#Rotasi para pejabat eselon II dan eselon III tersebut diduga dilakukan dengan cacat prosedural dan tidak transparan#
Jakarta, beritakorupsi.co - Selasa, 21 Agustus 2018, ICW dalam siaran Persnya yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil Anti Korupsi (LBH Jakarta, YLBHI, KontraS, ICW, ILR, PBHI) menyampaikan, bahwa pada tanggal 13 Agustus 2018, publik dikejutkan oleh isu mengenai rotasi 15 Pegawai KPK.
Dijelaskan, rotasi para pejabat eselon II dan eselon III tersebut diduga dilakukan dengan cacat prosedural dan tidak transparan. Polemik ini merupakan sebuah coreng gelap di wajah KPK yang selalu mempromosikan sistem merit, transparansi, dan akuntabilitas dalam pengelolaan Sumber Daya Manusia pada Kementerian/ Lembaga lain.
Tak hanya itu, dengan rencana tetap dilanjutkannya pelantikan yang akan dilakukan pada 24 Agustus 2018, Pimpinan berpotensi besar melanggar bukan hanya kode etik internal KPK, tapi juga sejumlah peraturan seperti PP Nomor 63 Tahun 2005 tentang Sistem Manajemen Sumber Daya Manusia KPK dan UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, dan bahkan UU KPK itu sendiri.
Publik harus kembali mengingatkan bahwa ini bukan kali pertama Pimpinan KPK tidak mengindahkan peraturan di internal lembaganya sendiri, dan diduga kuat melanggar kode etik internal KPK sendiri. Pada Agustus 2017, Pimpinan KPK tidak menindaklanjuti pembangkangan yang dilakukan oleh Brigjen Aris Budiman, selaku Direktur Penyidikan KPK. Yang bersangkutan menghadiri panggilan Pansus Angket KPK, tanpa izin pimpinan.
Selain itu, permasalahan yang serupa sempat mencuat pula terkait dengan rencana perpanjangan masa bakti anggota korsa yang diperbantukan ke KPK, demi memasukkan sejumlah alumni KPK, yang secara normatif, tidak memiliki dasar. Masih terkait dengan manajemen sumber daya manusia di KPK, Pimpinan KPK juga melantik Direktur Penuntutan tanpa melalui mekanisme rekrutmen terbuka sebagaimana yang ditempuh saat pengisian posisi Deputi Penindakan.
Dari catatan-catatan di atas, dapat dilihat bahwa terdapat tindakan-tindakan yang sebetulnya sudah merupakan pelanggaran serius bukan saja terhadap kode etik maupun peraturan lainnya, tapi terutama terhadap integritas dan marwah KPK. Untuk itu, dapat dipahami bahwa perbuatan Pimpinan KPK ini akan mencederai KPK sebagai sebuah lembaga.
Sebagai catatan, jika pelantikan pada 24 Agustus 2018 tetap terjadi, Pimpinan KPK berpotensi besar melanggar sejumlah peraturan. Peraturan-peraturan tersebut adalah, Peraturan KPK RI No 7 Tahun 2013 tentang Nilai-Nilai Dasar Pribadi, Kode Etik, dan Pedoman Perilaku Komisi Pemberantasan Korupsi.
Dalam peraturan a quo huruf E angka 4 tentang Kepemimpinan, dijelaskan bahwa Pimpinan KPK wajib menilai orang yang dipimpinnya secara objektif berdasarkan kriteria yang jelas. Dengan tidak mempertimbangkan parameter kriteria yang jelas, maka rotasi ini jelas bersifat subjektif dan cacat prosedur.
Rangkaian peristiwa dan pembiaran oleh Pimpinan KPK ini berpotensi melanggar Pasal 10 ayat (1) huruf e dan f UU Nomor 30 Tahun 2016 tentang Administrasi Pemerintahan. Untuk itu, jangan sampai Pimpinan KPK kembali melakukan kekeliruan dengan tetap melantik ke-15 pejabat eselon II dan III KPK yang cacat prosedur, padahal sudah jelas ini bukan kali pertama Pimpinan KPK melakukan perbuatan yang tidak sepantasnya. (*)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Posting Komentar
Tulias alamat email :