0
Dari kiri Jarot Edy Sulistyono, Cipto Wiyono bersama, Moch. Anton, eddy Sujadi Soemama dan Leha Alujeng Sriharti
beritakorupsi.co - Cipto Wiyono, mantan Sekda (Sekretaris Daerah) Kota Malang tahun 2015 - 2016 yang saat ini menjabat sebagai Kepala Dinas PU Ciptakarya dan Tata Ruang Provinsi Jawa Timur, mengakui dihadapan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya dalam persidangan kasus perkara Korupsi suap DPRD Kota Malang saat pembahasan Perubahan APBD Kota Malang Tahun Anggaran (TA) 2015 lalu, telah menerima uang sebesar Rp200 juta dari Teddy Sujadi Soemama selaku Kepala Bidang (Kabid) Dinas PUPPB Kota Malang, Rabu, 29Agustus 2018.

Duit Rp200 juta yang diterima Cipto itu adalah bagian dari Rp900 juta yang dikumpulkan Teddy dari para rekanan/Kontraktor dilingkungan Dinas PUPR Kota Malang, untuk diserahkan kepada DPRD Kota Malang atas perintah Wali Kota Malang Moch. Anton, agar pembahasan Perubahan APBD Kota Malang TA 2015 berjalan lancar.

Jumat, 29 Agustus 2018, Sidang digelar diruang sidang Candra Pengadilan Tipikor Surabaya di Ketuai Majelis Hakim Cokorda Gede, adalah agenda mendengarkan keterangan saksi. Tim JPU KPK Arif Suhermanto dkk, menghadirkan Cipto Wiyono bersama Jarot Edy Sulistyono selaku Kepala Dinas Pekerjaan Umum Perumahan dan Pengawasan Bangunan (PUPPB) Kota Malang (sudah divonis 2 tahun penjara), Moch. Anton (Wali Kota Malang nonaktif dan sudah divonis 2 tahun penjara), Teddy Sujadi Soemama (Kepala Bidang  PUPR Kota Malang dan Leha Alujeng Sriharti (staf Dinas PUPPB Kota Malang) sebagai saksi untuk 18 orang terdakwa (terdiri dari 3 perkara masing-masing 6 terdakwa) selaku anggota DPRD Kota Malang periode 2014 - 2019 dalam kasus perkara Korupsi suap DPRD Kota Malang dalam pembahasan Perubahan APBD Kota Malang TA 2015 lalu, dengan didampingi Penasehat Hukumnya masing-masing daintaranya Dr. Solahudin dan M. Muchtar.

Sementara 18 terdakwa selaku anggota DPRD Kota Malang periode 2014 2019 itu adalah Sulik  Lestyowati (Ketua Komisi A/Demokrat), Abd. Hakim (Ketua Komis B/PDIP), Bambang Sumarto (Ketua Komisi C/Golkar), Imam Fauzi (Ketua Komisi D/PKB), Syaiful Rusdi (Fraksi PAN) dan Tri Yudiani (Fraksi PDIP) (satu perkara dengan Nomor : 119/PID.SUSU/TPK/2018/PN.SBY),

Kemudian terdakwa Rahayu Sugiarti (Wakil Ketua/Partai Golkar), Ya’quban Ananda Gudban (Ketua Fraksi Hanura-PKS), Hery Subiantono (Ketua Fraksi Demokrat), Heri Pudji Utami (Ketua Fraksi PPP-Nasdem), Abdul Rahman (Fraksi PKB). dan Sukarno selaku Ketua Fraksi Golkar (satu perkara, Nomor : 120/PID.SUSU/TPK/2018/PN.SBY)

Serta terdakwa Sprapto (Ketua Fraksi PDIP), Sahrawi (Ketua Fraksi PKB), Mohan Katelu (Ketua Fraksi PAN), Slamet (Ketua Fraksi Gerindra), H.M. Zainuddin AS (Wakil Ketua/PKB) dan Wiwik Hendri Astuti, Wakil Ketua/Partai Demokrat (dengan nomor perkara 121/PID.SUSU/TPK/2018/PN.SBY)
18 terdawa; Sulik  Lestyowati (Ketua Komisi A/Demokrat), Abd. Hakim (Ketua Komis B/PDIP), Bambang Sumarto (Ketua Komisi C/Golkar), Imam Fauzi (Ketua Komisi D/PKB), Syaiful Rusdi (Fraksi PAN) dan Tri Yudiani (Fraksi PDIP), terdakwa Rahayu Sugiarti (Wakil Ketua/Partai Golkar), Ya’quban Ananda Gudban (Ketua Fraksi Hanura-PKS), Hery Subiantono (Ketua Fraksi Demokrat), Heri Pudji Utami (Ketua Fraksi PPP-Nasdem), Abdul Rahman (Fraksi PKB). dan Sukarno selaku Ketua Fraksi Golkar
Kepada Majelis Hakim, Cipto Wiyono mengatakan, bahwa dirinya menerima uang sebesar Rp200 juta dari Teddy Sujadi Soemama. Uang itu, lanjut Cipto Wiyono, diserahkan ke Ketua DPRD Moch. Arif Wicaksono (sudah divonis 5 tahun penjara) setelah lebaran usai tahun 2015.

Selain intu, Cipto juga mengakui, bahwa dirinyalah yang memerintah Teddy Sujadi Soemama untuk mengumpulkan uang sebesar Rp900 juta. Setelah Teddy menyerahkan Rp200 juta buat dirinya, yang Rp700 juta diserahkan Teddy ke Ketua DPRD Kota Malang Moch. Arif Wicaksono. Entah dari mana Teddy Sujadi Soemama mengupulkan uang itu, dirinya tidak tau.

“Saya suruh untuk mengumpulkan uang Rp900 juta. Dua ratus juta itu saya serahkan lagi ke Ketua Dewan setelah lebaran. Saya tidak tau dari mana dikumpulkan, Teddy yang tau,” kata Cipto Wiyono dengan gerak tubuh seperti merasa tidak nyaman.

Cipto Wiyono Menjelaskan, pada saat berlangsungnya rapat pembahasan Perubahan APBD TA 2015, Ketua DPRD Moch. Arif Wicaksono meminta uang 10 persen dari anggaran Pokir (pokok-pokok pikiran) sebesar Rp9 milliar. Karena dirinya tidak berwenang untuk memutuskan, akhirnya Ketua DPRD Moch. Arif Wicaksono menyampaikannya langsung ke Wali Kota Moch. Anton, yang dijawab Moch. Anton akan diselesaikan oleh Sekda (Cipto Wiyono).

“Ketua Dewan meminta uang 10 persen dari anggaran Pokir Rp9 milliar, tapi saya tidak berwenang. Kemuidian Ketua Dewan menyampaikannya ke Wali Kota, yang dijawab, nanti akan diselesaikan Sekda. Saya meminta Jarot (Jarot Edy Sulistyono) dan Teddy,” kata Cipto.

Saat Majelis Hakim menanyakkan, apakah DPRD akan mempersulit pembahasan APBD itu kalau tidak dikasih. Menurut Cipto, bisa jadi pembahasan akan lama.

Terkait uang Rp200 juta yang dikatakan Cipto Wiyono diserahkan lagi ke Ketua DPRD Moch. Arif Wicaksono, dalam persidangan sebelumnya, Moch. Arif Wicaksono mengatakan tidak menerimanya, kecuali uang sebesar Rp700 juta dari Teddy, yang dibagi dalam 2 tempat. Yang satu sejumlah Rp100 juta khusus untuk Ketua DPRD, dan yang Rp600 juta untuk dibagikan keseluruh anggota DPRD.

Bahkan Moch. Arif Wicaksono berani “sumpah pocong” kalau ditinya tidak menerima uang Rp200 juta dari Cipto. Lalu siapakah diantara kedua tokoh di Kota Malamg ini yang benar ? Sepertinya keduanya perlu dipertemuakan dalam persidangan untuk mengklarifikasi tentang uang “haram” itu. Apakah uang “setan diamakan tuyul?”.
Yang pasti, Cipto Wiyono dan Teddy adalah salah satu pemeran penting terkumpulnya uang “haram” yang serahkannya ke Ketua DPRD Kota Malang, yang kemudian dibagi-bagikan keseluruh anggota Dewan, sekaligus sebagai “pintu masuk” bagi Moch. Arif Waicaksono, Moch. Anton,  Jarot bersama puluhan anggota Dewan yang terhormat di Kota Malang itu untuk  “meringkuk” dibalik penjara.

Sebelumnya, keterangan Jarot Edy Sulistyono seperti mengagetkan suasana sidang. Pasalnya, Jarot mengatakan, kalau dirinya adalah “Korpri” alias Korban Perintah. Jarot menjelaskan kepada Majelis Hakim, dirinya diperintah Cipto untuk mengumpulkan uang. Uang yang dimaksudnya adalah permintaan Ketua DPRD.

“Yang pasti, ada sajalah di Dewan itu. Kalau nggak dikasih bisa jadi dipersulit, itu yang saya pahami. Saya diperintah oleh pimpinan saya untuk mengumpulkan uang. Saya sangat patuh dan loyal pada pimpinan saya. Sampai-sampai saya pernah disuruh baca buku (oleh Cipto). Saya ini adalah Korpri, Korban perintah. Anak, istri bahkan orang tua saya sampai meninggal karena hal ini,” kata Jarot.

Jarot mengungkapkan, bahwa dirinya sebagai Kepala Dinas PUPPB yang bermitra dengan Komis C DPRD Kota Malang sering dimintai uang Rp1 juta untuk masing-masing Dewan yang kadang berjumlah 25 orang.

“Sering diminta uang kadang Satu juta untuk 20 orang, nggak tau harus nyari dari mana,” kata Jarot.

Keterangan Jarot ini mendapat dukungan dari Moch. Anton. Sebab Moch. Anton justru memojokkan Cipto Wiyono. Kepada Majelis Hakim, Moch. Anton mengatakan, bahwa dirinya pernah menerima pesan dari Bupati Trenggalek yang masih ada hubungan keluarga dengan Cipto. Moch. Anton mengatakan, kalau dirinya pernah diingatkan oleh Bupati Trenggalek agar berhati-hati dengan Cipto.

“Apa yang dikataka Jarot, itu adanya. Cipto ini sebelumnya pernah sebagai Sekda di trenggalek. Saya pernah diingatkan oleh Bupati Trenggalek, “walau masih saudara saya, hati-hati sama dia”,. Ia inilah,” Kata Moch. Anton.

Apa yang dikatakan Moch. Anton kali ini, sepertinya berkaitan pada saat dirinya membacakan pembelaan  sebagai terdakwa, yang mengatakan ada yang lebih bertanggungjawab. Namun dirinya yang lebih dulu dipenjara.

Konyol memang, bila Moch. Anton mengatakan ada orang yang lebih bertanggungjawab dari pada dirinya sebagai Wali Kota. Pada hal, apa yang dilakukan oleh Cipto terkait pemberian uang “setan” itu ke DPRD adalah karena perintahnya. Namun justru megatakan orang lain yang lebih beranggungjawab.

Seperti yang diberitakan sebelumnya. Pada tanggal 25 Juni 2015, bertempat di ruang rapat paripurna DPRD Kota Malang, dilakukan Rapat Paripurna I dengan agenda penyampaian sambutan Walikota Malang dalam menghantar Konsep Kesepakatan Bersama antara Pemerintah Kota Malang dengan DPRD Kota Malang tentang Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (PPAS) Perubahan APBD TA 2015.
Dalam pembahasan tersebut. dibahas juga tentang anggaran kegiatan pokok-pokok pikiran (Pokir) anggota DPRD yang hasilnya, setiap anggota DPRD mendapatkan anggaran sebesar Rp200 juta, dimasukkan pada Dinas PUPPB Kota Malang yang seluruhnya sebesar Rp9 milliar.

Terkait anggaran Pokir, Ketua DPRD Moch. Arief Wicaksono mengadakan pertemuan dengan pimpinan DPRD, yaitu terdakwa l Rahayu Sugiarti, Wiwik Hendri Astuti, H.M Zainuddin AS dan para Ketua Fraksi, yaitu terdakwa II Ya'qud Ananda Gudban, terdakwa III Heri Subiantono, terdakwa IV Sukarno, terdakwa V Hery Pudji Astuti, Suprapto, Mohan Katelu, Salamet, Sahrawi serta dihadiri Ketua Komisi C Bambang Sumarto diruangan Ketua DPRD Kota Malang, terkait usulan kegiatan pokok-pokok pikiran yang ada di Dinas PUPPB Kota Malang,  dan menyepakati bahwa anggota DPRD tidak usah mengerjakan pekerjaan-pekerjaan yang berhubungan dengan pekerjaan pokir di Dinas PUPPB yang diusulkan oleh Konstituen, dan sebagai penggantinya akan diberikan imbalan fee dengan istilah 'uang pokir' dengan besaran 10 persen dari nilai kegiatan anggaran pokir atau sebesar Rp 900 juta.

Pada tanggal 6 Juli 2015, sebelum dimulainya rapat paripurna dengan agenda penyampaian pendapat Badan Anggaran (Banggar) DPRD Kota Malang dan pendapat Fraksi-fraksi terhadap Konsep Kesepakatan Bersama antara Pemerintah Kota Malang dan DPRD Kota Malang tentang KUA dan PPAS Perubahan APBD TA 2015, Ketua DPRD Kota Malang Moch. Arief Wicaksono, terdakwa l Rahayu Sugiarti, Wiwik Hendri Astuti, H.M Zainuddin AS dan para Ketua Fraksi DPRD Kota Malang, yaitu terdakwa Il Ya'qud Ananda Gudban, terdakwa III Heri Subiantono, terdakwa IV Sukarno, terdakwa V Hery Pudji Astuti, Suprapto, Mohan Katelu, Salamet, dan Sahrawi melakukan pertemuan dengan Walikota Malang Moch. Anton, Wakil Walikota Malang Sutiadji, dan Sekretaris Daerah Kota Malang Cipto Wiyono bertempat di ruangan Ketua DPRD Kota Malang.

Pada pertemuan tersebut, Moch. Arief Wicaksono dan Suprapto menjadi juru bicara para Ketua Fraksi yang mewakili seluruh anggota DPRD Kota Malang. meminta kepada Walikota Malang Moch. Anton untuk memberikan uang imbalan fee pembahasan Rancangan Perubahan APBD TA 2015 dengan istilah 'uang pokir' kepada anggota DPRD Kota Malang, agar pembahasan berjalan lancar dan tidak ada halangan dari Anggota DPRD Kota Malang sehingga dapat disetujui.

Atas permintaan tersebut, Moch Anton menyanggupi dengan memerintahkan Cipto Wiyono untuk menyiapkan 'uang pokir' dimaksud. Setelah pertemuan di ruangan Ketua DPRD tersebut, Moch. Arief Wicaksono membicarakan kembali dengan Moch. Anton secara berdua saja, agar Moch. Anton memenuhi permintaan uang oleh anggota DPRD, dan Moch Anton pun  menyanggupinya.

Hal itu disampaikan kepada seluruh anggota DPRD Kota Malang yang kemudian menyetujuinya. Selanjutnya Cipto Wiyono meminta Jarot Edy sulistyono untuk memerintahkan Teddy Sujadi soemama selaku Kepala Bidang PUPPB Kota Malang untuk menemui dirinya. Setelah Teddy Sujadi sumama menghadap, Cipto Wiyono meminta Teddy Sujadi sumama agar mengumpulkan uang dari para rekanan atau kontraktor pada Dinas PUPPB  Kota Malang sebesar 9p900 juta, yang mana uang sebesar Rp700 juta diserahkan kepada Moch. Arif Wicaksono, dan uang Rp200 juta diserahkan kepada Cipto Wiyono.

Atas permintaan tersebut, Teddy Sujada sumama melaporkannya kepada Jarot Edy Sulistyono,  dan diperintahkan untuk melaksanakannya. Setelah uang terkumpul sebesar Rp900 juta, pada tanggal 13 Juli 2015 pagi hari, Teddy Sujada sumama menyerahkan uang pokir kepada Jarot Edy sulistyono di kantor Dinas PUPPB Kota Malang Jalan Bingkil No 1 Kota Malang. Selanjutnya, Jarot Edy Sulistyono melaporkan kepada Cipto Wiyono.

Pada tanggal 14 Juli 2015 sekitar pukul 13.00 WIB, Moch. Arif Wicaksono menghubungi Cipto Wiyono, meminta realisasi uang pokir untuk anggota DPRD Kota Malang, yang kemudian Cipto Wiyono menyampaikan bahwa uang akan segera diserahkan oleh Jarot Edy sulistyono. Sekitar pukul 14.00 WIB, atas perintah Cipto Wiyono, Jarot Edy Sulistyono menghubungi Moch. Arif Wicaksono, menanyakan ke mana penyerahan uang pokir sebesar Rp700 juta. Kemudian Moch.  Arif Wicaksono meminta agar uang Pokir diserahkan di rumah dinasnya Jalan Panji Suroso No 7 Kota Malang dengan terlebih dahulu dipisahkan jatah untuk dirinya sebesar Rp100 juta, dan untuk seluruh anggota DPRD Kota Malang sebesar Rp600 juta dibungkus tersendiri. Kemudian,  pada pukul 14.24 WIB, Moch. Arif Wicaksono menyampaikan kepada Bambang Sumarto,  bahwa uang pokir dari Moch. Anton akan segera diterima.

Sekitar pukul 15.00 WIB, Jarot Edy Sulistiyono meminta Teddy Sujadi Soemama untuk menyerahkan uang sebesar Rp700 juta kepada Moch. Arief Wicaksono, dan uang sebesar Rp200  juta kepada Cipto Wiyono. Kemudian Tedy Sujadi Soemama menyerahkan uang sebesar Rp700  juta yang terbungkus dalam kardus kepada Moch. Arief Wicaksono dirumah dinasnya, dan Rp200 juta kepada Cipto Wiyono di rumah dinasnya, namun Cipto Wiyono tidak ada sehingga Teddy Sujadi Soemama menyerahkan uang tersebut melalui staff Cipto Wiyono yang berada dirumah dinas.
Setelah mendapat laporan penyerahan "uang pokir", Cipto Wiyono melaporkannya kepada Moch. Anton. Setelah Moch. Arief Wicaksono menerima uang tersebut, Moch. Arief Wicaksono kemudian memberitahukan kepada Suprapto, bahwa “uang pokir" sebesar Rp700 juta sudah diterima, dan meminta Suprapto datang ke rumah dinasnya. Setelah Suprapto datang, Moch. Arief Wicaksono meminta Suprapto untuk menghubungi para Ketua Fraksi DPRD Kota Malang supaya datang ke rumah dinasnya untuk membagi “uang pokir” kepada seluruh anggota DPRD Kota Malang, antara lain : 1. terdakwa I Rahayu Sugiarti sebesar Rp17.500.00,;  2. Terdakwa II Ya'qud Ananda Gudban sebesar Rp15.000.000,; 3. Terdakwa III Hery Subiantono sebesar Rp15.000.000,; 4. Terdakwa IV Sukarno sebesar Rp17.500.000,; 5. Terdakwa V Heri Pudji Utami sebesar Rp15.000.000,; 6. Terdakwa VI H. Abd. Rachman sebesar Rp12.500.000,; 7. Moch. Anef Wmaksono sebesar Rp82.500.000,; 8. Wiwik Hendri Astuti sebesar R917 500.000,;  9. H.M. Zainuddin AS sebesar Rp17.500.000; 10. Mohan Katelu sebesar Rp17.500.000,; 11. Salamet sebesar Rp15.000,; 12. Sahrawl sebesar Rp15.000.000,; 13. Bambang Sumarto sebesar Rp15.000.000,; 14. Suprapto sebesar Rp17.500.000,; 15. Abdul Hakim sebesar Rp17.500.000,; 16. Sullk Lestyowatl sebesar Rp12.500.000,; 17. Imam Fauzi sebesar Rp12.500.000,; 18. Tri Yudlani sebesar Rp15.000.000, dan 19. Syaiful Rusdi sebesar Rp15.000.000.

Setelah para terdakwa dan anggota DPRD Kota Malang lainnya menerima uang tersebut, proses pembahasan Perubahan APBD Kota Malang TA 2015 berjalan lancar tanpa ada hambatan dari para anggota DPRD Kota Malang. Sehingga pada tanggal 22 Juli 2015, dapat dilaksanakan kegiatan penyampaian Pendapat Akhir Fraksi DPRD Kota Malang terhadap Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) Pembahan APBD TA 2015 yang pada pokoknya, menyetujui Rancangan Perubahan APBD TA 2015 menjadi APBD-P TA 2015 Kota Malang sebagaimana dituangkan dalam Keputusan DPRD Kota Malang Nomor:  188.4/48/35.73.201/2015 tanggal 22 Juli 2015 tentang Persetujuan Penetapan Recangan Peraturan Daerah Kota Malam Tentang Perubahan Anggaran Pendapatan dan Beianja Dumh Tahm Anggaran 2015 yang ditandatangani oleh Moch. Arief Wicaksono selaku Ketua DPRD Kota Malang.

Bahwa para terdakwa mengetahui atau patut diduga, bahwa uang tersebut diberikan agar memberikan pemetujuan terhadap usulan Perubahan APBD Pemerintah Kota Malang TA 2015,  yang bertentangan dengan kewajiban para terdakwa sebagaimana diatur dalam Pasal 5 angka 4 dan 6 UU RI Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN) juncto Pasal 400 ayat (3) UU RI Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD juncto UU RI Nomor 42 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD.

Akibatnya, perbuatan para terdakwa dianggap merupakan tindak pidana, sebagaimana diatur dan diancam pidana menurut Pasal 12 huruf a (atau pasal 11) UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Selain suap,  para terdakwa juga dijerat dengan pasal menerima Gratifikasi
Pra terdakwa selaku anggota DPRD Kota Malang telah menerima gratifikasi berupa uang “sampah” sebesar Rp300 juta. Dan uang itu tidak hanya diterima oleh terdakwa, melainkan seluruh Anggota DPRD Kota Malang dalam pembahasan persetujuan pelaksanaan proses Investasi pembangunan dan pengelolaan barang milik daerah Pemerintah Kota Malang, berupa tanah yang difungsikan sebagai Tempat Pembuangan Akhir  (TPA) Supit Urang sebesar Rp300 juta, dan penerimaan uang pada tahun 2014 dalam pembahasan APBD Kota Malang TA 2015 sebesar Rp5.5 milliar

Dalam surat dakwaan JPU KPK dikatakan, bahwa dalam rentang waktu antara bulan September 2014 sampai dengan bulan Juli 2015,  bertempat di Kantor DPRD Kota Malang di Jalan Tugu No. 1A Kota Malang, para tendakwa telah menenma uang berkaitan :

a. Penerimaan uang sebesar Rp5.500.000.000 (Lima milyar Lima ratus juta rupiah) pada saat  pembahasan APBD Kota Malang Tahun Anggaan 2015, Ketua DPRD Kota Malang Moch. Arief Wicaksono kemudian membagikannya kepada 45 (Empat puluh lima) anggota DPRD Kota Malang Mulai: para Ketua Fraksi. diantaranya :

1. Terdawak I Rahayu Sugiarti ”besar Rp125 juta;
2. Terdakwa II Ya’qud Ananda Gudban sebesar Rp125 juta;
3. Terdakwa III Hery Sublantono sebesar Rp125 juta;
4. Terdakwa IV Sukarno sebesar Rp125 juta;
5. Terdakwa V Heri Pudji Utami sebesar Rp110 juta
6. Terdakwa VI H. Abd. Rachman sebesar Rp100 juta
7. Moch Anef Wicaksono sebesar Rp125 juta
8. Wiwik Hendri Astuti sebesar Rp125 juta
9. H.M. Zainuddin AS sebesar Rp125 juta
10. Mohan Katelu sebesar Rp125 juta
11. Salamat sebesar Rp125 juta
12. Sahrawi sebesar Rp125 juta
13. Bambang Sumarto sebesar Rp100 juta
14. Suprapto sebesar Rp100 juta
15. Abdul Hakim sebesar Rp100 juta
16. Sulik Lestyowati sebesar Rp100 juta
17. Imam Fauzi sebosar Rp100 juta
18. Tri Yudiani  sebesar Rp100 juta
19. Syaiful Rusdi sebesar Rp100 juta,

b. Bahwa “uang sampah” sebesar Rp300 juta pada saat pembahasan persetujuan pelaksanaan proses Investasi pembangunan dan pengelolaan barang milik daerah Pemerintah Kota Malang, berupa tanah yang difungsikan sebagai Tempat Pembuangan Akhir  (TPA) Supit Urang yang diterima Ketua DPRD Kota Malang Moch. Arief Wicaksono untuk kemudian dibagikan kepada 45 (Empat puluh Lima) anggota DPRD Kota Malang melaiui para Ketua Fraksi, diantaranya :

1. Terdakwa I Rahayu Sugiarti sebesar Rp10 juta
2. Terdakwa ll Ya’qud Ananda Gudban sebesar Rp10 juta
 3. Terdakwa III Hery Subiantono sebesar Rp10 juta
4. Terdakwa IV Sukarno sebesar Rp10 juta
5. Terdakwa V Heri Pudji Utami sebesar Rp10 juta
 6. Terdakwa VI H. Abd. Rachman sebesar Rp10 juta
7. Moch Arief Wicaksono sebesar Rp25 juta
8. Wiwik Hendri Astuti sebesar Rp10 juta
 9. H.M. Zainuddin AS sebesar Rp10 juta
10. Mohan Katelu sebesar Rp10juta
11. Salamet sebesar Rp10 juta
12. Sahrawi sebesar Rp10 juta
13. Bambang Sumarto sebesar Rp5 juta
14. Suprapto sebesar Rp5 juta
15. Abdul Hakim sebesar Rp5 juta
16. Sullk Lestyowati sebesar Rp5 juta
17. Imam Fauzi sebesar Rp5 juta
18. Tn Yudianl sebesar Rp5 juta
19. Syaiful Rusdi sebesar Rp5 juta

Setelah menerima uang tersebut diatas, para terdakw tidak pernah melaporkannya kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sampai dengan batas waktu 30 (Tiga puluh) hari kerja,  sebagaimana yang dipersyaratkan dalam UU RI Nomor 31Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.  padahal penerimaan itu tidak ada alasan yang sah menurut hukum, sehingga hal itu dianggap suap, karena berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan kewajiban, atau tugas para terdakwa selaku Penyelenggara Negara, yaitu sebagai anggota DPRD Kota Malang.

Dan  bertentangan dengan kewajiban para terdakwa selaku anggota DPRD Kota Malang periode tahun 2014 2019 sebagaimana ketentuan :

1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN), pasal 5 angka 4 yang menyatakan : “Setiap penyelenggara negara berkewajiban untuk tidak melakukan perbuatan korupsi, kolusi dan nepotisme”. Pasal 5 angka 6 lebih lanjut menyatakan : “Setiap penyelenggara negara berkewajiban untuk melaksanakan tugas dengan penuh tanggung jawab dan tidak melakukan perbuatan tercela, tanpa pamrih baik untuk kepentingan pribadi, keluarga, kroni, maupun kelompok, dan tidak mengharapkan imbalan dalam bentuk apa pun yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.”

2. Pasal 400 ayat (3) UU RI Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD, juncto UU RI Nomor 42 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD yang menyatakan : “Anggota DPRD Kabupaten/Kota dilarang melakukan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN”.

Perbuatan terdakwa ini pun diancam hukuman pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun, sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 12 B UU RI 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI  Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP juncto pasal 65 ayat (1) KUHP. (Rd1)

Posting Komentar

Tulias alamat email :

 
Top