Terdakwa Ya’qud Ananda Gudban saat menaiki kendaraan tahan menuju Rutan Medaeng |
“Kami siap. Kalau dikatakan kurang jelas, dimana yang tidak jelas. Dalam surat dakwaan sudah kita jelaskan baik tempat mapun waktu dimana perbuatannya. Kita siap, kalau terdakwa melakukan Eksepsi,” ujar JPU KPK ini
Terdakwa Ya’qud Ananda Gudban bersama 17 terdakwa lainnya dan Ketua DPRD Kota Malang Moch. Arif Wicaksono (sudah divonis 5 tahun penjara) telah didakwa menerima suap yang disebut dengan istilah uang Pokir (Pokok-pokok Pikiran) sebesar Rp700 juta saat pembahasan Perubahan APBD Kota Malang TA 2015
Uang sebesar Rp700 juta itu kemudian dibagikan keseluruh anggota DPRD Kota Malang periode 2014 - 2019 dengan rincian, Ketua DPRDD Kota Malang sebesar Rp100 juta, Wakil Ketua, Ketua Fraksi dan Ketua Komisi masing-masing sebesar Rp15 juta, sementara anggota masing-masing menerima sebesar Rp12.5 juta.
Tidak hanya uang Pokir, melainkan juga uang “sampah” sebesar Rp300 juta, serta menerima uang pada tahun 2014 saat pembahasan APBD Kota Malang Tahun Anggaran 2015 yang total kseseluruhannya sebesar Rp5.5 milliar. Uang itu dibagikan kseseluruh anggota DPRD Kota Malang yang berjumlah 45 orang termasuk terdakwa Ya’qud Ananda Gudban mantan calon Wali Kota Malang namun kalah tanpa menyaksikan penghitungan jumlah suara dari masyarakat Kota Malang saat pemilihan Wali Kota Malang pada tanggal 27 Juni 2018, karena terdakwa sudah dipenjarakan oleh KPK saat itu.
Anehnya, dari 19 anggota DPRD Kota Malang yang menejadi terdakwa dalam kasus ini, hanya terdakwa Ya’qud Ananda Gudban melalui Penasehat Hukumnya yang mengatakan, bahwa dakwaan JPU KPK tidak jelas. Sementara puluhan terdakwa lainnya tidak mengatakan seperti yang diakatakn terdakwa, bahkan Ketuanya pun sudah dinyatakan terbukti bersalah menerima uang “haram” itu.
Sebelumnya, saat terdakwa Ya’qud Ananda Gudban dihadirkan sebagai saksi dalam persidangan degan terdakwa Jarot, Moch. Arif dan Moch. Anton dalam persidangan juga mengatakan tidak menerima uang. Tidak hanya terdakwa Ya’qud Ananda Gudban memang yang mengatakan itu. Ada beberapa anggota DPRD Kota Malang yang saat ini masih bebas duduk dikursinya sebagai anggota Dewan yang terhormat.
Namun dalam fakta persidangan sebelumnya, baik keterangan saksi-saksi maupun bukti yang ditunjukkuan JPU KPK berupa hasil percakapan yang menyatakan bahwa semua anggota DPRD Kota Malang menerima uang Pokir, uang sampah dan uang pembahasan APBD murni.
Yang lebih anehnya lagi, hasil percakapan antara terdakwa Ya’qud Ananda Gudban dengan terdakwa Moch. Anton selaku Wali Kota Malang yang diputar JPU KPK dalam persidangan terkait MoU sampah, terdakwa Ya’qud Ananda Gudban mengatakan bahwa itu hanya bercanda.
Pun demikian, Surat dakwaan JPU KPK maupun Eksepsi terdakwa melalui Penasehat Hukumnya yang akan dibacakan dalam persidangan yang akan datang, keputusannya ada ditangan Majelis Hakim. (Rd1), atas surat dakwaan yang dianggapnya tidak jelas, saat JPU KPK membacakan surat dakwaannya terhadap terdakwa dan 17 terdakwa lainya dalam persidangan yang berlangsung di Pengadilan Tipikor Surabaya, Rabu, 15 Agustus 2018.
“Kami siap. Kalau dikatakan kurang jelas, dimana yang tidak jelas. Dalam surat dakwaan sudah kita jelaskan baik tempat mapun waktu dimana perbuatannya. Kita siap, kalau terdakwa melakukan Eksepsi,” ujar JPU KPK ini
Terdakwa Ya’qud Ananda Gudban bersama 17 terdakwa lainnya dan Ketua DPRD Kota Malang Moch. Arif Wicaksono (sudah divonis 5 tahun penjara) telah didakwa menerima suap yang disebut dengan istilah uang Pokir (Pokok-pokok Pikiran) sebesar Rp700 juta saat pembahasan Perubahan APBD Kota Malang TA 2015
Uang sebesar Rp700 juta itu kemudian dibagikan keseluruh anggota DPRD Kota Malang periode 2014 - 2019 dengan rincian, Ketua DPRDD Kota Malang sebesar Rp100 juta, Wakil Ketua, Ketua Fraksi dan Ketua Komisi masing-masing sebesar Rp15 juta, sementara anggota masing-masing menerima sebesar Rp12.5 juta.
Tidak hanya uang Pokir, melainkan juga uang “sampah” sebesar Rp300 juta, serta menerima uang pada tahun 2014 saat pembahasan APBD Kota Malang Tahun Anggaran 2015 yang total kseseluruhannya sebesar Rp5.5 milliar. Uang itu dibagikan kseseluruh anggota DPRD Kota Malang yang berjumlah 45 orang termasuk terdakwa Ya’qud Ananda Gudban mantan calon Wali Kota Malang namun kalah tanpa menyaksikan penghitungan jumlah suara dari masyarakat Kota Malang saat pemilihan Wali Kota Malang pada tanggal 27 Juni 2018, karena terdakwa sudah dipenjarakan oleh KPK saat itu.
Anehnya, dari 19 anggota DPRD Kota Malang yang menejadi terdakwa dalam kasus ini, hanya terdakwa Ya’qud Ananda Gudban melalui Penasehat Hukumnya yang mengatakan, bahwa dakwaan JPU KPK tidak jelas. Sementara puluhan terdakwa lainnya tidak mengatakan seperti yang diakatakn terdakwa, bahkan Ketuanya pun sudah dinyatakan terbukti bersalah menerima uang “haram” itu.
Sebelumnya, saat terdakwa Ya’qud Ananda Gudban dihadirkan sebagai saksi dalam persidangan degan terdakwa Jarot, Moch. Arif dan Moch. Anton dalam persidangan juga mengatakan tidak menerima uang. Tidak hanya terdakwa Ya’qud Ananda Gudban memang yang mengatakan itu. Ada beberapa anggota DPRD Kota Malang yang saat ini masih bebas duduk dikursinya sebagai anggota Dewan yang terhormat.
Namun dalam fakta persidangan sebelumnya, baik keterangan saksi-saksi maupun bukti yang ditunjukkuan JPU KPK berupa hasil percakapan yang menyatakan bahwa semua anggota DPRD Kota Malang menerima uang Pokir, uang sampah dan uang pembahasan APBD murni.
Yang lebih anehnya lagi, hasil percakapan antara terdakwa Ya’qud Ananda Gudban dengan terdakwa Moch. Anton selaku Wali Kota Malang yang diputar JPU KPK dalam persidangan terkait MoU sampah, terdakwa Ya’qud Ananda Gudban mengatakan bahwa itu hanya bercanda.
Pun demikian, Surat dakwaan JPU KPK maupun Eksepsi terdakwa melalui Penasehat Hukumnya yang akan dibacakan dalam persidangan yang akan datang, keputusannya ada ditangan Majelis Hakim. (Rd1)
Posting Komentar
Tulias alamat email :