0
#Penuntut Umum juga akan menelaah lebih dalam terhadap peranan pihak-pihak yang terlibat dalam perkara ini, yang saat ini belum menjadi tersangka, dan bila ada alat bukti yang kuat, maka tak segan KPK juga akan mengusut lebih lanjut#

beritakorupsi.co - Jumat, 24 Agustsu 2018, Ada yang menggeletik dalam sidang perkara Korupsi suap DPRD Kota Malang dalam pembahasan Perubahan APBD Kota Malang Tahun Anggaran 2017, dengan terdakwa Ya'qud Ananda Gudban dalam agenda tanggapan JPU KPK atas Eksepsi atau keberatan dari Patra M. Zen dkk selaku Tim Penasehat Hukum (PH) terdakwa pada sidang sebelumnya.

Yaitu, JPU KPK dalam tanggapannya mengatakan, Penuntut Umum juga akan menelaah lebih dalam terhadap peranan pihak-pihak yang terlibat dalam perkara ini, yang saat ini belum menjadi tersangka. dan bila ada alat bukti yang kuat, maka tak segan KPK juga akan mengusut lebih lanjut.

Pada hal, penetapan terdakwa Ya'qud Ananda Gudban bersama 17 anggota DPRD lainnya dan Moch. Anton selaku Wali Kota menjadi tersangka, setelah mereka dihadirkan terlebih dahulu  sebagai saksi di persidangan untuk terdakwa Moch. Arif Wicaksono maupun terdakwa Moch. Anton. Dalam persidangan saat itu, JPU KPK memutar rekaman percakapan antara terdakwa Ya'qud Ananda Gudban dengan Moch. Anton, yang salah satu isi percakapan itu adalah membahas MoU sampah.

Selain itu, hasil percakapan beberapa anggota Dewan dengan Moch. Arif Wicaksono termasuk Cipto Wiyono, serta keterangan terdakwa Suprapto dan Subur pada sidang sebelumnya, dan sebelum terdakwa Ya'qud Ananda Gudban dkk menjadi saksi dalam sidang perkara yang sama dengan terdakwa Moch. Arif Wicaksono maupun Moch. Anton, termasuk keterangan terdakwa Wiwik Hendri Astuti mapun saksi lainnya yang mengatakan, bahwa semua anggota Dewan menerima uang Pokir, uang sampah dan uang saat pembahasan APBD TA 2017 yang pembahasannya pada sekitar Novemberi - Desember 2016.

“Semua menerima, kalau tidak menerima pasti sudah ribut,” kata saksi pada setiap sidang.

Yang terungkap dalam persidangan, adanyankeributan bahwakan ada issu bahwa beberapa anggota Dewan akan melakukan demo demgan cara menginap di rumah Ketua DPRD karena pembagian yang tidak merata, bukan tidak menerima.

Sementara keberatan dari PH terdakwa adalah, bahwa terdakwa Ya'qud Ananda Gudban tidak  mengakui telah menerima uang apapun. Selain itu menurut PH terdakwa, JPU tidak menjelaskan dari siapa uang itu diterima atau siapa yang memberikan.

Aneh memang. Bila terdakwa mengatakan tidak menerima, sementara lebih banyak anggota DPRD termasuk Ketua DPRD dan Wakil Ketua DPRD Wiwit mengatakan semua menerima, kalau tidak menerima pasti sudah ribut.

Sebelum KPK menetapkan Moch. Anton selaku Wali Kota Malang yang juga sebagai petahana bersama 18 anggota DPRD termasuk diantaranya terdakwa Ya'qud Ananda Gudban yang mencalonkan diri sebagai Wali Kota Malang menjadi tersangka, JPU KPK sudah terlebih dahulu menghadirkannya sebagai saksi dalam persidangan di hadapan Majelis Hakim.

Sementara dari keberatan terdakwa dalam Eksepsinya atas dakwaan JPU KPK menimbulkan banyak pertanyaan diantaranya, apakah terdakwa Ya'qud Ananda Gudban tidak megetahui adanya bagi-bagi duit di rumah Ketua DPRD maupun melaui Ketua Fraksi masing-masing ? Aneh memang, bila terdakwa tidak mengetahui adanya bagi-bagi duit saat rapat Pembahasan Perubahan APBD, apalagi tidak menerima.

Atau mengetahui tapi membiarkannya ? Atau tidak mengetahu dan tidak menerimanya ? Apakah terdakwa Ya'qud Ananda Gudban “tidak” aktif dalam setiap rapat atau kegiatan DPRD Kota Malang sehingga terdakwa Ya'qud Ananda Gudban tidak mengetahui dan tidak menerima? Siapakah yang benar, apakah keterangan Moch. Arif Wicaksono, Suprapto, Subur dan Wiwit serta anggota Dewan lainnya yang di sumpah dihadapan Majelis Hakim dalam persidangan saat itu berbohong yang mengatakan semua menerima, dan kalau tidak menerima pasti sudah ribut ?

Atau terdakwa Ya'qud Ananda Gudban ? Lalu bagaimana dengan isi dakwaan terhadap Jarot, Moch. Arif Wicaksono dan Moch. Anton yang mengatakan ditambah lagi dengan keterangan puluhan saksi yang mengatakan, uang itu dibagikan ke semua anggota Dewan ?

Anehnya, mengapa KPK justru hanya menetapkan 19 dari 45 anggota DPRD Kota Malang periode 2014 - 219 menjadi tersangka, sementara keterangan saksi yang lebih banyak mengatakan, bahwa semua anggota Dewan menerima ?

Apakah KPK hanya memiliki alat bukti terkait keterlibatan 19 anggota DPRD Kota Malang, sementara 26 anggota DPRD lainnya KPK tidak memiliki bukti walau dikatakan juga menerima termasuk pengakuan Subur yang sudah megembalikan uang “haram” itu ?

Salahkah masyarakat yang menuding KPK telah tebang pilih dalam penanganan kasus ini, mengingat hanya 19 dari 45 anggoat DPRD Kota Malang periode 2014 2019 menajdi tersangka, sementara dalam dakwaan JPU KPK mapun keterangan saks-saksi mengatakan smeua menerima ?

Anehnya, JPU KPK justru mengatakan, Penuntut Umum juga akan menelaah lebih dalam terhadap peranan pihak-pihak yang terlibat dalam perkara ini, yang saat ini belum menjadi tersangka. dan bila ada alat bukti yang kuat, maka tak segan KPK juga akan mengusut lebih lanjut. Sepertinya KPK belum punya bukti atas keterlibatan 26 anggota DPRD Kota Malang yang juga menerima uang “haram” itu.

Yang lebih anehnya lagi, KPK sepertinya belum memiliki bukti saat ini atas keterlibatan semua anggota DPRD Kota Malang yang menerima uang “suap” yang jumlahnya ratusan juta setiap anggota Dewaan. Pada hal, salah satu pelaku utama yaitu Moch. Arif Wicaksono, yang menerima dan membagikan uang itu sudah divonis 5 tahun penjara yang sudah berkekuatan hukum tetap. Sementara Suprapto, yang turut membagikan uang itu, saat ini juga berstatsu terdakwa bersama Ya'qud Ananda Gudban.

Bila KPK tak ingin dituding telah tebang pilih dalam penangan kasus Korupsi Khususnya di DPRD Kota Malang, mengapa yang lainnya tidak bernasib sama dengan 18 anggota DPRD yang saat ini meringkuk di penjara dengan status terdakwa, dan Moch. Arif Wicaksono sudah dinyatakan terbukti bersalah melakukan Tidandak Pidana Korupsi suap dengan status terpidana ?

Lalu bagaimana dengan Cipto Wiyono, yang saat itu menjabat sebagai Sekda, dan Teedy Sujadi Soemama yang mengumpulkan uang atas perintah Cipto untuk diberikan ke DPRD terkait pembahasan Perubahan APBD Kota Malang TA 2017 ?. Bagaima pula dengan pihak-pihak terkait yang terlibat dalam kasus Korupsi suap yang diterima Moch. Arif Wicaksono terkait penggaran proyek Kedungkandang Kota Malang ?

Sementara dalam tanggapan JPU KPK yang dibacakan dihadapan Majelis Hakim yang diketua  Cokorda Gede mengatakan, bahwa pasal 77 KUHP yang menentukan, bahwa hak untuk melakukan penuntutan menjadi hapus karena meninggalnya terdakwa, dan pasal 78 KUHP yang menentukan, bahwa hak untuk melakukan penuntutan itu gugur karena kedaluwarsa atau karena lewat waktu.

JPU KPK mengatakan, tidak relevan dan tidak mendasar apabila keberatan/eksepsi tentang ketidak cermatan atau ketidak jelasan suatu aurat dakwaan dikaitkan dengan pembuktian atas uraian perbuatan materiil yang dilakukan oleh terdakwa yang tercantum di dalam surat dakwaan, karena untuk membuktikan benar atau tidaknya suatu perbuatan materiil tersebut dilakukan oleh terdakwa atau tidak, haruslah melalui proses pemeriksaan persidangan.


Dengan demikian, jelas kiranya bahwa materi eksepsi sudah ke luar dari ruang lingkup pengajuan keberatan/eksepsi sebagaimana yang telah ditentukan dalam ketentuan Pasal 156 ayat (1) KUHAP. Bahwa ketika Penasihat Hukum terdakwa II Ya'qud Ananda Gudban mengatakan di dalam pendahuluan eksepsinya, yaitu untung tidak dapat diraih malang tidak dapat ditolak, walaupun tidak ada satu alat bukti yang dapat digunakan oleh Penyelidik, menjelang pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Walikota Malang Tahun 2018, Ya'qud Ananda Gudban ditetapkan sebagai Tersangka pada tanggal 16 Maret 2018.  Ketika itu, Ya'qud Ananda Gudban sudah ditetapkan sebagai Calon Walikota Malang oleh Komisi Pemilihan Umum Kota Malang. Ya'qud Ananda Gudban disangka menerima uang sebesar Rp15.

Maka Penuntut Umum berpendapat, bahwa pernyataan Penasihat Hukum Terdakwa II yang mengatakan penetapan Ya'qud Ananda Gudban sebagai tersangka tidak didukung satupun alat buktinya adalah salah besar. Penasihat Hukum Terdakwa ll hanya membaca Berita Acara Pemeriksaan saksi-saksi dan para Tersangka yang hanya sekilas saja dan tidak benar-benar paham akan kasus dimaksud.

“Penasihat Hukum Terdakwa II Ya'qud Ananda Gudban juga tidak pernah mendengar bukti-bukti komunikasi percakapan telepon yang tentunya nanti akan kami hadirkan di persidangan yang akan membuktikan peran masing-masing terdakwa, termasuk terdakwa II Ya'qud Ananda Gudban,” kata JPU KPK

Bahwa apabila Penasihat Hukum Terdakwa II Ya'qud Ananda Gudban menyakini KPK tidak mempunyai bukti pada saat menetapkan Ya'qud Ananda Gudban sebagai tersangka, maka Penasihat Hukum Terdakwa Il dapat mengajukan upaya hukum Praperadilan, namun langkah itu tidak pernah dilakukan oleh Penasihat Hukum Terdakwa ll, sehingga apabila hal ini dibahas dalam eksepsi/keberatan terhadap surat dakwaan adalah tidak tepat atau diluar kewenangan eksepsi.

“Penetapan Ya'qud Ananda Gudban sebagai tersangka juga tidak ada sangkut pautnya dengan Ya'qud Ananda Gudban yang mencalonkan diri sebagai Waikota Malang. KPK menetapkan seseorang sebagai tersangka hanya berdasarkan bukti yang cukup dan tidak tebang pilih. Saat itu KPK juga menetapkan Moch. Anton sebagai Tersangka pada saat yang bersangkutan menjabat sebagai Walikota Malang dan juga mendaftar kembali sebagai calon Walikota Malang periode 2018-2023, karena berdasarkan alat bukti yang cukup. Hal ini menunjukkan, bahwa penetapan tersangka tidak ada kaitannya dengan proses pencalonan terdakwa II sebagai Walikota Malang periode 2018-2023,” kata JPU KPK kemudain

“Penuntut Umum juga akan menelaah lebih dalam terhadap peranan pihak-pihak yang terlibat dalam perkara ini, yang saat ini belum menjadi tersangka. dan bila ada alat bukti yang kuat, maka tak segan KPK juga akan mengusut lebih lanjut,” ucap JPU KPK

Penuntut Umum berpendapat terhadap penyataan Penasihat Hukum Terdakwa ii Ya'qud Ananda Gudban, bahwa surat dakwaan tidak jelas, tidak cermat dan tidak lengkap sehingga tidak bisa melakukan pembelaan adalah sebuah kelucuan. Bahwa dari 6 (enam) terdakwa dalam berkas perkara ini temyata hanya terdakwa II Ya'qud Ananda Gudban yang merasa tidak paham akan makna dan maksud surat dakwaan. Bahkan dari 18 (delapan belas) orang terdakwa (12 Terdakwa dalam perkara terpisah) hanya Terdakwa II Ya'qud Ananda Gudban yang tidak paham dan  mengerti isi surat dakwaan.

“Bila melihat dari jenjang pendidikan terdakwa II Ya'qud Ananda Gudban adalah paling tinggi diantara para terdakwa lainnya, yaitu Doctor of Philosophy (Phd), maka Kami Penuntut Umum menyadanri, bahwa sebenarnya terdakwa II Ya'qud Ananda Gudban paham betul dan mengerti akan dakwaan kami. Terdakwa II Ya'qud Ananda Gudban hanya akan menambah daftar catatan untuk menghindar dari pertanggungjawaban pidana saja,” kata JPU KPK

“Terkait pernyataan Penasihat Hukum Terdakwa II Ya'qud Ananda Gudban pada halaman 8 yang menyatakan, dasar melakukan eksepsi adalah surat dakwaan, BAP dan pemberitaan di media massa sehingga surat dakwaan tidak dapat diterima atau surat dakwaan batal demi hukum. Penuntut Umum berpendapat, seolah-oiah dari pemberitaan media massa, terdakwa II Ya'qud Ananda Gudban tidak terlibat suap perkara a quo,” ungkap JPU KPK

Tanggapan JPU KPK secara lebih detail atas eksepsi/keberatan dari Penasehat Hukum terdakwa

“Majelis Hakim yang kami Muliakan, Penasihat Hukum dan Terdakwa, serta Sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi yang kami hormati. Setelah mendengar dan mempelajari Keberatan/Eksepsi dari Tim Penasihat hukum terdakwa tersebut, maka kami menyampaikan pendapat/tanggapan tengan sistematika menyesuaikan pada sistematika alasan keberatan/eksepsi yang disusun oleh Tim Penasihat Hukum Terdakwa II Ya'qud Ananda Gudban,” ucap JPU KPK

Keberatan Eksepsi dari Penasihat Hukum Terdakwa II Ya'qud Ananda Gudban, pada pokoknya adalah sebagai berikut :

A. Eksepsi tentang Dakwaan Tidak Dapat Diterima. Eksepsi Penasihat Hukum Terdakwa II  tentang dakwaan tidak dapat diterima dengan dalil atau alasan bahwa surat dakwaan disusun bertentangan dengan Pasal 168 ayat (1) KUHAP : “Kecuali ditentukan lain dalam undang-undang ini, maka tidak dapat didengar keterangannya dan dapat mengundurkan diri sebagai saksi. Komponen-komponen tersebut secara kasuistik harus disesuaikan dengan jenis Tindak Pidana yang didakwakan (apakah Tindak Pidana tersebut termasuk delik formil atau delik materiil).

Selanjutnya, untuk mengetahui apakah surat dakwaan yang diajukan dalam perkara a quo telah memenuhi syarat materiil dan memuat gambaran utuh mengenai hal-hal tersebut diatas, maka Penuntut Umum akan menguji apakah surat dakwaan yang diajukan telah memenuhi 8 (delapan) hal kriteria terpenuhinya syarat materiil surat dakwaan tersebut diatas dengan menguraikan satu per satu sebagai berikut : 1) Tindak pidana yang didakwakan adalah tindak pidana korupsi secara bersama-sama. 2) Siapa yang melakukan tindak pidana tersebut? Pelakunya adalah   terdakwa l Rahayu Sugiarti, terdakwa II Ya'qud Ananda Gudban, terdakwa III Hery Subiantono, terdakwa IV Sukarno, terdakwa V Heri Pudji Utami dan erdakwa VI H.Abd. Rachman yang identitas lengkapnya sebagaimana tercantum dalam surat dakwaan.

3) Dimana tindak pidana dilakukan? Tindak pidana tersebut dilakukan di Kantor Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan dan Pengawasan Bangunan (PUPPB) Kota Malang Jalan Bingkil No.1 Kota Malang, Kantor Dewan Pewvakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Malang di Jalan Tugu No. 1A Kota Malang dan di rumah dinas Ketua DPRD Kota Malang Jalan Panji Soeroso No. 7 Kota Malang atau setidak-tidaknya di suatu tempat yang masih termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Surabaya (vide surat dakwaan hal 6, 12, 13) serta di Kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Malang di Jalan Tugu No. 1A Kota Malang atau setidak-tidaknya di suatu tempat yang masih termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Surabaya (vide surat  dakwaan hal 17)

4) Bilamana/kapan tindak pidana dilakukan? Tindak Pidana tersebut dilakukan pada tanggal 25 Juni 2015 sampai dengan tanggal 22 Juli 2015 atau setidak-tidaknya pada suatu waktu didalam tahun 2015 (vide surat dakwaan hal 6, 12) dan antara bulan September 2014 sampai  dengan bulan Juli 2015 atau setidak-tidaknya pada suatu waktu antara tahun 2014 dan tahun 2015 (vide surat dakwaan hal 17).

5) Bagaimana tindak pidana tersebut dilakukan? 1. Tindak pidana tersebut dilakukan terdakwa I Rahayu Sugiarti, terdakwa II Ya’qud Ananda Gudban, terdakwa III Hery Subiantono. terdakwa IV Sukarno, terdakwa V Heri Pudji Utami dan terdakwa VI H. Abd. Rachman bersama-sama dengan Moch Arief Wicaksono, Wiwik Hendri Astuti, H.M. Zainuddin AS, Mohan Katelu, Salamet, Sahrawi, Bambang Sumarto, Suprapto, Abdul Hakim, Sulik Lestyowati, Imam Fauzi, Tri Yudiani dan Syaiful Rusdi dengan cara menerima uang sebesar Rp700.000.000,00 (tujuh ratus juta rupiah) dari Moch Anton, Cipto Wiyono dan Jarot Edy Sulistiyono yang diserahkan melalui Tedy Sujadi Soemarna supaya memberikan persetujuan Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (P-APBD) Kota Malang Tahun Anggaran (TA) 2015 yang diajukan oleh Pemerintah Kota Malang, dan

2. Tindak pidana tersebut dilakukan Terdakwa I Rahayu Sugiarti, Terdakwa ll Ya’qud Ananda Gudban, Terdakwa III Hery Subiantono, Terdakwa IV Sukarno, Terdakwa V Heri Pudji Utami, dan Terdakwa VI H. Abd. Rachman bersama-sama dengan Moch Arief Wicaksono, Wiwik Hendri Astuti, H.M. Zainuddin AS, Mohan Katelu, Salamet, Sahrawi, Bambang Sumarto, Suprapto, Abdul Hakim, Sulik Lestyowati, Ilmam Fauzi, Tri Yudiani dan Syaiful Rusdi dengan cara menerima gratifukasi yaitu menerima uang sebesar Rp5.800.000.000,00 (lima milyar delapan ratus juta rupiah) yang berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya Para Terdakwa selaku anggota DPRD Kota Malang pada saat pembahasan APBD Kota Malang Tahun Anggaran 2015 dan pada saat pembahasan persetujuan pelaksanaan proses investasi pembangunan dan pengelolaan barang milik daerah Pemerintah Kota Malang berupa tanah yang difungsikan sebagai Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Supit Urang.

6. Akibat yang ditimbulkan tindak pidana tersebut adalah DPRD Kota Malang memperlancar dan tidak korektif/ tidak kritis dalam pembahasan sehingga memberikan persetujuan Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (P-APBD) Kota Malang Tahun Anggaran (TA) 2015 yang diajukan oleh Pemerintah Kota Malang yang bertentangan dengan kewajiban Para Terdakwa selaku anggota DPRD Kota Malang, memberikan persetujuan APBD Kota Malang Tahun Anggaran 2015, dan memberikan persetujuan pelaksanaan proses investasi pembangunan dan pengelolaan barang milik daerah Pemerintah Kota Malang berupa tanah yang difungsikan sebagai Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Supit Urang.

Apakah yang mendorong para terdakwa melakukan tindak pidana tersebut (delik-delik tertentu)? Dengan menerima uang tersebut, para terdakwa selaku anggota DPRD Kota Malang tidak korektif/ tidak kritis dalam pembahasan sehingga memberikan persetujuan Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (P-APBD) Kota Malang Tahun Anggaran (TA) 2015 yang diajukan oleh Pemerintah Kota Malang. Dengan menerima gratiflkasi berupa uang tersebut Para Terdakwa selaku anggota DPRD Kota Malang dapat memberikan persetujuan pelaksanaan proses investasi pembangunan dan pengelolaan barang milik daerah Pemerintah Kota Malang berupa tanah yang difungsikan sebagai Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Supit Urang.

Ketentuan-ketentuan tindak pidana yang diterapkan (vide Surat Edaran Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor : SE-004/J.A/11/1993 tanggal 16 Nopember 1993)? Pasal 12 huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP ATAU Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP DAN Pasal 12 B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2O Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Majelis Hakim yang kami Muliakan, Penasihat Hukum dan Terdakwa, serta Sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi yang kami hormati. Berdasarkan uraian tersebut di atas, kami berpendapat bahwa Surat Dakwaan yang telah kami bacakan pada sidang tanggal 15 Agustus 2018 telah memenuhi ketentuan Pasal 143 ayat (2) huruf a dan b KUHAP, oleh karena itu keberatan Tim Penasihat Hukum Terdakwa II yang disampaikan pada tanggal 20 Agustus 2018 harus dinyatakan ditolak.

“Kami Penuntut Umum memohon kepada Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini untuk memutuskan: 1. Menolak keberatan/eksepsi dari Tim Penasihat Hukum Terdakwa ll Ya’qud Ananda Gudban; 2. Menyatakan bahwa Surat Dakwaan Nomor : 74/TUT.O1.04/24/08/2018 tanggal O7 Agustus 2018 yang telah kami bacakan pada tanggal 15 Agustus 2018 telah memenuhi syarat sebagaimana yang ditentukan dalam KUHAP;  3. Menetapkan untuk melanjutkan persidangan ini berdasarkan Surat Dakwaan Penuntut Umum,” ucap JPU KPK. (Rd1)

Posting Komentar

Tulias alamat email :

 
Top