Terdakwa Moch. Anton menangis saat membacakan pembelaannya |
beritakorupsi.co - Lihatlah airmataku, Ya Tuhan Yang Maha Pengasih, Bercerita tentang duka, Dan kehancuran, Setiap tetes mengandung arti, Dari derita yang menekan, Telah lama daku mencoba, Namun tak mampu jua. Ini adalah sebahagian lirik lagu yang berjudul Lihatlah Air Mataku, yang dinyanyikan artis nasional Emilia Contessa di tahun 70an.
Dan inipula yang tampak disidang Korupsi suap sebesar Rp700 juta kepada anggota DPRD Kota Malang periode 2014 - 2019 terkait pembahasan Perubahan APBD Kota Malang Tahun Anggaran (TA) 2015 lalu, dengan terdakwa Moch. Anton selaku Wali Kota Malang periode 2013 - 2018, pada Jumat, 3 Agustus 2018.
Siang itu, Jumat, 3 Agustus 2018 seusai Sholat Jumat, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya dengan Hakim Ketua, H.R. Unggul Warso Murti dan dibantu Panitra Pengganti (PP) Wahyu Wibawati, menggelar sidang perkara kasus suap APBD Kota Malang Tahun Anggaran (TA) 2015 dengan agenda Pembelaan (Pledio) dari terdakwa Moch. Anton maupu dari tim Penasehat Hukum (PH) terdakwa, Haris Fajar Kustaryo dkk dari Kota Malang serta dihadiri 2 Cinderalla KPK yaitu Ni Nengah Gina Saraswasti dan Dame Maria Silaban.
Terdakwa Moch. Anton terseret ke lingkaran hitam kasus Korupsi suap saat Pemkot Malang mengajukan pembahasan Perubahan APBD Kota Malang TA 2015 pada Juni 2015, yang pembahsan APBD murni dilakukan pada tahun 2014.
Awalnya adalah, pada tanggal 6 Juli 2015, sebelum dimulainya rapat paripurna dengan agenda penyampaian pendapat Badan Anggaran (Banggar) DPRD Kota Malang, dan pendapat Fraksi terhadap konsep kesepakatan bersama antara Pemkot Malang dengan DPRD Kota Malang tentang kebijakan umum anggaran (KUA), dan prioritas plafon anggaran sementara (PPAS) Perubahan APBD TA 2015.
Saat itu, terdakwa Moch. Anton melakukan pertemuan dengan Moch. Arif Wicaksono (sudah divonis 5 tahun penjara), Suprapto (tersangka bersama 17 anggota lainnya dalam kasus yang sama), bertempat diruang transit rapat paripurna DPRD Kota Malang yang dihadiri oleh Sutiaji Wakil Wali Kota, Cipto Wiyono (Sekda) dan Jarot Edy Sulistiyono selaku Kepala Dinas PU (sudah divonis 2 tahun dan 8 bulan).
Pada saat pertemuan tersebut, Moch. Arif Wicaksono meminta kepada terdakwa Moch. Anton untuk memberikan uang imbalan pembahasan Rancangan Perubahan APBD Kota Malang TA 2015 yang diajukan Pemkot Malang dengan istilah uang “pokir”, agar pembahasan berjalan lancar dan tidak ada halangan dari Anggota DPRD Kota Malang sehingga dapat langsung disetujui. Atas permintaan Ketua DPRD Moch. Arif Wicaksono, terdakwa Moch. Anton menyanggupinya, kemudian memerintahkan Cipto Wiyono untuk menyiapkan uang “pokir” yang dimaskud.
Kemudian Cipto (Sekda), Jarot (Kadis PU) dan Teddy Sujadi Sumarma (Kabid Dinas PU) merealisasikan pelaksanaan permintaan Ketua DPRD Kota Malang itu dengan meminta sejumlah uang yang totalnya terkumpul sebesar Rp900 juta dari para kontraktor yang biasa bermitra dengan Dinas PU.
Perbuatan yang dilakukan para pejabat Kota malang yang sudah digaji dari keringat rakyat ini, sampai juga ke “tlinga” KPK di Jakarta. KPK menganggap bahwa perbuatan itu melanggar peraturan agar pejabat itu bersih dan tidak melakukan Kolusi, Korupsi dan Nepotisme (KKN) terutama Undang-Undang Korupsi.
Yang membuat aturan itu adalah mereka atau Eksekutif (Pemerintah) bersama Legislatif (DPR/D), tetapi mereka-mereka juga yang melanggar. Ibarat lirik lagu “Kau yang mulai kau yang mengakhiri, kau yang berjanji kau yang mengakhiri” yang diciptakan dan dinyanyikan Raja Dangdut Rhoma Irama.
Dalam sidang yang berlangsung siang itu, selain terdakwa Moch. Anton yang terliha gagah dan perkasa, terdengar suara seperti menangis saat dirunya membacakan pembelaannya namun tak keluar air matanya. Tangisan terdakwa Moch. Anton pun diiringi isak tangis dari puluhan warga Kota malang Khususnya “ibu-ibu pengajian” yang sejak awal setia mengikuti persidangan. Beberapa wanita muda maupun tua terdangar suara tangisan sambil mengusap kelopak matanya denga tissue maupun sapu tangan.
Tidak hanya itu. Ada juga beberapa pria yang berperan menjadi petugas pengamanan persidangan dengan berdiri dipintu ruang sidang. Ssetiap yang masuk pria itu bertanya termasuk ke petugas Kejaksaan Negeri Surabaya maupun ke wartwan media ini. pada hal sidang itu terbuka untuk umum. Entah itu inisiatif si pria atau ada arahan, tidak ada memang yang tahu.
Tangisan warga Kota Malang itu semakin menjadi saat terdakwa membacakan pembelaanya yang menjelaskan, bahwa dirinya (terdakwa Moch. Anton) sudah terpuruk, bahkan sudah menjual sebuah rumah yang biasa dipergunakan untuk kegiatan pengajian dengan warga Kota Malang, untuk membayar hutang-hutangnya karena bisnisnya mengalami masalah hutang.
“Saat ini sudah terpuruk, beberapa bisnis kami mengalaimi masalah sehingga rumah kami yang biasa kami pergunakan untuk pengajian dengan warga harus kami jual untuk membayar hutang karena hutang harus dibayar,” ucap terdakwa.
Selain itu, pembelaan terdakwa dihadapan Majelis Hakim tak ubahnya seperti membuat laporan atau pidato akhir tahun anggaran di sidang Paripurna. Terdakwa memberkan keberhasilannya selam menjabat Wali Kota, mulai dari program-program sekolah gratis, pengobatan gratis, Bus gratis hingga beberapa piagam penghargaan baik nasional maupun Internsioanl.
Namun anehnya, terdakwa tidak menejaskan secara jelas kepada Majelis Hakim terkait pembahasan Perubahan APBD Kota Malang TA 2015. Terdakwa tidak menjelaskan pula mengapa Pemkot Malang harus merubah APBD yang belum lama dibahas dan disahakan.
Dalam Surat Dakwaan JPU KPK
Moch. Arif Wicaksono (baju merah motif kotak-kotak) bersama anggota DPRD lainnya |
Pada tanggal 25 Juni 2015, bertempat di ruang rapat paripurna DPRD Kota Malang, dilakukan rapat paripurna pertama dengan agenda penyampaian sambutan Walikota Malang dalam pengantar konsep kesepakatan persamaan antara Pemkot Malang dengan DPRD Kota Malang tentang kebijakan umum anggaran dan prioritas plafon anggaran sementara (PPAS) P-APBD Tahun Anggaran 2015.
Pada tanggal 6 Juli 2015, sebelum dimulainya rapat paripurna dengan agenda penyampaian pendapat Badan Anggaran (Banggar) DPRD Kota Malang, dan pendapat Fraksi terhadap konsep kesepakatan bersama antara Pemkot Malang dengan DPRD Kota Malang tentang kebijakan umum anggaran (KUA) dan PPAS P-APBD TA 2015, terdakwa Moch. Anton melakukan pertemuan Moch. Arif Wicaksono dan Suprapto (tersangka bersama 17 anggota lainnya), bertempat diruang transit rapat paripurna DPRD Kota Malang yang dihadiri oleh Sutiaji Wakil Walkout, Cipto Wiyono dan Jarot Edy Sulistiyono.
Pada pertemuan tersebut, Moch. Arif Wicaksono meminta terdakwa Moch. Anton untuk memberikan uang imbalan pembahasan Rancangan Perubahan APBD Kota Malang TA 2015 dengan istilah uang “pokir” kepada anggota DPRD Kota Malang agar pembahasan berjalan lancar dan tidak ada halangan dari Anggota DPRD Kota Malang sehingga dapat disetujui. Atas permintaan tersebut terdakwa Moch. Anton menyanggupinya, kemudian memerintahkan Cipto Wiyono untuk menyiapkan uang “pokir” yang dimaskud.
Cipto Wiyono (mantan Sekda Kota Malang, Mohan Katelu., SH (Ketua Fraksi PAN DPRD Malang), Saiful Rusdi., M.Pd (Anggota DPRD Malang Fraksi PAN), Tri Yudiani (anggota DPRD Malang Fraksi PDIP) |
Setelah uang terkumpul sebesar Rp 700 juta, pada tanggal 13 Juni 2015 Tedy sujadi Sumarna menyerahkan uang pokir kepada Jarot Edy Sulistiyono di kantor Dinas PUPPB Kota Malang Jalan Bingkil No 1 Malang, dan selanjutnya Jarot Edy Sulistiyono melaporkannya kepada Cipto Wiyono.
“Pada tanggal 13 Juli 2015 pagi hari, bertempat di Kantor Dinas PUPPB Kota Malang, terdakwa menerima uang sebesar Rp 700 juta dari Tedy Sujadi Sumarna yang dikumpulkan dari para rekanan, dan kemudian terdakwa melaporkan hal tersebut kepada Cipto Wiyono,” ucap JPU KPK saat membacakan surat dakwaannya saat itu.
Pada tanggal 13 Juni 2015, terdakwa Moch. Anton meminta Cipto Wiyono agar pembahasan Perubahan APBD segera dilaksanakan pada tanggal 14 Juni 2015 guna mendaptkan persetujuan dari DPRD, karena terdakwa khawatir, pihak DPRD akan berubah pikiran menolak menyetujui Rancangan Perubahan APBD.
Masih ditanggal 13 Juni 2015 sekitar pukul 10.00 WIB, Moch. Arif Wicaksono menghubungi Cipto Wiyono menanyakan kepastian ada tidaknya uang Pokir yang dimintanya untuk Dewan, yang kemudian dijawab Cipto Wiyono dananya sudah ada. Sekitar pukul 12.00 WIB, Cipto Wiyono dan Moch. Arif Wicaksono bersepakat menunda agenda rapat pengambilan keputusan DPRD untuk persetujuan Raperda Kota Malang tentang perubahan APBD TA 2015, dari semula tanggal 14 Juli 2015 menjadi tanggal 22 Juli 2015 atau 24 Juli 2015 dengan alasan terlalu cepat dan tidak wajar apabila pembahasan Raperda APBD Tahun Anggaran 2015 hanya satu minggu.
Pada tanggal 14 Juli 2015 sekitar pukul 13.00 WIB, Moch. Arief Wicaksono menghubungi Cipto Wiyono meminta realisasi uang pokir untuk DPRD Kota Malang yang kemudian oleh Cipto Wiyono menyampaikan, bahwa uang akan segera diserahkan oleh Jarot Edi Sulistiyono. Sekitar pukul 14.00 WIB dihari yang sama, atas perintah Cipto Wiyono, Jarot Edy Sulistiyono menghubungi Moch. Arif Wicakcono menanyakkan kemana penyerahan uang pokir sebesar Rp 700 juta. Kemudian Moch. Arif Wicakcono meminta agar agar uang pokir diserahkan dirumah dinasnya di Jalan Panji Soeroso No 7 Malang, dengan terlebih dahulu dipisahkan jatah untuk dirinya (Moch. Arif Wicaksono) sebesar Rp 100 juta, dan untuk seluruh anggota Dewan sebesar Rp 600 juta dibungkus tersendiri.
“Pada sekitar pukul 15.00 WIB, Tedy Sujadi Sumarna menyerahkan uang sebesar Rp 700 juta yang terbungkus dalam kardus kepada Moch. Arif Wicaksono di rumah diasnnya. Setelah mendapat laporan penyerahan uang pokir, Cipto Wiyono melaporkannya kepada terdakwa Moch. Anton,” kata JPU kemudian.
Selanjutnya, Moch. Arief Wicaksono mengambil uang sebesar Rp 100 juta, sedangkan yang Rp 600 juta tetap terbungkus dalam kardus, kemudian menghubungi Suprapto menyampaikan bahwa uang pokir sudah diterima, dan meminta Suprapto datang kerumahnya. Setelah Suprapto datang, Moch. Arif Wicaksono meminta agar suprapto menghubungi para wakil Ketua,Ketua Fraksi DPRD Kota Malang datang ke rumah dinasnya. Setelah dihubungi, kemudian datang Wiwik Hendri Astuti (Wakil Ketua DPRD), Rahayu Sugiarti (Wakil Ketua DPRD), Suprapto (Ketua Fraksi PDIP), Sahrawi (Ketua Fraksi PKB), Hery Sugiantono (Ketua Fraksi Partai Demokrat), Sukarno (Ketua Fraksi Golkar), Mohan Katelu (Ketua Fraksi PAN), Selamat (Ketua Fraksi Gerindra), Heri Pudji Utami (Ketua Fraksi PPP – Nasdem), Ya'qud Ananda Gudban (Ketua Fraksi Hanura – PKS) dan Tri Yudiani (Komisi D/Fraksi PDIP) ke rumah dinas Ketua DPRD Kota Malang Moch. Arif Wicaksono.
Kemudian Moch. Arif Wicaksono membagikan uang sebesar Rp 600 juta kepada para Wakil Ketua, Ketua Fraksi dan Ketu Komisi DPRD masing-masing sebesar Rp 15 juta, dan untuk maing-masing anggota sebesar Rp 12.500.000.
Pada tanggal 22 Juli 2015, dilaksanakan rapat pembahasan Rancangan Perubahan APBD TA 2015 yang berjalan dengan lancar dan hasilnya, DPRD Kota Malang menyetujui untuk disahkan menjadi Perubahan APBD Kota Malang tahun 2015, lalu dituangkan dalam keputusan DPRD Kota Malang Nomor 188./4/48/35.73.201/2015 tanggal 22 Juli 2015 tentang persetujuan penetapan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Kota Malang, tentang perubahan APBD TA 2015 menjadi Peraturan Daerah (Perda) Kota Malang tentang P-APBD TA 2015. Kemudian diterbitkan Perda Kota Malang Nomor 6 tahun 2015 tentang perubahan APBD Tahun Anggaran 2015 pada tanggal 14 Agustus 2015.
JPU KPK menyatakan, bahwa perbuatan terdakwa bersama-sama dengan Jarot Edy sulistyono dan Cipto Wiyono memberi uang sebesar Rp 700 juta kepada anggota DPRD Kota Malang melalui Moch. Arif Wicaksono, supaya anggota DPRD Kota Malang memberikan persetujuan penetapan Perubahan APBD TA 2015 bertentangan dengan kewajiban Moch. Arif Wicaksono dan anggota DPRD Kota Malang sebagaimana dimaksud dalam ; pasal 400 ayat 3 UU RI Nomor 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD, UU RI Nomor 42 tahun 2014 tentang perubahan atas UU Nomor 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD yang menyatakan , “Anggota DPRD Kabupaten/Kota dilarang melakukanKorupsi, Kolusi dan Nepotisme”.
“Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana menurut pasal 5 ayat (1) huruf a atau pasal 13 UU RI Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana Porupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU RI Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana Porupsi juncto pasal 55 ayat (1 ) ke-1 KUHPidana,” ucap JPU KPK diakhir surat dakwaannya. (Rd1)
Posting Komentar
Tulias alamat email :