerindra).
Dalam sidang session pertama inilah, saksi Darwanto, Suliat, Yunus Supryitno dan Moch. Harun dengan percaya diri mengatakan kepada Majelis Hakim, bahwa uang yang diterimaya itu tidak berkaitan dengan kewenangannya selaku anggota DPRD Kota Mojokerto dalam pembahasan APBD Kota Mojokerto TA 2017.
Atas keterangan Dewan yang terhormat ini, Ketua Majelis Hakim Dede Suryaman dan 2 Hakim anggota kembali bertanya dengan tegas, agar para politikus ini mengakui dengan jujur, namun tak satu pun dari keempat anggoat DPRD ini mengakuinya.
“Itu hak suadara mau berkata apa. Kalau sudah didalami repot. Tapi saudara lebih baik terus terang,” kata Majelis Hakim. Namun para politikus ini tetap tidak “jujur”.
“Apakah uang itu supaya saudara tidak menggunakan fungsi pengawasan saudara?,” tanya Majelis Hakim ke satu per satu saksi. Namun saksi dengan “sepakat” menjawab “tidak”.
“Tidak.Saya tetap menggunakan hak saya,” kata keempat saksi.
“Jadi begitu ada, langsung caplok ya?,” tanya Ketua Majelis Hakim Dede sedikit jengkel. Kemapat saksi ini pun tak menjawab.
JPU KPK pun kembali menanyakan saksi terkait uang yang diterimanya. “Apakah uang yang saudara terima itu sah ? ada nggak kwitansinya ?,” tanya JPU KPK Budi
“”Nggak sah, dan sudah dikembalikan,” jawab saksi.
Uang yang diterima Darwanto sebesar Rp15 juta, Suliat Rp60 juta , Yunus Supryitno Rp10 juta dan Moch. Harun Rp50 juta. Dan uang itu pun sudah dikembalikan ke KPK. Namun, apakah degan dikembalikannya uang “suap” itu akan menghilangkan perbuatannya yang “melanngar hukum” ?. Atau akan “bernasib” sama dengan 18 anggota DPRD Kota Malang yang juga menerima uang “suap” saat pembahasan Perubahan APBD Kota Malang Tahun 2015 yang saat ini sudah disidangkan di Pengadilan Tipikor Suarabaya ?
Sementara pada sidang session ke- II, JPU KPK menghadirkan saksi Dwi Edwin Indrapraja selaku Ketua Fraksi Gerindra, Febriana Meldyawati (Fraksi PDIP), Gusti Patmawati (Fraksi PDIP) dan Ita Primaria Lestari (Fraksi Gerindra), sementara saksi Darwanto, Suliat, Yunus Supryitno dan Moch. Harun tetap berada diruang sidang dan duduk dibelakang saksi Dwi Edwin Indrapraja dkk.
Dihadapan Majelis Hakim, saksi Dwi Edwin Indrapraja dengan berterus terang menjelaskan tentang adanya permintaan DPRD Kota Mojokerto kepada Wali Kota Mas’ud Yunus, terkait “tambahan penghasilan” bagi masing-masing anggota maupun pimpinan DPRD yang disebut dengan istilah “7 Sumur” sebesar Rp60 per tahun.
“Apakah istilah Tujuh Sumur itu maksudnya 7 kali pembahasan termasuk LPJ Wali Kota ?,” tanya Ketua Majelis Hakim.
“Ya mungkin begitu,” jawab saksi Dwi Edwin Indrapraja
Dwi Edwin Endarpraja juga menjelaskan kepada Majelis Hakim atas pertanyaan JPU KPK Arin Karniasri dkk mengatakan, bahwa dirinya mendengar pembicaraan antara Suyitno dengan Wali Kota Mas’ud Yunus saat pertemuan di Hotel Trawas terkait pemberiaan “tambahan penghasilan”.
“Awalnya Triwulan, tapi sudah 5 bulan tidak ada kepastian. Saya duduk tidak jauh, jadi saya bisa dengar,” kata Edwin.
Apa yang dijelakan saksi Dwi Edwin Endarpraja ini tak jauh beda dengan surat dakwaan JPU KPK yang menyatakan, bahwa terdakwa Mas’ud Yunus sejak pembahasan RAPBD TA 2016 telah menyepakati adanya pemberian tambahan penghasilan bagi Pimpinan dan anggota DPRD Kota Mojokerto untuk memperlancar pembahasan APBD TA 2016 dan menyetujui laporan pelaksanaan APBD TA 2016.
Kemudian realisasi pemberian tambahan penghasilan untuk pimpinan dan anggota DPRD kota Mojokerto tersebut, pada bulan November 2015, Maret 2016, Juli 2016, November 2016 dan Desember 2016 hingga mencapai jumlah keseluruhan Rp1.465.000.000 (Satu milliar Empat ratus Enam puluh Lima juta rupiah)
Selain itu, tambahan penghasilan untuk pimpinan dan anggota DPRD Kota Mojokerto tersebut, terdakwa Mas’ud Yunus juga mengetahui adanya pemberian Fee berupa uang dari kegiatan jaring aspirasi masyarakat (JASMAS) dari anggaran di Dinas PUPR pada program pembangunan infrastruktur pedesaan dengan nama kegiatan penataan lingkungan pemukiman penduduk pedesaan (PENLING) tahun 2016 oleh Wiwiet Febriyanto selaku Kepala Dinas PUPR kepada pimpinan dan anggota DPRD Kota Mojokerto secara bertahap, yakni sejak bulan April 2016, Agustus 2016, September 2016 dan Desember 2016 hingga mencapai keseluruhan Rp573 juta
Kemudian pada bulan Desember 2016 bertempat di rumah dinas Walikota, terdakwa bertemu dengan Purnomo, Abdullah Fanani dan Umar Faruq. Dalam pertemuan itu, Tiga pimpinan DPRD Kota Mojokerto itu menanyakan kepada terdakwa tentang kepastian diberikan-nya tambahan penghasilan untuk pimpinan dan anggota DPRD Kota Mojokerto tahun 2017 sejumlah Rp65 juta per tahun, kenaikan tunjangan perumahan serta kepastian diberikan-nya komitmen fee dari kegiatan Jasmas tahun 2017, supaya anggota DPRD Kota Mojokerto tidak mempergunakan fungsi pengawasan dan fungsi penganggaran yang dimilikinya, agar dapat mempercepat pembahasan Perubahan APBD tahun 2017.
Terdakwa Mas’ud Yunus kemudian menyanggupi akan memberikan tambahan penghasilan kepada 22 orang anggota DPRD masing-masing sebesar Rp65 juta, Wakil Ketua masing-masing sebesar Rp70 juta dan Ketua sebesar Rp80 juta per tahun, yang akan diberikan setiap triwulan pada tahun berjalan.
Ke- 22 orang anggota Dewan itu diantaranya ;
1. Dedi Novianto (FPD), 12. Puji Pramono (FPD),
2. Kholid Firdaus Wajdi (FPKS), 13. Moch. Harun (FGerindra)
3. Edy Prayitno (PKS), 14. Raihan Mustafa (FPPP),
4. Gunawan (FPPP), 15. Yuli Veronica (FPAN),
5. Maschur (FPAN), 16. Suryono (FPAN),
6. Aris Satrio Budi (FPAN), 17. Junaidi Malik (Ketua FPKB),
7. Choiroiyaro (FPKB), 18. Soni Basuki Rahardjo (Ketua FGolkar),
8. Ardyah Santy (FGolkar), 19. Anang Wahyudi (FGolkar),
9. Darwanto (FPDIP), 20. Yunus Supryitno (FPDIP),
10. Febriana Meldyawati (FPDIP), 21. Suliat dan Gusti Patmawati (FPDIP),
11. Dwi Edwin. I (Ketua FGerindra) 22. Ita Primaria Lestari (FGerindra).
“Awalnya Triwulan, tapi sudah 5 bulan tidak ada kepastian. Saya duduk tidak jauh, jadi saya bisa dengar,” kata Edwin.
Apa yang dijelakan saksi Dwi Edwin Endarpraja ini tak jauh beda dengan surat dakwaan JPU KPK yang menyatakan, bahwa terdakwa Mas’ud Yunus sejak pembahasan RAPBD TA 2016 telah menyepakati adanya pemberian tambahan penghasilan bagi Pimpinan dan anggota DPRD Kota Mojokerto untuk memperlancar pembahasan APBD TA 2016 dan menyetujui laporan pelaksanaan APBD TA 2016.
Kemudian realisasi pemberian tambahan penghasilan untuk pimpinan dan anggota DPRD kota Mojokerto tersebut, pada bulan November 2015, Maret 2016, Juli 2016, November 2016 dan Desember 2016 hingga mencapai jumlah keseluruhan Rp1.465.000.000 (Satu milliar Empat ratus Enam puluh Lima juta rupiah)
Selain itu, tambahan penghasilan untuk pimpinan dan anggota DPRD Kota Mojokerto tersebut, terdakwa Mas’ud Yunus juga mengetahui adanya pemberian Fee berupa uang dari kegiatan jaring aspirasi masyarakat (JASMAS) dari anggaran di Dinas PUPR pada program pembangunan infrastruktur pedesaan dengan nama kegiatan penataan lingkungan pemukiman penduduk pedesaan (PENLING) tahun 2016 oleh Wiwiet Febriyanto selaku Kepala Dinas PUPR kepada pimpinan dan anggota DPRD Kota Mojokerto secara bertahap, yakni sejak bulan April 2016, Agustus 2016, September 2016 dan Desember 2016 hingga mencapai keseluruhan Rp573 juta
Kemudian pada bulan Desember 2016 bertempat di rumah dinas Walikota, terdakwa bertemu dengan Purnomo, Abdullah Fanani dan Umar Faruq. Dalam pertemuan itu, Tiga pimpinan DPRD Kota Mojokerto itu menanyakan kepada terdakwa tentang kepastian diberikan-nya tambahan penghasilan untuk pimpinan dan anggota DPRD Kota Mojokerto tahun 2017 sejumlah Rp65 juta per tahun, kenaikan tunjangan perumahan serta kepastian diberikan-nya komitmen fee dari kegiatan Jasmas tahun 2017, supaya anggota DPRD Kota Mojokerto tidak mempergunakan fungsi pengawasan dan fungsi penganggaran yang dimilikinya, agar dapat mempercepat pembahasan Perubahan APBD tahun 2017.
Terdakwa Mas’ud Yunus kemudian menyanggupi akan memberikan tambahan penghasilan kepada 22 orang anggota DPRD masing-masing sebesar Rp65 juta, Wakil Ketua masing-masing sebesar Rp70 juta dan Ketua sebesar Rp80 juta per tahun, yang akan diberikan setiap triwulan pada tahun berjalan.
Ke- 22 orang anggota Dewan itu diantaranya ;
1. Dedi Novianto (FPD), 12. Puji Pramono (FPD),
2. Kholid Firdaus Wajdi (FPKS), 13. Moch. Harun (FGerindra)
3. Edy Prayitno (PKS), 14. Raihan Mustafa (FPPP),
4. Gunawan (FPPP), 15. Yuli Veronica (FPAN),
5. Maschur (FPAN), 16. Suryono (FPAN),
6. Aris Satrio Budi (FPAN), 17. Junaidi Malik (Ketua FPKB),
7. Choiroiyaro (FPKB), 18. Soni Basuki Rahardjo (Ketua FGolkar),
8. Ardyah Santy (FGolkar), 19. Anang Wahyudi (FGolkar),
9. Darwanto (FPDIP), 20. Yunus Supryitno (FPDIP),
10. Febriana Meldyawati (FPDIP), 21. Suliat dan Gusti Patmawati (FPDIP),
11. Dwi Edwin. I (Ketua FGerindra) 22. Ita Primaria Lestari (FGerindra).
Sedangkan berkenan dengan komitmen fee untuk kegiatan Jasmas tahun 2017, terdakwa pada awalnya menjanjikan 4 persen dari nilai kegiatan Jasmas. Namun untuk memastikannya, terdakwa selanjutnya memanggil Wiwiet Febryanto, yang kemudian di sepakati akan memberikan komitmen fee kegiatan Jasmas senilai 7 - 8 persen dari nilai anggaran Rp26b miliar.
Sementara saksi Dwi Edwin Indrapraja menjelaskan kepada Majelis Hakim, bahwa fee kegiatan Jasmas belum terlaksana. Menurut saksi, bahwa fee yang semula 8 persen namun turun hingga 5 persen dan belum terlaksana.
Seperti yang diberitakan sebelumnya. Terdakwa Mas’ud Yunus selaku Wali Kota Mojokerto periode 2013 sampai dengan 2018, bersama-sama dengan Wiwiet Febryanto selaku Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Rumah (Kadis PUPR) Kota Mojokerto, pada sekitar bulan Desember 2016, Senin tanggal 5 Juni 2017, Sabtu tanggal 10 Juni 2017, dan Jumat tanggal 16 juni 2017 bertempat di rumah dinas Walikota Mojokerto Jalan Hayam Wuruk Nomor 51 Mojokerto, di parkiran Restoran Mc Donald Jalan Sepanjang Geluran Sidoarjo, di rumah PAN Jalan Kyai Hasyim Mansyur Nomor 13 Kelurahan Gedongan Kecamatan Magersari Mojokerto, telah memberi atau menjanjikan sesuatu yaitu uang sejumlah Rp150 juta dan Rp300 juta sebagai realisasi pemberian janji tambahan penghasilan bagi Pimpinan dan anggota DPRD Kota Mojokerto, yaitu Purnomo, Umar Faruq dan Abdulah Fanani yangg masing-masing selaku pimpinan DPRD Kota Mojokerto, yang kemudian uang tersebut dibagikan kepada 22 anggota DPRD kota Mojokerto periode 2014-2019 lainnya dengan maksud, agar DPR Kota Mojokerto memperlancar pembahasan dan menyetujui laporan pelaksanaan anggaran pendapatan belanja daerah (APBD) Dinas PUPR Tahun Anggaran (TA) 2017 maupun memperlancar pembahasan Perubahan (PAPBD) tahun 2017.
Oleh KPK, perbuatan itu bertentangan dengan kewajibannya sebagaimana diatur dalam Undang-Undang RI Nomor 17 Tahun 2014 Tentang MPR, DPD, DPR dan DPRD sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 42 tahun 2014 tentang perubahan atas UU RI Nomor 17 tahun 2014 tentang MPR, DPD, DPR dan DPRD, selain itu juga diataur dalam UU RI Nomor 28 tahun 1991 tentang penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN) serta peraturan DPRD Kota Mojokerto Nomor 1 Tahun 2014 tentang tata tertib DPRD Kota Mojokerto, dan perubahan tata tertib DPRD Kota Mojokerto Nomor 2 Tahun 2014 tentang kode etik DPRD Kota Mojokerto yang dilakukan sebagai berikut;
Terdakwa Mas’ud Yunus sejak pembahasan RAPBD TA 2016 telah menyepakati adanya pemberian tambahan penghasilan bagi Pimpinan dan anggota DPRD Kota Mojokerto untuk memperlancar pembahasan APBD TA 2016 dan menyetujui laporan pelaksanaan APBD TA 2016. Terdakwa Mas’ud Yunus merealisasikan pemberian tambahan penghasilan untuk pimpinan dan anggota DPRD kota Mojokerto tersebut, dari bulan November 2015, Maret 2016, Juli 2016, November 2016 dan Desember 2016 hingga mencapai jumlah keseluruhan Rp1.465.000.000 (Satu milliar Empat ratus Enam puluh Lima juta rupiah).
Terdakwa Mas’ud Yunus telah merealisasikan tambahan penghasilan untuk pimpinan dan anggota DPRD Kota Mojokerto tersebut, juga mengetahui adanya pemberian Fee berupa uang dari kegiatan jaring aspirasi masyarakat (JASMAS) dari anggaran di Dinas PUPR pada program pembangunan infrastruktur pedesaan dengan nama kegiatan penataan lingkungan pemukiman penduduk pedesaan (PENLING) tahun 2016 oleh Wiwiet Febriyanto selaku Kepala Dinas PUPR kepada pimpinan dan anggota DPRD Kota Mojokerto secara bertahap, yakni sejak bulan April 2016, Agustus 2016, September 2016 dan Desember 2016 hingga mencapai keseluruhan Rp573 juta
Terdakwa Mas’ud Yunus selanjutnya pada bulan Desember 2016, bertempat di rumah dinas Walikota bertemu dengan Purnomo, Abdullah Fanani dan Umar Faruq. Dalam pertemuan itu, Tiga pimpinan DPRD Kota Mojokerto itu menanyakan kepada terdakwa tentang kepastian diberikan-nya tambahan penghasilan untuk pimpinan dan anggota DPRD Kota Mojokerto tahun 2017 sejumlah Rp65 juta per tahun, kenaikan tunjangan perumahan serta kepastian diberikan-nya komitmen fee dari kegiatan Jasmas tahun 2017, supaya anggota DPRD Kota Mojokerto tidak mempergunakan fungsi pengawasan dan fungsi penganggaran yang dimilikinya, agar dapat mempercepat pembahasan Perubahan APBD tahun 2017.
Terdakwa Mas’ud Yunus kemudian menyanggupi akan memberikan tambahan penghasilan kepada 22 orang anggota DPRD masing-masing sebesar Rp65 juta, Wakil Ketua masing-masing sebesar Rp70 juta dan Ketua sebesar Rp80 juta per tahun, yang akan diberikan setiap triwulan pada tahun berjalan. Sedangkan berkenan dengan komitmen fee untuk kegiatan Jasmas tahun 2017, terdakwa pada awalnya menjanjikan 4 persen dari nilai kegiatan Jasmas. Namun untuk memastikannya, terdakwa selanjutnya memanggil Wiwiet Febryanto, yang kemudian di sepakati akan memberikan komitmen fee kegiatan Jasmas senilai 7 - 8 persen dari nilai anggaran Rp26b miliar.
Pada bulan Februari 2017, bertempat di apartemen Kelapa Gading Jakarta Utara, pada saat kegiatan PDIP, terdakwa Mas’ud Yunus bertemu dengan Purnomo. Dalam pertemuan itu, membicarakan perihal kepastian realisasi pemberian tambahan penghasilan yang akan diberikan kepada anggota DPRD Kota Mojokerto, pada saat itu menyetujui permintaan Purnomo. Namun tidak bisa segera memberikan dan meminta anggota DPRD untuk untuk “tiarap” terlebih dahulu.
Sementara saksi Dwi Edwin Indrapraja menjelaskan kepada Majelis Hakim, bahwa fee kegiatan Jasmas belum terlaksana. Menurut saksi, bahwa fee yang semula 8 persen namun turun hingga 5 persen dan belum terlaksana.
Seperti yang diberitakan sebelumnya. Terdakwa Mas’ud Yunus selaku Wali Kota Mojokerto periode 2013 sampai dengan 2018, bersama-sama dengan Wiwiet Febryanto selaku Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Rumah (Kadis PUPR) Kota Mojokerto, pada sekitar bulan Desember 2016, Senin tanggal 5 Juni 2017, Sabtu tanggal 10 Juni 2017, dan Jumat tanggal 16 juni 2017 bertempat di rumah dinas Walikota Mojokerto Jalan Hayam Wuruk Nomor 51 Mojokerto, di parkiran Restoran Mc Donald Jalan Sepanjang Geluran Sidoarjo, di rumah PAN Jalan Kyai Hasyim Mansyur Nomor 13 Kelurahan Gedongan Kecamatan Magersari Mojokerto, telah memberi atau menjanjikan sesuatu yaitu uang sejumlah Rp150 juta dan Rp300 juta sebagai realisasi pemberian janji tambahan penghasilan bagi Pimpinan dan anggota DPRD Kota Mojokerto, yaitu Purnomo, Umar Faruq dan Abdulah Fanani yangg masing-masing selaku pimpinan DPRD Kota Mojokerto, yang kemudian uang tersebut dibagikan kepada 22 anggota DPRD kota Mojokerto periode 2014-2019 lainnya dengan maksud, agar DPR Kota Mojokerto memperlancar pembahasan dan menyetujui laporan pelaksanaan anggaran pendapatan belanja daerah (APBD) Dinas PUPR Tahun Anggaran (TA) 2017 maupun memperlancar pembahasan Perubahan (PAPBD) tahun 2017.
Oleh KPK, perbuatan itu bertentangan dengan kewajibannya sebagaimana diatur dalam Undang-Undang RI Nomor 17 Tahun 2014 Tentang MPR, DPD, DPR dan DPRD sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 42 tahun 2014 tentang perubahan atas UU RI Nomor 17 tahun 2014 tentang MPR, DPD, DPR dan DPRD, selain itu juga diataur dalam UU RI Nomor 28 tahun 1991 tentang penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN) serta peraturan DPRD Kota Mojokerto Nomor 1 Tahun 2014 tentang tata tertib DPRD Kota Mojokerto, dan perubahan tata tertib DPRD Kota Mojokerto Nomor 2 Tahun 2014 tentang kode etik DPRD Kota Mojokerto yang dilakukan sebagai berikut;
Terdakwa Mas’ud Yunus sejak pembahasan RAPBD TA 2016 telah menyepakati adanya pemberian tambahan penghasilan bagi Pimpinan dan anggota DPRD Kota Mojokerto untuk memperlancar pembahasan APBD TA 2016 dan menyetujui laporan pelaksanaan APBD TA 2016. Terdakwa Mas’ud Yunus merealisasikan pemberian tambahan penghasilan untuk pimpinan dan anggota DPRD kota Mojokerto tersebut, dari bulan November 2015, Maret 2016, Juli 2016, November 2016 dan Desember 2016 hingga mencapai jumlah keseluruhan Rp1.465.000.000 (Satu milliar Empat ratus Enam puluh Lima juta rupiah).
Terdakwa Mas’ud Yunus telah merealisasikan tambahan penghasilan untuk pimpinan dan anggota DPRD Kota Mojokerto tersebut, juga mengetahui adanya pemberian Fee berupa uang dari kegiatan jaring aspirasi masyarakat (JASMAS) dari anggaran di Dinas PUPR pada program pembangunan infrastruktur pedesaan dengan nama kegiatan penataan lingkungan pemukiman penduduk pedesaan (PENLING) tahun 2016 oleh Wiwiet Febriyanto selaku Kepala Dinas PUPR kepada pimpinan dan anggota DPRD Kota Mojokerto secara bertahap, yakni sejak bulan April 2016, Agustus 2016, September 2016 dan Desember 2016 hingga mencapai keseluruhan Rp573 juta
Terdakwa Mas’ud Yunus selanjutnya pada bulan Desember 2016, bertempat di rumah dinas Walikota bertemu dengan Purnomo, Abdullah Fanani dan Umar Faruq. Dalam pertemuan itu, Tiga pimpinan DPRD Kota Mojokerto itu menanyakan kepada terdakwa tentang kepastian diberikan-nya tambahan penghasilan untuk pimpinan dan anggota DPRD Kota Mojokerto tahun 2017 sejumlah Rp65 juta per tahun, kenaikan tunjangan perumahan serta kepastian diberikan-nya komitmen fee dari kegiatan Jasmas tahun 2017, supaya anggota DPRD Kota Mojokerto tidak mempergunakan fungsi pengawasan dan fungsi penganggaran yang dimilikinya, agar dapat mempercepat pembahasan Perubahan APBD tahun 2017.
Terdakwa Mas’ud Yunus kemudian menyanggupi akan memberikan tambahan penghasilan kepada 22 orang anggota DPRD masing-masing sebesar Rp65 juta, Wakil Ketua masing-masing sebesar Rp70 juta dan Ketua sebesar Rp80 juta per tahun, yang akan diberikan setiap triwulan pada tahun berjalan. Sedangkan berkenan dengan komitmen fee untuk kegiatan Jasmas tahun 2017, terdakwa pada awalnya menjanjikan 4 persen dari nilai kegiatan Jasmas. Namun untuk memastikannya, terdakwa selanjutnya memanggil Wiwiet Febryanto, yang kemudian di sepakati akan memberikan komitmen fee kegiatan Jasmas senilai 7 - 8 persen dari nilai anggaran Rp26b miliar.
Pada bulan Februari 2017, bertempat di apartemen Kelapa Gading Jakarta Utara, pada saat kegiatan PDIP, terdakwa Mas’ud Yunus bertemu dengan Purnomo. Dalam pertemuan itu, membicarakan perihal kepastian realisasi pemberian tambahan penghasilan yang akan diberikan kepada anggota DPRD Kota Mojokerto, pada saat itu menyetujui permintaan Purnomo. Namun tidak bisa segera memberikan dan meminta anggota DPRD untuk untuk “tiarap” terlebih dahulu.
JPU KPK menyatakan, terdakwa Mas’ud Yunus dan Wiwiet Febriyanto sampai dengan bulan Mei 2017 belum merealisasikan janji pemberian tambahan penghasilan sebesar Rp65 juta per tahun maupun komitmen fee 7 - 8% dari kegiatan Jasmas tahun 2017 kepada DPRD Kota Mojokerto. Pada hal Terdakwa Mas’ud Yunus dan Wiwiet Febryanto mengetahui adanya permasalahan berkenaan dengan APBD TA 2017, yaitu; a. Adanya penundaan sebagian kegiatan di Dinas PUPR TA 2017 pada kegiatan Penling sebesar Rp13 miliar. Hal ini mengakibatkan berkurangnya anggaran kegiatan Penling dari sejumlah Rp38.568 milliar menjadi Rp25.568 juta yang berpotensi pada berkurangnya jatah kegiatan Jasmas anggota DPRD Kota Mojokerto.
Selain itu, adanya kekeliruan penganggaran pembangunan gedung Politeknik Elektronika Negeri Surabaya (PENS) di Mojokerto yang telah dianggarkan dalam anggaran dinas PUPR Tahun TA 2017 sebesar sebesar Rp13.0096.913.000 karena dicantumkan dalam mata anggaran belanja modal. Pada hal supaya gedung PENS dapat dihibahkan, seharusnya penganggarannya dicantumkan dalam mata anggaran belanja barang dan jasa
Dengan adanya permasalahan tersebut serta belum direalisasikannya janji pemberian tambahan penghasilan dan fee kegiatan Jasmas tahun 2017, Terdakwa Mas’ud Yunus yang menginginkan agar pimpinan dan anggota DPRD Kota Mojokerto, tidak mempergunakan fungsi pengawasan dan penganggaran yang dimilikinya, yang dapat menghambat pelaksanaan APBD Dinas PUPR maupun menghambat pembahasan Perubahan APBD TA 2017.
Pada hari Selasa, tanggal 5 Juni 2017 bertempat di rumah dinas Walikota, pada saat Purnomo, Abdulah Fanani dan Umar Faruq menanyakan kepastian realisasi tambahan penghasilan sebesar Rp65 juta per tahun maupun komitmen fee kegiatan Jasmas tahun 2017, terdakwa kemudian menyanggupinya. Pada pertemuan tersebut, Terdakwa Mas’ud Yunus memanggil Wiwiet Febriyanto untuk merealisasikan janji pemberian uang komitmen fee kegiatan Jasmas, dan triwulan serta meminta Wiwiet Febriyanto untuk membicarakan hal itu dengan pimpinan DPRD.
Menindaklanjuti arahan Terdakwa Mas’ud Yunus, pada keesokan harinya Wiwiet Febriyanto datang menemui Purnomo dan Abdullah Fanani di kantor DPRD untuk membicarakan mengenai rencana realisasi uang tambahan penghasilan yang akan diberikan per triwulan, serta uang komitmen fee kegiatan Jasms, Purnomo dan Abdullah Fanani meminta agar Wiwiet Febriyanto segera merealisasikan tambahan penghasilan untuk 2 triwulan pertama, yakni sejumlah Rp790 juta dan meminta diberikan terlebih dahulu komitmen fee kegiatan Jasmas sejumlah Rp500 juta menjelang hari raya Idul Fitri. Atas permintaan tersebut, wiwiet Febriyanto menyanggupi akan memberikan terlebih dahulu komitmen fee kegiatan jasma sejumlah Rp500 juta.
Wiwiet Febriyanto kemudian meminta uang kepada Irfan Dwi Cahyanto alias Ipang selaku Direktur CV Bintang Persada, dan Dodi Setiawan selaku Direktur Operasional PT. Indo Jaya Sejahtera yang merupakan rekanan di Dinas PUPR, akan dikompensasikan dengan pekerjaan yang akan dianggarkan pada APBD Perubahan tahun 2017.
Pada dini hari tanggal 10 Juni 2017, kemudian bertempat di parkiran KFC Jalan Adityawarman depan Surabaya Town Square, Wiwiet Febriyanto menerima penyerahan uang dari Irfan Dwi Cahyanto alias Ipang dan Dodi Setiawan sebesar Rp380 juta. Kemudian sekitar pukul 10.00 WIB, bertempat di parkiran Restoran Mc Donald Jalan Panjang Kelurahan Sidoarjo, menyerahkan uang sejumlah Rp150 juta kepada Purnomo sebagai realisasi komitmen fee, dan kegiatan dengan mengatakan, bahwa sisanya sejumlah Rp350 juta akan diberikan oleh Wiwiet Febriyanto pada pertengahan Juni 2017.
JPU KPK Membeberkan Cara Pembagian Uang Oleh Ketua DPRD Kepada Anggotanya
Selain itu, adanya kekeliruan penganggaran pembangunan gedung Politeknik Elektronika Negeri Surabaya (PENS) di Mojokerto yang telah dianggarkan dalam anggaran dinas PUPR Tahun TA 2017 sebesar sebesar Rp13.0096.913.000 karena dicantumkan dalam mata anggaran belanja modal. Pada hal supaya gedung PENS dapat dihibahkan, seharusnya penganggarannya dicantumkan dalam mata anggaran belanja barang dan jasa
Dengan adanya permasalahan tersebut serta belum direalisasikannya janji pemberian tambahan penghasilan dan fee kegiatan Jasmas tahun 2017, Terdakwa Mas’ud Yunus yang menginginkan agar pimpinan dan anggota DPRD Kota Mojokerto, tidak mempergunakan fungsi pengawasan dan penganggaran yang dimilikinya, yang dapat menghambat pelaksanaan APBD Dinas PUPR maupun menghambat pembahasan Perubahan APBD TA 2017.
Pada hari Selasa, tanggal 5 Juni 2017 bertempat di rumah dinas Walikota, pada saat Purnomo, Abdulah Fanani dan Umar Faruq menanyakan kepastian realisasi tambahan penghasilan sebesar Rp65 juta per tahun maupun komitmen fee kegiatan Jasmas tahun 2017, terdakwa kemudian menyanggupinya. Pada pertemuan tersebut, Terdakwa Mas’ud Yunus memanggil Wiwiet Febriyanto untuk merealisasikan janji pemberian uang komitmen fee kegiatan Jasmas, dan triwulan serta meminta Wiwiet Febriyanto untuk membicarakan hal itu dengan pimpinan DPRD.
Menindaklanjuti arahan Terdakwa Mas’ud Yunus, pada keesokan harinya Wiwiet Febriyanto datang menemui Purnomo dan Abdullah Fanani di kantor DPRD untuk membicarakan mengenai rencana realisasi uang tambahan penghasilan yang akan diberikan per triwulan, serta uang komitmen fee kegiatan Jasms, Purnomo dan Abdullah Fanani meminta agar Wiwiet Febriyanto segera merealisasikan tambahan penghasilan untuk 2 triwulan pertama, yakni sejumlah Rp790 juta dan meminta diberikan terlebih dahulu komitmen fee kegiatan Jasmas sejumlah Rp500 juta menjelang hari raya Idul Fitri. Atas permintaan tersebut, wiwiet Febriyanto menyanggupi akan memberikan terlebih dahulu komitmen fee kegiatan jasma sejumlah Rp500 juta.
Wiwiet Febriyanto kemudian meminta uang kepada Irfan Dwi Cahyanto alias Ipang selaku Direktur CV Bintang Persada, dan Dodi Setiawan selaku Direktur Operasional PT. Indo Jaya Sejahtera yang merupakan rekanan di Dinas PUPR, akan dikompensasikan dengan pekerjaan yang akan dianggarkan pada APBD Perubahan tahun 2017.
Pada dini hari tanggal 10 Juni 2017, kemudian bertempat di parkiran KFC Jalan Adityawarman depan Surabaya Town Square, Wiwiet Febriyanto menerima penyerahan uang dari Irfan Dwi Cahyanto alias Ipang dan Dodi Setiawan sebesar Rp380 juta. Kemudian sekitar pukul 10.00 WIB, bertempat di parkiran Restoran Mc Donald Jalan Panjang Kelurahan Sidoarjo, menyerahkan uang sejumlah Rp150 juta kepada Purnomo sebagai realisasi komitmen fee, dan kegiatan dengan mengatakan, bahwa sisanya sejumlah Rp350 juta akan diberikan oleh Wiwiet Febriyanto pada pertengahan Juni 2017.
JPU KPK Membeberkan Cara Pembagian Uang Oleh Ketua DPRD Kepada Anggotanya
Setelah menerima uang sejumlah Rp150 juta dari Wiwiet Fenriyanto,
kemudian Purnomo membagi-bagikan uang tersebut kepada 22 anggota DPRD
Kota Mojokerto masing-masing sejumlah Rp5 juta. Umar Faruq dan Abdullah
Fanani masing-masing selaku Wakil Ketua DPRD sebesar Rp12 juta, serta
Purnomo selaku Ketua DPRD sebesar Rp15 juta yang dilakukan dengan cara;
1. Pada tanggal 10 Juni 2017, sekitar pukul 12.00, di alun-alun Kota Mojokerto, Purnomo memberikan uang Rp 57.500.000 kepada Umar faroq, selanjutnya Umar Faruq menyerahkan uang tersebut kepada Gunawan sejumlah Rp30 juta untuk dibagikan kepada 6 anggota Fraksi gabungan masing-masing Rp 5 juta, yakni Dedi Novianto (Partai Demokrat), Puji Pramono (Partai Demokrat), Kholid Firdaus Wajdi (PKS), Edy Prayitno (PKS), Raihan Mustafa (PPP) dan Gunawan (PPP). Selain itu, Umar Faruq juga memberitahukan kepada masing-masing anggota Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN), yakni Yuli Veronica, Maschur, Suryono dan Aris Satrio Budi, bahwa masing-masing mendapat bagian uang Rp5 juta yang disepakati dipergunakan untuk membeli parcel.
2. Sekitar pukul 17.30 WIB, Purnomo menemui Abdulah Fanani di rumahnya di Jalan Surodinawan Mojokerto dan menyerahkan uang sebesar Rp 37.500.000. Selanjutnya Abdullah Fanani menyerahkan uang sejumlah Rp10 untuk Junaidi Malik (Ketua Fraksi PKB) dan Choiroiyaro. Setelah itu Abdul Fani juga menyerahkan uang sejumlah Rp15 juta untuk Soni Basuki Rahardjo (Ketua Fraksi Golkar), Sony Basuki Rahardjo Ardyah Santy dan Anang Wahyudi.
Sedangkan sisanya dibagikan Purnomo kepada 5 anggota Fraksi PDIP masing-masing sejumlah Rp5 juta, yakni Darwanto, Yunus Supryitno, Febriana Meldyawati, Suliat dan Gusti Patmawati. Kemudian Rp15 juta diberikan Purnomo kepada Edwin Indrapraja (Ketua Fraksi Gerindra) Moch. Harun dan Ita Primaria Lestari
Pada tanggal 16 Juni 2017 sekitar pukul 21.00 WIB, Wiwiet Febryanto melalui Taufik Fajar alias Kaji, menerima uang sebesar Rp500 juta dari Agung Haryanto yang merupakan orang suruhan Irfan Dwi Cahyanto alias Ipang dan Dodi Setiawan di depan Gang Suratan 1 Jalan Mojopahit Kota Mojokerto. Kemudian Wiwiet Febryanto meminta Taufik Fajar alias Kaji untuk menyerahkan uang sebesar Rp300 juta kepada Umar Farooq melalui Hanif Mashudi. Kemudian Taufik Fajar alias Kaji menyerahkan bungkusan plastic berisi unag sebesar Rp300 juta kepada Hanif Mashudi di depan Gang Suratan 1 Jalan Mojopahit Kota Mojokerto.
Di hari yang sama, pada tanggal 16 Juni 2017 malam hari itu sekitar pukul 21.00 WIB, Wiwiet Febriyanto dan Umar Farooq menghadiri rapat dengar pendapat (RDP) sebagai permulaan dilakukannya pembahasan rencana Perubahan APBD TA 2017 terkait permasalahan penganggaran PENS yang sekaligus tindak lanjut atas hasil konsultasi dengan Kementerian Dalam Negeri. Pada saat berlangsungnya RDP, Umar Faruq mendapat kabar dari Hanif Mashudi, telah menerima uang sejumlah rp300 juta dari Wiwiet Febryanto. Selanjutnya Umar Faruq menginformasikan kepada Abdullah Fanani mengenai jumlah uang tersebut.
Umar Faruq mendatangi kantor Hanif Mashudi di Jalan Surodinawan Mojokerto untuk melihat uang tersebut, dan meminta Hanif Mashudi untuk menyimpannya. Selanjutnya Umar Faruq memberitahu Purnomo dan Abdullah Fanani mengenai jumlah uang yang dibawa oleh Hanif Mashudi sebesar Rp300 juta. Setelah itu Umar Faruq pergi menuju rumah PAN di Jalan Kyai Haji Mansyur Nomor 13 Mojokerto.
Sekitar pukul 23.00 WIB (16 Juni 2017), Wiwiet Febriyanto menyampaikan bahwa uang komitmen fee tahap pertama program Jasmas yang dapat direalisasikannya adalah sejumlah Rp300 juta, dan telah diserahkan melalui Umar Faruq, sedangkan sisanya akan direalisasikan di kemudian hari.
Pada dini hari (16 Juni 2017) setelah pelaksanaan RDP, Purnomo menemui Umar Faruq di rumah PAN. Tak lama kemudian Umar Faruq menghubungi Hanif mashudi supaya datang ke rumah PAN. Hanif Mashudi lalu datang dengan membawa uang pemberian Wiwiet Febriyanto sebesar Rp300 juta yang disimpan dalam tas Ransel warna hitam Merk ECCE, dan saat itulah Hanif mashudi, Umar Faruq, Abdullah Fanani, Purnomo serta Wiwiet Febryanto ditangkap oleh petugas KPK untuk proses hukum lebih lanjut.
Bahwa perbuatan terdakwa Mas’ud Yunus bersama-sama dengan Wiwiet Febriyanto, memberi tambahan penghasilan berupa uang sejumlah R150 juta dan Rp300 juta kepada Purnomo, Abdullah Fanani, Umar Faruq serta anggota DPRD Kota Mojokerto periode 2014 - 2019 lainnya dengan maksud, agar Pimpinan serta anggota DPRD Kota Mojokerto periode 2014-2019 lainnya memperlancar pembahasan dan menyetujui laporan pelaksanaan APBD Dinas PUPR TA 2017, maupun pembahasan Perubahan APBD TA 2017 yang bertentangan dengan kewajibannya sebagaimana diatur dalam pasal 373 b dan huruf g jucnto pasal 400 ayat (3) UU RI Nomor 17 Tahun 2014 Tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 42 tahun 2014 tentang perubahan atas UU RI Nomor 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD, pasal 5 angka 4 dan angka 6 UU RI Nomor 28 tahun 1999 tentang penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN) pasal 49 huruf b dan huruf g peraturan DPRD Kota Mojokerto Nomor 1 Tahun 2014 tentang tata tertib DPRD Kota Mojokerto pasal 14 angka 2 dan angka 5 serta pasal 15 ayat (2) peraturan DPRD Kota Mojokerto Nomor 2 Tahun 2014 tentang kode etik DPRD Kota Mojokerto
Atas perbuatannya, terdakwapun dijerat dalam pasal 5 ayat (1) huruf a (atau pasal 13) UU RI Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU RI Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana Juncto pasal 64 ayat (1) KUHAPidana. (Rd1)
2. Sekitar pukul 17.30 WIB, Purnomo menemui Abdulah Fanani di rumahnya di Jalan Surodinawan Mojokerto dan menyerahkan uang sebesar Rp 37.500.000. Selanjutnya Abdullah Fanani menyerahkan uang sejumlah Rp10 untuk Junaidi Malik (Ketua Fraksi PKB) dan Choiroiyaro. Setelah itu Abdul Fani juga menyerahkan uang sejumlah Rp15 juta untuk Soni Basuki Rahardjo (Ketua Fraksi Golkar), Sony Basuki Rahardjo Ardyah Santy dan Anang Wahyudi.
Sedangkan sisanya dibagikan Purnomo kepada 5 anggota Fraksi PDIP masing-masing sejumlah Rp5 juta, yakni Darwanto, Yunus Supryitno, Febriana Meldyawati, Suliat dan Gusti Patmawati. Kemudian Rp15 juta diberikan Purnomo kepada Edwin Indrapraja (Ketua Fraksi Gerindra) Moch. Harun dan Ita Primaria Lestari
Pada tanggal 16 Juni 2017 sekitar pukul 21.00 WIB, Wiwiet Febryanto melalui Taufik Fajar alias Kaji, menerima uang sebesar Rp500 juta dari Agung Haryanto yang merupakan orang suruhan Irfan Dwi Cahyanto alias Ipang dan Dodi Setiawan di depan Gang Suratan 1 Jalan Mojopahit Kota Mojokerto. Kemudian Wiwiet Febryanto meminta Taufik Fajar alias Kaji untuk menyerahkan uang sebesar Rp300 juta kepada Umar Farooq melalui Hanif Mashudi. Kemudian Taufik Fajar alias Kaji menyerahkan bungkusan plastic berisi unag sebesar Rp300 juta kepada Hanif Mashudi di depan Gang Suratan 1 Jalan Mojopahit Kota Mojokerto.
Di hari yang sama, pada tanggal 16 Juni 2017 malam hari itu sekitar pukul 21.00 WIB, Wiwiet Febriyanto dan Umar Farooq menghadiri rapat dengar pendapat (RDP) sebagai permulaan dilakukannya pembahasan rencana Perubahan APBD TA 2017 terkait permasalahan penganggaran PENS yang sekaligus tindak lanjut atas hasil konsultasi dengan Kementerian Dalam Negeri. Pada saat berlangsungnya RDP, Umar Faruq mendapat kabar dari Hanif Mashudi, telah menerima uang sejumlah rp300 juta dari Wiwiet Febryanto. Selanjutnya Umar Faruq menginformasikan kepada Abdullah Fanani mengenai jumlah uang tersebut.
Umar Faruq mendatangi kantor Hanif Mashudi di Jalan Surodinawan Mojokerto untuk melihat uang tersebut, dan meminta Hanif Mashudi untuk menyimpannya. Selanjutnya Umar Faruq memberitahu Purnomo dan Abdullah Fanani mengenai jumlah uang yang dibawa oleh Hanif Mashudi sebesar Rp300 juta. Setelah itu Umar Faruq pergi menuju rumah PAN di Jalan Kyai Haji Mansyur Nomor 13 Mojokerto.
Sekitar pukul 23.00 WIB (16 Juni 2017), Wiwiet Febriyanto menyampaikan bahwa uang komitmen fee tahap pertama program Jasmas yang dapat direalisasikannya adalah sejumlah Rp300 juta, dan telah diserahkan melalui Umar Faruq, sedangkan sisanya akan direalisasikan di kemudian hari.
Pada dini hari (16 Juni 2017) setelah pelaksanaan RDP, Purnomo menemui Umar Faruq di rumah PAN. Tak lama kemudian Umar Faruq menghubungi Hanif mashudi supaya datang ke rumah PAN. Hanif Mashudi lalu datang dengan membawa uang pemberian Wiwiet Febriyanto sebesar Rp300 juta yang disimpan dalam tas Ransel warna hitam Merk ECCE, dan saat itulah Hanif mashudi, Umar Faruq, Abdullah Fanani, Purnomo serta Wiwiet Febryanto ditangkap oleh petugas KPK untuk proses hukum lebih lanjut.
Bahwa perbuatan terdakwa Mas’ud Yunus bersama-sama dengan Wiwiet Febriyanto, memberi tambahan penghasilan berupa uang sejumlah R150 juta dan Rp300 juta kepada Purnomo, Abdullah Fanani, Umar Faruq serta anggota DPRD Kota Mojokerto periode 2014 - 2019 lainnya dengan maksud, agar Pimpinan serta anggota DPRD Kota Mojokerto periode 2014-2019 lainnya memperlancar pembahasan dan menyetujui laporan pelaksanaan APBD Dinas PUPR TA 2017, maupun pembahasan Perubahan APBD TA 2017 yang bertentangan dengan kewajibannya sebagaimana diatur dalam pasal 373 b dan huruf g jucnto pasal 400 ayat (3) UU RI Nomor 17 Tahun 2014 Tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 42 tahun 2014 tentang perubahan atas UU RI Nomor 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD, pasal 5 angka 4 dan angka 6 UU RI Nomor 28 tahun 1999 tentang penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN) pasal 49 huruf b dan huruf g peraturan DPRD Kota Mojokerto Nomor 1 Tahun 2014 tentang tata tertib DPRD Kota Mojokerto pasal 14 angka 2 dan angka 5 serta pasal 15 ayat (2) peraturan DPRD Kota Mojokerto Nomor 2 Tahun 2014 tentang kode etik DPRD Kota Mojokerto
Atas perbuatannya, terdakwapun dijerat dalam pasal 5 ayat (1) huruf a (atau pasal 13) UU RI Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU RI Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana Juncto pasal 64 ayat (1) KUHAPidana. (Rd1)
Posting Komentar
Tulias alamat email :