Susilo Prabowo alias Embun |
#Uang “haram” itu mengalir juga ke LSM, Wartawan dan Aparat Penegak Hukum untuk mengamankan proyek yang dikerjakan oleh terdakwa Susilo Prabowo alias Embun#
beritakorupsi.co - Jumat, 31 Agustus 2018. JPU KPK Dodi Soekmono, Abdul Basri, Mahhardy Indra Putra, Nur Haris Arhadi, Agung Satrio Wibowo dan Mufi Nur Irawan menyeret Susilo Prabowo alias Embun, pemilik PT. Jala Bumi Megah ke Pengadilan Tipikor Surabaya untuk diadili dalam kasus perkara Koruspi ‘Suap” kepada Kepala Daerah.
Susilo Prabowo alias Embun, pemilik PT. Jala Bumi Megah adalah terdakwa dalam kasus perkara Korupsi “suap” kepada 2 kepala Derah di Jawa Timur, yakni Bupati Tulungagung Syahri Mulyo, Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Tulungagung Sutrisno, dan Wali Kota Blitar Muh. Samanhudi Anwar, yangTertangkap Tangan KPK pada Rabu, 6 Juni 2018.
Tak tanggung-tanggung, Susilo Prabowo alias Embun, memberikan “embun” alias uang sebesar Rp10 milliar lebih kepada Bupati Tulungagung, Kepala Dinas PU Tulungagung dan Wali Kota Blitar sejak 2016 hingga 2018, sebagai imbalan dari beberapa proyek yang didanai dari APBD di 2 Dearah yang berbeda itu.
Duit “haram itu ternyata tidak hanya diberikan oleh terdakwa kepada Syahri Mulyo, Sutrisno dan Muh. Samanhudi Anwar, melainkan mengalir juga ke LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat), Wartawan dan Aparat Penegak Hukum (APH), sebagai pengamaan atas proyek yag dikerjakan oleh terdakwa di Tulungagung dan Blitar.
Dan kasus ini pun semakin membuka mata lebar-lebar. Karena beberapa Kepala Daerah yang ditangkap KPK bersama pengusaha kontraktor, selalu berkaitan dengan bagi-bagi proyek untuk mendapatkan uang tanpa si pejabat itu bekerja keras.
Sudah barang tentu, proyek yang dikerjakan oleh kontraktor itu akan dirasa “aman”, selain proyek yang didapatkannya dari Kepala Daerah, juga sudah “menutup mata dan telinga” oknum-oknum LSM, Wartawan dan APH setempat dengan memeberikan “Fulus” alias duit. Bila LSM, Wartawan dan Aparat Penegak Hukum sudah “mengelilingi” proyek tersbut, siapakah yang dapat mengusiknya ????
Namun “embun” di Tulungagung dan Blitar itu ternyata tak selamanya memberikan kesejukan bagi pejebat yang terlibat didalamnya. Buktinya, saat ini si Embun, Syahri Mulyo dan Muh. Samanhudi Anwar meringkuk dipenjara, dan bisa jadi akan bertambah lagi.
Hal ini terungkap dalam surat dakwaan JPU KPK yang dibacakan dalam persidangan di hadapan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya dengan Ketua Majelis, Hakim Agus Hmzah. Sementara terdakwa didampingi Penasehat Hukum (PH)-nya Agung Setiawan dan Jamaludin Arif.
Dalam surat dakwaan JPU KPK disebutkan, Terdakwa Susilo Prabowo alias Embun, didakwa telah memberikan uang sebesar Rp10.650.000,000 (sepuluh miliar Enam ratus Lima puluh juta rupiah) kepada Bupati Tulungagung Syahri Mulyo, Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Tulungagung Sutrisno, dan Wali Kota Blitar Muh. Samanhudi Anwar sejak tahun 2015 hingga 2018.
Bahwa pemberian uang sebesar Rp10.650 milliar itu oleh terdakwa Susilo Prabowo alias Embun kepada Syahri Mulyo, Sutrisno dan Muh. Samanhudi Anwar, karena terdakwa telah memperoleh dan atau dijanjikan beberapa proyek pekerjaan yang didanai dari APBD Kabupaten tulungagung dan Pemerintah Kota Blitar.
Dan hal itu bertentangan dengan kewajibannya sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipii Negara dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, yang dilakukan dengan cara sebagai berikut:
JPU KPK mengungkapkan terkait pemberian uang oleh terdakwa Susilo Prabowo alias Embun kepada Syahri Mulyo selaku Bupati Tulungagung dan Sutrisno selaku Kepala Dinas PUPR, dan proyek yang diperoleh terdakwa, yaitu ;
Bahwa pada akhir tahun 2015, bersamaan dengan pembahasan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Tulungagung Tahun Anggaran (TA) 2016, Sutrisno atas perintah Syahri Mulyo, membuat pembagian proyek pada Dinas PUPR yang pada pokoknya, proyek infrastruktur pada Dinas PUPR akan diberikan kepada beberapa penyedia barang/jasa, diantaranya terdakwa dan Sony Sandra. Pembagian proyek tersebut kemudian diberikan oleh Sutrisno kepada terdakwa dan Sony Sandra. Dan sebagai kompensasi atas pembagian proyek tersebut, terdakwa bersedia untuk memberikan fee kepada Sutrisno dan Syahri Mukyo.
Pada saat pelelangan, terdakwa dan Sony Sandra mengajukan penawaran terhadap proyek-proyek yang telah ditentukan oleh Sutrisno, sehingga tidak terjadi persaingan yang sehat antara terdakwa dengan Sony Sandra, karena terdakwa tidak akan mengajukan penawaran terhadap pekerjaan yang telah diberikan kepada Sony Sandra, demikian pula sebaliknya.
Terdakwa mengajukan penawaran terhadap proyek yang telah diberikan kepadanya dengan menggunakan perusahaan miliknya, disertai dengan peserta pendamping yang juga merupakan perusahaan milik terdakwa sendiri. Oleh karena itu, pada pelelangan tahun anggaran 2016, terdakwa mendapatkan 6 (enam) proyek infrastruktur jalan dan jembatan dengan total nilai kontrak kurang lebih sebesar Rp75.358.672.000 (tujuh puluh lima miliar tiga ratus lima puluh delapan juta enam ratus tujuh puluh dua ribu mpiah). Proyek tersebut yakni ;
Peningkatan jalan ruas jalan Sumberdadap-Apakbrondol, ruas jalan Apakbrondol-Plandirejo, ruas jalan Pucanglaban-Molang senilai Rp18.795.455.000 berdasarkan kontrak tanggal 01 Juli 2016 yang dilaksanakan oleh PT. Jala Bumi Megah.
Peningkatan jalan ruas jalan Kidangan-Purworejo (lanjutan), ruas jalan Gambiran-Penampihan, ruas jalan Gandong-Sanan, dan ruas jalan Pagerwojo-Bendungan senilai Rp18.298.273.000 berdasarkan kontrak tanggal 01 Juli 2016 yang dilaksanakan oleh PT. Tata Karunia Abadi. Kemudian peningkatan jalan (overlay) ruas jalan Srikaton-Kaliboto, ruas jalan Jelipicisan, ruas jalan Sanggrahan-Junjung, ruas jalan Gondang-Dukuh, ruas jalan Punqu-Picisan, jalan Oerip Soemoharjo, jalan I Gusti Ngurah Rai Gg. 8, Pembangunan konstruksi hotmix kawasan Gor Lembu Peteng senilai Rp18.965.669.000 berdasarkan kontrak tanggal 04 Agustus 2016 yang dilaksanakan oleh PT. Jala Bumi Megah.
Overlay Jl.Hasanudin III, Jl.Pahlawan I-II-III & V, JI. P. Sudirman IV, Jl. Dr. Wahidin Sudirohusodo-Ringin Pitu, Jl. M. Sujadi I, ruas Jl. Bangoan Selatan, Jl. Mastrip I, ruas Jl. Plosokandang-Tunggulsari senilai Rp8.046.963.000 berdasarkan kontrak tanggal 14 Oktober 2016 yang dilaksanakan oleh PT. Tata Karunia Abadi, dan proyek Overlay ruas jalan Karangrejo-Catut senilai Rp5.211.198.000 berdasarkan kontrak tanggal 14 Oktober 2016 yang dilaksanakan oleh PT. Jala Bumi Megah, dan Overlay ruas Jl. Tunggangri-Betak, Jl. Tawang-Pagersari, JI. Karangtalun-Tumpaknongko senilai Rp6.041.114.000 berdasarkan kontrak tanggal 14 Oktober 2016 yang dilaksanakan oleh PT. Tata Karunia Abadi.
Bahwa pembagian proyek yang dilakukan oleh Sutrisno dan Syahri Mulyo sebagaimana yang dilakukan pada tahun anggaran 2016 tersebut diatas, dilanjutkan juga pada pengadaan barang/jasa tahun anggaran 2017 dan 2018, yakni membagi proyek kepada terdakwa dan Sony Sandra sebelum proses pelelangan dimulai. Demikian pula terdakwa dalam mengikuti proses pelelangan pada Dinas PUPR Kabupaten Tulungagung tahun anggaran 2017 dan 2018, dilakukan dengan pemberian fee sebagaimana tahun 2016, dan cara-cara sebagaimana yang telah dilakukan pada saat pelelangan tahun 2016, yakni hanya mengajukan penawaran terhadap pekerjaan yang telah diberikan kepadanya serta menggunakan beberapa perusahaan miliknya sebagai peserta Ielang.
“Pada tahun anggaran 2017, terdakwa mendapatkan 9 (sembilan) proyek infrastruktur jalan dan jembatan dengan nilai kontrak seluruhnya Rp40.393.643.000 (empat puluh miliar tiga ratus sembilan puluh tiga juta enam ratus empat puluh tiga ribu rupiah) dengan perincian sebagai berikut,” kata JPU KPK
Terdakwa Embun (bkemeja batik biru) dikawal petugas KPK seusai sidang |
Peningkatan/pelebaran jalan ruas Jalan Pucanglaban-Molang senilai Rp3.364.903.000 berdasarkan kontrak tanggal 22 Maret 2017 yang dilaksanakan oleh PT. Jala Bumi Megah, dan Peningkatan jalan (hotmix) ruas Jalan Sambitan-Bono, ruas Jalan Besuki-Keboireng dan ruas Jalan Pakisrejo-Tumpakmergo senilai Rp6.089.714.000 berdasarkan kontrak tanggal 13 September 2017 yang dilaksanakan oleh PT. Tata Karunia Abadi.
Peningkatan jalan (hotmix) ruas Jalan Punjul-Picisan, ruas Jalan Gendingan-Boro, ruas Jalan Desa Sukowiyono dan ruas Jalan JarakanMojoarum senilai Rp4.773.500.000 berdasarkan kontrak tanggal 20 September 2017 yang dilaksanakan oleh PT. Tata Karunia Abadi-PT. Roro Gendhis (KSO).
Peningkatan jalan (hotmix) ruas Jalan Desa Plandaan, ruas Jalan BagoPlosokandang, ruas Jalan Supriadi IV (Pasar Pring), ruas Jalan Yos Sudarso III (lap. Pasar Pahing) dan ruas Jalan Gebang-Sanan senilai Rp5.214.146.000 berdasarkan kontrak tanggal 13 September 2017 yang dilaksanakan oleh PT. Jala Bumi Megah, dan Peningkatan jalan (hotmix) ruas Jalan Desa Tapan, Desa Tunggulsari, dan Desa Bangoan senilai Rp2.992.349.000,00 berdasarkan kontrak tanggal 13 September 2017 yang dilaksanakan oleh PT. Jala Bumi Megah.
Peningkatan jalan (overlay) ruas Jalan KarangtaIun-Ngubalan(lanjutan), Jalan Desa Ketanon, ruas Jalan Bangoan-Tapan, dan Jalan Desa Ringinpitu senilai Rp4.820.168.000 berdasarkan kontrak tanggal 25 Oktober 2017 yang dilaksanakan oleh PT. Jala Bumi Megah.
Pemeliharaan berkala jalan ruas Jalan Bandung-Besuki dan ruas Jalan Tanggunggunung-Tumpakmergo senilai Rp4.448.353.000,00 (empat miliar empat ratus empat puluh delapan juta tiga ratus lima puluh tiga n'bu rupiah) berdasarkan kontrak tanggal 12 Juni 2017 yang dilaksanakan oleh PT. Tata Karunla Abadi, dan pada tahun anggaran 2018 mendapatkan 6 (enam) proyek Infrastruktur jalan dan jembatan dengan nilai kontrak seluruhnya Rp31.067.134.000,00 (tiga puluh satu miliar enam puluh tujuh juta seratus tiga puluh empat ribu rupiah) dengan perincian sebagai berikut:
Pelebaran jalan ruas Jalan Karangrejo-Sendang senllal Rp7.895.999.000 berdasarkan kontrak tanggal 23 Maret 2018 yang dilaksanakan oleh PT. Tata Karunla Abadi, dan Peningkatan jalan (overlay) ruas Jalan Pulosari-Sumberejo Kulon, ruas Jalan Plosokandang-Tanjungsari, ruas Jalan Serut-Kepuh, ruas Jalan Hasanudin-Kapten Kasihin, ruas Jalan Desa Plandaan dan ruas Jalan Desa Ketanon senilai Rp5.265.440.000,00 berdasarkan kontrak tanggal 23 Maret 2018 yang dilaksanakan oleh PT. Tata Karunia Abadi.
Peningkatan jalan (overlay) ruas Jalan Kedungsoko-Gondang, ruas Jalan Panglima Sudirman Gg. I dan II, ruas Jalan Basuki Rachmad Gg. I, ruas Jalan Desa Ringinpitu dan ruas Jalan Bulusarl senllai Rp4.271.026.000,00 berdasarkan kontrak tanggal 29 Maret 2018 yang dilaksanakan oleh PT. Jala Buml Megah, dan Peningkatan jalan (overlay) ruas Jalan Ngantru-Padangan senilai Rp4.767.800.000 berdasarkan kontrak tanggal 23 Mel 2018 yang dilaksanakan oleh PT. Jala Buml Megah.
Pelebaran jalan ruas Jalan Panjerejo-Selorejo senilai Rp3.936.866.000 berdasarkan kontrak tanggal 23 Mei 2018 yang dilaksanakan oleh PT. Tata Karunia Abadi, dan Peningkatan jalan (overlay) ruas Jalan Karangtalun-Tumpaknongko senilai Rp4.930.003.000 berdasarkan kontrak tanggal 23 Mei 2018 yang dibicarakan oleh PT. Jala Bumi Megah.
Sebagai kompensasi atas diberikannya proyek-proyek tersebut, setiap pembahasan anggaran atau atas permintaan Sutrisno, terdakwa bebarapa kali memberikan fee kepada Sutrisno dengan perincian sebagai haiku : Pada tanggal 27 November 2015 sejumlah Rp500 juta, Pada Enggal 16 Desember 2015 sebesar Rp500 juta, pada November 2016 sejumlah Rp2.250 milliar, yang diberikan secara bertahap sebanyak 4 (empat) kali. Dan pada tanggal 11 November 2016 sejumlah Rp1.700 milliar, serta pada bulan Desember 2016 sejumlah Rp700 juta.
Selanjutya Sutrisno menyerahkan sebagian uang tersebut kepada Syahri Mulyo yang totalnya sebesar Rp1.5 milliar melalui Sukari, selaku Kepala Bidang Bina Marga Dinas PUPR Kabupaten Tulungagung, dan Yamani selaku Kepala Sub Bagian Perencanaan Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kabupaten Tulungagung sebesar Rp500 juta pada setiap pembahasan anggaran tahun 2016 sampai dengan tahun 2018.
Sedangkaan selebihnya, sebesar Rp4.150 milliar atas perintah Syahri Mulyo, diberikan kepada beberapa anggota DPRD Kabupaten Tulungagung guna memperlancar proses pembahasan anggaran. Selain ke anggota DPRD juga diberikan kepada Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), wartawan dan aparat penegak hukum (APH) guna mengamankan proyek-proyek yang sedang berjalan di Dinas PUPR Kabupaten Tulungagung, serta sebahagian lagi dipergunakan Sutrisno untuk kepentingan pribadinya.
Selain itu, pada bulan Januari 2018, Syahri Mulyo meminta sejumlah uang kepada Sutrisno untuk kepentingan operasional persiapan mengikuti Pemilihan Kepala Daerah Tulungagung tahun 2018. Guna memenuhi permintaan Syahri Mulyo tersebut, Sutrisno memberikan uang sejumlah Rp1 milliar di Pendopo Tulungagung, yang bersumber dari terdakwa.
Pada sekira Bulan Maret-April 2018, Syahri Mulyo kembali memerintahkan Sutrisno untuk meminta uang sejumlah Rp4 milliar kepada terdakwa guna membiayai operasional kampanye Syahri Mulyo yang akan mengikuti Pemilihan Kepala Daerah Tulungagung tahun 2018, dan guna memudahkan penerimaan uang, Syahri Mulyo memerintahkan Sutrisno untuk memperkenalkan terdakwa dengan Agung Prayitno yang merupakan orang dekat Syahri Mulyo.
Menindaklanjuti perintah Syahri Mulyo, pada tanggal 23 Mei 2018, Sutrisno menghubungi terdakwa sekaligus memperkenalkan Agung Prayitno kepada terdakwa. Dalam pertemuan tersebut, Agung Prayitno menyampaikan permintaan uang dari Syahri Mulyo untuk biaya kampanye dalam Pilkada Tulungagung tahun 2018. Atas permintaan tersebut, Terdakwa menyatakan akan memberikannya pada hari Jumat tanggal 25 Mei 2018.
Pada tanggal 25 Mei 2018, terdakwa menghubungi dan memerintahkan Agung Prayitno untuk ke rumah terdakwa mengambil uang permintaan Syahri Mulyo. Sesampainya Agung Prayitno di rumah terdakwa di Blitar, Terdakwa memberikan uang kepada Agung Prayitno sejumlah Rp500 juta. Uang tersebut kemudian diberikan oleh Agung Prayitno kepada Syahri Mulyo di rumahnya.
Pada tanggal 30 Mei 2018, terdakwa kembali menghubungi dan memerintahkan Agung Prayitno guna mengambil uang permintaan Syahri Mulyo di rumah Terdakwa. Sesampainya Agung Prayitno dirumah terdakwa di Blitar, terdakwa memberikan uang sejumlah Rp1 miliar. Uang tersebut selanjutnya diserahkan oleh Agung Prayitno kepada Syahri Mulyo dirumahnya.
Pada tanggal 31 Mei 2018, terdakwa dihubungi oleh Agung Sutrisno dan diminta agar memberikan uang kepada Syahri Mulyo tidak secara bertahap karena Syahri Mulyo sedang membutuhkan banyak uang untuk Pilkada. Menanggapi permintaan tersebut, terdakwa menyampaikan, bahwa dirinya kesulitan menarik uang dari bank dalam jumlah besar karena diawasi oleh otoritas Jasa Keuangan (OJK). Namun terdakwa tetap akan memberikan uang tersebut dengan keterangan transaksi (underlyng transaction) yang disamarkan ketika penarikan uang dari bank.
Pada tanggal 6 Juni 2018, terdakwa dihubungi oleh Agung Sutrisno untuk mengambil uang permintaan Syahri Mulyo. Atas penyampaian Agung Sutrisno, terdakwa mengarahkan agar Agung Sutrisno datang ke rumah terdakwa pada sore hari, dan menitipkan uang sejumlah Rp1 miliar kepada Andriani yang merupakan istri terdakwa, untuk diberikan kepada Agung Sutrisno.
Sesampainya dirumah terdakwa, Agung Sutrisno menghubungi terdakwa dan memberitahukan bahwa dirinya sudah di rumah terdakwa, yang kemudian dijawab oleh terdakwa bahwa uangnya sudah dititipkan pada istrinya (terdakwa). Selanjutnya Andrinani memberikan uang sebesar Rp1 miliar tersebut kepada Agung Sutrisno.
JPU KPK membeberkan terkait pemberian uang kepada Muh. Samhudi Anwar selaku Wali Kota Blitar Susilo Prabowo alias Embun, yakni;
Bahwa pada awal tahun 2016, Hermansyah Permadi selaku Kepala Dinas PUPR Kota Blitar membuat daftar proyek yang akan dikerjakan oleh Dinas PUPR yang kemudian diserahkan kepada Muh. Samanhudi Anwar. Selanjutnya Muh. Samanhudi Anwar membuat pembagian atau pengalokasian proyek-proyek tersebut kepada beberapa penyedia barang/jasa diantaranya terdakwa Susilo Prabowo alias Embun. Pembagian atau pengalokasian proyek tersebut kemudian diberitahukan kepada terdakwa dan Hemansyah Permadi.
Selanjutnya Muh. Samanhudi Anwar memberikan pengarahan kepada Hemansyah Permadi mengenai proyek-proyek yang akan diberikan kepada terdakwa, dan penyedia barang/jasa lainnya.
Arahan tersebut kemudian ditindaklanti oleh Hemansyah Permadi dengan memberikan tanda pada daftar proyek yang akan dikerjakan oleh terdakwa. Selain itu, Hemansyah Permadi juga mengundang beberapa penyedia barang/jasa diantaranya terdakwa, Henryn Mulat, Sukamto, Sukarso dan perwakilan Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (Gapensi).
Dalam pertemuan itu, Hemansyah Permadi membagi proyek-provek pada Dinas PUPR kepada beberapa penyedia barang/jasa tersebut, termasuk kepada terdakwa sendiri. Dengan demikian, maka pengaturan pemenang lelang tidak perlu melalui Unit Layanan Pengadaan (ULP) karena masing-masing penyedia barang/jasa hanya akan mengajukan penawaran terhadap proyek yang sudah dijatahkan untuk dirinya, demikian pula sebaliknya masing-masing penyedia barang/jasa tidak akan melakukan penawaran terhadap proyek yang telah diberikan kepada penyedia balang/jasa lainnya.
Pada saat pelelangan, terdakwa mengajukan penawaran terhadap proyek-proyek yang telah ditentukan oleh Muh. Samanhudi Anwar dan Hermansyah Permadi, sehingga tidak terjadi persaingan yang sehat karena terdakwa tidak akan mengajukan penawaran terhadap pekerjaan yang telah diberikan kepada penyedia barang/jasa lainnya.
Terdakwa mengajukan penawaran terhadap proyek yang telah diberikan kepadanya dengan menggunakan perusahaan miliknya disertai dengan peserta pendamping yang juga merupakan perusahaan milik terdakwa sendiri.
“Pada awal tahun 2018, Muh. Samanhudi Anwar kembali melakukan pembagian atau pengalokasian proyek kepada terdakwa sebagaimana yang telah dilakukan pada tahun anggaran 2016 dan 2017. Proyek yang dialokasikan kepada terdakwa adalah proyek pembangunan fasilitas pendukung Stadion Supriyadi Blitar senilai Rp796.078.767,33 (tujuh ratus sembilan puluh enam juta tujuh puluh delapan ribu tujuh ratus enam puluh tujuh rupiah tiga puluh tiga sen) dan proyek pembangunan SMP Negeri 3 Blitar Tahap 2 tahun anggaran 2018,” ungkap JPU KPK
Guna memastikan terdakwa mendapatkan proyek-proyek tersebut, pada tanggal 5 Juni 2018, terdakwa melakukan pertemuan dengan Muh. Samanhudi Anwar dan Bambang Purnomo alias Totok, yang merupakan orang kepercayaan Muh. Samanhudi Anwar di rumah dinas Walikota Blitar.
Dalam pertemuan itu, Muh. Samanhudi Anwar menunjuk terdakwa sebagai penyedia barang/jasa yang akan melaksanakan proyek Pembangunan SMP Negeri 3 Blitar Tahap 2 tahun anggaran 2018. Guna meyakinkan terdakwa, selanjutnya Muh. Samanhudi Anwar menghubungi Moch. Aminurcholis selaku Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika, dan Mohammad Sidik selaku Kepala Dinas Pendidikan menanyakan mengenai ketersediaan dan jumlah anggaran untuk pembangunan SMP Negeri 3 Blitar Tahap 2 tahun anggaran 2018.
Atas pertanyaan Muh. Samanhudi Anwar, selanjutnya Mohammad Sidik menginformasikan bahwa anggaran pembangunan SMP Negeri 3 Blitar menyerahkan uang sejumlah Rp1.5 milliar kepada Muh. Samanhudi Anwar.
Setibanya di rumah Bambang Purnomo alias Totok, terdakwa langsung memberikan uang tersebut kepada Bambang Purnomo alias Totok. Dan guna menghindari perbuatannya dipantau oleh aparat penegak hukum, terdakwa menyampaikan kepada Bambang Purnomom alias Totok, agar tidak menghubungi Muh. Samanhudi Anwar dengan menggunakan sarana telepon atau handphone.
JPU KPK menyatakan, bahwa rangkaian pemberian uang yang dilakukan oleh terdakwa sebagaimana tersebut di atas, karena Syahri Mulyo, Sutrisno dan Muh. Samanhudi Anwar telah memberikan beberapa proyek kepada terdakwa. Dan hal itu bertentangan dengan kewajiban Syahri Mulyo, Sutrisno dan Muh. Samanhud Anwar, sebagaimana diatur dalam Pasal 5 angka 4 dan 6 UndangUndang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme; Pasal 23 huruf a, d, e dan f UndangUndang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur $le Negara dan Pasal 67 huruf e Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah mubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentEng Pembahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
“Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 5 ayat (1) huruf b (atau pasal 13) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang' Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP,” ucap JPU KPK diahir surat dakwaannya.
Atas surat dakwaan JPU KPK, PH terdakwa tidak merasa keberatan. Sehingga Ketua Majelis Hakim memerintahkan JPU KPK untuk menghadirkan saksi dan brang bukti pada persidangan berikutnya.
Terkait tersangka lain dalam kasus ini, JPU KPK Dodi kepada wartawan media ini mengatakan, bahwa kasus ini sedang bergulir dan dapat mengikuti dalam persidangan.
“Ini baru bergulir, jadi kita ikuti persidanannya,” kata JPU KPK Dodi. (Rd1)
Posting Komentar
Tulias alamat email :