Beberapa anggota DPRD Kota Mojokerto saat menjadi saksi |
beritakorupsi.co - Kasus yang menyeret Wali Kota Mojokerto Mas’ud Yunus, Kepala Dinas PUPR dan 3 Ketua DPRD Kota Mojokerto periode 2014 - 2019 meringkuk dipenjara, tak jauh beda dengan kasus yang menyeret Wali Kota Malang Moch. Anton, Kepala Dinas PUPR Kota Malang Jaorot Edy Sulistyono dan Ketua DPRD Kota Malang Moch. Arif Wicaksono termasuk 40 anggota DPRD Kota Malang yang sudah ditetapkan menjadi tersangka/terdakwa (18 proses persidangan, dan 22 masih menunggu pelimpahan dari JPU ke Pengadila Tipikor Surabaya) karena semua anggota DPRD Kota Malang menerima uang suap dalam pembahasan APBD Kota Malang TA 2017 dan pembahasan Perubahan APBD TA 2017.
Sementara JPU KPK Iskandar Marwanto kepada media ini mengatakan, semua anggota Dewan Kota Mojokerto menerima. Namun menurutnya, dijadikan tersangka atau tidak. adalah tergantung Pimpinan KPK.
“Semua menerima, tetapi apakah dijadikan tersangka atau tidak itu tergantung Pimpinan,” kata JPU KPK Iskandar, Selasa, 18 September 2018
Saat ditanya lebih lanjut, apakah KPK akan menindaklanjuti keterangan terdakwa Mas’ud Yunus yang mengatakan, bahwa yang menyepakati adanya komitmen fee adalah Wakil Wali Kota Mojokerto Suyitno dengan Ketua DPRD Kota Mojokerto, JPU KPK Iskandar hanya tersenyum.
Sedangkan kasus yang menimpa 2 Kepala Daerah dan masing-masing anggota DPRDnya adalah terkait pembahasan APBD. Untuk memperlancar pembahasan APBD perubahan yang diajukan masing-masing Kepala Daerah (Mas’ud Yunus selaku Wali Kota Mojokerto dan Moch. Anton Wali Kota Malang), ke pihak DPRD masing-masing Daerah, bersedia memenuhi permintaan untuk memberikan sejumlah uang ke pihak legislatif, agar tidak mempersulit pembahasan.
Bila di DPRD Kota Malang disebut dengan uang Pokir (pokok pokok pikiran) dan uang sampah serta uang pembahasan APBD Murni yang jumlahnya sebesar Rp6.5 milliar, kalau di DPRD Kota Mojokerto disebut dengan tambahan penghasilan, tujuh sumur dan komitmen fee yang jumlahnya juga milliaran serta melibatkan pihak swasta sebagai sumber pengumpulan duit.
Lalu duit itu dibagi-bagi oleh seluruh anggota DPRD Kota Mojkerto, begitu juga anggota DPRD Kota Malang. Semua kebagian “fulus” itu, tak ada yang tidak kebagian. Bedanya, di Kota Mojokerto karena Tertangkap Tangan KPK, sementara di Kota Malang, penyidikan KPK. Artinya, sama-sama ditangani KPK bukan Kejaksaan atau Kepolisian. Yang membedakan lagi di DPRD Kota Malang, anggota Dewannya ribut karena pembagian yang tidak merata bukan karena tidak kebagian. Pada hal, “Si Ribut” juga kebagian.
Dalam persidangan di dua perkara itu (Kota Malang dan Kota Mojokerto), JPU KPK sama-sama mendapat perintah dari Majelis Hakim di persidangan untuk “memeriksa” atau mengembangkan keterangan para saksi dari anggota DPRD masing-masing. Selain itu, beberapa anggota DPRD di Kota Malang maupun di Kota Mojokerto, ada beberapa anggota Dewan yang mengmbalikan uang “haram” itu ke KPK.
Namun dalam proses hukum yang dilakukan oleh KPK terhadap anggota DPRD Kota Malang dan DPRD Kota Mojokerto ada terkesan berbeda. Pada hal, Ketua DPRD Kota Mojokerto Karena tertangkap tangan tahun lalu, sedangkan Ketua DPRD Kota Malang bukan karena tertangkap tangan melainkan penyidikan.
Namun yang sudah diproses hukum oleh KPK, adalah anggota DPRD Kota Malang periode 2014 - 2019 sebanyak 41 dari 46 orang, dan masih tersisa 3 orang lagi. Sementara DPRD Kota Mojokerto baru 3 orang, yaitu Purnomo, Abdullah Fanani dan Umar Faruq yang saat itu tertangkap tangan bersama Kepala Dinas PUPR Wiwiet Febriyanto.
Sedangkan yang 22 orang anggota DPRD Kota Mojkerto periode 2014 - 2019 yang dikatakan KPK menerima duit “haram” itu, hingga hari ini belum juga diproses hukum.
Ke- 22 anggota DPRD Kota Mojokerto itu adalaha terdiri dari PDIP (5 orang) : Yunus Supryitno, Febriana Meldyawati, Suliat, Gusti Patmawati, Darwanto,; 2. PKB ( orang) : Junaedi Malik, Choiroiyaro,; 3. PAN (3 orang) : Yuli Veronica Maschur, Suyono, Aris Satrio Budi,; 4. DEMOKRAT (2 orang) : Deny Novianto, Udji Pramono,; 5. PKS (2 orang) : M. Cholid Firdaus Wajdi, Odiek Prayitno,; 6. PPP (2 orang) : Riha Mustafa, M. Gunawan,; 7. GOLKAR (3 orang) : Soni Basuki Rahardjo, Ardyah Santy, Anang Wahyudi,; 8. GERINDRA (3 orang) : Dwi Edwin Endra Praja, Moch. Harun dan Ita Primaria Lestari,
Selain dari 22 anggota DPRD Kota Mojokerto, masih ada Wakil Wali Kota Mojokerto, yaitu Suyitno. Menurut terdakwa Mas’ud Yunus dalam persidangan di hadapan Majelis Hakim yang mengatakan, bahwa menyepakati komitmen fee adalah Suyitno dengan Ketua DPRD Kota Mojokerto, namun yang melaksanakannya adalah terdakwa. Alasan terdakwa saat ditanya Majelis Hakim, karena takut kena sangsi dari pemerintah pusat bila pembahasan APBD Kota Mojokerto telat.
Sementara keterangan Suyitno saat dipersidangan sebagai saksi mengakui, mengetahui adanya komitmen fee antara Pemkot Mojokerto dengan DPRD Kota Mojokerto.
“Saya tau adanya komitmen fee dari LSM dan Wartawan. Saya tidak pernh dilibatkan,” kata Suyitno membela diri saat dipersidangan, tanggal 28 Juli 28 Agustus 2018.
Namun disisi lain, Suyitno mengakui kepada Majelis Hakim, jika Ia hadir dalam pembahasan APBD Kota Mojokerto TA 2017 yang diadakan di 2 Hotel di Trawas, Mojokerto. Namun, lagi-lagi Suyitno membela diri di hadapan Majelis Hakim dengan mengatakan, karena ditelepon namun tak tau siapa yang meneleponnya.
“Saya lupa siapa yang menelepon. Saya duduk bertiga dengan Sekkota Mas Agoes Nirbito dan wakil ketua Dewan, Umar Faruq di Lobby Hotel. Faruq hanya bilang uang gedok saja, saya tidak tau nilainya. Karena saya tidak punya kewenangan, saya telepon Wali Kota, saya sampaikan kalau teman-teman Dewan minta uang gedok,” kata Suyitno saat itu.
Apakah KPK akan menyeret seluruh anggota PRD Kota Mojoketo ke Pengadilan Tipikor kerena menerima uang “haram” saat pembasahasan APBD Kota Mojokerto TA 2017 sama seperti 41 anggota PPRD Kota Malang yang juga menerima uang “haram” saat pembahasan APBD Kota Malang TA 2015 ?
Seperti yang diberitakan sebelumnya. Terdakwa Mas’ud Yunus selaku Wali Kota Mojokerto periode 2013 sampai dengan 2018, bersama-sama dengan Wiwiet Febryanto selaku Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Rumah (Kadis PUPR) Kota Mojokerto, pada sekitar bulan Desember 2016, Senin tanggal 5 Juni 2017, Sabtu tanggal 10 Juni 2017, dan Jumat tanggal 16 juni 2017 bertempat di rumah dinas Walikota Mojokerto Jalan Hayam Wuruk Nomor 51 Mojokerto, di parkiran Restoran Mc Donald Jalan Sepanjang Geluran Sidoarjo, di rumah PAN Jalan Kyai Hasyim Mansyur Nomor 13 Kelurahan Gedongan Kecamatan Magersari Mojokerto, telah memberi atau menjanjikan sesuatu yaitu uang sejumlah Rp150 juta dan Rp300 juta sebagai realisasi pemberian janji tambahan penghasilan bagi Pimpinan dan anggota DPRD Kota Mojokerto, yaitu Purnomo, Umar Faruq dan Abdulah Fanani yangg masing-masing selaku pimpinan DPRD Kota Mojokerto, yang kemudian uang tersebut dibagikan kepada 22 anggota DPRD kota Mojokerto periode 2014-2019 lainnya dengan maksud, agar DPR Kota Mojokerto memperlancar pembahasan dan menyetujui laporan pelaksanaan anggaran pendapatan belanja daerah (APBD) Dinas PUPR Tahun Anggaran (TA) 2017 maupun memperlancar pembahasan Perubahan (PAPBD) tahun 2017.
Oleh KPK, perbuatan itu bertentangan dengan kewajibannya sebagaimana diatur dalam Undang-Undang RI Nomor 17 Tahun 2014 Tentang MPR, DPD, DPR dan DPRD sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 42 tahun 2014 tentang perubahan atas UU RI Nomor 17 tahun 2014 tentang MPR, DPD, DPR dan DPRD, selain itu juga diataur dalam UU RI Nomor 28 tahun 1991 tentang penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN) serta peraturan DPRD Kota Mojokerto Nomor 1 Tahun 2014 tentang tata tertib DPRD Kota Mojokerto, dan perubahan tata tertib DPRD Kota Mojokerto Nomor 2 Tahun 2014 tentang kode etik DPRD Kota Mojokerto yang dilakukan sebagai berikut;
Tiga mantan Ketua DPRD Kota Mojokerto yang sudah terpidana |
Terdakwa Mas’ud Yunus telah merealisasikan tambahan penghasilan untuk pimpinan dan anggota DPRD Kota Mojokerto tersebut, juga mengetahui adanya pemberian Fee berupa uang dari kegiatan jaring aspirasi masyarakat (JASMAS) dari anggaran di Dinas PUPR pada program pembangunan infrastruktur pedesaan dengan nama kegiatan penataan lingkungan pemukiman penduduk pedesaan (PENLING) tahun 2016 oleh Wiwiet Febriyanto selaku Kepala Dinas PUPR kepada pimpinan dan anggota DPRD Kota Mojokerto secara bertahap, yakni sejak bulan April 2016, Agustus 2016, September 2016 dan Desember 2016 hingga mencapai keseluruhan Rp573 juta
Terdakwa Mas’ud Yunus selanjutnya pada bulan Desember 2016, bertempat di rumah dinas Walikota bertemu dengan Purnomo, Abdullah Fanani dan Umar Faruq. Dalam pertemuan itu, Tiga pimpinan DPRD Kota Mojokerto itu menanyakan kepada terdakwa tentang kepastian diberikan-nya tambahan penghasilan untuk pimpinan dan anggota DPRD Kota Mojokerto tahun 2017 sejumlah Rp65 juta per tahun, kenaikan tunjangan perumahan serta kepastian diberikan-nya komitmen fee dari kegiatan Jasmas tahun 2017, supaya anggota DPRD Kota Mojokerto tidak mempergunakan fungsi pengawasan dan fungsi penganggaran yang dimilikinya, agar dapat mempercepat pembahasan Perubahan APBD tahun 2017.
Terdakwa Mas’ud Yunus kemudian menyanggupi akan memberikan tambahan penghasilan kepada 22 orang anggota DPRD masing-masing sebesar Rp65 juta, Wakil Ketua masing-masing sebesar Rp70 juta dan Ketua sebesar Rp80 juta per tahun, yang akan diberikan setiap triwulan pada tahun berjalan. Sedangkan berkenan dengan komitmen fee untuk kegiatan Jasmas tahun 2017, terdakwa pada awalnya menjanjikan 4 persen dari nilai kegiatan Jasmas. Namun untuk memastikannya, terdakwa selanjutnya memanggil Wiwiet Febryanto, yang kemudian di sepakati akan memberikan komitmen fee kegiatan Jasmas senilai 7 - 8 persen dari nilai anggaran Rp26b miliar.
Pada bulan Februari 2017, bertempat di apartemen Kelapa Gading Jakarta Utara, pada saat kegiatan PDIP, terdakwa Mas’ud Yunus bertemu dengan Purnomo. Dalam pertemuan itu, membicarakan perihal kepastian realisasi pemberian tambahan penghasilan yang akan diberikan kepada anggota DPRD Kota Mojokerto, pada saat itu menyetujui permintaan Purnomo. Namun tidak bisa segera memberikan dan meminta anggota DPRD untuk untuk “tiarap” terlebih dahulu.
JPU KPK menyatakan, terdakwa Mas’ud Yunus dan Wiwiet Febriyanto sampai dengan bulan Mei 2017 belum merealisasikan janji pemberian tambahan penghasilan sebesar Rp65 juta per tahun maupun komitmen fee 7 - 8% dari kegiatan Jasmas tahun 2017 kepada DPRD Kota Mojokerto. Pada hal Terdakwa Mas’ud Yunus dan Wiwiet Febryanto mengetahui adanya permasalahan berkenaan dengan APBD TA 2017, yaitu; a. Adanya penundaan sebagian kegiatan di Dinas PUPR TA 2017 pada kegiatan Penling sebesar Rp13 miliar. Hal ini mengakibatkan berkurangnya anggaran kegiatan Penling dari sejumlah Rp38.568 milliar menjadi Rp25.568 juta yang berpotensi pada berkurangnya jatah kegiatan Jasmas anggota DPRD Kota Mojokerto.
Suyitno Wakil Wali Kota Mojokerto (kanan) |
Dengan adanya permasalahan tersebut serta belum direalisasikannya janji pemberian tambahan penghasilan dan fee kegiatan Jasmas tahun 2017, Terdakwa Mas’ud Yunus yang menginginkan agar pimpinan dan anggota DPRD Kota Mojokerto, tidak mempergunakan fungsi pengawasan dan penganggaran yang dimilikinya, yang dapat menghambat pelaksanaan APBD Dinas PUPR maupun menghambat pembahasan Perubahan APBD TA 2017.
Pada hari Selasa, tanggal 5 Juni 2017 bertempat di rumah dinas Walikota, pada saat Purnomo, Abdulah Fanani dan Umar Faruq menanyakan kepastian realisasi tambahan penghasilan sebesar Rp65 juta per tahun maupun komitmen fee kegiatan Jasmas tahun 2017, terdakwa kemudian menyanggupinya. Pada pertemuan tersebut, Terdakwa Mas’ud Yunus memanggil Wiwiet Febriyanto untuk merealisasikan janji pemberian uang komitmen fee kegiatan Jasmas, dan triwulan serta meminta Wiwiet Febriyanto untuk membicarakan hal itu dengan pimpinan DPRD.
Menindaklanjuti arahan Terdakwa Mas’ud Yunus, pada keesokan harinya Wiwiet Febriyanto datang menemui Purnomo dan Abdullah Fanani di kantor DPRD untuk membicarakan mengenai rencana realisasi uang tambahan penghasilan yang akan diberikan per triwulan, serta uang komitmen fee kegiatan Jasms, Purnomo dan Abdullah Fanani meminta agar Wiwiet Febriyanto segera merealisasikan tambahan penghasilan untuk 2 triwulan pertama, yakni sejumlah Rp790 juta dan meminta diberikan terlebih dahulu komitmen fee kegiatan Jasmas sejumlah Rp500 juta menjelang hari raya Idul Fitri. Atas permintaan tersebut, wiwiet Febriyanto menyanggupi akan memberikan terlebih dahulu komitmen fee kegiatan jasma sejumlah Rp500 juta.
Wiwiet Febriyanto kemudian meminta uang kepada Irfan Dwi Cahyanto alias Ipang selaku Direktur CV Bintang Persada, dan Dodi Setiawan selaku Direktur Operasional PT. Indo Jaya Sejahtera yang merupakan rekanan di Dinas PUPR, akan dikompensasikan dengan pekerjaan yang akan dianggarkan pada APBD Perubahan tahun 2017.
Pada dini hari tanggal 10 Juni 2017, kemudian bertempat di parkiran KFC Jalan Adityawarman depan Surabaya Town Square, Wiwiet Febriyanto menerima penyerahan uang dari Irfan Dwi Cahyanto alias Ipang dan Dodi Setiawan sebesar Rp380 juta. Kemudian sekitar pukul 10.00 WIB, bertempat di parkiran Restoran Mc Donald Jalan Panjang Kelurahan Sidoarjo, menyerahkan uang sejumlah Rp150 juta kepada Purnomo sebagai realisasi komitmen fee, dan kegiatan dengan mengatakan, bahwa sisanya sejumlah Rp350 juta akan diberikan oleh Wiwiet Febriyanto pada pertengahan Juni 2017.
Setelah menerima uang sejumlah Rp150 juta dari Wiwiet Fenriyanto, kemudian Purnomo membagi-bagikan uang tersebut kepada 22 anggota DPRD Kota Mojokerto masing-masing sejumlah Rp5 juta. Umar Faruq dan Abdullah Fanani masing-masing selaku Wakil Ketua DPRD sebesar Rp12 juta, serta Purnomo selaku Ketua DPRD sebesar Rp15 juta yang dilakukan dengan cara;
1. Pada tanggal 10 Juni 2017, sekitar pukul 12.00, di alun-alun Kota Mojokerto, Purnomo memberikan uang Rp 57.500.000 kepada Umar faroq, selanjutnya Umar Faruq menyerahkan uang tersebut kepada Gunawan sejumlah Rp30 juta untuk dibagikan kepada 6 anggota Fraksi gabungan masing-masing Rp 5 juta, yakni Dedi Novianto (Partai Demokrat), Puji Pramono (Partai Demokrat), Kholid Firdaus Wajdi (PKS), Edy Prayitno (PKS), Raihan Mustafa (PPP) dan Gunawan (PPP). Selain itu, Umar Faruq juga memberitahukan kepada masing-masing anggota Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN), yakni Yuli Veronica, Maschur, Suryono dan Aris Satrio Budi, bahwa masing-masing mendapat bagian uang Rp5 juta yang disepakati dipergunakan untuk membeli parcel.
2. Sekitar pukul 17.30 WIB, Purnomo menemui Abdulah Fanani di rumahnya di Jalan Surodinawan Mojokerto dan menyerahkan uang sebesar Rp 37.500.000. Selanjutnya Abdullah Fanani menyerahkan uang sejumlah Rp10 untuk Junaidi Malik (Ketua Fraksi PKB) dan Choiroiyaro. Setelah itu Abdul Fani juga menyerahkan uang sejumlah Rp15 juta untuk Soni Basuki Rahardjo (Ketua Fraksi Golkar), Sony Basuki Rahardjo Ardyah Santy dan Anang Wahyudi.
Sedangkan sisanya dibagikan Purnomo kepada 5 anggota Fraksi PDIP masing-masing sejumlah Rp5 juta, yakni Darwanto, Yunus Supryitno, Febriana Meldyawati, Suliat dan Gusti Patmawati. Kemudian Rp15 juta diberikan Purnomo kepada Edwin Indrapraja (Ketua Fraksi Gerindra) Moch. Harun dan Ita Primaria Lestari
Pada tanggal 16 Juni 2017 sekitar pukul 21.00 WIB, Wiwiet Febryanto melalui Taufik Fajar alias Kaji, menerima uang sebesar Rp500 juta dari Agung Haryanto yang merupakan orang suruhan Irfan Dwi Cahyanto alias Ipang dan Dodi Setiawan di depan Gang Suratan 1 Jalan Mojopahit Kota Mojokerto. Kemudian Wiwiet Febryanto meminta Taufik Fajar alias Kaji untuk menyerahkan uang sebesar Rp300 juta kepada Umar Farooq melalui Hanif Mashudi. Kemudian Taufik Fajar alias Kaji menyerahkan bungkusan plastic berisi unag sebesar Rp300 juta kepada Hanif Mashudi di depan Gang Suratan 1 Jalan Mojopahit Kota Mojokerto.
Di hari yang sama, pada tanggal 16 Juni 2017 malam hari itu sekitar pukul 21.00 WIB, Wiwiet Febriyanto dan Umar Farooq menghadiri rapat dengar pendapat (RDP) sebagai permulaan dilakukannya pembahasan rencana Perubahan APBD TA 2017 terkait permasalahan penganggaran PENS yang sekaligus tindak lanjut atas hasil konsultasi dengan Kementerian Dalam Negeri. Pada saat berlangsungnya RDP, Umar Faruq mendapat kabar dari Hanif Mashudi, telah menerima uang sejumlah rp300 juta dari Wiwiet Febryanto. Selanjutnya Umar Faruq menginformasikan kepada Abdullah Fanani mengenai jumlah uang tersebut.
Umar Faruq mendatangi kantor Hanif Mashudi di Jalan Surodinawan Mojokerto untuk melihat uang tersebut, dan meminta Hanif Mashudi untuk menyimpannya. Selanjutnya Umar Faruq memberitahu Purnomo dan Abdullah Fanani mengenai jumlah uang yang dibawa oleh Hanif Mashudi sebesar Rp300 juta. Setelah itu Umar Faruq pergi menuju rumah PAN di Jalan Kyai Haji Mansyur Nomor 13 Mojokerto.
Sekitar pukul 23.00 WIB (16 Juni 2017), Wiwiet Febriyanto menyampaikan bahwa uang komitmen fee tahap pertama program Jasmas yang dapat direalisasikannya adalah sejumlah Rp300 juta, dan telah diserahkan melalui Umar Faruq, sedangkan sisanya akan direalisasikan di kemudian hari.
Pada dini hari (16 Juni 2017) setelah pelaksanaan RDP, Purnomo menemui Umar Faruq di rumah PAN. Tak lama kemudian Umar Faruq menghubungi Hanif mashudi supaya datang ke rumah PAN. Hanif Mashudi lalu datang dengan membawa uang pemberian Wiwiet Febriyanto sebesar Rp300 juta yang disimpan dalam tas Ransel warna hitam Merk ECCE, dan saat itulah Hanif mashudi, Umar Faruq, Abdullah Fanani, Purnomo serta Wiwiet Febryanto ditangkap oleh petugas KPK untuk proses hukum lebih lanjut.
Bahwa perbuatan terdakwa Mas’ud Yunus bersama-sama dengan Wiwiet Febriyanto, memberi tambahan penghasilan berupa uang sejumlah R150 juta dan Rp300 juta kepada Purnomo, Abdullah Fanani, Umar Faruq serta anggota DPRD Kota Mojokerto periode 2014 - 2019 lainnya dengan maksud, agar Pimpinan serta anggota DPRD Kota Mojokerto periode 2014-2019 lainnya memperlancar pembahasan dan menyetujui laporan pelaksanaan APBD Dinas PUPR TA 2017, maupun pembahasan Perubahan APBD TA 2017 yang bertentangan dengan kewajibannya sebagaimana diatur dalam pasal 373 b dan huruf g jucnto pasal 400 ayat (3) UU RI Nomor 17 Tahun 2014 Tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 42 tahun 2014 tentang perubahan atas UU RI Nomor 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD, pasal 5 angka 4 dan angka 6 UU RI Nomor 28 tahun 1999 tentang penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN) pasal 49 huruf b dan huruf g peraturan DPRD Kota Mojokerto Nomor 1 Tahun 2014 tentang tata tertib DPRD Kota Mojokerto pasal 14 angka 2 dan angka 5 serta pasal 15 ayat (2) peraturan DPRD Kota Mojokerto Nomor 2 Tahun 2014 tentang kode etik DPRD Kota Mojokerto
Atas perbuatannya, terdakwapun dijerat dalam pasal 5 ayat (1) huruf a (atau pasal 13) UU RI Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU RI Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana Juncto pasal 64 ayat (1) KUHAPidana. (Rd1)
Posting Komentar
Tulias alamat email :