Saksi dari kiri, Subairi dan Muchtar Sami’an (Koordinator Kelompok) serta Solihin selaku LSM Perintis |
Sebelumnya, pada tahun 2016, Kejari Surabaya pernah menghadirkan salah seorang Wartawan Harian terkenal di Surabaya sebagai saksi dalam kasus perkara korupsi Prona disalah satu Kelurahan Kematan Dukuh Pakis Surabaya. Karena Wartawan itu menerima aliaran duit dari hasil penarikan biaya illegal oleh si Lurah, dan duit itu untuk pemasangan Iklan. Entah bagaimana proses pengajuan dan pencairan proposal Iklan. Dan bisa jadi PPh (Pajak Penghasilan) tidak di bayar ke Kas negara.
Setelah itu, pada tahun 2017 - 2018, JPU KPK juga menghadirkan Wartawan Harian sebagai saksi dalam perkara Koruspi suap yang tertangkap tangan KPK terhadap Bupati Nganjuk Taufiqurrahman. Bahkwan Wartawan itu ikut dalam rombongan saat Taufiqurrahman diamnakan KPK di Hotel Brobudur Jakarta.
Berlanjut kemudian, KPK juga menghadirkan salah satu Wartawan harian terkenal di Jawa Timur, dalam perkara Korupsi suap Ketua DPRD Kota Malang. Dalam dakwaan JPU KPK, si Wartawan itu memperkenalkan pihak Kontraktor (Komisiainyanya sudah divonis) dengan Ketua DPRD Kota Malang (sudah divonis), terkait proyek Jembatan Kedungkandang Malang. Tidak hanya memperkenalkan, tetapi juga “mengetahui” terkait penganggaran proyek yang menjadi salah satu kasus dalam perkara Korupsi Bank Jatim sebesar Rp 155 milliar yang saat ini sedang disidangkan di Pengadilan Tipikor Surabaya.
Tidak hanya itu, si wartawan itu juga menerima duit dari pihak kontraktor sebesar Rp 5 juta, dan dari Ketua DPRD Kota Malang sebesar Rp 15 juta, setelah Ketua DPRD itu menerima duit dari pihak Kontraktor sebesar Rp 250 juta.
Sementara dalam kasus Korupsi suap Bupati Jombang Nyono Suhari Wihandoko, JPU KPK tidak menghadirkan Wartawan Harian terkenal di Jawa Timur, walau dalam dakwaan JPU KPK, mapun yang terungkap dalam persidangan, bahwa duit “haram” yang diterima Bupati Jombang, sebahahian atau sebesar Rp 10 juta untuk pemasangan iklan terkait pencalonan Nyono sebagai Bupati dalam Pilkada Juni 2018.
Dalam sidang kali ini yang “menghiasi” adalah anggota LSM (Lembaga Suwadaya Masyarakat) Perintis, dalam kasus perkara dugaan Korupsi dana Bansos (Bantuan Sosial) yang berasal dari APBD Kabupaten Jember Tahun Anggaran 2015 sebesar Rp 38 milliar, yang pencairannya tidak sesuai dengan prsedur oleh Pemda terhadap DPRD Kabupaten Jember, hingga menyeret Ketua DPRD Koabupaten Jember periode 2014 - 2019 menjadi terdakwa. Sementara Sekda dan Kepala BPKAD sudah dipenjarakan setelah terlebih dahulu ditetapkan menjadi tersangka oleh penyidik Kejati Jatim beberap minggu lalu.
Selasa, 14 Agustus 2018, JPU dari Kejari Jember menghadirkan Solihin selaku anggota LSM Perintis di Kabupaten Jember sebagai saksi untuk terdakwa Thoif Zamroni selaku Ketua DPRD Kabupaten Jember periode 2014 - 2019 dalam kasus perkara dugaan Korupsi penggunaan dana Bantuan Sosial (Bansos) sebesar Rp 38 milliar yang bersumber dari APBD Kabupaten Jember Tahun Anggaran (TA) 2015, yang merugikan keuangan negara sesuai hasil perhitungan keuangan negara (HPKN) BPKP (Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan) Perwakilan Provins Jatim Nomor: S-1214/13/05/2018 tanggal 5 Maret 2018. sebesar Rp1.045.000.000 (Satu milliar Empat puluh Lima juta rupiah).
Sidang yang berlangsung (Selasan, 14 Agustus 2018) di ruang sidang Candra Pengadilan Tipikor Surabaya dengan Ketua Majelis Hakim Wiwin Arodawanti adalah agenda pemeriksaan saksi selaku penerima dana Bansos yang dihadirkan JPU Kejari Jember. Sidang dilangsungkan dalam 3 session.
Selain saksi Solihin selaku LSM, JPU juga menghadirkan Subairi dan Muchtar Sami’an selaku koordinator Kelompok yang ditunjuk oleh terdakwa. Selain itu, kedua saksi ini juga sebagai pengurus kelompok tani, serta beberapa saksi lainnya yang juga sebagai penerima dana Bansos itu, diantaranya Asy'ari (Ketua Kelompok Ternak Kambing), Abdul Jalal selaku Ketua Kelompok Ternak Bebek Abadi, Mahfud Bajkuni (Ketua Kelompok Bintang Jaya), Nabhan Baidi (Ketua Kelompok Ternak Ayam Jaya) dan Amar Susilo (Ketua Kelompo Ternak Maju).
Dalam persidangan terungkap, bahwa Solihin ternyata menerima satu ekor sapi dari Kelompok Tani Ternak Sapi Bima Sakti, pada tahun 2016, setelah dirinya mengetahui, bahwa penggunaan dana Bansos diduga tidak sesuai peruntukannya.
“Saya pernah diundang untuk bertemu dengan Muktar dan terdakwa disalah satu tempat. Saya ditawari sesuatu oleh terdakwa. Sapi itu saya terima dari Sekretaris Kelompok. Wakyu saya bilang, saya mau menerima alakan saya dimasukkan menjadi anggota,” kata saksi Solihin kepada Majelis.
“Itu sebagai tutup mulut ia ? tanya Ketua Majelis Hakim. Namun oleh terdakwa mengtakan, kata pelapr sudah selesai.
Pada hal, yang membuat laporan ini ke Kejaksaan adalah dirinya bersama Farid, yang juga anggota LSM.
Sementara pada sidang sebelumnya dalam perkara yang sama dengan saksi Subairi dan Muhtar Sami’an terungkap, bahwa dana Bansos yang diterima Kelompok Ternak Sapi Bima Sakti sebesar Rp75 juta. Kemudian Muktar menitipkannya ke terdakwa sebesar Rp50 juta, sementara yang Rp25 juta dibelikan 1 ekor sapi seharga Rp15 juta, dan sisanya sebesar Rp10 juta dibagi bertiga antara Ketua, Bendahar dan Sekeretaris Kelompok Tani ternak Sapi Bima Saksti
“Terima sebesar Rp75 juta. Karena saya takut hilang, rumah Bedeg (bamboo) terus saya titipkan ke terdakwa sebesar 50 juta. Yang Rp25 juta saya belikan sapi seharga Rp15 juta tapi sapinya hilang. sisanya dibagi tiga,” kata saksi. Majelis Hakim pun heran atas keteragan saksi.
Majelis Hakim kemudian bertanya terkait sisa uang yang Rp50 juta ditangan terdakwa, Muktar mengatakan, diambil untuk membeli sapi 3 ekor seharga Rp15 juta per ekornya. Namun diakui saksi, bahwa harga yang sebenarnya adalah Rp10 juta. Tidak hanya itu. Surat keterangan jual beli sapi itu pun ternyata dibeli seharga Rp20 juta. Saksi juga mengakui, bahwa dirinya menerima imbalan dari Kelompok Tani lainnya untuk mendapatkan surat keterangan jual beli sapi itu.
“Harganya dibuat 15 juta per ekor. Sapi yang dibeli 4 tapi dalam laporan 5. Di LPJ harganya dinaikkan. Sapinya ada yang sakit terus dijual
Ketua Majelis Hakim pun bertanya pada JPU, apakah kedua saksi ini sudah dijadikan tersangka. Namun oleh JPU dikatakan belum.
Seusai persidangan, kepada wartawan media ini Solihin mengatakan, bahwa dirinya menjadi anggota LSM sudah 10 tahun, yang sebelumnya di LSM Libas, namun karena Ketua LSM Libas menjadi salah satu anggota DPRD Kabupaten Jember, Solihin pun “lompat” ke LSM Perintis.
Solihin menjelaskan, Awalnya dirinyalah yang pertama kali mengetahui duagaan penyimpangan dana Bansos oleh Kelompompok Tani. Karena Ketua Kelompok Tani ternak Sapi Bima Sakti adalah tetangganya. Kemudian disampaikannya ke Farid dari LSM P3 atau LSM MP3, dan selanjutnya membuat laporan ke Kejari.
“Saya lebih dulu tau. Kan Kelompnya dekat rumah, terus saya tanya-tanya. Saya pernah diajak ketemu sama terdakwa ini, saya disuruh menyelesaikan. Saya bilang, nggak bisa Pak Haji (terdawak) nggak ada masalah dengan Pak Haji, karena uang sudah disetorkan ke rekening Kelompok. Terus saya ditawari sapi. Saya bilang, saya mau menerima tapi masukkan dulu saya sebagai anggota. Sapi itu saya teriam akhir 2016. Ketua LSM tau,” kata Solihin.
Saat ditanya mengenai sapi, Solihin menjelaskan, bahwa sapi itu sudah disita oleh Kejaksaan, “Saya yang mengantar langsung ke Kejaksaan naik Pic Up terus saya diganti uang bensin. Apahak bisa jadi tersangka, kan sapi sudah dikembalikan,” kata Solihin.
Selain Solihin selaku anggota LSM Perintis yang menerima 1 ekor sapi dari dana Bansos, kabar yang beredar adalah, salah satu Koperasi milik sekelompok “Wartawan” di Kabupaten Jember yang juga menerima aliran dana sebesar Rp300 juta melalui Wakil Ketua DPRD dari Fraksi PKB Ayub Junaidi.
Yang menurt Ayub Junaidi saat ditemui wartawan media ini di Pengadilan Tipikor pada saat dirinya sebagai saksi mengatakan, bahwa Koporasi KOWINA (Koperasi Wieausaha Nasional) adalah milik Ansor.
Sementara Marfano selaku Kepala Dinas Koperasi yang saat ini menjabat Sekda Kabupaten Jember saat ditanya wartawan media ini melalui nomor WhastAppnya terkait Koperasi tersebut, tak mau memberikan komentar.
Kasus dana Bansos ini pun perlahan-lahan semakin tersang benderang. Dari keterangan Sekda dipersidangan mengatakan, bahwa pencairan dana Bansos tidak sesuai dengan prosedur.
Sementara dana Banso itu diterima oleh seluruh anggota DPRD Kabupaten Jember periode 2014 - 2019 yang berjumlah 50 orang. Untuk Ketua dan Wakil Ketua mendpat Rp1 milliar, sedangkan anggota masing-masing menerima Rp750 juta. Kemudian dalam persidangan berikutnya juga terungkap dari keterangan Sekwan (Sekretaris Dewan) mengatakan, bahwa dirinya menerima data dari pimpinanya, dimana dalam data itu sudah ada nama-nama kelompok.
Data itu kemudian diserahkan ke kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Derah (BPKAD) Kabupaten Jember. Dari BPKAD, kemudian dikirimkan ke Kepala Dinas masing-masing sesuai dengan yang tercantum dalam dokumen, diantaranya adalah Dinas Peternakan dan Kesra.
Dari Dinas Peternakan kemudian membuat surat NPHD (Surat perjanjian hibah daerah) kepada Kelompok penerima dana sesuai nama-nama kelompok yang sudah ada.
Dalam kasus ini, terdakwa Thoif Zamroni selaku Ketua DPRD Kabupaten Jember periode 2014 - 2019, bersama-sama Ayub Junaidi, Ni Nyoman Putu Martini dan Yuli Priyanto (masing-masing selaku Wakil Ketua yang juga anggota Banggar DPRD periode 2014 - 2019) bersama-sama pula dengan Sugiarto selaku Sekretaris Daerah juga selaku Ketua Tim Anggaran Pemerintah Kabupaten Jember, pada sekitar tahun 2014 hingga 2015 bertempat di Kantor DPRD Kabupaten Jember, melakukan atau turut serta melakukan secara melawan hukum, yakni terdakwa maupun Ayub Junaidi, Ni Nyoman Putu Martini dan Yuli Priyanto menyalurkan dana Bantuan Sosial (Bansos)/Hibah dari APBD Kabupaten Jember Tahun Anggaran (TA) 2015) yang pengusulannya melalui DPRD Kabupaten Jember, dengan terlebih dahulu melakukan penekanan terhadap Sugiarto selaku Ketua Tim Anggaran dengan mengatakan “APBD Kabupaten Jember Tangun Anggaran 2015 tidak akan dibahas yang selanjutnya diakomodir (“disetujui”), sehingga penyaluran dana Bansos/Hibah tidak sesuai dengan perintukannya dan tidak tepat sasaran.
Terdakwa Thoif Zamroni selaku Ketua DPRD Kabupaten Jember serta Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPRD Kabupaten Jember, menghimpun usulan bantuan dana Hibah dari masyarakat dengan cara mengumpulkan opy kartu tanda penduduk (KTP) pemohon bantuan dana Bansos.
Untuk melaksanakan di lapangan, terdakwa menunjuk Subairi dan Muchtar Sami’an, yang ditindaklanjuti dengan membuat nama kelompok dan menyerahkannya kepada terdakwa. Sedangkan mengenai besaran dan jenis bantuan yang menentukan adalah terdakwa, selain itu terdakwa juga menyuruh Indra Prasetya untuk mencari kelompok ternak yang akan diajukan melalui terdakwa dengan ketentuan, apa dana bila cair sebagian akan dipotong untuk terdakwa.
Kelompok ternak yang diusulkan melalui terdakwa untuk Dinas Peternakan berjumlah 24 kelompok sebesar Rp8.350.000.000. Selain Dinas Peternakan, terdakwa juga mengusulkan kelompok untuk menerima dana Hibah di bagian Kesra sebesar Rp 160 juta, dan bagian Perekonomian sebesar Rp 50 juta dengan cara membentuk kelompok yang sama seperti pada Dinas Peternakan.
Sehingga memperkaya diri sendiri, orang lain atau suatu korporasi, yaitu memperkaya terdakwa sebesar Rp 60 juta yang berasal adri Subairi, Muhtar dan Indra Prasetya (terpidana) masing-masing selaku koordinator kepercayaan terdakwa dalam penyaluran dan Hibah
Perorangan ataupun kekeluargaan dengan mengatasnamakan kelompok, antara lain Abdul Jalal selaku Ketua Kelompok Ternak Bebek Abadi, Mahfud Bajkuni (Ketua Kelompok Bintang Jaya), Nabhan Baidi (Ketua Kelompok Ternak Ayam Jaya), Amar Susilo (Ketua Kelompo Ternak Maju), Puspita Dewi (Bendahara Kelompok Ternak Ayam Maju), Helmi Rutib (Ketua Kelompok Ternak Kambing Mayang Jaya), Heri (Ketua Kelompok Fajar), Asy'ari (Ketua Kelompok Ternak Kambing), Santoso Iskandar (Ketua Kelompok Ternak Ayam Perkasa), Yasin (Ketua Kelompok Ternak Sidodadi), Qusyairi (Kelompok ternak ikan Air Jaya) Jumari (Ketua Kelompok Ternak Ikan nila Jaya), Qusyairi (Ketua Kelompok Ternak Ikan Air Jaya), Choirudin (Ketua Kelompok Ternak Sapi Sidomulyo) Purwanto (Ketua Kelompok Ternak Kambing), dan bebebrapa Kelompok lainnya serta sebanyak 24 Ketua sebagai pengurus Musolah (TPQ).
Selain itu, ada juga kelompok Usaha Kecil Menengah (UKM), yaitu kepada Muhammad Qholik Hasan selaku Ketua pengurus UKM Sejahtera, yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara sebesar Rp1.045.000.000 (Satu milliar Empat puluh Lima juta rupiah) sebagaimana tercantum dalam laporan hasil perhitungan keuangan negara (HPKN) BPKP (Badan Pemeriksan Keuangan dan Pembangunan) Nomor S-1214/13/05/2018 tanggal 5 Maret 2018.
Kemudian terdakwa menyetorkan nama-nama kelompok, lengkap dengan nominal, jenis dan jumlah bantuannya (By name by address) kepada Diana Ivandayani. Karena selain dari terdakwa, Dian Handayani juga menghimpun nama-nama kelompok yang diusulkan oleh seluruh anggota DPRD Jember yang lain, lengkap dengan nama kelompok, jenis dan jumlah bantuannya (By name by address.
Dan pembagiannya untuk unsur pimpinan DPRD sebesar Rp 1 miliar, sedangkan masing-masing anggota 750 juta rupiah. Sehingga total keseluruhan dana hibah yang pengusulannya melalui DPRD Kabupaten Jember adalah sebesar 38,5 miliar. Dalam pelaksanaannya, dana yang dicairkan oleh kelompok digunakan tidak sesuai dengan proposal, yakni ada yang menaikkan harga dan adapula pembelian fiktif yang tentunya bukti-bukti penggunaan bantuan juga di rekayasa. Selain itu, juga ada pemotongan terhadap kelompok ternak Sidomulyo dan kelompok lainnya masing-masing Rp300 juta, yang dilakukan oleh Indra Prasetya. Kemudian uang sebesar Rp 60 juta tersebut diberikan kepada terdakwa sebagaimana perjanjian awal, antara terdakwa dengan Indra Prasetya.
Laporan pertanggungjawaban yang seharusnya dibuat oleh kelompok, ternyata dalam pelaksanaannya dibuat oleh Subairi selaku coordinator, dan dibantu Sami’an dengan merekayasa bukti pembelian dan ada juga yang tidak membuat laporan pertanggungjawaban. Ketika dilakukan pengecekan lokasi didapatkan kelompok yang mengajukan dana hibah yang pengusulannya melalui terdakwa sudah tidak ada lagi. Bantuannya juga tidak tepat sasaran karena digunakan tidak sesuai dengan tujuan sebagaimana tercantum dalam proposal maupun laporan pertanggung jawabannya, yaitu ternak atau unggas yang dibeli atas nama kelompok tidak lagi digemari oleh kelompok melainkan dinikmati perorangan karena memang kelompoknya tidak ada.
Penyalahgunaan bantuan Hibah berawal pada saat pembahasan KUAPPAS (Kebijakan Umum Anggaran dan Priorotas Plafon Anggaran Sementara) Tahun Anggaran 2015, antara tim anggaran Pemerintah Daerah Kabupaten Jember dengan ketua Sugiarto, bersama badan anggaran DPRD Kabupaten Jember yang dipimpin oleh terdakwa bersama dengan 3 orang Wakil Ketua, yaitu Ayub Junaidi, Ni Nyoman Putu Martini dan Yuli Priyanto, di mana saat itu terdakwa selaku ketua DPRD Kabupaten Jember dan sebagai ketua badan anggaran DPRD Kabupaten Jember, meminta anggaran kepada tim anggaran pemerintah daerah untuk setiap anggaran DPRD sesuai dengan jabatannya dengan berdasarkan kepada daftar nama-nama kelompok (By name by address) yang dihimpun oleh Diana Evandayani
Permintaan anggaran untuk Hibah yang diusulkan melalui DPRD Jember tersebut disetujui, maka terdakwa selaku ketua DPRD Kabupaten Jember yang juga sebagai ketua badan anggaran DPRD Kabupaten Jember bersama-sama dengan Ayub Junaidi, Ni Nyoman Putu Martini dan Yuli Priyanto masing-masing selaku Wakil pimpinan DPRD Kabupaten Jember dan sebagai Wakil Ketua badan anggaran menyampaikan kepada Sugiarto, kalau permintaan anggota DPRD tidak diberikan maka APBD Kabupaten Jember Tahun Anggaran 2015 tidak dibahas.
Permintaan tersebut yang seharusnya langsung ditolak oleh Sugiarto selaku Sekda dan ketua tim anggaran karena tidak sesuai dengan mekanisme yang berlaku, namun nyatanya Sugiarto selaku Sekda dan ketua tim anggaran bersama dengan Bupati Jember yaitu M.Z.A. Jalal justru mengakomodir permintaan terdakwa bersama-sama dengan Ayub Junaidi, Ni Nyoman Putu Martini dan Yuli Priyanto tersebut.
Untuk melegalkan permintaan terdakwa bersama-sama dengan Ayub Junaidi, Ni Nyoman Putu Martini dan Yuli Priyanto, Sugiarto meminta pimpinan badan anggaran segera membuat surat permohonan Hibah dan proposalnya segera diajukan kepada SKPD masing-masing, sehingga bertentangan dengan peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011 tentang pedoman pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang bersumber dari anggaran APBD Kabupaten Jember yang diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 39 tahun 2012 pasal 8 tentang penganggara, disebutkan; 1. Pemerintah, pemerintah daerah lainnya, perusahaan daerah, masyarakat dan organisasi kemasyarakatan dapat menyampaikan secara tertulis kepada kepala Daerah,; 2. Kepala Daerah menunjuk SKPD terkait sebagaimana dimaksud ayat 2 menyampaikan hasil evaluasi berupa rekomondasi kepada Bupati melalui SKPD,; 3. Kepala SKPD terkait sebagaimana dimasksud ayat 2 menyampaikan hasil rekomondasi kepada Bupati melalui TAPD,; 4. TPAD memberikan pertimbangan atas rekomondasi sebagaimana dimaksud ayat (3) sesuai dengan prioritas dan kemampuan keuangan Kabupaten.
Setelah APBD Kabupaten Jember tahun 2015 disahkan, kemudian kesepakatan antara pimpinan badan anggaran yakni terdakwa dan 3 wakil ketua selaku unsur dengan Sugiarto selaku ketua tim anggaran, ditindaklanjuti dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Bupati Jember Nomor 188.45/34/12/2015 tanggal 2 Januari 2015 tentang penggunaan anggaran belanja Hibah Pemerintah Kabupaten Jember Tahun Anggaran 2015, dan untuk menindaklanjuti kesepakatan antara badan anggaran dengan tim anggaran pemerintah daerah, maka kemudian terdakwa selaku ketua DPRD Jember merekayasa surat Nomor 170/2489/35.09.2/2014 tanggal 14 November 2014 tentang usulan hibah Tahun Anggaran 2015 yang seolah-olah dibuat dan diserahkan kepada Sekda, BPKAD, Dinas Peternakan dan SKPD lainnya sebelum pembahasan KUAPPAS.
Padahal kenyataannya, surat tersebut diterima Sekda, BPKAD, Dinas Peternakan dan SKPD lainnya pada tanggal 5 Januari 2015. Untuk menindaklanjuti surat dari terdakwa selaku ketua DPRD tersebut, maka ketua TAPD Sugiarto menyuruh Ita Puri Handayani selaku kepala BPKAD untuk menyampaikan kepada SKPD terkait, agar membuat surat rekomendasi usulan dana Hibah yang tanggalnya disesuaikan dengan surat dari ketua DPRD Jember yang sebelumnya sudah direkayasa.
Atas saran dari Ita Puri Handayani sesuai petunjuk dari Sugiarto tersebut, maka Mahfud Afandi selaku kepala Dinas Peternakan membuat surat rekomendasi seolah-olah SKPD Dinas Peternakan telah menerima proposal dan telah memverifikasinya, pada hal SKPD Dinas Peternakan pada tanggal 17 November 2014 tidak pernah menerima dan melakukan verifikasi proposal pengajuan dana Hibah yang diusulkan melalui DPRD.
Pada bulan Juli 2015 dilakukan perubahan APBD Kabupaten Jember termasuk dana Hibah yang pengusulannya melalui DPRD Kabupaten Jember, yang dalam pengusulan dana Hibah perubahan tersebut prosesnya seperti pada saat usulan pertama. Penambahan anggaran untuk masing-masing anggota DPRD sesuai dengan jabatannya, khususnya untuk terdakwa dari awal sebesar Rp1 miliar untuk 40 kelompok menjadi Rp1.495.000.000 untuk 70 kelompok dengan rincian sebagai berikut; Dinas Peternakan ada tambahan 4 kelompok sebesar Rp320 juta, bagian Kesra ada tambahan 25 kelompok sebesar Rp125 juta, bagian Ekonomi ada tambahan satu kelompok sebesar 50 juta.
Bahwa pencairan dana bantuan hibah sebagaimana tersebut di atas dilakukan dua kali, pertama pada bulan Agustus 2015 sebanyak 8 kelompok pada Dinas Peternakan, dan terakhir pada bulan Desember 2015 sebanyak 16 kelompok yang terdiri dari Dinas Peternakan satu kelompok, pada bagian Perekonomian 28 kelompok, pada bagian Kesra 1 kelompok, pada Dinas Pertanian satu kelompok, pada Dinas Pendidikan i kelompok sehingga dari 70 kelompok yang diusulkan oleh terdakwa yang dicairkan sebanyak 52 kelompok khususnya peternakan yang dicairkan adalah sebanyak 21 kelompok sejumlah Rp665 juta
Penerima bantuan yang dalam hal ini kelompok ternak Sidomulyo dan kelompok Nila Jaya mau menyerahkan uang masing-masing sejumlah Rp30 juta dengan total keseluruhan Rp60 juta, dikarenakan kedua kelompok tersebut menganggap karena terdakwa sebagai ketua Dewan maka 2 kelompok tersebut bisa mendapatkan bantuan Hibah.
Atas perbuatannya, terdakwapun dijerat dengan pasal 3 atau pasal 11 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi Nomor Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pembahan Aaas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (Rd1)
Posting Komentar
Tulias alamat email :