0
#JPU KPK menyebutkan, Selain dari Baba Miming (sudah Divonis 2,6 tahun penjara), terdakwa juga menerima uang “suap” dari Kepala BKD Kabupaten Ngada, Provinsi NTT sebesar  Rp875 juta#

beritakorupsi.co –  “Sepintar-pintarnya orang menyembunyikan yang bau, suatu saat akan tercium”. Peribahasa inilah sepertinya yang tepat bagi para yang melakukan KKN (Kolusi, Korupsi dan Nepotisme) dan kemudian tertangkap tangan oleh KPK.

Kasus KKN itu sepertinya sudah terjalin sejak seseorang hendak maju dalam pencalonan sebagai Kepala Daerah atau pejabat penyelengara negara dengan berbagai pihak yang memberikan bantuan maupun  dukungan dari tim pemenangan.

Pada hal, dalam pasal 5 angka 4 dan 6 UU RI Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN), maupun Pasal 76 ayat (1) huruf e UU RI Nomor 23 tahun 2014 tenatang Pemerintah Daerah, sangat jelas meranrang, apa lagi Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi yang menngancamnya masuk penjara bila melakukan Korupsi, namun sepertinya hal itu dianggap sebagai hisapan jempol belaka. Buktinya, tak sedikit para Kepala Daerah mapaun anggota legislatif (DPR/DPRD) Tertangkap Tangan oleh KPK.

Seperti yang terjadi dalam kasus Korupsi suap menyuap yang menyeret Bupati Ngada (non aktif) Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) Marianus Sae dengan Wilhelmus Iwan Ulumbu alias Baba Miming, seorang pengusaha Kontraktor asal Kabupaten Ngada, NTT yang juga selaku tim sukses Marianus Sae sejak tahun 2010 hingga 2018.

Marianus Sae yang menjabat Bupati Ngada selama 2 periode sejak 2010 - hingga 2020 sekaligus sebagai salah satu calon kuat  Gubernur NTT dalam Pilkada yang berlangsung pada 27 Juni 2018 lalu yang tidak terpilih itu, ditangkap KPK bersama Wilhelmus Iwan Ulumbu alias Baba Miming (sudah divonis terlebih dahulu dengan pidana penjara selama 2 tahun dan 6 bulan), selaku pemilik PT Sinar 99 Permai dan pendiri PT Flopino Raya Bersatu sekaligus sebagai Tim Pemenangan Marianus Sae sejak 2010 hingga 2018 ditangkap KPK, pada tanggal 11 Februari 2018.


Setelah ditangkap KPK, keduanyapun diseret ke Pengadilan Tipikor Surabaya untuk menjaga keamanan agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan selama proses persidangan berlangsung.

Dari proses persidangan terbeber, Marianus Sae ditangkap KPK karena diketahui telah menerima uang “suap” dari Baba Miming sejak tahun 2011 hingga 2017. Duit yang diterima Marianus Sae dari Baba Miming selama 6 tahun sebanyak Rp2.487 milliar. Ternyata tidak hanya dari Baba Miming, melainkan dari saudaranya Baba Miming juga, yakni Albertus Iwan Susilo alias Baba Iwan selaku Direktur Utama PT Sukses Karya Inovatif sebesar Rp3.450 milliar dan dari Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Kabupaten Ngada sebesar Rp875 juta. Duit sebanyak Rp3.450 milliar dan Rp875 juta itu diberikan ke Marianus Sae melalui transfer ke rekening Baba Miming yang kartu ATMnya di dompet Marianus Sae. Sehingga total duit yang diterima Marianus Sae melalui Baba Miming sebesar Rp6.8 milliar lebih.

Marianus Sae dan Wilhelmus Iwan Ulumbu alias Baba Miming dalam persidangan terungkap pula, bahwa keduanya adalah sahabat lama sebelum Marianus Sae menjadi Bupati Ngada tahun 2010. Pada saat Marianus Sae maju sebagi calon Bupati Ngada yang kemudian terpilih hingga 2 periode (2010 – 2015 dan 2016 – 2020), Wilhelmus Iwan Ulumbu alias Baba Miming pun dijadikan sebagai Tim pemenangan Marianus Sae dalam pemilihan Bupati Ngada maupun dalam Pilgub NTT

Selama 7 tahun, Baba Miming dan Marianus Sae memang sama-sama meraih sukses. Marianus Sae sukses menerima duit dari Baba Miming hingga milliaran, yang sudah tentut bukan duit cuma-cuma, sehingga Baba Miming pun sukses menerima puluhan pekerjaan proyek yang di danai dari uang rakyat itu. Duit yang diberikan Baba Miming ke Marianus Sae adalah 10 persen dari anggaran proyek yang dikerjakan Baba Miming sejak tahun 2011 hingga 2017.

Ternyata pemberian duit “haram” itu tidak tunai, melainkan secara transfer. Babab Miming membuka Rekening baru di BRI Cabang Bajawa Kabupaten Ngada sejak 2011. Lalu kartu ATMnya diberikan ke Marianus Sae. Memang Baba Miming mentransfer duit ke rekeningnya sendiri, tetapi kartu ATMnya sudah diakntongi Marinus Sae. Sehingga Marianus Sae bebas mengambilnya kapan saja dan dimana saja.

Dari fakta persidangan yang terungkap, terkait total duit yang masuk ke rening Baba Miming dimana kartu ATMnya sudah di dompet Marianus Sae sejak tahun 2011 hingga 2017 sebesar Rp6.812 milliar dengan rincian, dari Wilhelmus Iwan Ulumbu alias Baba Miming Rp2.487.000.000, dari Albertus Iwan Susilo alias Baba Iwan selaku Direktur Utama PT Sukses Karya Inovatif sebesar Rp Rp 3.450.000.000, dan dari Kepala Badan Kepegawaian (BKD) Kabupaten ngada sebesar Rp875 juta.

Namun sialnya, kesuksesan yang diaraih kedua sahabat ini tak berjalan mulus hingga diakhir jabatan Marianus sebagai Bupati Ngada hingga 2020 nanti, apa lagi tak mulus pula menjadi calon Gubernur NTT karena kalah dalam pertarungan Politik di Pilgub yang berlangsung pada tanggal 27 Juni 2018 lalu. Ketidak mulusan kedua sahabat lama ini pun berakhir dengan tragis. karena sama-sama meringkuk di penjara. “Susah senang sama-sama dirasakan Kedua sahabat itu”.

Wilhelmus Iwan Ulumbu alias Baba Miming sudah terlebih dahulu diadili dan dinyatakan terbukti bersalah melakukan Tindak Pidana Korupsi suap terhadap Bupati Ngada Marianus Sae. Pengusaha kontrakor itu pun divonis pidana penjara selama 2 tahun dan 6 bulan dari tuntutan JPU KPK selama 3 tahun dan 6 bulan. Hukuman yang tergolong ringan bila dibandingkan dengan pencuri “sandal jepit”.
Kini tibalah giliran Marianus Sae untuk menyusul sahabatnya Baba Miming di Penjara

Pada Jumat, 31 Agustus 2018, terdakwa Marianus Sae akhirnya dituntut pidana penjara selama 10 tahun, denda sebesar Rp300 juta atau kurungan selama 6 bulan, serta pencabutan hak politik atau hak memilih dan dipilih dalam jabatan publik yang diatur oleh Undang-Undang atau yang diselnggarakan oleh pemerintah selama 5 tahun setelah terdakwa Marianus Sae selesai menjalani pidana pokok, yaitu penjara badan.

Terdakwa Marianus Sae dijerat dengan dua pasal sekaligus, yaitu pasal 12 huruf a dan pasal 12 huruf B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik lndonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Tuntutan itu dibacakan oleh Tim JPU KPK Ronald Woworunto dkk, diruang sidang Candra Pengadilan Tipikor Surabaya dihadapan Majelis Hakim yang diketua H.R. Unggul Warso Murti, dengan terdakwa Marianus Sae selaku Bupati Ngada Provinsi NTT yang didampingi tim Penasehat Hukum (PH)-nya dari Jakarta, Vincentius dkk.

JPU KPK menyebutkan, bahwa uang yang diterima Marianus Sae sebesar Rp 5.937 milliar yang bersasal dari Wilhelmus Iwan Ulumbu alias Baba Miming Rp Rp 2.487.000.000, dan dari Albertus Iwan Susilo alias Baba Iwan selaku Direktur Utama PT Sukses Karya Inovatif sebesar Rp Rp 3.450.000.000. Dan uang milliaran yang diberikan Wilhelmus Iwan Ulumbu alias Baba Miming dan Albertus Iwan Susilo alias Baba Iwan kepada Marianus Sae selaku Bupati Ngada itu, berkaitan dengan proyek yang dikerjakan oleh Wilhelmus Iwan Ulumbu alias Baba Miming dan Albertus Iwan Susilo alias Baba Iwan.

JPU KPK menyatakan, bahwa beberapa perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa telah menerima hadiah atau janji berupa uang secara bertahap yang jumlahnya sebesar Rp5.937.000.000 (Lima milyar Sembilan ratus Tiga puluh Tujuh juta rupiah) pada kurun waktu antara tanggal 7 Februari 2011 sampai dengan tanggal 15 Januari 2018 dengan rincian; dari Wilhelmus Iwan Ulumbu alias Baba Miming dan pendiri PT Flopino Raya Bersatu (perkara terpisah) sebesar Rp2.487.000.000 dan dari Albertus Iwan Susilo alias Baba Iwan selaku Direktur Utama PT Sukses Karya Inovatif sebesar Rp Rp3.450.000.000 (Tiga milyar Empat ratus Lima puluh juta rupiah), diketahui atau patut diduga, bahwa pemberian uang tersebut agar terdakwa selaku Bupati Ngada memberikan paket proyek pekerjaan di Lingkungan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Kabupaten Ngada kepada perusahaan yang digunakan oleh Wilhelmus Iwan Ulumbu alias Baba Miming dan Albertus Iwan Susilo alias Baba Iwan, yang bertentangan dengan kewajiban terdakwa sebagaimana diatur dalam ketentuan pasal 5 angka 4 dan 6 UU RI Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, dan bertentangan dengan larangan bagi terdakwa selaku Bupati Ngada sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 76 ayat (1) huruf e UU RI Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, yang dilakukan Terdakwa dengan cara sebagai berikut ;

JPU KPK dalam surat tuntutannya membeberkan aliran duit yang dinikmati terdakwa Marianus Sae dari Wilhelmus Iwan Ulumbu alias Baba Miming sebesar Rp 2.487.000.000,00 (dua milyar empat ratus delapan puluh tujuh juta rupiah)
Dari kiri atas, Albertus Iwan Susilo, Media Moses (Sekda Kab. Ngada), Wilhelmus Petrus Bate alias Wimpi Bate, Kepala BKD Kab. Ngada dan Laurensius (Ketua Pokja ULP) di Dinas PU Perumahan Rakyat Kabupaten Ngada.
Pada sekitar awal tahun 2011, terdakwa melakukan pertemuan dengan Wilhelmus Iwan Ulumbu alias Baba Miming di rumah kontrakan Terdakwa di Pemukiman Kuala Lumpur. Bajawa. Kabupaten Ngada. NTT. Dalam pertemuan itu terdakwa meminta sejumlah uang kepada Wilhelmus Iwan Ulumbu alias Baba Miming biaya operasional terdakwa salaku Bupati Ngada yang kemudian disanggupi oleh Wilhelmus Iwan Ulumbu alias Baba Miming, dengan kesepakatan bahwa sebagai timbal baliknya, terdakwa akan membantu perusahaan Wilhelmus Iwan Ulumbu alias Baba Miming mendapatkan paket pekerjaan di Lingkungan SKPD Kabupaten Ngada.

Menindaklanjuti permintaan Terdakwa tersebut, selanjutnya pada tanggal 07 Februari 2011,  Wilhelmus Iwan Ulumbu alias Baba Miming membuka rekening di BNI KCP Bajawa. JI. RE Martadinata No.3, Bajawa, Kabupaten Ngada. NTT. berupa rekening BNI Taplus Bisnis Perorangan Nomor 0213012710 atas nama Wilhelmus Iwan Ulumbu. Selanjutnya terdakwa bertemu kembali dengan Wilhelmus Iwan Ulumbu alias Baba Miming di rumah kontrakan terdakwa. Dalam pertemuan itu terdakwa menerima 1 (satu) buah kartu Debit BNI Gold Nomor 5371-7628-4001-2202 beserta nomor Personal Identification Number (PIN) dari Wilhelmus Iwan Ulumbu alias Baba Miming.

Setelah terdakwa menerima Kartu Debit BNI Gold beserta Nomor PIN dari Wilhelmus Iwan Ulumbu alias Baba Miming tersebut, kemudian secara bertahap Wilhelmus Iwan Ulumbu alias Baba Miming melakukan setoran tunai/transfer atau pemindahbukukan ke rekening Nomor 0213012710 atas nama Wilhelmus Iwan Ulumbu yang besarannya sekitar 4 - 5 persen dari nilai kontrak pekerjaan yang dikerjakan oleh perusahaannya, yang seluruhnya berjumlah Rp 2.487.000.000.00 (Dua milyar Empat ratus Delapan puluh Tujuh juta rupiah) yang bersumber dari keuangan PT Sinar 99 Permai milik Wilhelmus Iwan Ulumbu alias Baba Miming, dengan perincian sebagai berikut:

Pada tanggal 7 Februari 2011 sebesar Rp 160 juta, Tanggal 2 Mei 2011 Rp 40 juta, Tanggal 03 Mei Rp 12 juta, Tanggal 21 Januari 2013 sejumlah Rp 5 juta,  Tanggal 22 Januari 2013 Rp100 juta, Tanggal 10 Juni 2013 Rp 30 juta, Tanggal 12 Juni Rp 20 juta, Tanggal 22 Juli 2013 Rp 200 juta, Tanggal 25 September 2013 Rp 35 juta, Tanggal 16 Oktober 2013 Rp30 juta, Tangga; 13 November 2013 Rp 70 juta, TanggaI 14 November 2013 Rp 15 juta, Tanggat 26 November 2013 sejumlah Rp 20. juta, Tanggal 28 November 2013 Rp 20 juta, Tanggal 11 Desember 2013 Rp juta, Tanggal 16 Desember 2013 Rp juta, Tanggal 14 Mei 2014 sebanyak Rp 150 juta. Pada tanggal 18 Juli 2014 sejumlah juta, Tanggal 30 Juli 2014 Rp 20 juta, Tanggal 12 September 2014 Rp 60 juta, Tanggal 21 Oktober 2014 Rp juta, Tanggal 06 November 2014 Rp 20 juta, Tanggal 10 Desember 2014 Rp 40 juta, Tanggal 23 Januari 2015 Rp 20 juta, Tanggal 4 Juni 2016 Rp 40 juta, Tangga| 13 Mel 2016 Rp 30 juta, Tanggal 16 September 2016 sejumlah Rp 190 juta, Tanggal 3 November 2016 Rp 50 juta, Tanggal 04 November 2016 Rp 50 juta, Tanggal 7 Desember 2016 Rp15 juta, Tanggal 7 Desember 2016 sejumlah Rp15 juta, Tanggal 07 Desember 2016 Rp15 juta, Tanggal 7 Desember 2016 Rp 5 juta, Tanggal 21 Desember 2016 Rp 250 juta,  Tanggal 22 Februari 2017  Rp 25 juta, Tanggal 24 Maret 2017 Rp 60 juta, Tanggal 24 Oktober 2017 Rp 50 juta dan pada tanggal 14 November 2017 sebesar Rp 10 juta.
Foto atas searah jarum Jam, Raymondus Togo, Maria Fransisca Bau, Siwe Djawa Selestinus,  Yelli Dhamawan dan Pius Clodoaldus Bilosebo
Kemudian JPU KPK pun membeberkan proyek-proyek yang didapatkan Wilhelmus Iwan Ulumbu alias Baba Miming dari Marianus Sae selaku Bupati Ngada.

Setelah terdakwa marianus Sae menerima sejumlah uang tersebut dari Wilhelmus Iwan Ulumbu alias Baba Miming sesuai kesepakatan diantara Keduanya sekitar tahun 2011 - 2017,  perusahaan milik Wilhelmus Iwan Ulumbu alias Baba Miming yaitu PT Sinar 99 Permai  dan PT Flopino Raya Bersatu masing-masing mendapat paket proyek pekerjaan pembangunan jalan dan jembatan di wilayah Kabupaten Ngada sejak tahun 2011-2017.

JPU KPK melanjutkan, setelah Iwan Ulumbu alias Baba Miming mendapatkan proyek pekerjaan di Kabupaten Ngada pada Tahun Anggaran (TA) 2011 - 2017, pada tanggal 13 Januari 2018 sekitar pukul 08:49:16 WITA, Iwan Ulumbu alias Baba Miming menelepon terdakwa. Dalam percakapan tersebut Iwan Ulumbu alias Baba Miming menyampaikan kembali permintaan proyek pekerjaan di Kabupaten Ngada Tahun Anggaran 2018 kepada terdakwa, berupa kegiatan pembangunan jembatan untuk diberikan kepada menantu Iwan Ulumbu alias Baba Miming yaitu Arie Asali.

“Dan atas permintaan tersebut, terdakwa menjawab “Oke, nanti kita diskusikan,” ucap JPU KPK menirukan.

“Pada tanggal 23 Januari 2018 sekitar pukul 18:13:01 WITA, Hendrikus Sao Meo selaku Kepala Bidang Bina Marga Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Ngada, menghubungi Stefanus Ngai Rema selaku pengawal pribadi terdakwa. Dalam percakapan tersebut Hendrikus Sao Meo meminta tefanus Ngai Rema untuk menyampaikan kepada terdakwa, bahwa proyek pekerjaan Dana Alokasi Khusus (DAK) diberikan kepada PT Sinar 99 Permai, yang dijawab oleh tefanus Ngai Rema “Pasti, jelas",” ungkap JPU KPK kemudian

JPU KPK menjelaskan dalam surat tuntutannya, pada tanggal 5 Februari 2018, terdakwa melakukan pertemuan dengan Wilhelmus Iwan Ulumbu alias Baba Miming dan Hendrikus Sao Meo di rumah dinas terdakwa di Jalan RA. Kartini, Rt 001/Rw 003, Kelurahan Tanalodu, Kecamatan Bajawa, Kabupaten Ngada, NTIT. Dalam pertemuan itu Hendrikus Sao Meo memberikan 1 (satu) Iembar kertas berkop Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kabupaten Ngada, berjudul Program Pembangunan Jalan dan Jembatan Bidang Bina Marga Tahun Anggaran 2018, tertanggal 21 Desember 2017.

Kemudian terdakwa dan Wilhelmus Iwan Ulumbu alias Baba Miming membagi-bagi proyek (plotting) dengan cara memberi tanda “centang" untuk proyek yang akan diberikan kepada perusahaan Wilhelmus Iwan Ulumbu alias Baba Miming. Sedangkan tulisan “KSN” untuk proyek yang akan diberikan kepada PT Kencana Sakti Nusantara, dan tulisan "ARI” untuk proyek yang akan diberikan kepada Arie Asali menantu Wilhelmus Iwan Ulumbu alias Baba Miming sesuai dengan permintaan sebelumnya.

Pada tanggal 6 Februari 2018 sekitar pukul 09:32:37 WITA, Wilhelmus Iwan Ulumbu alias Baba Miming kembali menelpon Hendrikus Sao Meo. Dalam percakapan tersebut Wilhelmus Iwan Ulumbu alias Baba Miming menyampaikan bahwa proyek Tahun Anggaran 2018 untuk perusahaannya dan menantu sudah disetujui oleh terdakwa dan tidak ada perubahan lagi.

Menindaklanjuti arahan dari terdakwa tersebut, masih pada hari yang sama sekitar pukul 10:23:27 WITA, Wilhelmus Iwan Ulumbu alias Baba Miming menelepon Siwe Djawa Selestinus  selaku Kepala Unit Layanan Pengadaan (ULP) Kabupaten Ngada. Dalam percakapan itu Wilhelmus Iwan Ulumbu alias Baba Miming menyampaikan arahan terdakwa yang telah membagi-bagi (plotting) proyek pekerjaan Tahun Anggaran 2018 di Kabupaten Ngada,  khususnya proyek-proyek yang akan dikerjakan oleh Wilhelmus Iwan Ulumbu alias Baba Miming dan menantunya Arie Asali, yang disetujui oleh Siwe Djawa Selestinus. Namun sebelum Wilhelmus Iwan Ulumbu alias Baba Miming mendapatkan proyek tersebut, pada tanggal 11 Februari 2018, terdakwa dan Wilhelmus Iwan Ulumbu alias Baba Miming diamankan oleh petugas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) serta mengamankan 1 (satu) buah kartu Debit BNI Gold Nomor 5371 7628 4001 2202 atas nama Wilhelmus Iwan Ulumbu alias Baba Miming yang dikuasai oleh terdakwa.

Selain itu, JPU KPK juga mengungkap terkait penerimaan uang dari Albertus Iwan Susilo alias Baba Iwan sejumlah Rp 3.450.000.000 (Tiga milyar Empat ratus Lima puluh juta rupiah)
Pada sekitar tahun 2012. Albertus Iwan Susilo alias Baba Iwan berkenalan dengan terdakwa selaku Bupati Ngada di Hotel Grand Wisata Ende. Setelah perkenalan tersebut, terdakwa dan Albertus Iwan Susilo alias Baba Iwan melakukan beberapa kali pertemuan di rumah dinas terdakwa.

Dalam pertemuan itu, Albertus Iwan Susilo alias Baba Iwan meminta tolong kepada terdakwa agar dapat diberikan paket pekerjaan di lingkungan SKPD Kabupaten Ngada yang disanggupi oleh terdakwa, dengan kesepakatan bahwa Albertus Iwan Susilo alias Baba Iwan harus memberikan uang “komitmen fee" sebesar 10 persen dari nilai pekerjaan yang akan diberikan kepada terdakwa sebelum proses lelang dilakukan, atau setelah pekerjaan selesai, dan terdakwa juga meminta agar uang “komitmen fee” tersebut disetor ke rekening BNI Taplus Bisnis Nomor 0213012710 atas nama Wilhelmus Iwan Ulumbu yang mana sebelumnya Kartu ATM rekening tersebut telah diberikan kepada Terdakwa oleh Wilhelmus Iwan Ulumbu.

Menindaklanjuti permintaan uang “komitmen fee” dari terdakwa, selanjutnya secara bertahap Albertus Iwan Susilo alias Baba Iwan melakukan setoran tunai, transfer atau pemindahbukuan ke rekening Nomor 0213012710 atas nama Wilhelmus Iwan Ulumbu yang besarannya 10 persen  dari nilai kontrak pekerjaan yang dikerjakan oleh perusahaan Albertus Iwan Susilo alias Baba Iwan yang seluruhnya berjumlah Rp1.850.000.000 (Satu milliar Delapan ratus Lima puluh juta rupiah), yang bersumber dari keuangan pribadi Albertus Iwan Susilo alias Baba Iwan, dengan perincian sebagai berikut:

“Pada tanggal 22 November 2012 sejumlah Rp 220 juta, Tanggal 3 Juni 2013 Rp 100 juta,  Tanggal 6 September 2013 Rp 50 juta, Tanggal 10 Juni 2014 sejumlah Rp 200 .juta,  Tanggal 30 Juni 2014 Rp 200 juta, Tanggal 31 Juli 2015 Rp 100 juta, Tanggal 10 Februari 2016 Rp 250 .000juta, Tanggal 3 Maret 2016 Rp 100 juta, Tanggal 21 Maret 2016 Rp 80 juta, Tanggal 26 September 2016 Rp 150 juta, Tanggal 21 Februari 2017 Rp 300 juta, Tanggal 1 Maret 2017  Rp100 juta,” ungkap JPU KPK

Selain melakukan setoran tunai/transfer atau pemindahbukuan ke rekening Nomor 0213012710 atas nama Wilhelmus Iwan Ulumbu, Albertus Iwan Susilo alias Baba Iwan memberikan uang tunai sebesar Rp 1.6 milliar, dengan rincian; pada akhir tahun 2013 sejumlah Rp 270 juta di rumah dinas terdakwa selaku Bupati Ngada. Kemudian pada bulan Agustus 2015 Rp 250 juta di rumah dinas terdakwa. Pada tanggal 28 Desember 2017 sebesar Rp 280 juta di Rumah Dinas terdakwa melalui Wilhelmus Iwan Ulumbu. Pada tanggal 14 Januari 2018 Rp 400 juta melalui Florianus Lengu di Rumah Wilhelmus Iwan Ulumbu. Kemudian pada tanggal 15 Januari 2018 sejumlah Rp 400 juta di Rumah Dinas terdakwa melalui Wilhelmus Iwan Ulumbu.

Bahwa setelah terdakwa menerima sejumlah uang dari Albertus Iwan Susilo alias Baba Iwan sebagaimana diuraikan di atas, selanjutnya sesuai dengan kesepakatan antara Terdakwa dan Albertus Iwan Susilo alias Baba Iwan sebelumnya, pada kurun waktu tahun 2014 sampai dengan tahun 2017, perusahaan yang digunakan oleh Albertus Iwan Susilo alias Baba Iwan mendapatkan beberapa paket proyek pembangunan jalan dan jembatan di  wilayah Kabupaten Ngada. 

“Bahwa uang yang tersimpan dalam rekening BNI nomor 0213012701 a.n Wilhelmus Iwan Ulumbu alias Baba Miming digunakan oleh terdakw untuk kepentingan pribadinya diantaranya untuk pencalonannya baik dalam Pilkada  Bupati Ngada maupun Pilkada Gubernur NTT, dan uang yang masih tersisa dalam rekening tersebut sebesar Rp 659.854.895 disita oleh KPK,” ngkap JPU KPK dalam surat tuntutannya.

Perbuatan yang dapat dibuktikan oleh JPU KPK sesuai fakta yang terungkap dalam perisangan adalah pasal 12 huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik lndonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat (1) KUHP terkait penerimaan uang oleh terdakwa Marianus Sae dari Baba Miming dan Albertus Iwan Susilo alias Baba Iwan

Dan pasal 12 huruf B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik lndonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, terkait penerimaan uang dari Kepala BKD Kabupen Ngada, Wilhelmus Petrus Bate alias Wempi Bate sebesar Rp875 juta.

Alasan JPU KPK, bahwa uang yang diterima terdakwa dari Albertus Iwan Susilo alias Baba Iwan dan Wilhelmus Petrus Bate alias Wempi Bate selaku Kepala BKD  Kabupaten Ngada tidak melaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sampai dengan batas waktu 30 (tiga puluh) hari kerja sebagaimana yang dipersyaratkan dalam Undang - Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, padahal penerimaan itu tidak memiliki dasar hukum yang sah menurut peraturan perundangan yang berlaku.

Selain itu, lanjut JPU KPK, bertentangan dengan ketentuan Pasal 5 angka 4 dan 6 Undang-Undang RI Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, dan Ketentuan Pasal 76 ayat (1) huruf e Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah.
“Menuntut ; Meminta kepada Majelis Hakim Pengadian Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Surabaya untuk menjatuhkan hukuman kepada terdakwa Marianus Sae ; 1. Menyatakan terdakwa Marianus Sae terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana dalam pasal 12 huruf a dan pasal 12 huruf B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 65 ayat (1)KUHP.; 2. Manghukum terdakwa Marianus Sae dengan hukuman pidana penjara selama 10 tahun dikurangi selama terdakwa dalam tahanan, dan membayar denda sebesar Rp300 juta subsider 6 bulan kurungan.; Menghukum terdakwa Marianus Sae dalam hal memilih dan dipilih dalam jabatan publik yang diatur dan diselenggarakan oleh pemerintah selama 5 tahun,” ucap JPU KPK Ronald Woworunto diakhir surat tuntutannya.

Atas surat tuntutan JPU KPK, Ketua Majelis Hakim H.R. Unggul Warso Murti memberikan kesempatan kepada Penasehat Hukum terdakwa Marianus Sae, Vincentius bersama timnya asal Jakarta ini untuk menyampaikan Pledoinya (pembelaan) pada sidang beriukutnya.

“Saudara diberikan kesempatan untuk menyampaikan Pembelaan saudara pada sidang, Hari Selasa, 4 September, ya,” ucap Ketau Majelis Hakim lalu kemudian menutup sidang.

Usai persidangan, JPU KPK Ronald kepada wartawan media ini mengatakan, bahwa pengakuan terdakwa terkait uang yang diterimanya tidak jujur. Karena menurut terdakwa, bahwa uang dari Baba Miming itu adalah bantuan operasional terdakwa selaku Bupati Ngada dalam kegiatan social. Namun faktanya dipergunakan untuk kepentingan pribadi terdakwa.

“Menurut terdakwa, uang itu sebagai bantuan Baba Miming terhadap terdakwa sebagai  operaional dalam kegiatan social, tapi buktinya dinikmati sendiri. Ada untuk belanja di Mall, bayar Hotel dan biaya pencalonan terdakwa sebagai calon Gubernur. Pencairannya pun ada di Bali dan ada di Bandung,” kata JPU KPK Ronal.

Disinggung terkait pertanggungjawaban hukum dari Kepala BKD yang memberikan uang terhadap terdakwa sebesar Rp875 juta, dimana uang itu adalah hasil pemotongan dari biaya perjalanan dinas dan lembur para pegawai BKD. Menurut JPU KPK ini, akan melaporkannya ke penyidik KPK sesuai fakta yang terungkap dalam persidangan.

“Benar, kalau uang itu adalah pemotongan dari perjalanan dinas dan lembur. Dan akan kita sampaikan ke penyidik, tentu tidak dapat sekarang kita jelaskan karena harus kita laporkan terlebih dahulu ke penyidik,” ucap JPU KPK Ronald. (Rd1)

Posting Komentar

Tulias alamat email :

 
Top