0
Saksi (terpidana) Wiwiet Febriyanto, manatan Kadis PU Kota Mojokerto
beritakorupsi.co - Kamis, 23 Agustus 2018, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya kembali menggelar sidang perkara Korupsi suap APBD Kota Mojokerto tahun 2017, dengan agenda mendengarkan keterangan saksi yang dihadirkan JPU KPK untuk  terdakwa Wali Kota (nonaktif) Mas’ud Yunus.

Kasus yang menyeret terdakwa Mas’ud Yunus selaku Wali Kota Mojokerto ini bermula, saat KPK melakukan Tangkap Tangan terhadap Wiwiet Febriyanto selaku Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kota Mojokerto, bersama Purnomo (Ketua DPRD Kota Mojokerto), Umar Faruq (Wakil Ketua Kota Mojokerto) dan Abdullah Fanani (Wakil Ketua Kota Mojokerto) dengan barang bukti (BB) berupa uang sebesar Rp500 juta pada Sabtu, 16 Juni 2017 tahun lalu.

Wiwiet Febriyanto (sudah divonis 2 tahun), Purnomo, Umar Faruq dan Abdullah Fanani (ketiganya divonis masing-masing 4 tahun penjara) tertangkap tangan KPK karena diketahui, bahwa Wiwiet Febriyanto meberikan uang suap terhadap 3 pimpinan Dewan yang terhormat di Kota Mojokerto itu yang bersumber dari persentase atas  pelaksanaan anggaran di Dinas PUPR pada program pembangunan infrastruktur pedesaan dengan nama kegiatan penataan lingkungan pemukiman penduduk pedesaan (Penling), dan program jaring aspirasi masyarakat atau (Jasmas) sejumlah Rp26 millyar, serta tambahan fee setip tahun yang besarnya Rp65 juta untuk masing-masing anggota, Rp70 juta untuk Wakil Ketua dan Rp80 juta untuk Ketua DPRD Kota Mojokerto dengan realisasi per triwulan, agar para Dewan yang terhormat itu memperlancar pembahasan Perubahan APBD Kota Mojokerto TA 2017 maupun pembahasan APBD TA 2018.

Sementara dalam siang kali ini, Tim JPU KPK Budi Nugroho, Iskandar Marwanto, Muhammad Ridwan, Arin Karniasari,  Tito Jaelani dan Tri Anggoro Mukti menghadirkan 10 orang saksi untuk di dengar keterangannya dihadapan Majelis Hakim yang diketuai Dede Suryaman, dalam sidang perkara Korupsi suap APBD Kota Mojokerto tahun 2017, dengan terdakwa Wali Kota (nonaktif) Mas’ud Yunus.

Dari 10 oarng sakasi yang dihadrikan JPU KPK, salahsatun diantaranya adalah saksi kunci, yaitu Wiwiet Febriyanto (terpidana, mantan Kepala Dinas PU). Sebab, Wiwietlah yang melaksanakan perintah terdakwa Mas’ud Yunus untuk merealisasikan komtmen fee atau tambahan penghasilan bagi anggota DPRD Kota Mojokerto, sekaligus menjadi “pintu masuk” bagi KPK untuk menyeret terdakwa ke Pengadilan Tipikor, setelah terlebih dahulu Wiwiet dan 3 Pimpinan DPRD Kota Mojokerto dipenjarakan.

Selain Wiwiet, JPU KPK juga menghadirkan saksi lainnya, diantaranya Irfan Dwi Cahyantoalias Ipang (Direktur CV Bintang Persada), Dodi Setiawan Direktur Operasional PT. Indo Jaya Sejahtera), Agung Haryono (Swasta), Hanif Mshudi (Swasta), Taufik Fajar alias Kaji (Swasta), Haris Wahyudi (PNS), Haryanto (PNS), Maramukti Hariutama (Sekretaris Dinas PU), Masagus (Pensiunan PNS)

Dalam kasus perkara sebelumnya, dengan terdakwa Wiwiet Febriyanto disebutkan, bahwa pada sekitar bulan Februari 2017, Wiwiet Febriyanto bertemu dengan Purnomo dan  Abdullah Fanani untuk membahas pekerjaan terkait Jasmas serta permintaan uang Komitment fee sebesar 8 hingga 10 persen untuk anggota DPRD, dan permintaan itu disanggupi oleh Wiwiet.

Namun hingga Mei 2017, ternyata Wiwiet Febriyanto dan Mas’ud Yunus belum merealisasikan janji pemberian uang tambahan penghasilan bagi pimpinan dan anggota DPRD Mojokerto yang bersumber dari program Jasmas maupun uang triwulan. Di sisi lain, Wiwiet mengetahui adanya permasalahan dalam pelaksanaan anggaran di Dinas PUPR pada APBD tahun 2017 yang kemungkinan besar akan dipersoalkan oleh anggota DPRD, sehingga berpengaruh terhadap pengajuan perubahan APBD tahun 2017 dan RAPBD tahun 2018.
Selain itu, Dinas PUPR Kota Mojokerto tahun 2016, dengan persetujuan terdakwa Mas’ud Yunus, telah menggunakan dana talangan yang bersumber dari Kas Daerah (Kasda), untuk membiayai kekurangan pembayaran atas pekerjaan, terkait DAK fisik bidang transportasi daerah sebesar Rp13.284.905.600 dan DAK fisik bidang infrastruktur perumahan norma air minum dan sanitasi senilai Rp67.359.000. Sehingga, total kekurangannya seluruhnya sejumlah Rp13.352.264.600, akibat tidak direalisasikannya transfer DAK TA 2015 dari Kementerian Keuangan, kepada pemerintah Kota Mojokerto karena, keterlambatan pelaporan pekerjaan DAK fisik oleh Dinas PUPR.

Untuk mengatasi permasalahan tersebut, Wiwiet Febriyanto menyetujui penundaan sebagian kegiatan Dinas PUPR 2017, pada kegiatan penting yang nilainya sekitar Rp13 M. Sehingga mengakibatkan berkurangnya anggaran kegiatan Penling dari Rp38.568.000.000 menjadi Rp 25.568.000.000, yang berakibat berkurangnya jatah program Jasmas anggota DPRD Kota Mojokerto.

Selain itu, Wali Kota Mojokerto, Mas’ud Yunus memprioritaskan pembangunan gedung Politeknik Elektronika Negeri Surabaya (PENS) di Mojokerto, yang telah dianggarkan dalam anggaran dinas PUPR tahun 2017 sejumlah Rp13.096.913.000. Namun, penganggaran Dinas PUPR tersebut, ternyata terdapat kekeliruan, karena dicantumkan dalam mata anggaran belanja modal. Padahal, supaya gedung PENS dapat dihibahkan, seharusnya penganggarannya dicantumkan dalam mata anggaran belanja barang dan jasa.

Untuk menyelesaikan masalah tersbut, terdakwa Wiwiet dan Mas’ud Yunus ingin menyelesaikannya dengan mengerjakannya dalam rencana perubahan APBD Tahun Anggaran 2017, yaitu mengusulkan penambahan anggaran Penling, apabila upaya menagih kekurangan DAK Tahun Anggaran 2016 tidak dibayarkan oleh Kementerian Keuangan, dan merencanakan perubahan penganggaran PENS dari mata anggaran belanja modal menjadi belanja barang dan jasa dalam APBD perubahan tahun 2017, APBD tahun 2018 atau kemungkinan mengalihkan anggaran PENS dalam APBD perubahan tahun 2017 untuk mengganti kekurangan anggaran Penling.

Kemudian pada Selasa, 5 Juni 2017, dirumah dinas Wali Kota Mojokerto Mas’ud Yunus bertemu dengan Ketua DPRD (Purnomo) dan 2 wakil Ketua DPRD Mojokerto (Abdullah Fanani dan Umar Faruq), bermaksud menanyakan tentang realisasi uang komitmen fee program Jasmas sejumlah 12 persen dan uang triwulan. Setelah pertemuan tersebut, Mas’ud Yunus memanggil Wiwiet Febriyanto, untuk merealisasikan janji pemberian uang komitmen program Jasmas dan triwulan, serta meminta Wiwiet Febriyanto untuk membicarakan hal tersebut dengan pimpinan DPRD, agar Pimpinan dan anggota DPRD memperlancar pembahasan APBD-P 2017 maupun APBD tahun 2018.

Kemudian pada tanggal 6 Juni 2017, Wiwiet Febriyanto menemui Purnomo dan Abdullah Fanani di kantor DPRD untuk membicarakan mengenai rencana realisasi uang triwulan serta uang komite program Jasmas. Purnomo dan Abdullah Fanani, meminta agar Wiwiet Febriyanto segera merealisasikan komitmen fee  triwulan sebesar Rp395.000.000 per triwulan, dan tahap pertama dari 8 persen uang komitmen fee program Jasmas sejumlah Rp500 juta yang disanggupi oleh Wiwiet Febriyanto.

Untuk memenuhi permintaan Dewan itu, Pada tanggal 6 Juni 2017, Wiwiet Febriyanto bertemu dengan 2 rekanan (Kontraktor) di lingkungan Dinas PUPR, yakni Direktur CV Benteng Persaada, Irfan Dwi Cahyono alias Ipang dan Direktur Operasional PT Agrindo Jaya Sejahtera, Dodi Setiawan di Restoran Bon Cafe Pakuwon Trade Center Surabaya. Dalam pertemuan tersebut, Wiwiet Febriyanto meminta uang sebesar Rp930 juta, dengan imbalan pekerjaan yang akan dianggarkan pada APBD perubahan tahun 2017.

Permintaan itu pun langsung disanggupi oleh Ipang sejumlah Rp200 juta, dan Dodi Setiawan Rp730 juta, yang akan diberikan dalam dua tahap, yakni tahap pertama Rp430 juta dan tahap kedua sejumlah Rp500 juta. Namun hingga pinjaman tahap kedua, ternyata pekerjaan yang dijanjikan Wiwiet tidak ada, sehingga akhirnya dibuat menjadi utang piutang dengan membuat surat perjanjian serta pernyataan yang ditadatangani oleh Wiwiet sendiri sesuai dengan Kwitansi jumlah uang yang dipanjamnya dari Ipang dan Dodi.

Dalam persidangan (Kamis, 23 Agustis 2018) kepada Majelis Hakim, atas pertanyaan JPU KPK
terkait kegiatan Jasmas dan Penling, saksi Wiwiet Febryanto yang juga terpidana 2 tahun dalam kasus yang sama ini mengatakan, bahwa Jasmas itu ada di Penling karena penganggarannya ada dua, yaitu Musrebang (Musyawarah Perencanaan Pembangunan). Pengusulannya dari masing-masing Kelurahan terus ke Kecamatan lalu ke Pemkot kemudian ke Dinas PU. Yang kedua, dari usulan para anggota dewan. Penling pending itu sudah lama sejak terdakwa Wali Kota tahun 2013. Ada kegiatan Jasmas di tahun 2016 yang tidak tercover sehingga dialihkan ke tahun 2017 karena tidak sesuai prosedur di Dinas PU, terbentur dua anggaran di Penling dan  Jasmas, anggarannya  dobel, sehingga dialokasikan ke tahun 2017 tahun 2017.
Mantan pimpinan DPRD Kota Mojokerto
“Tahun 2016 alokasi anggaran Jasmas untuk Musrembang antara 16 sampai dengan 17 miliar menjadi 21 milliar karena ada perubahan, ada tabahan DAK (Dana Alokasi Khusus). Tahun 2017 sebesar 38 miliar. Dari alokasi anggaran 38 miliar ini, 9 miliar untuk Penling, 1  miliar untuk umum atau biaya pendamping dan sisanya skitar 27 atau 28 milliar untuk jasmas,” kata Wiwiet.

Terkait realisasi uang tambahan penghasilan bagi anggota Dewan, Wiwiet menjelakan, bahwa dirinya meminjam uang dari Ipang atau Irfan dan Dodi sebesar Rp930 juta secara bertahap. Menurut Wiwiet, pinjaman itu semula dia janjikan dengan proyek. Sementara uang pinjaman itu diterimanaya secara bertahap, yang pertama sebesar Rp430 juta diterimanya dari Ipang di KFC Adityawarman, dan tahap kedua sebsar Rp500 juta.

Dalam persidangan sebelumnya juga terungkap, bahwa pinjaman tahap kedua sebesar Rp500 juta diberikan oleh Ipang dan Dodi pada tanggal 16 Juni 2017, ternyata proyek yang dijanjikan Wiwiet tidak ada. Akhirnya Wiwiet membuat surat perjanjian dan pernyataan menjadi hutang piutang sesuai dengan bukti kwitansi pinjaman. Dan pada hari yang sama sekitar pukul 23.30 WIB, Wiwiet dan dan 3 pimpinan DPRD Kota Mojokerto tertangkap KPK dengan barang bukti uang sebesar Rp150 juta dan Rp300 juta, yang menurut saksi bukan bukan dari Keempatnya melainkan dari Hanif setelah terlebih dahulu ditelepon agar membawa uang tersebut yang masih duitangannya karena belum diserahkan ke Purnomo atau ke Pimpinan Dewan. Sedangkan Hanif menerima dari Kaji, dan Kaji menerima dari Agung atas perintah Ipang.

“Saya pinjam dari Ipang dan Dodi sebesar Rp930 juta, tidak langsung tapi bertahap. Yang pertama Rp430 juta dan 500 juta,” kata Wiwiet

Saat JPU KPK menanyakan uang tersebut, terungkaplah bahwa sebahagian dari uang sebesar Rp430 juta itu dipergunakan Wiwiet untuk kompensasi ke Kejaksaan terkait masalah Rumah Sakit antara Suyitno dengan pihak Kejaksaan Mojokerto, yang saat itu Suyitno menjabat sebagai  Sekda, dan sekarang menjadi Wakil Wali Kota Mojokerto. Namun dari keterangan Wiwiet ini sepertinya ada yang sengaja ditutup-tupinya.

Sebab, Wiwiet rela menjaminkan sertifikatnya ke Bank atas inisiatifnya hanya untuk membayar  utang Pemkot atau sebagai pengamanan Pemkot. Namun saat Ketua Majelis Hakim menanyakan lebih jauh terkait hutang pemkot dan pengamanan Pemkot seperti apa, Wiwiet tidak menjelaskan secara jelas, dan sepertinya Wiwiet terkesan menjelaskannya panjang lebar yang terkadang tidak berhubungan dengan pertanyaan.  pada hal, sebagai mantan seorang pejabat, harusnya Wiwiet paham akan JPU KPK terutama pertanyaan Majelis Hakim untuk dapat menjelaskan secara singkat, padat dan jelas.

“Yang pertama 430 juta diserhakn di KFC Adityawarman, saya terima langsung dari Ipang. Rp150 juta saya serahkan ke Pak Purnomo Ketua DPRD di McD Sepanjang, tapi sebelumnya sudah komunikasi dengan ajudannya Pak Purnomo. Saya serahkan langsung ke Pak Purnomo waktu itu ada Pak Suliat, anggota DPRD dari Fraksi PDIP. Sisanya untuk membayar utang Pemkot,” kata Wiwiet

“Hutang Pemkot kepada siapa. Yang jelas dulu,  utang Pemkot atau salah satu unsur Pemkot?,” tanya Ketua Majelis Hakim.

“Sebagai pengamanan,” jawab Tiwiet Wiwiet

“Anda membayar kompensasi ke Kejaksaan,  fickbecknya apa, kembaliannya apa dari  Kejaksaan?  Apa kaitannya masalah Pak Wawali (Wakil Wali Kota) ini dengan pihak Rumah Sakit dan Kejaksaan?,” tanya Ketua Majelis Hakim heran. Namun terpidana 2 tahun ini tak menjelaskannya secara jelas.

Sementara dalam BAP (Berita Acara Pemeriksaan) Wiwiet saat di penyidik KPK seperti yang dibacakan JPU KPK adalah, untuk membayar hutang Suyitno ke Kejaksaan Mojokerto terkait masalah rumah sakit.

Ada apa masalah apa di Rumah Sakit, antara Suyitno dengan Kejaksaan Mojokerto ? Apakah ada kasus dugaan pelanggaran hukum di Rumah Sakit Mojoerto yang ditangani oleh Kejksaan Mojokerto sebelum terjadi tangkap tangan namun tak terungkap ?

Sementara keterangan Ipang kepada Majelis Hakim mengakui, bahwa dirinya bersama Dodi meminjamkan uang ke Wiwiet. Dan bukti hutang pitung itu pun sudah diserahkan kepada JPU KPK saat dipersidangan terdahulu, pada saat 3 pimpinan Dewan itu disidangkan.

Pada sekitar tahun 2016, Wiwiet Febriyanto mengetahui adanya kesepakatan berupa  pemberian janji antara Mas’ud Yunus dengan pimpinan dan anggota DPRD untuk memberikan sejumlah uang sebagai tambahan “pengasilan” berupa uang komitmen fee yang bersumber dari jumlah persentase pelaksanaan anggaran di Dinas PUPR pada Program Pembangunan Infrastruktur Pedesaan dengan nama kegiatan Penataan Lingkungan Pemukiman Penduduk Pedesaan (PENLING) yang berasal dari usulan para anggota DPRD sendiri, yang dikenal dengan istilah program Jasmas (jaringan aspirasi masyarakat)  8 persen dari anggaran Rp28 miliar tahun 2017, serta tambahan “penghasilan bagi masing-masing anggota DPRD Mojokerto sebesar Rp65 juta, atau yang dikenal dengan istilah 7 umur yakni, uang lelah 7 kali persidangan dalam rangka pembahasan anggaran yang rencananya, diberikan per triwulan selama tahun 2017.

Pada sekitar bulan Februari 2017, Wiwiet Febriyanto bertemu dengan Purnomo dan  Abdullah Fanani untuk membahas pekerjaan terkait Jasmas serta permintaan uang Komitment fee sebesar 8 hingga 10 persen untuk anggota DPRD, dan permintaan itu disanggupi oleh Wiwiet.

Namun hingga Mei 2017, Wiwiet Febriyanto dan Mas’ud Yunus, ternyata belum merealisasikan janji pemberian uang tambahan penghasilan yang bersumber dari program Jasmas maupun uang triwulan kepada pimpinan dan anggota DPRD Mojokerto. Di sisi lain, Wiwiet mengetahui adanya permasalahan dalam pelaksanaan anggaran di Dinas PUPR pada APBD tahun 2017 yang kemungkinan besar akan dipersoalkan oleh anggota DPRD, sehingga berpengaruh terhadap pengajuan perubahan APBD tahun 2017 dan RAPBD tahun 2018.

Selain itu, Dinas PUPR Kota Mojokerto tahun 2016, dengan persetujuan Mas’ud Yunus, telah menggunakan dana talangan yang bersumber dari Kas Daerah (Kasda), untuk membiayai kekurangan pembayaran atas pekerjaan, terkait DAK fisik bidang transportasi daerah sebesar Rp13.284.905.600 dan DAK fisik bidang infrastruktur perumahan norma air minum dan sanitasi senilai Rp67.359.000. Sehingga, total kekurangannya seluruhnya sejumlah Rp13.352.264.600, akibat tidak direalisasikannya transfer DAK TA 2015 dari Kementerian Keuangan, kepada pemerintah Kota Mojokerto karena, keterlambatan pelaporan pekerjaan DAK fisik oleh Dinas PUPR.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut, Wiwiet Febriyanto menyetujui penundaan sebagian kegiatan Dinas PUPR 2017, pada kegiatan penting yang nilainya sekitar Rp13 M. Sehingga mengakibatkan berkurangnya anggaran kegiatan penting dari Rp38.568.000.000 menjadi Rp 25.568.000.000, yang berakibat berkurangnya jatah program Jasmas anggota DPRD Kota Mojokerto.

Selain itu, Wali Kota Mojokerto, Mas’ud Yunus, memprioritaskan pembangunan gedung Politeknik Elektronika Negeri Surabaya (PENS) di Mojokerto, yang telah dianggarkan dalam anggaran dinas PUPR tahun 2017 sejumlah Rp13.096.913.000. Namun, penganggaran Dinas PUPR tersebut, ternyata terdapat kekeliruan, karena dicantumkan dalam mata anggaran belanja modal. Padahal, supaya gedung PENS dapat dihibahkan, seharusnya penganggarannya dicantumkan dalam mata anggaran belanja barang dan jasa.

Untuk menyelesaikan maslah tersbut, Wiwiet dan Mas’ud Yunus, ingin menyelesaikannya dengan mengerjakannya dalam rencana perubahan APBD Tahun Anggaran 2017 yaitu, mengusulkan penambahan anggaran PENLING, apabila upaya menagih kekurangan DAK Tahun Anggaran 2016, tidak dibayarkan oleh Kementerian Keuangan, dan merencanakan perubahan penganggaran PENS, dari mata anggaran belanja modal menjadi belanja barang dan jasa dalam APBD perubahan tahun 2017, APBD tahun 2018 atau kemungkinan mengalihkan anggaran PENS dalam APBD perubahan tahun 2017 untuk mengganti kekurangan anggaran PENLING.

Pada Selasa, 5 Juni 2017, dirumah dinas Wali Kota Mojokerto, Mas’ud Yunus bertemu dengan Ketua DPRD (Purnomo) dan 2 wakil Ketua DPRD Mojokerto (Abdullah Fanani dan Umar Faruq) bermaksud menanyakan tentang realisasi uang komitmen fee program Jasmas sejumlah 12 persen dan uang triwulan.

Setelah pertemuan tersebut, Mas’ud Yunus memanggil Wiwiet Febriyanto untuk merealisasikan janji pemberian uang komitmen program Jasmas dan triwulan, serta meminta Wiwiet Febriyanto untuk membicarakan hal tersebut dengan pimpinan DPRD, agar Pimpinan dan anggota DPRD memperlancar pembahasan APBD-P 2017 maupun APBD tahun 2018.

Kemudian, pada tanggal 6 Juni 2017, Wiwiet Febriyanto menemui Purnomo dan Abdullah Fanani di kantor DPRD untuk membicarakan mengenai rencana realisasi uang triwulan serta uang komite program Jasmas. Purnomo dan Abdullah Fanani, meminta agar Wiwiet Febriyanto segera merealisasikan komitmen fee  triwulan sebesar Rp395 juta per triwulan, dan tahap pertama dari 8 persen uang komitmen fee program Jasmas sejumlah Rp500 juta, yang disanggupi oleh terdakwa Wiwiet Febriyanto.

Untuk memenuhi permintaan Dewan itu, Pada tanggal 6 Juni 2017, Wiwiet Febriyanto bertemu dengan 2 rekanan (Kontraktor) PUPR yakni, Direktur CV Benteng Persaada, Irfan Dwi Cahyono alias Ipang dan Direktur Operasional PT Agrindo Jaya Sejahtera, Dodi Setiawan, di Restoran Bon Cafe Pakuwon Trade Center Surabaya. Dalam pertemuan tersebut, terdakwa Wiwiet Febriyanto meminta uang sejumlah Rp930 juta, dengan imbalan, pekerjaan yang akan dianggarkan pada APBD perubahan tahun 2017.

Permintaan itu pun langsung disanggupi kedua kontraktor itu. Irfan Dwi Cahyanto alias Ipank sejumlah Rp200 juta dan Dodi Setiawan Rp730 juta, yang akan diberikan dalam dua tahap yakni, tahap pertama Rp430 juta dan tahap kedua sejumlah Rp 500 juta

Pada tanggal 10 Juni 2017 dini hari, Wiwiet Febriyanto menerima sejumlah uang sebesar Rp380 juta dari dari Irfan Dwi Cahyanto alias Ipang dan Dodi Setiawan di parkiran KFC Jalan Adityawarman depan Surabaya Town Square. Kemudian, sekitar pukul 10.00 WIB, Wiwiet menyerahkan uang sebesar Rp150 juta kepada Purnomo, di parkiran Restoran Mc Donald, Jalan Sepanjang Geluran Sidoarjo. Uang tersebut sebagai realisasi komitmen fee dan mengatakan bahwa, sisanya sejumlah Rp350.000.000 akan diserahkan pada pertengahan bulan Juni 2017.

Kemudan, Purnomo pun membagi-bagikan uang tersebut kepada 22 anggota DPRD Kota Mojokerto yang masing-masing sejumlah Rp5 juta, Umar Faruq dan Abdulah Fanani masing-masing Rp12.500.000, Purnomo kebagian Rp 15 juta.

Pada tanggal 10 Juni 2017, sekitar pukul 12.00, di alun-alun Kota Mojokerto, Purnomo memberikan uang Rp57.500.000 kepada Umar faroq, selanjutnya Umar Faruq menyerahkan uang tersebut kepada Gunawan sejumlah Rp30 juta untuk dibagikan kepada 6 anggota Fraksi gabungan masing-masing Rp 5 juta yakni, Dedi Novianto (Partai Demokrat), Uji Pramono (Partai Demokrat), Kholid Firdaus Waji (Partai Keadilan Sejahtera), Edy Prayitno (PKS), Raihan Mustafa (PPP) dan Gunawan (PPP).

Selain itu, Umar Faruq juga memberitahukan kepada masing-masing anggota Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) yakni, Yuli Veronica, Maschur, Suryono dan Aris Satrio Budi, bahwa masing-masing mendapat bagian uang Rp5 juta, yang disepakati dipergunakan untuk membeli parcel

Sekitar pukul 17.30 WIB, Purnomo menemui Abdulah Fanani  di  rumahnya di Jalan Surodinawan Mojokerto dan menyerahkan uang sebesar Rp37.500.000. Kemudian, Abdullah Fanani menyerahkan uang Rp10 juta kepada Junaidi Malik (Ketua Fraksi PKB) dan Choiroiyah, sebagai bagiannya. Dan Rp15 juta untuk Sony Basuki Rahardjo (Ketua Fraksi Golkar), Hardi Ashanty dan Anang Wahyudi.

Sedangkan sisanya, dibagikan kepada anggota Fraksi PDIP masing-masing  Rp5 juta yakni, Darwanto, Yunus Suprayitno, Febriana Meldiyawati, Suliat dan Gusti Fatmawati. Selain itu, Purnomo juga menyerahkan uang sejumlah Rp15 juta kepada Dwi Edwin Indrapraja (Ketua Fraksi Gerindra), Moh. Harun dan Ita Primaria Lestari, masing-masing Rp5 juta.

Sementara sisa uang sebesar Rp280 juta yang diterima Wiwiet Febriyanto dari Irfan Dwi Cahyanto alias Ipang, pada hari Selasa tanggal 12 Juni 2017 di Komplek Ruko Citra Harmoni Sidoarjo, dipergunakan untuk keperluan pribadi terdakwa sendiri sebesar Rp 180 juta (yang disebut Wiwiet dalam persidangan sebagai kompensasi ke Kajari Mojokerto terkait masalah Rumah Sakit), dan yang Rp 100 juta sebagai cicilan pertama atas temuan audit BPK RI dalam proyek Graha Mojokerto Service City (GMSC).

Pada tanggal 16 juni 2017 sekitar 15.00 14.00 WIB, Wiiwet Febriyanto menghubungi Umar Faruq, membicarakan rencana penyerahan uang komitmen tahap kedua sejumlah Rp 300 juta, yang kemudian disepakati uang tersebut akan diserahkan melalui Hanif Mashudi, selaku orang kepercayaan Umar Faruq. Sekita pkl 15.40 WIB, terdakwa bertemu dengan Hanif Mashudi di kantor PUPR dan mengatakan, agar nanti malam, Hanif Mashudi menemui Taufik Fajar guna menerima uang komitmen tahap kedua sebesar Rp300 juta dari terdakwa, untuk diserahkan kepada anggota DPRD kota Mojokerto melalui Umar Faruq.

Sekitar pukul 08.00 pagi, Wiwiet Febriyanto bertemu dengan Irfan Dwi Cahyanto alias Ipang dan Dodi Setiawan, di kantor Dinas PUPR Mojokerto, yang akan menyerahkan uang sebesar Rp500.000.000. Uang tersebut adalah kekurangan dari kesepakatan sebesar Rp930 juta, yang berasal dari patungan Irfan Dwi Cahyanto alias Ipang Rp100 juta dan Dodi Setiawan Rp400.000.000.

Namun Wiwiet meminta, agar uang tersebut diserahkan melalui Taufik Fajar alias Kaji. Kemudian Irfan Dwi Cahyanto alias Ipang, memerintahkan Agung Hariyanto untuk mengantarkan uang tersebut kepada Wiwiet melalui Taufik Fajar alias Kaji.

Kemudian Wiwiet menghubungi Taufik Fajar untuk menerima penyerahan uang dari Agung Hariyanto dan melaporkan kepada terdakwa, dan terdakwa meminta Taufik Fajar alias Kaji, agar menyisihkan uang sejumlah Rp300 juta, untuk diserahkan kepada Hanif Mashudi, dan Rp30 juta diminta untuk disimpan. Sisa sebsar Rp170 juta, diminta untuk diserahkan kepada terdakwa.

Sekitar pukul 21.00 WIB, Taufik Fajar menyerahkan uang sebesar Rp300 juta kepada Hanif Mashudi di depan ruahnya. Sementara terdakwa Wiwiet Febriyanto, sekitar pukul 20.00 WIb,  menghadiri rapat dengar pendapat (RDP) sebagai permulaan, dilakukannya pembahasan rencana perubahan APBD tahun 2017, terkait permasalahan penganggaran PENS yang sekaligus tindak lanjut atas hasil konsolidasi dengan Kementerian Dalam Negeri. RDP tersebut, juga dihadiri oleh Purnomo, Umar Faruq dan Abdullah Fanani beserta anggota Komisi III DPRD Kota Mojokerto serta dihadiri juga oleh Kepala Dinas Pendidikan, Novi Raharjo, Subektiarso (Kepala Bidang Anggaran BPPKA), Ani Wijaya (Kepala Bidang Aset DPPKA) juga Helmi (Kepala Bidang Perencanaan Infrastruktur, SDA dan Ekonomi (BAPEKO).

Pada saat berlangsungnya RDP, Umar Faruq menerima telepon dari Hanif Mashudi, yang menyampaikan bahwa, telah menerima uang Rp300 juta dari terdakwa Wiwiet Febriyanto melalui Taufik Fajar alais Kaji. Dari telepon tersebut, Umar Faruq menemui Hanif Mashudi di kantornya di Jalan Surodinawan Mojokerto, untuk memastikan uang yang diberikan oleh terdakwa yang diterima Hanif Masudi.

Sekitar pukul 23.00 WIB setelah selesai RDP, Wiwiet menemui Purnomo diruang kerjanya, dan menyampaikan bahwa uang komitmen tahap pertama program Jasmas yang dapat direalisasikan adalah sejumlah Rp300.000.000 dan telah diserahkan melalui Umar Faruq. Sedangkan sisanya, akan direalisasikan kemudian hari. Wiwiet Febriyanto lalu mengambil uang Rp170 juta dari Taufik Fajar untuk dipergunakan membayar cicilan rumah sejumlah Rp30 juta (ini yang disebutkan Wiwiet terkait dirinya menjaminkan rumahnya untuk membayar utang Pemkot), dan sisanya Rp140 juta sebagai tambahan uang triwulan anggota DPRD Kota Mojokerto.

Pada dini hari, 16 Juni 2017, setelah selesai RDP, Purnomo menemui Umar Faruq di rumah PAN. Tidak lama kemudian, Umar Faruq menghubungi Hanif Mshudi, supaya datang ke rumah PAN membawa uang Rp300 juta dari terdakwa, yang disimpan dalam tas ransel berwarna hitam merk ECCE. Tak lama kemudian, Umar Faruq dan  Abdullah Fanani tertangkap oleh petugas KPK. (Rd1)

Posting Komentar

Tulias alamat email :

 
Top