0
Terdawka Rahayu Sugiarti (Wakil Ketua DPRD) dkk
#Dalam dakwaan JPU KPK disebutkan, seluruh anggota DPRD Kota Malang periode 2014 - 2019 yang berjumlah 45 orang menerima duit “haram” yang disebut uang Pokir, uang Sampah dan uang Pembahasan APBD Kota Malang TA 2015#

beritakorupsi.co - Kasus perkara Korupsi suap terhadap DPRD Kota Malang dalam pembahasan Perubahan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (P-APBD) Kota Malang Tahun Anggaran (TA) 2015 ibarat Pribahasa, Tidak ada Asap kalau tidak ada Api. Apinya adalah DPRD Kota Malang, sementara asapnya Pemkot Malang, dan yang terkena dampaknya adalah Legislatif (DPRD Kota Malang) serta Eksekutif (Pemkot Malang) sendiri.

Sebab pada Juni 2015, saat Pemkot Malang (Eksekutif) mengajukan pembahasan P-APBD Kota Malang TA 2015 kepada DPRD Kota Malang (Legislatif), saat itu pihak DPRD Kota Malang melalui Ketua DPRD Kota Malang Moch. Arif Wicaksono “menyalakan api” alias meminta uang pokir kepada Wali Kota Malang, Moch. Anton, agar pembahasan Perubahan APBD berjalan lancar dan tidak ada hambatan dari seluruh anggota DPRD Kota Malang.

Permintaan itu pun direspon oleh sang Wali Kota dengan memerintahkan Cipto Wiyono selaku Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Malang, dari Sekda ke Kepala Dinas PUPPB kemudian ke Teddy Sujadi Soemama selaku Kepala Bidang PUPPB Kota Malang untuk melaksanakan permintaan sang Dewan yang terhormat. Karena permintaan itu disetujui sang Wali Kota, akhirnya menjadi “asap”, karena pihak Eksekutif dan Legislatif sudah “terbakar”.

Andai saja sang Wali Kota Malang Moch. Anton tidak menyetujui permintaan sang Ketua Dewan Moch. Arif Wicaksono, bisa jadi takkan ada “asap karena apinya tidak menyala“ alias  tidak ada yang masuk penjara.

Akibat dari permintaan Ketua DPRD Kota Malang itu disetujui sang Wali Kota Malang, Pemerintahan Kota Malang pun “bernasib malang, ibarat Kota tak bertuan”. Sebab sang Wali Kota Moch. Anton bersama Jarot Edy Sulistyono, dan Ketua DPRD Kota Malang Moch. Arif Wicaksono bersama 18 anggotanya yang terdiri dari 3 Wakil Ketua, 8 Ketua Fraksi, 4 Ketua Komis dan 3 anggota DPRD tanpa jabatan, sama-sama “terbakar” alias masuk pejara oleh KPK (Komisi Pemberantasan Kotupsi).

Yang dipenjarakan KPK lebih dulu adalah Jarot Edy Sulistyono, kemudian Moch. Arif Wicaksono. Keduanya “didudukan” oleh KPK dikursi pesakitan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya untuk diadili dihadapan Marwah Tuhan yakni Majelis Hakim, atas perbuatannya sebagai penyuap dan penerima suap sesama pejabat pemerintah/negara. Oleh Majelis Hakim, Keduanya dinyatakan terbukti bersalah melakukan Tindak Pidana Korupsi suap pembahasan Perubahan APBD Kota Malang TA 2015 sebesar Rp700 juta.

“Asap semakin tebal karena kobaran api yang semakin membesar”. Sebab, setelah Jarot dan Moch. Arif diadili, KPK pun menetapkan sang Wali Kota Moch. Anton bersama 18 anggota DPRD Kota Malang periode 2014 - 2019 menjadi tersangka lalu dimasukan ke penjara. Moch. Anton pun dinyatakan terbukti bersalah melakukan Tindak Pidana Korupsi suap pembahasan Perubahan APBD Kota Malang TA 2015 sebesar Rp700 juta. Sementara saat ini, tibalah saatnya bagi 18 anggota DPRD Kota Malang itu untuk diadili.

Terdakwa Suprato, dkk
Saat Jarot, Moch. ARif dan Moch. Anton diadili, terungkaplah fakat-fakta dalam persidangan diantaranya, bahwa seluruh anggota DPRD Kota Malang ternyata tidak hanya menerima duit “haram” alias uang Pokir (pokok-pokok pikiran) saat pembahasan Perubahan APBD Kota Malang TA 2015, ternyata pada tahun 2014, saat pembahasan APBD Kota Malang TA 2015, seluruh anggota DPRD Kota Malang periode 2014 - 2019 yang berjumlah 45 orang itu menerima duit “haram” sebesar Rp5,5 milliar.

Tidak hanya itu. Para sang politikus di Kota Malang itu juga menerima uang sampah saat pembahasan persetujuan pelaksanaan proses

Bisa jadi, KPK akan menyeret seluruh anggota DPRD Kota Malang periode 2014 - 2019, karena seluruhnya menerima uang Pokir, uang pembahasan APBD TA 2015 dan uang sampah, yang setiap anggota masing-masing menerima yang jumlahnya ratusan juta rupiah. Tidak hanya anggota DPRD, melainkan Sekda, Kabid Dinas PUPPB termasuk para kontraktor yang memberikan uang kepada Teddy atas perintah Cipto untuk diserahkan ke DPRD sebagai uang Pokir dalam pembahasan Perubahan APBD supaya berjalan lancar.

Hal ini pula yang terungkap dalam sidang perkara Korupsi suap DPRD Kota Malang dalam pembahasan Perubahan APBD Kota Malang TA 2015 dengan 18 terdakwa selaku anggota DPRD Kota Malang, saat diadili di Pengadilan Tipikor Surabaya, pada Rabu, 15 Agustus 2018.

Investasi pembangunan dan pengelolaan barang milik daerah Pemerintah Kota Malang, berupa tanah yang difungsikan sebagai Tempat Pembuangan Akhir  (TPA) Supit Urang sebesar Rp300 juta.

Rabu, 15 Agustus 2018, adalah sidang dengan agenda pembacaan surat dakwaan dari Tim JPU KPK Arif Suhermanto dkk terhadap 18 terdakwa selaku anggota DPRD Kota Malang periode 2014 - 2019 yang didampingi masing-masing Penasehat Hukumnya, yang berlangsung di ruang sidang Cakra Pengadilan Tipikor Surabaya dengan Ketu majelis Hakim Cokorda Gede.

Ke- 18 terdakwa ini dibagi dalam 3 berkas perkara masing-masing dalam 1 berkas perkara terdiri dari 6 terdakwa, yakni Rahayu Sugiarti, Ya’quban Ananda Gudban, Hery Subiantono, Heri Pudji Utami, Abdul Rahman dan Sukarno (1 berkas perkara). Dan Sulik Lestyowati, Abd. Hakim, Bambang Sumarto, Imam Fauzi, Syaiful Rusdi dan Tri Yudiani (1 berkas perkara), serta Sprapto, Sahrawi, Mohan Katelu, Slamet, H.M. Zainuddin AS dan Wiwik Hendri Astuti, satu berkas perkara.
Terdakwa Sulik Lestyowati, dkk

Dalam surat dakwaan JPU KPK yang dibacakan dihadapan Majelis Hakim, ke- 18 terdakwa didakwa telah menerima suap dan gratifikasi serta dijerat dengan pasal berlapis yang ancaman hukuman pidana penjara paling singkat 4 tahun.

Dalam surat dakwaannya JPU KPK menyebutkan, bahwa bahwa Terdakwa I Rahayu Sugiarti, terdakwa II Ya’qud Ananda Gudban, terdakwa III Hery Subaintono, terdakwa IV Sukarno, terdakwa V Heri Puji Utami, dan Terdakwa VI H. Abd. Rachman (juga terdakwa lainnya adkwaan sama) bersama-sama dengan Moch. Arif Wicaksono, Wiwik Hendri Astuti, H.M. Zainuddin AS, Mohan Katelu, Salamat,
Sahrawi, Bambang Sumarto, Suprapto, Abdul Hakim, Sulik Lestyowati, Imam Fauzi, Tri Yudiani dan Siful Rusdi, pada tanggal 25 Juni 2015 sampai dengan tanggal 22 Juli 2015. Atau setidak tidaknya pada suatu waktu di tahun 2015, bertempat di Kantor Dinas Pekerjaan Umum Perumahan dan Pengawasan Bangunan (PUPPB) Jalan Bingkil No.1 Kota Malang, Kantor DPRD Kota Malang di Jalan Tugu No. 1A Kota Malang dan Rumah Dinas Ketua DPRD Kota Malang Jalan Panji Soeroso No. 7 Kota Malang, atau setidak-tidaknya di suatu tempat yang masih termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Surabaya yang berwenang memeriksa, mengadili dan memutus perkara ini, telah melakukan atau turut serta melakukan perbuatan selaku pegawai negeri atau penyelenggara negara yaitu sebagai anggota DPRD Kota Malang masa jabatan periode tahun 2014 - 2019, menerima hadiah atau janji yaitu menerima uang sebesar Rp700 juta dari Moch. Anton, Cipto Wiyono dan Jarot Edy Sulistlyono yang diserahkan melalui Tedy Sujadi Soemama, pada hal diketahui atau patut diduga, bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya, yaitu para terdakwa mengetahui atau patut menduga uang tesebut diberikan agar memberikan persetujuan Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (P-APBD) Kota Malang Tahun Anggaran (TA) 2015 yang diajukan oleh Pemerintah Kota Malang, yang bertentangan dengan kewajiban anggota DPRD Kota Malang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 angka 4 dan 6 UU RI Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN)  juncto pasal 400 ayat (3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan SPRD juncto UU RI Nomor 42 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan SPRD yang dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut :

Bahwa pada tanggal 25 Juni 2015, bertempat di ruang rapat paripurna DPRD Kota Malang, dilakukan Rapat Paripurna I dengan agenda penyampaian sambutan Walikota Malang dalam menghantar Konsep Kesepakatan Bersama antara Pemerintah Kota Malang dengan DPRD Kota Malang tentang Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (PPAS) Perubahan APBD TA 2015.

Dalam pembahasan tersebut. dibahas juga tentang anggaran kegiatan pokok-pokok pikiran (Pokir) anggota DPRD yang hasilnya, setiap anggota DPRD mendapatkan anggaran sebesar Rp200 juta dimasukkan pada Dinas PUPPB Kota Malang yang seluruhnya sebesar Rp9 milliar. Terkait anggaran Pokir tersebut, Ketua DPRD Moch. Arief Wicaksono mengadakan pertemuan dengan pimpinan DPRD, yaitu terdakwa l Rahayu Sugiarti, Wiwik Hendri Astuti, H.M Zainuddin AS dan para Ketua Fraksi, yaitu terdakwa II Ya'qud Ananda Gudban, terdakwa III Heri Subiantono, terdakwa IV Sukarno, terdakwa V Hery Pudji Astuti, Suprapto, Mohan Katelu, Salamet, Sahrawi serta dihadiri Ketua Komisi C Bambang Sumarto diruangan Ketua DPRD Kota Malang, terkait usulan kegiatan pokok-pokok pikiran yang ada di Dinas PUPPB Kota Malang, dan menyepakati bahwa anggota DPRD tidak usah mengerjakan pekerjaan-pekerjaan yang berhubungan dengan pekerjaan pokir di Dinas PUPPB yang diusulkan oleh Konstituen, dan sebagai penggantinya akan diberikan imbalan fee dengan istilah 'uang pokir' dengan besaran 10 persen dari nilai kegiatan anggaran pokir atau sebesar Rp 900 juta.

“Pada tanggal 6 Juli 2015, sebelum dimulainya rapat paripurna dengan agenda penyampaian pendapat Badan Anggaran (Banggar) DPRD Kota Malang dan pendapat Fraksi-fraksi terhadap Konsep Kesepakatan Bersama antara Pemerintah Kota Malang dan DPRD Kota Malang tentang KUA dan PPAS Perubahan APBD TA 2015, Ketua DPRD Kota Malang Moch. Arief Wicaksono, terdakwa l Rahayu Sugiarti, Wiwik Hendri Astuti, H.M Zainuddin AS dan para Ketua Fraksi DPRD Kota Malang, yaitu terdakwa Il Ya'qud Ananda Gudban, terdakwa III Heri Subiantono, terdakwa IV Sukarno, terdakwa V Hery Pudji Astuti, Suprapto, Mohan Katelu, Salamet, dan Sahrawi melakukan pertemuan dengan Walikota Malang Moch. Anton, Wakil Walikota Malang Sutiadji, dan Sekretaris Daerah Kota Malang Cipto Wiyono bertempat di ruangan Ketua DPRD Kota Malang,” kata JPU KPK

Pada pertemuan tersebut, Moch. Arief Wicaksono dan Suprapto menjadi juru bicara para Ketua Fraksi yang mewakili seluruh anggota DPRD Kota Malang. meminta kepada Walikota Malang Moch. Anton untuk memberikan uang imbalan fee pembahasan Rancangan Perubahan APBD TA 2015 dengan istilah 'uang pokir' kepada anggota DPRD Kota Malang, agar pembahasan berjalan lancar dan tidak ada halangan dari Anggota DPRD Kota Malang sehingga dapat disetujui.

“Atas permintaan tersebut, Moch Anton menyanggupi dengan memerintahkan Cipto Wiyono untuk menyiapkan 'uang pokir' dimaksud. Setelah pertemuan di ruangan Ketua DPRD tersebut, Moch. Arief Wicaksono membicarakan kembali dengan Moch. Anton secara berdua saja, agar Moch. Anton memenuhi permintaan uang oleh anggota DPRD tersebut, dan Moch Anton menyanggupinya,” kata JPU KPK

JPU KPK menyebutkan, hal itu disampaikan kepada seluruh anggota DPRD Kota Malang dan seluruh anggota DPRD Malang menyetujuinya. Selanjutnya Cipto Wiyono meminta Jarot Edy sulistyono untuk memerintahkan Teddy Sujada sumama selaku Kepala Bidang PUPPB Kota Malang untuk menemui dirinya. Setelah Teddy Sujada sumama menghadap, Cipto Wiyono meminta Teddy Sujada sumama agar mengumpulkan uang dari para rekanan atau kontraktor pada Dinas PUPPB  Kota Malang sebesar 9p900 juta, yang mana uang sebesar Rp700 juta diserahkan kepada Moch. Arif Wicaksono, dan uang Rp200 juta diserahkan kepada Cipto Wiyono.

Atas permintaan tersebut, Teddy Sujada sumama melaporkannya kepada Jarot Edy Sulistyono,  dan diperintahkan untuk melaksanakannya. Setelah uang terkumpul sebesar Rp900 juta, pada tanggal 13 Juli 2015 pagi hari, Teddy Sujada sumama menyerahkan uang pokir kepada Jarot Edy sulistyono di kantor Dinas PUPPB Kota Malang Jalan Bingkil No 1 Kota Malang. Selanjutnya, Jarot Edy Sulistyono melaporkan kepada Cipto Wiyono.

“Pada tanggal 14 Juli 2015 sekitar pukul 13.00 WIB, Moch. Arif Wicaksono menghubungi Cipto Wiyono, meminta realisasi uang pokir untuk anggota DPRD Kota Malang, yang kemudian Cipto Wiyono menyampaikan bahwa uang akan segera diserahkan oleh Jarot Edy sulistyono. Sekitar pukul 14.00 WIB, atas perintah Cipto Wiyono, Jarot Edy Sulistyono menghubungi Moch. Arif Wicaksono, menanyakan ke mana penyerahan uang pokir sebesar Rp700 juta. Kemudian Moch.  Arif Wicaksono meminta agar uang Pokir diserahkan di rumah dinasnya Jalan Panji Suroso No 7 Kota Malang dengan terlebih dahulu dipisahkan jatah untuk dirinya sebesar Rp100 juta, dan untuk seluruh anggota DPRD Kota Malang sebesar Rp600 juta dibungkus tersendiri. Kemudian,  pada pukul 14.24 WIB, Moch. Arif Wicaksono menyampaikan kepada Bambang Sumarto,  bahwa uang pokir dari Moch. Anton akan segera diterima,” ungkap JPU KPK

Sekitar pukul 15.00 WIB, Jarot Edy Sulistiyono meminta Teddy Sujadi Soemama untuk menyerahkan uang sebesar Rp700 juta kepada Moch. Arief Wicaksono, dan uang sebesar Rp200  juta kepada Cipto Wiyono. Kemudian Tedy Sujadi Soemama menyerahkan uang sebesar Rp700  juta yang terbungkus dalam kardus kepada Moch. Arief Wicaksono dirumah dinasnya, dan Rp200 juta kepada Cipto Wiyono di rumah dinasnya, namun Cipto Wiyono tidak ada sehingga Teddy Sujadi Soemama menyerahkan uang tersebut melalui staff Cipto Wiyono yang berada dirumah dinas.

“Setelah mendapat laporan penyerahan "uang pokir", Cipto Wiyono melaporkannya kepada Moch. Anton. Setelah Moch. Arief Wicaksono menerima uang tersebut, Moch. Arief Wicaksono kemudian memberitahukan kepada Suprapto, bahwa “uang pokir" sebesar Rp700 juta sudah diterima, dan meminta Suprapto datang ke rumah dinasnya. Setelah Suprapto datang, Moch. Arief Wicaksono meminta Suprapto untuk menghubungi para Ketua Fraksi DPRD Kota Malang supaya datang ke rumah dinasnya untuk membagi “uang pokir” kepada seluruh anggota DPRD Kota Malang, antara lain : 1. terdakwa I Rahayu Sugiarti sebesar Rp17.500.00,;  2. Terdakwa II Ya'qud Ananda Gudban sebesar Rp15.000.000,; 3. Terdakwa III Hery Subiantono sebesar Rp15.000.000,; 4. Terdakwa IV Sukarno sebesar Rp17.500.000,; 5. Terdakwa V Heri Pudji Utami sebesar Rp15.000.000,; 6. Terdakwa VI H. Abd. Rachman sebesar Rp12.500.000,; 7. Moch. Anef Wmaksono sebesar Rp82.500.000,; 8. Wiwik Hendri Astuti sebesar R917 500.000,;  9. H.M. Zainuddin AS sebesar Rp17.500.000; 10. Mohan Katelu sebesar Rp17.500.000,; 11. Salamet sebesar Rp15.000,; 12. Sahrawl sebesar Rp15.000.000,; 13. Bambang Sumarto sebesar Rp15.000.000,; 14. Suprapto sebesar Rp17.500.000,; 15. Abdul Hakim sebesar Rp17.500.000,; 16. Sullk Lestyowatl sebesar Rp12.500.000,; 17. Imam Fauzi sebesar Rp12.500.000,; 18. Tri Yudlani sebesar Rp15.000.000, dan 19. Syaiful Rusdi sebesar Rp15.000.000,” beber JPU KPK dalam surat dakwaannya

JPU KPK menyatakan, bahwa setelah para terdakwa dan anggota DPRD Kota Malang lainnya menerima uang tersebut, proses pembahasan Perubahan APBD Kota Malang TA 2015 berjalan lancar tanpa ada hambatan dari para anggota DPRD Kota Malang. Sehingga pada tanggal 22 Juli 2015, dapat dilaksanakan kegiatan penyampaian Pendapat Akhir Fraksi DPRD Kota Malang terhadap Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) Pembahan APBD TA 2015 yang pada pokoknya, menyetujui Rancangan Perubahan APBD TA 2015 menjadi APBD-P TA 2015 Kota Malang sebagaimana dituangkan dalam Keputusan DPRD Kota Malang Nomor:  188.4/48/35.73.201/2015 tanggal 22 Juli 2015 tentang Persetujuan Penetapan Recangan Peraturan Daerah Kota Malam Tentang Perubahan Anggaran Pendapatan dan Beianja Dumh Tahm Anggaran 2015 yang ditandatangani oleh Moch. Arief Wicaksono selaku Ketua DPRD Kota Malang.

Bahwa para terdakwa mengetahui atau patut diduga, bahwa uang tersebut diberikan agar memberikan pemetujuan terhadap usulan Perubahan APBD Pemerintah Kota Malang TA 2015,  yang bertentangan dengan kewajiban para terdakwa sebagaimana diatur dalam Pasal 5 angka 4 dan 6 UU RI Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN) juncto Pasal 400 ayat (3) UU RI Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD juncto UU RI Nomor 42 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD.

“Perbuatan para terdakwa merupakan tindak pidana, sebagaimana diatur dan diancam pidana menurut Pasal 12 huruf a (atau pasal 11) UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP,” ucap JPU KPK.

Selain suap,  para terdakwa juga didakwa menerima Gratifikasi
JPU KPK juga menjerat para terdakwa selaku anggota DPRD Kota Malang telah menerima gratifikasi berupa uang “sampah” sebesar Rp300 juta. Dan uang itu tidak hanya diterima oleh terdakwa, melainkan seluruh Anggota DPRD Kota Malang dalam pembahasan persetujuan pelaksanaan proses Investasi pembangunan dan pengelolaan barang milik daerah Pemerintah Kota Malang, berupa tanah yang difungsikan sebagai Tempat Pembuangan Akhir  (TPA) Supit Urang sebesar Rp300 juta, dan penerimaan uang pada tahun 2014 dalam pembahasan APBD Kota Malang TA 2015 sebesar Rp5.5 milliar

JPU KPK dalam surat dakwaannya mengungkapkan, bahwa dalam rentang waktu antara bulan September 2014 sampai dengan bulan Juli 2015,  bertempat di Kantor DPRD Kota Malang di Jalan Tugu No. 1A Kota Malang, para tendakwa telah menenma uang berkaitan :

a. Penerimaan uang sebesar Rp5.500.000.000 (Lima milyar Lima ratus juta rupiah) pada saat  pembahasan APBD Kota Malang Tahun Anggaan 2015, Ketua DPRD Kota Malang Moch. Arief Wicaksono kemudian membagikannya kepada 45 (Empat puluh lima) anggota DPRD Kota Malang Mulai: para Ketua Fraksi. diantaranya :

1. Terdawak I Rahayu Sugiarti ”besar Rp125 000000
2. Terdakwa II Ya’qud Ananda Gudban sebesar Rp125.000.000
3. Terdakwa III Hery Sublantono sebesar Rp125.000.000
4. Terdakwa IV Sukarno sebesar Rp125.000.000
5. Terdakwa V Heri Pudji Utami sebesar Rp110.000.000
6. Terdakwa VI H. Abd. Rachman sebesar Rp100.000.000
7. Moch Anef Wicaksono sebesar Rp125.000.000
8. Wiwik Hendri Astuti sebesar Rp125.000.000
9. H.M. Zainuddin AS sebesar Rp125.000.000
10. Mohan Katelu sebesar Rp125 000.000
11. Salamat sebesar Rp125.000.000
12. Sahrawi sebesar Rp125.000 000
13. Bambang Sumarto sebesar Rp100.000.000
14. Suprapto sebesar Rp100.000.000
15. Abdul Hakim sebesar Rp100.000.000
16. Sulik Lestyowati sebesar Rp100.000.000
17. Imam Fauzi sebosar Rp100.000.000
18. Tri Yudiani  sebesar Rp100 juta
19. Syaiful Rusdi sebesar Rp100 juta,
b. Bahwa “uang sampah” sebesar Rp300 juta pada saat pembahasan persetujuan pelaksanaan proses Investasi pembangunan dan pengelolaan barang milik daerah Pemerintah Kota Malang, berupa tanah yang difungsikan sebagai Tempat Pembuangan Akhir  (TPA) Supit Urang yang diterima Ketua DPRD Kota Malang Moch. Arief Wicaksono untuk kemudian dibagikan kepada 45 (Empat puluh Lima) anggota DPRD Kota Malang melaiui para Ketua Fraksi, diantaranya :

1. Terdakwa I Rahayu Sugiarti sebesar Rp10.000.000
2. Terdakwa ll Ya’qud Ananda Gudban sebesar Rp10.000.000
3. Terdakwa III Hery Subiantono sebesar Rp10.000.000
4. Terdakwa IV Sukarno sebesar Rp10.000.000
5. Terdakwa V Heri Pudji Utami sebesar Rp10.000.000
6. Terdakwa VI H. Abd. Rachman sebesar Rp10.000
7. Moch Arief Wicaksono sebesar Rp25.000.000
8. Wiwik Hendri Astuti sebesar Rp10.000.000
9. H.M. Zainuddin AS sebesar Rp10.000.000
10. Mohan Katelu sebesar Rp10.000.000
11. Salamet sebesar Rp10.000.000
12. Sahrawi sebesar Rp10.000.000
13. Bambang Sumarto sebesar Rp5.000.000
14. Suprapto sebesar Rp5.000.000
15. Abdul Hakim sebesar Rp5.000.000
16. Sullk Lestyowati sebesar Rp5.000.000
17. Imam Fauzi sebesar Rp5.000.000
18. Tn Yudianl sebesar Rp5.000.000
19. Syaiful Rusdi sebesar Rp5.000.000

“Bahwa para terdakwa, sejak menerima uang tersebut diatas tidak melaporkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sampai dengan batas waktu 30 (Tiga puluh) hari kerja,  sebagaimana yang dipersyaratkan dalam UU RI Nomor 31Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.  padahal penerimaan itu tidak ada alasan yang sah menurut hukum,” kata JPU KPK

Bahwa perbuatan para terdakwa menerima gratifikasi dalam bentuk uang tersebut, haruslah dianggap suap karena berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban, atau tugas para terdakwa selaku Penyelenggara Negara, yaitu sebagai anggota DPRD Kota Malang. Hal mana bertentangan dengan kewajiban para terdakwa selaku anggota DPRD Kota Malang periode tahun 2014 2019 sebagaimana ketentuan :

1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN), pasal 5 angka 4 yang menyatakan : “Setiap penyelenggara negara berkewajiban untuk tidak melakukan perbuatan korupsi, kolusi dan nepotisme”. Pasal 5 angka 6 lebih lanjut menyatakan : “Setiap penyelenggara negara berkewajiban untuk melaksanakan tugas dengan penuh tanggung jawab dan tidak melakukan perbuatan tercela, tanpa pamrih baik untuk kepentingan pribadi, keluarga, kroni, maupun kelompok, dan tidak mengharapkan imbalan dalam bentuk apa pun yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.”

2. Pasal 400 ayat (3) UU RI Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD, juncto UU RI Nomor 42 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD yang menyatakan : “Anggota DPRD Kabupaten/Kota dilarang melakukan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN”.

“Perbuatan para terdakwa merupakan Tindak Pidana, sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 12 B UU RI 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI  Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP juncto pasal 65 ayat (1) KUHP,” ucap JPU KPK diakhir surat dakwaannya.

Atas surat dakwaan JPU KPK yang dibacakan dihadapan Majelis Hakim secara jelas, ternyataa salah satu dari 18 terdakwa yakni, Ya’qud Ananda Gudban masih kurang mengerti dan tidak terima, sehingga melalui Penasehat Hukumnya akan melakukan Eksepsi atau keberatan.

“Kami akan melakukan Eksepsi, karena surat dakwaan JPU kurang jelas dan cermat,” kata Penasehat Hukum mantan calon Wali Kota Malang ini. Sementara JPU KPK siap menghadapi keberatan terdakwa. Hal itu disampaikan JPU KPK Burhanudin kepada wartawan media ini seusai persidangan.

“Kalau dikatakan kurang jelas, dimana yang tidak jelas. Dalam surat dakwaan sudah kita jelaskan baik tempat mapun waktu dimana perbuatannya. Kita siap, kalau terdakwa melakukan Eksepsi,” ujar JPU KPK ini.  (Rd1)

Posting Komentar

Tulias alamat email :

 
Top