0
#Kami tidak mengatakan kemungkinan ada terkait tersangka baru, tetapi fakta-fakat dalam persidangan yang terungkap#

beritakorupsi.co - Jumat, 3 Agustus 2018, Dodi Soekmono, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyerahkan langsung memori banding ke Pengadilan Tipikor Pengadilan Tinggi Jawa Timur melalui Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Surabaya atas putusan Majelis Hakim Tipikor terhadap terdakwa Inna Silestyowati (Inna) mantan Sekretaris sekaligus Plt. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang.

Terdakwa Inna Silestyowati (Inna) selaku Sekretaris sekaligus Plt. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang dan Nyono Suharli Wihandoko Selaku Bupati Jombang periode 2013 - 2018 ditangkap KPK pada 3 Pebruari 2018, karena kasus suap menyuap.

Saat itu, KPK mengamnakan Inna bersama suami dan anaknya disebuah apartemen miliknya di Surabaya, sedangkan Nyono bersama ajudannya Misbahul Munir (anggota Polres Jombang) diamankan KPK di Stasiun Balapan Solo, Jawa Tengah dengan barang bukti berupa uang sebanyak Rp25.550.000 dan uang asing sebanyak USD9.500. Namun untuk sementara, penyidik KPK hanya menetapkan 2 tersangka/tedakwa yakni ‘InNyo” alias Inna dan Nyono.

Dalam persidangan, JPU KPK membeberkan kronologis Inna diseret ke persidangan untuk diadili dihadapan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor. Yaitu karena menyuap Bupati Jombang Nyono agar terdakwa Inna diangkat menjadi pejabat struktural (Kepala Dinas Kesehatan) Kabupaten Jombang

Uang suap yang diberikan terdakwa Inna kepada Nyono (saat ini juga menjadi terdakwa) terkait pengangkatannya menjadi Sekrtaris sekaligus Plt. Kepala Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang sebesar Rp450 juta. Uang itu diserahkan langsung oleh terdakwa Inna maupun melalui suaminya, Samijan juga melalui Budi Nugroho.

Selain uang suap yang diberikan terdakwa sendiri terhadap Nyono, ada juga dari Bagus sesesar Rp30 juta melalui Inna. Bagus adalah salah seorang tenaga Kesehatan yang ditempatkan di Pos Kesehatan disalah satu Puskesmas di Jombang. Orang tua Bagus juga pegawai di Puskesmas.

Selain itu, ada juga “haram” sebesar Rp600 juta yang diserahkan terdakwa Inna ke Nyono. Uang itu adalah hasil pemotongan dari anggaran kesehatan dana kapitasi kesehatan Puskesmas. Serta uang dari dr. Subur Suprojo Rp75 juta. Uang itu diserahkan terdakwa Inna ke Nyono dengan terlebih dahulu menggunakan uang sendiri, karena janji dr. Subur Suprojo akan menyerahkannya pada hari Senin, 2 hari sebelum Inn ditangkap KPK.

Uang dari dr. Subur itu terkait pengurusan izin Operasional Ruamh Sakit Ibu dan Anak (RSIA) Mitra Bunda Jombang, miliknya. Sehingga total uang yang menjadi “petaka” bagi Inna juga Nyono sebesar Rp1.155.000.000 (Satu milliar Seratus Lima puluh Lima juta rupiah).

Nah, dalam dakwaan maupun tuntutan JPU KPK serta keterangan saksi (Samijan dan Budi Nugroho) juga bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan sangat jelas, bahwa pemberian uang itu bukan pemberian semat-mata tanpa tujuan melainkan supaya terdakwa Inna diangkat Nyono menjadi pejabat struktural. “Karena diangkat terlalu tinggi akhirnya jatuhlah ketangan KPK dan diserahkan ke Hakim Pengadilan Tipikor”.

Tuntutan JPU KPK terhadap terdakwa Inna tidaklah terlalu tinggi, hanya 3 tahun denda sebesar Rp 100 juta. Apabila terdakwa tidak membayar maka maka diganti dengan kurungan selama 3 bulan. Dalam tuntutan JPU KPK, terdakwa dijerat dengan pasal 5 ayat (1) huruf a UU RI Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU RI Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi junto pasal 65 ayat (1) KUHAPidana.

Pasal 5 ayat (1) : Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) setiap orang yang:

Huruf a. memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya.


Sementara putusan Majelis Hakim terhadap terdakwa Inna tidak sama dengan tuntutan JPU KPK dalam penerapan pasal. Majelis Hakim menjerat terdakwa dengan pasal 13 UU RI Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU RI Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi junto pasal 65 ayat (1) KUHAPidana, dengan pidana penjara selama 2 tahun dan 6 bulan.

Pasal 13: Setiap orang yang memberi hadiah atau janji kepada pegawai negeri dengan mengingat kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya, atau oleh pemberi hadiah atau janji dianggap melekat pada jabatan atau kedudukan tersebut, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan atau denda paling banyak 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).

Nah, disinilah alasan JPU KPK mengapa melakukan upaya hukum banding. Karena penerapan pasal. JPU KPK mengatakan, bahwa uang yang diberikan terdakwa Inn terhadap Nyono, bukanlah pemberian begitu saja atau secara cuma-cuma, melainkan terkait jabatannya.

Hal ini seperti yang disampaikan JPU KPK Dodi Soekmono saat ditemui wartawan media ini di Pengadilan Tipikor Surabaya, pada Jumatm 3 Agustus 2018.

“Pertama, terhadap putusan yang dijatuhkan Majelis Hakim dalam perkara Inna tersebut, kami menghormati. Pertama, menghargai pendapat yang disampaikan Majelis Hakim. Dakwaan yang kami ajukan adalah bentuk alternatif, sehingga ada keleluasaan fakta persidangan, mana yang sesuai dengan perbuatan terdakwa. Pasal dakwaan yang bisa kami buktikan adalah dakwaan pertama alternatif pertama, dan dakwaan kedua alternatif pertama. Tapi menurut keyakinan Majelis Hakim yang terbukti adalah, dakwaan pertama alternatif kedua, dakwaan kedua alternatif kedua,” ucap JPU KPK Dodi.

Kedua, lanjut JPU KPK Dodi, meneganai stratat berat ringannya hukuman yang dijatuhkan, kita menuntut selama 3 tahun, dan diputus oleh Majelis Hakim selama 2 tahun dan 6 bulan. Inilah rasa keadilan yang bisa dibuktikan di persidangan,” ujar JPU KPK Dodi.

Saat ditanya lebih lanjut, apakah ada kemungkinan tersangka baru dalam kasus ini, seperti keterlibatan suami terdakwa, Samijan dan Budi Nugroho dalam pemberian uang terhadap Bupati Jombang Nyono Suharli Wihandoko, atas pengangkatan Inna menjadi Pejabat di Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang, serta dr. Subur Suprojo terkait pengurusan ijin opersional RSIA Mitra Bunda miliknya.

JPU KPK Dodi mengatakan, KPK tidak mengatakan ada kemungkinan tetapi akan membuktikan sesuai fakta-fakta dalam persidangan yang terungkap.

“Kami tidak membahas tentang kemungkinan, tapi apa yang bisa kita buktikan dalam persidangan. fakta-fakta dalam persidangan yang terungkap itulah yang akan dibuktikan,” kata  JPU KPK Dodi. (Rd1)

Posting Komentar

Tulias alamat email :

 
Top