0

#Ancaman terhadap pejuang lingkungan dan antikorupsi semakin serius, dan saat ini sasarannya terhadap ahli penghitungan kerugian lingkungan#

Sumatra Barat, beritakorupsi.co - Pada Rabu, 15 Agustus 2018, ICW dalam siaran Pers yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil & Akademisi Antikorupsi Sumatera Barat menyetakan, bahwa ancaman terhadap pejuang lingkungan dan antikorupsi semakin serius. Saat ini, sasarannya tidak hanya kelompok masyarakat sipil yang aktif melawan kejahatan lingkungan dan korupsi, tetapi juga menerpa ahli perhitungan kerugian lingkungan. Padahal untuk memberikan kesaksian sebagai ahli di Pengadilan adalah bagian dari kewajiban yang diatur dan dilindungi oleh Undang-Undang.

Dijelaskan, saat ini seorang ahli perhitungan kerugian dampak lingkungan DR. Ir. Basuki Wasis, M.Si tengah digugat secara perdata, oleh mantan Gubernur Sulawesi Tenggara, Nur Alam. Sebagaimana diketahui, Nur Alam telah menyandang status sebagai terpidana dalam kasus korupsi dalam pemberian persetujuan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi milik PT Anugerah Harisma Barakah (AHB) di pulau Kabaena, Sulawesi Tenggara. Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) menghukum Nur Alam 12 (dua belas) tahun penjara. Selain itu, hakim juga mewajibkan Nur Alam membayar denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan. Menurut majelis hakim, Nur Alam juga diharuskan membayar uang pengganti Rp 2,7 miliar.

Pada tingkat banding, Ketua Majelis Hakim Elang Prakoso Wibowo beserta anggotanya, Zubaidi Rahmat, I Nyoman Adi Juliasa, Reny Halida Ilham Malik, dan Lafat Akbar memperberat vonis Nur Alam menjadi 15 tahun penjara. Selain itu, majelis hakim juga mempertimbangkan keterangan Basuki Wasis. Bahwa tindakan terdakwa yang memberikan persetujuan IUP kepada PT. AHB tanpa prosedur semetinya telah mengakibatkan terjadinya kerusakan lingkungan secara massif di Pulau Kabaena. Belum lagi, bila dihitung dengan biaya pemulihan akibat kerusakan lingkungan hidup telah mengakibatkan kerugian yang berskala besar.

Putusan ini pada prinsipnya menjadi bukti bahwa, apa yang didalilkan oleh KPK dalam surat dakwaan adalah benar adanya. KPK menyebutkan bahwa korupsi yang dilakukan oleh Nur Alam mengakibatkan kerugian Negara dan kerugian ekologis. Menurut perhitungan BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan) perkara ini telah menimbulkan kerugian keuangan Negara sebesar 1.596.385.454.137 rupiah. Sedangkan menurut Basuki Wasis, perkara ini juga mengakibatkan kerugian lingkungan. Yaitu dengan musnahnya atau berkurangnya ekologis/lingkungan, pada lokasi tambang di Pulau Kabaena sebesar 2.728.745.136.000 rupiah.

Jika melihat dan menyusuri semua pertimbangan hakim dalam putusan, gugatan perdata yang dilakukan oleh kepada Basuki Wasis tentu saja keliru dan salah alamat. Segala bentuk keberatan terhadap perhitungan yang dilakukan oleh Basuki Wasis sudah tersedia dalam mekanisme pengadilan pidana. Sebagai terdakwa, Nur Alam sudah mendapatkan kesempatan untuk melakukan pembelaan. Bahkan Nur Alam sudah mengajukan 3 (tiga) orang saksi ahli untuk membantah perhitungan Basuki Wasis. Lebih dari itu, proses hukum yang dialami oleh Nur Alam adalah urusan pemberantasan korupsi yang dilakukan oleh KPK, yaitu urusan Negara dengan pelaku kejahatan yang tidak sama sekali tidak bisa dibebankan kepada Basuki Wasis. Lantas kenapa masih menggugat? Apakah ada urgensinya?

Fenomena yang dialami Basuki Wasis hanya merupakan salah satu cerita, betapa rentannya partisipasi dalam pemberantasan korupsi dan memperjuangkan lingkungan dilemahkan. Selain Basuki Wasis, masih banyak ancaman yang diterima oleh masyarakat sipil tidak terkecuali di Sumatera Barat. Pada tanggal 14 Agustus 2018 kemarin, ada masyarakat yang divonis karena dianggap menghasut. Padahal masyarakat tersebut sedang menyuarakan atau mempertanyakan kebijakan pemerintah, terkait kejelasan proyek pembangkit listrik tenaga panas bumi (geothermal) di Kabupaten Solok.

Pada sisi yang lain, Negara menjamin setiap bentuk partisipasi untuk memperjuangkan lingkungan hidup yang lebih baik. Berdasarkan Pasal 66 UU 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan hidup jelas menyebutkan: “Setiap orang yang memperjuangkan hak lingkungan hidup yang baik dan sehat yang didasarkan i'tikad baik tidak dapat dituntut secara pidana maupun digugat secara perdata”. Dengan kata lain, undang-undang ini seharusnya menjamin partisipasi publik dari ancaman SLAPP (strategic lawsuit against public participation).

Koalisi Masyarakat Sipil & Akademisi Antikorupsi Sumatera Barat pun meminta agar;
    1. Pengadilan menolak gugatan terhadap Basuki Wasis.
    2. Penegak hukum untuk menerapkan prinsip anti-SLAPP dalam melakukan penegakan hukum
        khususnya Kepolisian.
    3. Mahkamah Agung untuk mengatur lebih lanjut mekanisme publik untuk menangani SLAPP,
        mengingat aturan yang sudah ada selama ini, yaitu 36/KMA/SK/II/2013 belum cukup untuk
        menjawab persoalan.
    4. Mahkamah Agung untuk melakukan sosialisasi kepada hakim yang ada dibawahnya untuk
        menerapkan pedoman SLAPP yang sudah berlaku. (*)

Posting Komentar

Tulias alamat email :

 
Top