0
Terdakwa Moch. Anton (kiri)
beritakorupsi.co - Jumat, 10 Agustus 2018 menjadi Jumat kelabu sekaligus hari terakhir bagi Wali Kota Malang (non aktif) Moch. Anton untuk duduk di kursi  pesakitan Pengadilan Tipikor Surabaya di Jalan Raya Juanda, Sidoarjo Jawa Timur sebagai terdakwa kasus Tindak Pidana Korupsi suap kepada DPRD Kota Malang dalam pembahasan APBD Kota Malang TA 2015.

Sebab Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya telah menyatakan bahwa  terdakwa Moch. Anton selaku Wali Kota Malang periode 2013 - 2018 terbukti bersalah melakukan Tindak Pidana Korupsi memberikan suap kepada DPRD Kota Malang melalui Moch. Arif Wicaksono selaku Ktua DPRD Kota Malang dalam pembahasan Perubahan APBD Kota Malang Tahun Anggaran (TA) 2015, dan dijatuhui hukuman pidana penjara selama 2 tahun.

Dalam persidangan yang berlangsung di ruang sidang Cakra Pengadilan Tipikor dengan Ketua Majelis Hakim H.R. Unggul Warso Murti bersama 2 anggota selaku Hakim Ad Hock yaitu Dr. Lufsiana dan Sanghadi, serta dibantu Panitra Pengganti (PP) Wahyu Wibawati dengan agenda pembacaan putusan yang dihadiri tim JPU KPK Arif Suhermanto dkk. Sementara terdakwa didampingi tim Penasehat Hukum (PH)-nya Haris Fajar Kustaryo dkk.

Majelis Hakim menyatakan dalam pertibangannya, sepakat dan menerima dakwaan Jaksa Penuntut Umum PKP, dan  menolak seluruh pembelaan dari Penasehat Hukum terdakwa yang menyatakan bahwa dakwaan JPU tidak ada yang terbukti. Namum Majelis Hakim sepakat dengan opsi kedua dari Penasehat Hukum terdakwa yang menyatakan, apabila Majelis Hakim berpendapat lain, maka menyerahkan sepenuhnya kepada Majelis Hakim untuk memberikan putusan yang seadil-adilnya dan seringan-ringannya.
Sebelumnya Majelis Hakim menyatakan dalam pertimbangannya, menerima pembelaan dari terdakwa Moch. Anton yang menyatakan, merasa bersalah atas keteledorannya, dan meminta kepada Majelis Hakim untuk memberi putusan yang seringan-seringannya.

Anehnya, saat terdakwa membacakan pembelaannya pada sidang pekan lalu, kepada Majelis Hakim terdakwa mengatakan, bahwa dirnya teledor mengawasi anakbuahnya, dan terdakwa menuduh orang lain ada yang lebih bertanggungjawab dalam kasus suap kepada DPRD Kota Malang dalam pembahasan perubahan APBD Kota Malang TA 2015, dari pada dirinya selaku  Wali Kota sebagai pemegang mandat tertinggi di Kota Malang Raya, namun tidak secara “gentlemen” meneyebut nama oarng yang dimaksud. Disisi lain, terdakw juga mengatakan akan menerima putusan dari Majelis Hakim, namun hukuman yang seringan-ringannya.

“Terdakwa Moch. Anton haruslah dihukum dengan hukukaman yang setimpal dengan perbuataannya sebagaimana dalam surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum KPK,” ucap Majelis hakim Dr. Lufsiana.
Terdakwa Moch. Anton (kiri) dan Cipto Wiyono (kanan)
Majelis Hakim menyatakan, pada tanggal 25 Juni 2015, bertempat di ruang rapat paripurna DPRD Kota Malang, dilakukan rapat paripurna pertama dengan agenda penyampaian sambutan Walikota Malang dalam pengantar konsep kesepakatan persamaan antara Pemkot  Malang dengan DPRD Kota Malang tentang kebijakan umum anggaran dan prioritas plafon anggaran sementara (PPAS) P-APBD Tahun Anggaran 2015.

Kemudian pada tanggal 6 Juli 2015, sebelum dimulainya rapat paripurna dengan agenda penyampaian pendapat Badan Anggaran (Banggar) DPRD Kota Malang, dan pendapat Fraksi terhadap konsep kesepakatan bersama antara Pemkot Malang dengan DPRD Kota Malang tentang kebijakan umum anggaran (KUA) dan PPAS P-APBD TA 2015, terdakwa Moch. Anton melakukan pertemuan Moch. Arif Wicaksono dan Suprapto (tersangka bersama 17 anggota lainnya), bertempat diruang transit rapat paripurna DPRD Kota Malang yang dihadiri oleh Sutiaji Wakil Walkout, Cipto Wiyono dan Jarot Edy Sulistiyono.

Pada pertemuan tersebut, lanjut Majelis Hakim, Moch. Arif Wicaksono meminta terdakwa Moch. Anton untuk memberikan uang imbalan pembahasan Rancangan Perubahan APBD Kota Malang TA 2015  dengan istilah uang “pokir” kepada anggota DPRD Kota Malang agar pembahasan berjalan lancar dan tidak ada halangan dari Anggota DPRD Kota Malang sehingga dapat disetujui. Atas permintaan tersebut terdakwa Moch. Anton menyanggupinya, kemudian memerintahkan Cipto Wiyono untuk menyiapkan uang “pokir” yang dimaskud.

Selanjutnya Cipto Wiyono meminta Jarot Edy Sulistiyono agar memerintahkan Tedy Sujadi Sumarna yang menjabat Kepala Bidang (Kabid) PUPPB Kota Malang menemui dirinya (Cipto Wiyono). Setelah Tedy sujadi Sumarna menghadap, Cipto Wiyono meminta agar mengumpulkan uang dari para rekanan/pemborong pada Dinas PUPPB sebesar Rp 700 juta. Atas permintaan Cipto Wiyono, Tedy sujadi Sumarna melaporkannya kepada Jarot Edy Sulistiyono.

Setelah uang terkumpul sebesar Rp700 juta, pada tanggal  13 Juni 2015 Tedy sujadi Sumarna menyerahkan uang pokir kepada Jarot Edy Sulistiyono di kantor Dinas PUPPB Kota Malang Jalan  Bingkil No 1 Malang, dan selanjutnya Jarot Edy Sulistiyono melaporkannya kepada Cipto Wiyono.
Pada tanggal 13 Juli 2015 pagi hari, bertempat di Kantor Dinas PUPPB Kota Malang, terdakwa menerima uang sebesar Rp700 juta dari Tedy Sujadi Sumarna yang dikumpulkan dari para rekanan, dan kemudian terdakwa melaporkan hal tersebut kepada Cipto Wiyono.

Pada tanggal 13 Juni 2015, terdakwa Moch. Anton meminta Cipto Wiyono agar pembahasan Perubahan APBD segera dilaksanakan pada tanggal 14 Juni 2015 guna mendaptkan persetujuan dari DPRD, karena terdakwa khawatir, pihak DPRD akan berubah pikiran menolak menyetujui Rancangan Perubahan APBD.

Masih ditanggal 13 Juni 2015 sekitar pukul 10.00 WIB, Moch. Arif  Wicaksono menghubungi Cipto Wiyono menanyakan kepastian ada tidaknya uang Pokir yang dimintanya untuk Dewan, yang kemudian dijawab Cipto Wiyono dananya sudah ada. Sekitar pukul 12.00 WIB, Cipto Wiyono dan Moch. Arif Wicaksono bersepakat menunda agenda rapat pengambilan keputusan DPRD untuk persetujuan Raperda Kota Malang tentang perubahan APBD TA 2015, dari semula tanggal 14 Juli 2015 menjadi tanggal 22 Juli 2015 atau 24 Juli 2015 dengan alasan terlalu cepat dan tidak wajar apabila pembahasan Raperda APBD Tahun Anggaran 2015 hanya satu minggu.  

Pada tanggal 14 Juli 2015 sekitar pukul 13.00 WIB, Moch. Arief Wicaksono menghubungi Cipto Wiyono meminta realisasi uang pokir untuk DPRD Kota Malang yang kemudian oleh Cipto Wiyono menyampaikan, bahwa uang akan segera diserahkan oleh Jarot Edi Sulistiyono. Sekitar pukul 14.00 WIB dihari yang sama, atas perintah Cipto Wiyono, Jarot Edy Sulistiyono menghubungi Moch. Arif Wicakcono menanyakkan kemana penyerahan uang pokir  sebesar Rp700 juta. Kemudian Moch. Arif Wicakcono meminta agar agar uang pokir diserahkan dirumah dinasnya di Jalan Panji Soeroso No 7 Malang, dengan terlebih dahulu dipisahkan jatah untuk dirinya (Moch. Arif Wicaksono) sebesar Rp100 juta, dan untuk seluruh anggota Dewan sebesar Rp600 juta dibungkus tersendiri.

Pada sekitar pukul 15.00 WIB, Tedy Sujadi Sumarna menyerahkan uang sebesar Rp700 juta yang terbungkus dalam kardus kepada Moch. Arif Wicaksono di rumah diasnnya. Setelah mendapat laporan penyerahan uang pokir, Cipto Wiyono melaporkannya kepada terdakwa Moch. Anton.

Selanjutnya, Moch. Arief Wicaksono mengambil uang sebesar Rp100 juta, sedangkan yang Rp600 juta tetap terbungkus dalam kardus, kemudian menghubungi Suprapto menyampaikan bahwa uang pokir sudah diterima, dan meminta Suprapto datang kerumahnya. Setelah Suprapto datang, Moch. Arif Wicaksono meminta agar suprapto menghubungi para wakil Ketua,Ketua Fraksi DPRD Kota Malang datang ke rumah dinasnya. Setelah dihubungi, kemudian datang  Wiwik Hendri Astuti (Wakil Ketua DPRD), Rahayu Sugiarti (Wakil Ketua DPRD), Suprapto (Ketua Fraksi PDIP), Sahrawi (Ketua Fraksi PKB), Hery Sugiantono (Ketua Fraksi Partai Demokrat), Sukarno (Ketua Fraksi Golkar), Mohan Katelu (Ketua Fraksi PAN),  Selamat (Ketua Fraksi Gerindra), Heri Pudji Utami (Ketua Fraksi PPP – Nasdem),  Ya'qud Ananda Gudban (Ketua Fraksi Hanura – PKS) dan Tri Yudiani (Komisi D/Fraksi PDIP) ke rumah dinas Ketua DPRD Kota Malang Moch. Arif Wicaksono.

Kemudian Moch. Arif Wicaksono membagikan uang sebesar Rp600 juta kepada para Wakil Ketua, Ketua Fraksi dan Ketu Komisi DPRD masing-masing sebesar  Rp15 juta, dan untuk maing-masing anggota sebesar Rp12.500.000.
 Pada tanggal 22 Juli 2015, dilaksanakan rapat pembahasan Rancangan Perubahan APBD TA 2015 yang berjalan dengan lancar dan hasilnya, DPRD Kota Malang menyetujui untuk disahkan menjadi Perubahan APBD Kota Malang tahun 2015, lalu dituangkan dalam keputusan DPRD Kota Malang Nomor 188./4/48/35.73.201/2015 tanggal 22 Juli 2015 tentang persetujuan penetapan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Kota Malang, tentang perubahan APBD TA  2015 menjadi Peraturan Daerah (Perda) Kota Malang tentang P-APBD TA 2015. Kemudian diterbitkan Perda Kota Malang Nomor 6 tahun 2015 tentang perubahan APBD Tahun Anggaran 2015 pada tanggal 14 Agustus 2015.

Majelis Hakkim menyatakan, bahwa perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam dalam  dakwaan pertama (pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomo! 20 Tahun 2001 tentang Pembahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi).

“Terdakwa haruslah dinyatakan bersalah dan dihukum atas perbuatannya. Selain itu, untuk menghindari masyarakat yang salah memilih pemimpinnya, terdakwa juga dihukum dari hak memilih dan dipilih dalam hal jabatan publik,” ucap Majelis Hakim.

“Mengadili ; Menyatakan terdakwa Moch Anton terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana dakwaan pertama; Menghukum terdakwa Moch. Anton dengan hukuman pidana penjara selama 2 tahun, denda Rp200 juta. Apabila terdakwa tidak membayar maka diganti dengan kurungan selama 4 bulan. Menghukum pula terdakwa dengan mencabut hak memilih dan dipilih dalam jabatan publik selama 2 tahun setelah terdakwa selesai menjalani hukuman pidana pokok," ucap Ketua Majelis Hakim

Hukuman pidana yang dijatuhkan Majelis Hakim terhadap terdakwa Moch. Anton, lebih ringan dari tuntutan pidana dari JPU KPK, yang menuntut terdakwa dengan pidana penjara selama 3 tahun dan pidana denda sebesar Rp200 juta subsidiair 6 (enam) bulan kurungan, serta pidana tambahan berupa pencabutan hak dipilih dalam suatu pemilihan yang diselenggarakan berdasarkan perundang-undangan selama 4 (ampat) tahun.

Atas putusan Majelis Hakim, terdakwa Moch. Anton menyatakan menerimanya  sesuai apa yang dikatakannya dalam pembelannya pada sidang pekan lalu. Sementara JPU KPK menyatakan pikir-pikir.

"Saya menerima seperti dalam pembelaannya saya," kata terdakwa.
Usai persidangan, JPU KPK Arif Suhermanto mangatakan, masih pikir-pikir apakah banding atu tidak terkait vonis Majelis Hakim terhadap terdakwa. Saat ditanya lebih lanjut terkait keterlibatannya Cipto Wiyono selaku Sekda, yang saat ini menjabat Kepal Dinas PU Ciptakarya dan Tata Ruang Pemprov. Jatim, dan Teddy Sujadi Soeumama, Kabid PU PPR Pemkot Malang, JPU KPK Arif mengatakan, bahwa perkara ini masih bergulir.

"Cipto masih kita butuhkan keterangannya dalam perara yang 18 anggota DPRD. Perkara ini masih bergulir," ujar JPU KPK Arif. 

Terpisah. Kepada wartawan media ini, Haris Fajar Kustaryo selaku Penasehat Hukum terdakwa Moch. Anton megatakan, bahwa sikap terdakwa adalah  Gentlemen, menerima hukuman atas keteledorannya melakukan pengawasan kepada anak buahnya. Sehingga dirinya selaku Penasehat Hukum terdakwa tak dapat berbuat banyak katrena keputusan ada ditangan terdakwa yang akan menjalani hukuman.

“Terdakwa bersifat Gentlemen, menerima hukuman karena keteledorannya melakukan pengawasan,” kata Haris.

Saat ditanya, Apakah permintaan Ketua DPRD Moch. Arif Wicksono terkait uang pokir dalam pembahasan perubahan APBD Kota Malang Tahun Anggaran 2015 ?. Menurut Haris, tidak bisa dibuktikan. Karena yang melakukan adalah Cipto, dan uang yang diberikan ke DPRD Kota Malang adalah uang yang dikumpulkan dari para kontraktor.

“Yang melalukan Cipto. Uang itu bukan diambil dari anggaran tetapi dari para kontraktor,” kata Haris

Anenya. Bila yang dilakukan Cipto selaku Sekda, dan Teddy Sujadi Sumarma (Kabid Dinas PU PPR) yang berhasil mengumpulkan uang sebesar Rp900 juta, dan Rp700 juta dari situ diberikan kepada DPRD terkait pembahasan Perubahan APBD Kota Malang agar dapat diterima oleh DPRD Kota Malang, adalah terkesan  inisiatif Cipto dan Teddy agar.

Yang lebih anehnya lagi, apa yang dikatakan Haris, sepertinya terdakwa dihukum hanya karena kesalahan atau keteledoran terdakwa dalam pengawasan terhadap anak buahnya, Bukan karena keterlibatnya dengan cara menyuruh anak buahnya untuk melaksanakan permintaan DPRD Kota Malang.

Apakah seseorang dapat dihukum pidana atasa perbuatan pidana yang dilakukan orang lain Khususnya dalam kasus Tindak Pidana Korupsi ?

 Pada hal, dalam surat dakwaan JPU KPK maupun keterangan saksi-saksi termasuk bukti berupa rekaman percakapan yang ditunjukkan JPU KPK dalm persidangan terungka jelas. Dan lebih dibuktikan lagi dengan putusan Majelis Hakim Pengadilan Tipokor yang menyatakan, bahwa terdaka Moch, Anton terbukti bersalah melakukan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana dalam pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 20 Thn 2001 sebagaiamana diubah atas Undang-Undang Nompor 31 Thn 1999 tentang pemberantasan Tindk Pidana Korupsi. (Rd1)

Posting Komentar

Tulias alamat email :

 
Top