#Sebelumnya, Hakim PT MEMBEBASKAN terdakwa Dahlan Iskan dalam Kasus Korupsi penjualan asset Daerah yang dikelola PT PWU pada Tahun 2003 dengan kerugian negara sebesar Rp11 Milliar lebih#
beritakorupsi.co - JPU KPK melakukan upaya hukum Kasasi ke Mahkamah Agung Republik Indonesia (MA RI) di Jakarta, atas Vonis yang dijatuhkan oleh Majelis Hakim Tipikor Pengadilan Tinggi Jawa Timur terhadap terdakwa Eddy Rumpoko, dengan pidana penjara selama 6 bulan, yang sebelumnya oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Surabaya divonis pidana penjara selama 3 tahun dari tuntutan 8 tahun penjara oleh JPU KPK.
Hal itu dikatakan langsung oleh JPU KPK Arin Karniasari kepada wartawan media ini saat ditemui di Pengadilan Tipikor Surabaya seusai sidang perkara Korupsi suap APBD Kota Mojokerto TA 2017 dengan terdakwa Wali Kota (nonaktif) Mas’ud Yunus, pada Selasa, 28 Agustus 2018
“Kita akan Kasasi. Vonis PT kan cuma ditambah 6 bulan jadi 3 tahun 6 bulan,” kata JPU KPK Arin.
Sebelumnya, Humas Pengadilan Tinggi (PT) Jawa Timur (Jatim) Untung Widarto, saat dihubungi wartawan media ini terkait Putusan Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Jawa Timur terhadap terdakwa mantan Wali Kota Batu itu mengatakan, Vonisnya ditambah 6 bulan.
“Eddy Rumpoko naik setengah tahun, Edy Setiawan juga dianikkan setengah tahun penjara,” kata Untung Widarto, Rabu, 28 Agustus 2018.
Namun saat ditanya tanggal putusan dan Ketua Majelis Hakimnya, Humas PT ini menyarankan untuk menanyakkan ke Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Surabaya.
“Untuk tanggal dan Majelis Hakimnya, tunggu dan tanyakkan ke PN Tipikor aja, nanti itu akan lengkap putusannya,” ucapnya kemudian.
Untuk diketahui. Pada tanggal 31 Agustus 2017, Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Jawa Timur juga memvonis bebas terdakwa Dahlan Iskan, mantan Direktur Utama (Dirut) PT. Panca Wira Usaha (PT PWU) Jatim dalam kasus perkara Kurupsi penjualan asset daerah yang dikelola oleh PT PWU pada tahun 2003 lalu, yang merugikan keuangan negara sebesar Rp11 milliar lebih. Sehingga JPU Kejaksaan Tinggi Jawa Timur melakukan upaya hukum Kasasi, namun hingga saat ini belum ada putusan dari Hakim Agung Mahkamah Agung RI.
Dalam kasus ini, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Surabaya menyatakan, bahwa terdakwa Dahlan Iskan (mantan Menteri BUMN diera Presiden SBY) terbukti bersalah malakukan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diatur dan diancam dalam pasal 3 UU RI Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU RI Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dan divonis pidana penjara selama 2 tahun dari tuntutan 5 tahun penjara oleh JPU Kejati Jatim.
Sementara terdakwa Eddy Rumpoko selaku Wali Kota Batu, Edi Setiawan yang menjabat sebagai Kepala Bagian Unit Layanan Pengadaan (Kabag ULP) Kota Batu dan Filipus Djab, Direktur CV Amarta Wisesa Tertangkap Tangan oleh Tim penyidik KPK, dengan barang bukti berupa uang yang totalnya sekitar Rp290 juta, pada 16 Septemberi 2017 lalu.
Selain uang sebagai barang bukti, KPK juga menyita satu unit mobil mewah merek Toyota New Alphard Type 3.5 Q A/T tahun 2016 berwarna Hitam seharga Rp1,6 milliar dari Eddy Rumpoko yang diperolehnya dari Filipus Djab.
Kemudian Ketiganya pun diseret ke hadapan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Surabaya oleh JPU KPK untuk diadili atas perbuatan para terdakwa (dengan perkara masing-masing terpisah). Kemudian Filipus Djab di Vonis pidana penjara selam 2 tahun dari tuntutan 2 tahun dan 6 bulan penjara oleh JPU KPK. Yang menguntungkan Filipus Djab adalah, karena KPK mengabulkan permohonannya menjadi JC (Jastise Callabulator), karena dianggap membantu KPK untuk mengungkap kasus yang juga menyeret Filpus Djab ke penjara selaku penyuap.
Itulah enaknya sebagai penyuap pejabat, akan dihukum ringan bila berterus terang mengakui perbuatannya setelah tertangkap tangan atau kalau ketahuan telah menyuap.
Sedangkan terdakwa Eddy Rumpoko yang dutuntut pidana penjara selama 8 tahun, denda sebesar Rp 600 juta subsidair 6 bulan kurungan. Selain itu, JPU KPK juga meminta agara terdakwa dihukum dengan pencabutan hak untuk dipilih dan memili dalam jabatan publik selama 5 tahun setelah terpidana selesai menjalani pidana pokok. JPU KPK menjerat terdakwa dengan pasal 12 huruf a UU Tindak Pidana Korupsi.
Namun oleh Majelis Hakim, terdakwa Eddy Rumpoko tidak terbukti melanggara pasal 12 huruf a, melainkan pasal 11 UU Tindak Pidana Korupsi. Terdakwa Eddy Rumpoko pun divonis 3 tahun penjara dan denda sebesar Rp 300 juta subsidair 3 bulan kurungan. Serta pencabutan hak untuk dipilih dan memili dalam jabatan publik selama 3 tahun.
Sementara tuntutan JPU KPK terhadap Edi Setiawan tergolong lebih berat, walaupun permohonanya sebagai JC juga dikabulkan KPK, namun tuntutannya hanya beda 2 tahun dari orang nomor 1 di Kota Batu, yaitu 6 tahun penjara. Alasan JPU KPK, karena Edi Setiawan dianggap aktif dalam kasus suap menyuap. Namun oleh Majelis Hakim divonis 2 tahun dan 6 bulan penjara.
Sehingga JPU KPK melakukan upaya hukum Banding ke Pengadilan Tinggi Jawa Timur atas Vonis Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya. Ternyata Vonis dari Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Pengadilan Tinggi Jawa Timur hanya menambah 6 bulan penjara. Sehingga JPU KPK melakukan upaya hukum Kasasi. Karena Hukuman yang diberikan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Pengadilan Tinggi Jawa Timur tergolog ringan. Mengingat terdakwa Eddy Rumpoko adalah seoarang Kepala Daerah yang berwenang membuat dan mencabut suatu Peraturan Daerah (Perda), namun justru “melanggarnya” sendiri dengan menerima “uang suap” dan satu unit mobil mewah seharga Rp1.6 milliar dari pengusaha Filipus Djab.
Sepertinya tak sulit bagi seorang Kepala Daerah seperti terdakwa Eddy Rumpoko untuk memiliki mobil mewah tanpa harus mengeluarkan uang sendiri, malainkan cukup dengan meminta dari seorang pengusaha yang dekat dengannya, degan imbalan proyek yang didanai dari uang rakyat.
Awalnya, seperti yang dijelaskan JPU KPK dalam surat dakwaannya menyebutkan, pada Mei 2016, terdakwa Eddy Rumpoko ingin memiliki mobil mewah merek Toyota Alphard seri terbaru untuk dipergunakan melayani tamunya yang berkunjung ke Kota Batu.
Untuk mewujudkan keinginannya itu, terdakwa Eddy Rumpoko memanggil Filipus Djab ke ruang kerjanya di lantai 5 Gedung Balai Kota Among Tani Kota Batu, dan menyampaikan agar Filipus Djab membayar terlebih dahulu pembelian mobil Toyota Alphard tersebut yang harganya Rp1.6 milliar, dan sebagai gantinya Eddy Rumpoko akan memberikan proyek-proyek atau paket pekerjaan yang didanani dari APBD Kota Batu, dan permintaan itupun disanggupi oleh Filipus Djab.
Kemudian pada tanggal 17 Mei 2016, terdakwa Eddy Rumpoko memanggil Filipus Djab dan Haryanto Iskandar selaku Kepala Cabang Dealer Toyota PT Kartika Sari, untuk datang ke ruang kerjanya, untuk membicarakan type-type terbaru kendaraan Toyota Alphard. Dari pertemuan dan pembicaraan ketiganya memutuskan, untuk memilih Toyota New Alphard type 3.5 Q A/T Tahun 2016 warna hitam dengan harga yang disepakati Rp1,6 miliar. Dan saa itu juga, terdakwa Eddy Rumpoko menyampaikan kepada Hariyanto Iskandar, bahwa yang akan membayar adalah Filipus Djab.
Beberapa hari kemudian, Filipus Djab melunasi pembayaran harga mobil kepada Dealer Toyota PT Kartika Sari dengan cara dua kali angsuran. Pertama pada tanggal 19 Mei 2016 sebesar Rp300 juta, dan kedua pada tanggal 3 Juni 2016 sebesar Rp1.3 milliar.
Dan pada tanggal 20 Mei 2016, terdakwa Eddy Rumpoko memerintahkan Haryanto Iskandar, agar nama pemilik dalam STNK dan BPKB mobil tersebut dibuat atas nama perusahaan PT Duta Perkasa Unggul Lestari (PT DPUL), karena terdakwa Eddy Rumpoko ternyata mantan orang PT DPUL.
Kemudian pada tanggal 21 Mei 2016, Yunedi anggoat TNI AD yang merupakan sopir pribadi terdakwa Eddy Rumpoko sejak tahun 2008, mengambil mobil tersebut dari Dealer Toyota PT Kartika Sari dan membawa ke rumah dinas Wali Kota Batu, atas perintah majikannya. Dalam fakta persidangan, Yunedi ikut menandatangani dokumen pengambilan mobil di daeler. Selain itu, membuat Nomor Polisi palsu pada Palt mobil mewah itu N 507 BZ, karena keesok harinya mobil tersebut digunakan untuk mengantarkan Petinggi PDIP ke Blitar.
Pada pertengahan Mei 2016, di ruang rapat Walikota Batu, Eddy Rumpoko memperkenalkan Filipus Djab kepada Edi Setiawan yang saat itu menjabat sebagai Kepala Sub Bidang Pengadaan dan Distribusi Aset Badan Keuangan Daerah (BKD) Kota Batu sekaligus merangkap sebagai Sekretaris Unit Layanan Pengadaan (ULP) dengan mengatakan, “Ed, Ini teman saya, dan Dia sebagai pemenang lelang Pekerjaan Meubelair, kamu pandu atau arahkan agar pekerjaannya bagus, yang kemudian dijawab oleh Edi Setiawan, siap”.
Sejak pembelian mobil tersebut, PT Dailbana Prima Indonesia milik istri Filipus Djab, dan CV Amarta Wisesa milik Filipus Djab memenangkan 7 proyek pengadaan di Pemkot Batu, antara lain:
1. Dinas pendidikan, pengadaan baju Batik siswa SD dengan pagu anggaran Rp1.204.740.000 dan nilai penawaran Rp1.170.505.000, pemenang CV Amarta Wisesa
2. Pengadaan Batik untuk siswa SMP dengan pagu anggaran Rp632.100.000, nilai penawaran Rp614.190.000 pemenang lelang CV Amarta Wisesa,;
3. Dinas Pendidikan pengadaan Batik untuk siswa SMA/SMK dengan pagu anggaran Rp657.370.000, nilai penawaran Rp640.466.000 pemenang CV Amarta Wisesa
4. Di BPKAD pengadaan mebeleur berupa meja dan kursi dengan pagu anggaran Rp5.010.755.000, nilai penawaran Rp4.929.404.000 pemenang PT Dailbana Prima Indonesai
5. Di Dinas Pendidikan dengan pengadaan Almari Sudut Baca SDN dengan pagu anggaran Rp2.125.000.000 nilai penawaran Rp2.033.570.000 pemenang CV Amarta Wisesa
6. Di Dinas Pendidikan Belanja seragam bawahan SMA/MA/SMK dengan pagu anggaran Rp852.372.500 nilai penawaran Rp851.919.500 pemenang CV Amarta Wisesa, dan
7 di Dinas Pendidikan Belanja seragam bawahan SMP/MTs dengan pagu anggaran Rp728.612.500 nilai penawaran Rp710.066.000 pemenang CV Amarta Wisesa
Pada bulan April 2017, Edi Setiawan dan Filipus Djab mengadakan pertemuan diruang kerja Edi Setiawan sebelum proses lelang pengadaan dimulai. Dalam pertemuan tersbut, Filipus menyampaikan akan mengikuti lelang dengan memakai PT Dailbana Prima Indonesia dan CV Amarta Wisesa. Selain itu, Filipus Djab juga menyampaikan kepada terdakwa Eddy Rumpoko, bagaimana cara pelunasan mobil Toyota Alphard. Yang dijawab oleh Eddy Rumpoko, bahwa pelunasan mobil sebesar Rp650 juta, akan diselesaikan dengan pengadaan TA 2017.
Pada tanggal 23 Mei 2017, setelah Edi Setiawan diangkat menjadi Kepala Bagian Layanan Pengadaan Pemkot Batu, lalu menindaklanjuti perintah terdakwa Eddy Rumpoko dengan cara melakukan pembicaraan dengan Filipus Djab, untuk membantu pekerjaan dalam memenangkan lelang pengadaan barang di Pemkot Batu TA 2017, sekaligus membicarakan fee yang harus diberikan kepada terdakwa Eddy Rumpoko sebesar 10 persen, dan untuk Edi Setiawan sebesar 2 persen dari nilai kontrak.
Pada tanggal 23 Agustus 2017 bertempat di kedai roti di Bandara Abdul Rahman Saleh Malang, terdakwa Eddy Rumpoko bertemu dengan Filipus Djap yang menanyakan kepada terdakwa, “Pak, untuk fee meubelair ini mau dipotong untuk Si Hitam berapa, Bapak berkenan tunai berapa ?”. Yang di jawab oleh terdakwa, “Udah, Edi Setiawan yang atur”. Selanjutnya, sekitar pukul 13.00 WIB, Filipus Djab menghubungi Edi Setiawan untuk membicarakan penyerahan fee 10 persen dari nilai kontrak pekerjaan pengadaan meubelair sebesar Rp500 juta.
Dalam pembicaraan tersebut disampaikan bahwa dari fee Rp500 juta akan diperhitungkan Rp300 juta yang sudah dikelaurkan Filipus Dajb untuk pembayaran Si Hitam. Sehingga sisa kekuragan Rp650 juta setelah dikurangi Rp300 juta menjadi Rp350 juta, dan akan diperhitungkan dari pengadaan lainnya pada tahun anggaran 2017 yang dikerjakan oleh Filipus Djap. Selanjutnya sisa uang sejumlah Rp200 juta diminta oleh terdakwa Eddy Rumpoko untuk diberikan secara tunai, dan Rp100 juta untuk Edi Setiawan sebagai fee 2 persen yang dijanjikan.
Pada tanggal 24 Agustus 2017 sekitar pukul 10.00 WIB, terdakwa Eddy Rumpoko menghubungi Filipus Djab dan menyampaikan pesan agar tidak melakukan transaksi terlebih dahulu karena sedang dipantau oleh tim Saber Pungli dan Komisi Pemberantasan Korupsi. Selain itu, terdakwa berpesan agar Filipus Djab mengingatkan Edi Setiawan terkait hal tersebut.
Pada siang harinya di tanggal 24 Agustus 2017, Filipus Djab dan Edi Setiawan mengadakan pertemuan di rumah makan Java Nine Malang dan menyepakati untuk menggunakan kata sandi undangan untuk uang, Atas untuk mengganti Hotel Amartha Hills, bawah untuk Cafe Java Nani dan Si Hitam untuk mobil Alphard untuk digunakan dalam setiap komunikasi. Atas saran terdakwa, menunjuk Edi Setiawan sebagai orang tengah yang menjembatani komunikasi antara terdakwa dan Filipus Djap.
Pada tanggal 15 September 2017, setelah pembayaran pekerjaan meubelair masuk ke rekening BRI atas nama PT Dailbana Prima Indonesia sebesar Rp4.714.850.250 dari BKAD Kota Batu sekitar pukul 13.49 WIB, terdakwa Eddy Rumpoko dihubungi oleh Filipus Djab, yang menyampaikan “Oh Pak, besok saya mau ngantar undangan. Yang dijawab oleh terdakwa, “iya iya saya tunggu ya”. Kemudian dijawab Filipus Djap “he he he. saya kontak Bapak besok ya”. Dan dijawab oleh terdakwa “Nggeh maturnuwun”.
Masih di hari yang sama sekitar pukul 13. 59 WIB, Filipus Djap menghubungi Edi Setiawan, mengajak bertemu di atas (Hotel) untuk menyerahkan undangan (Uang). Selain itu Filipus Djap juga menyampaikan, sudah menghubungi terdakwa Eddy Rumpoko akan memberikan undangan secara langsung.
Sabtu tanggal 16 September 2017 sekitar pukul 10.14 WIB, Filipus Djap menelepon Edi Setiawan meminta untuk mengecek keberadaan terdakwa. Atas permintaan tersebut, selanjutnya Edi Setiawan menghubungi Lila Widya Rahajeng, sekretaris pribadi terdakwa dengan menggunakan aplikasi WhatsApp untuk mempertanyakan keberadaan terdakwa. Menurut Lila Widya Rahajeng, bahwa terdakwa berada di rumah dinas, dan selanjutnya Edy Setiawan menyampaikan informasi tersebut kepadaku Filipus Djap
Di hari yang sama sekitar pukul 11.00 WIB, Filipus Djab menghubungi Edi Setiawan untuk bertemu di atas. Selanjutnya, sekitar pukul 11.29 WIB, Filipus Djab menghubungi terdakwa dan menanyakkan, apakah terdakwa di rumah atau tidak, yang dijawab oleh terdakwa “di rumah belum mandi, belum makan”. lalu Filipus Djab menyampaikan ingin bertemu 4 mata terlebih dahulu karena akan menyampaikan undanga untuk terdakwa. Yang dijawab oleh terdakwa “ya, ya, ya pak”.
Tanggal 16 September 2017 Sekitar pukul 12.30 WIB, Filipus Djab bertemu dengan Edi Setiawan di halam parkir Hotel Amarta Hills, lalu sekitar pukul 12.45 WIB, Filipus Djap menyerahkan paper bag BRI prioritas berisi uang sebesar Rp 95 juta, sambil mengatakan ini titipannya.
Setelah menyerahkan uang kepada Edi Setiawan, Filipus Djap kemudian pergi ke rumah dinas Walikota Batu di Jalan Panglima Sudirman Nomor 98 Kota Batu dengan membawa paper bag BRI prioritas yang berisi uang sebesar Rp200 juta untuk diserahkan langsung terhadap Eddy Rumpoko, dan sesampainya di rumah dinas Wali Kota Batu, saat itu juga langsung diamankan oleh KPK. (Rd1)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Posting Komentar
Tulias alamat email :