beritakoruspi.co - Pada Rabu, 26 September 2018, Tim JPU KPK Arif Suhermanto, Dameria Silaban dkk, menghadirkan terpidana 5 tahun penjara Moch. Arif Wicaksono, selaku mantan Ketua DPRD Kota Malang periode 2014 2019 sebagai saksi untuk 18 terdakwa selaku anggota DPRD Kota Malang periode 2014 - 2019, dalam kasus Korupsi suap terkait pembahasan Perubahan APBD Kota Malang Tahun Anggaran (TA) 2015 lalu, namun keterangan Moch. Arif Wicaksono kali ini sepertiya “mencurigakan” karena ada dugaan pihak lain yang mempengaruhinya.
Sidang yang berlangsung di ruang sidang Candra Pengadilan Tipikor Surabaya dipimpin Ketua Majelis Hakim Cokorda Gede Arthana, sementara 18 terdakwa didampingi masing-masing Penasehat Hukum (PH)-nya, yang dibagi dalam 3 perkara masing-masing 6 terdakwa dihadirkan sekaligus untuk sama-sama mendengarkan keterangan saksi moch. Arif Wicaksono.
Dari pengamatan wartawan media ini sejak tahun 2017, pada saat pertama kali JPU KPK menyidangkan perkara kasus Korupsi Suap DPRD Kota Malang dalam pembahasan Perubahan APBD Kota Malang Tahun Anggaran (TA) 2015 lalu dengan terdakwa Jarot Edy Sulstyono, Moch. Arif Wicaksono, bukan kali ini saja memberikan keterangan untuk 18 terdakwa dalam persidangan dihadapan Majelis Hakim, namun yang ke- 5 kalinya.
Yang pertama, Moch. Arif Wicaksono memberikan keterangan sebagai saksi untuk terdakwa (saat ini terpidana) Jarot Edy Sulistyono selaku Kepala Dinas PUPR Kota Malang. Kedua, memberikan keterangan sebagai saksi untuk terdakwa (juga sudah terpidana) Hendarwan Maruszaman selaku Komisiaris PT Enfys Nusantara Karya (PT ENK). Ketiga, keterangannya sendiri sebagai terdakwa dan ke- 4, saksi untuk terdakwa Moch. Anton selaku Wali Kota Malang.
Tiga kali Moch. Arif Wicaksono memberikan keterangan sebagai saksi dalam persidangan dihadapan Majelis Hakim untuk 3 terdakwa/terpidana selaku pemberi suap, dan sekali keterangannya sendiri sebagai terdakwa/terpidana sebagai penerima suap.
Dari 4 kali Moch. Arif Wicaksono memberikan keterangan sebagai saksi dalam persidangan dihadapan Majelis Hakim sejak tahun 2017, tak ada yang berbeda. Sebagai saksi maupun sebagai terdakwa, Moch. Arif Wicaksono mengatakan, bahwa semua anggota DPRD Kota Malang menerima uang Pokir yang setiap anggota sebesar antara Rp12.5 juta hingga 17.5 juta, uang Sampah yang setiap anggota menerima antara Rp5 juta hingga 10 juta, dan Uang pembahasan APBD murni pada November - desember tahun 2014 sebesar Rp125 juta untuk Ketua dan Rp100 juta untuk masing-masing anggota. Sedangkan Moch. Arif Wicaksono menerima uang suap juga dari Hendarwan Maruszaman sebesar Rp250 juta tahun 2015 terkait penganggaran proyek Jembatan Kedungkandang ke APBD Perubahan
Keterangan Moch. Arif Wicaksono dalam setiap persidangan sebelumnya mengatakan, bahwa uang Pokir dan uang sampah yang diterima seluruh anggota DPRD Kota Malang periode 2014 - 2019 yang berjulmah 45 orang itu, bertepatan pada saat berlangsungnya pembahasan Perubahan APBD Kota Malang TA 2015 menjelang Hari Raya Idul Fitri pada Juni 2015.
Selain itu, keterangan Suprato dan Subur Triono juga dibenarkan Moch. Arif Wicasono yang saat itu mengatakan, semua (anggota DPRD) menerima dan kalau tidak menerima pasti sudah ribut. Terungkap memang dalam persidangan, andanya keributan diantara beberapa anggota DPRD, tapi bukan karena tidak kebagian melainkan pembagian yang tidak merata.
Karena ada anggota DPRD yang menerima Rp12.5 juta dan ada pula yang menerima Rp17.5 juta. Akibatnya, Moch. Arif Wicaksono saat itu sempat didemo oleh beberapa anggota Dewan yang merasa menerima lebih kecil dari pada yang lain. Agar tidak ribut, Moch. Arif Wicaksono bersedia memberikan tambahan sebesar Rp5 juta.
Anehnya, keterangan terpidana Moch. Arif Wicaksono yang kali ini dihadirkan JPU KPK sebagai saksi untuk 18 terdakwa, justru berbeda jauh dari keterangan sebelumnya pada 4 kali persidangan. Keterangan saksi kali ini “mencurigakan” karena dididuga adanya pihak lain yang mempengaruhinya. Sama dengan keterangan ke- 18 terdakwa saat diperiksan sebagai saksi untuk terdakwa/terpidana Jarot Edy Sulistyono, Moch. Arif Wicaksono dan Moch. Aton yang awalnya tidak mengakui telah menerima uang “suap”.
Yang lebih anehnya lagi, saat JPU KPK memutar seluruh hasil percakapan Moch. Arif Wicaksono dengan beberapa anggota DPRD, bahkan percakapannya dengan Jarot Edy Sulstyono yang mengatakan uang Pokir, mantan Ketua DPRD Kota Malang yang sudah 15 tahun menjadi anggoat dewan di Kota Malang ini, juga berusaha untuk mengelaknya.
Ke- 18 terdakwa itu dibagi dalam 3 perkara degan kasus yang sama, yaitu 1. Terdakwa Sulik Lestyowati (Ketua Komisi A/Demokrat),; 2. Abd. Hakim (Ketua Komis B/PDIP),; 3. Bambang Sumarto (Ketua Komisi C/Golkar),; 4. Imam Fauzi (Ketua Komisi D/PKB),; 5. Syaiful Rusdi (Fraksi PAN),; 6. Tri Yudiani dari Fraksi PDIP (satu perkara),; 7. Terdakwa Sprapto (Ketua Fraksi PDIP,; 8. Sahrawi (Ketua Fraksi PKB),; 9. Mohan Katelu (Ketua Fraksi PAN),; 10. Slamet (Ketua Fraksi Gerindra),; 11. H.M. Zainuddin AS (Wakil Ketua/PKB),; 12. Wiwik Hendri Astuti, Wakil Ketua/Partai Demokrat (satu perkara),; 13. Rahayu Sugiarti (Wakil Ketua/Partai Golkar),; 14. Ya’quban Ananda Gudban (Ketua Fraksi Hanura-PKS),; 15. Hery Subiantono (Ketua Fraksi Demokrat),; 16. Heri Pudji Utami (Ketua Fraksi PPP-Nasdem),; 17. Abdul Rahman, dan 18. Sukarno (Keduanyan dari Fraksi PKB).
Para terdakwa ini sebelum ditetapkan menjadi tersangka oleh penyidik KPK, tak satupun yang mengakui telah menerima uang “suap”, dan tidak mengetahuinya. Dan saat itu Moch. Arif Wicaksono pun bersikeras mengatakan kalau semua anggota DPRD menerima. Namun setelah ditetapkan menjadi tersangka dan kemudian diadili, barulah satu persatu dari terdakwa ini mengakui dan beberapa diantara terdakwa telah mengembalikan sebahagian uang “haram” itu ke KPK.
Tidak mengakuinya, karena adanya arahan dari pihak lain supaya tidak mengaku setelah berlangsungnya pertemuan beberapa anggota DPRD yang menjadi terdakwa saat ini dikantor pengacara Dr. Sulahudin di Malang, seperti yang diungkapkan saksi Subur Triono dalam persidangan beberapa waktu lalu. Selain itu, alasan beberapa terdakwa mengatakan karena takut. Kata takut yang ducapkan beberapa terdakwa saat menajdi sakasi untuk sesama terdakwa lainnya juga tidak dijelaksan secara lengkap, apakah karena adanya ancaman atau takut dipenjara.
Dihadapan Majelis Hakim, Moch. Arif Wicaksono membantah telah membagi-bagikan uang sebanyak Rp125 juta untuk masing-masing Ketua, dan Rp100 juta untuk para anggota pada saat pembahasan APBD Kota Malang TA 2015 yang pembahasannya pada November - Desember 2015.
“Saya tidak memberikan, Pak Jaksa,” kata Moch. Arif Wicaksono.
Pada hal, keterangan terdakwa Wiwik saat dijadikan sebagai saksi untuk terdakwa lainnya mengatakan, menerima dari Ketua DPRD.
“Saya menerima dari Ketua. Untuk Ketua Rp125 juat dan anggota Rp100 juta,” kata Wiwik 2 minggu lalu.
Selain itu, Moch. Arif Wicaksono juga membantah tentang uang Pokir, yang menurutnya adalah uang THR (Tunjangan Hari Raya). Pada hal, hasil percakanpannya dengan Jarot Edy Sulistyono adalah mengenai uang Pokir.
Atas keterangan saksi yang saat ini sudah terpidana, JPU KPK Arif Suhermanto pun bertanya, apakah ada Ketua DPRD yang lain selain diri saksi ?. Namun tak dijawab Moch. Arif Wicaksono.
Yang lebih anehnya lagi, saat JPU KPK memutar selruh hasil sadapan KPK terkait percakapan melalui telepon antara Moch. Arif wicaksono dengan beberapa anggota DPRD mapun dengan Jarot Edy Sulstyono yang mengatakan uang Pokir, Moch. Arif Wicaksono berusaha untuk menegelaknya.
Namun keterangan Moch. Aris Wicaksono saat ini bagi JPU KPK, tidak begitu mempengaruhi dalam proses hukum terhadap 18 terdakwa, karena Moch. Arif Wicasono sudah berstatus terpidana dalam kasus yang sama.
Kecurigaan wartawan media ini terkait keterangan Moch. arif Waicaksono ternyata dirasakan JPU KPK juga. JPU KPK Arif Suhermanto mengatakan, kalau saksi bukan keran stress, melainkan adanya dugaan pihak lain yang mempengaruhi saksi yang sudah berstatus terpidana.
Seperti yang sudah diberitakan sebelumnya, kasus ini bermula pada tanggal 25 Juni 2015, bertempat di ruang rapat paripurna DPRD Kota Malang, dilakukan rapat paripurna pertama dengan agenda penyampaian sambutan Walikota Malang dalam pengantar konsep kesepakatan persamaan antara Pemkot Malang dengan DPRD Kota Malang tentang kebijakan umum anggaran dan prioritas plafon anggaran sementara (PPAS) P-APBD Tahun Anggaran 2015.
Pada tanggal 6 Juli 2015, sebelum dimulainya rapat paripurna dengan agenda penyampaian pendapat badan anggaran DPRD Kota Malang, dan pendapat Fraksi terhadap konsep kesepakatan bersama antara Pemkot Malang dengan DPRD Kota Malang, tentang kebijakan umum anggaran (KUA) dan PPAS P-APBD Tahun Anggaran 2015, dilakukan pertemuan antara Walikota Malang Moch. Anton, Wakil Wali Kota Malang Sutiadji bersama-sama dengan terdakwa Jarot Edy Sulistiyono dan Cipto Wiyono dengan Ketua DPRD Kota Malang Moch. Arif Wicaksono dan Ketua Fraksi PDIP DPRD Kota Malang Suprapto, bertempat di ruang kerja Ketua DPRD Kota Malang.
Pada pertemuan tersebut, Moch. Arif Wicaksono meminta Moch. Anton untuk memberikan uang imbalan dengan istilah uang “Pokir” anggota DPRD Kota Malang, agar pembahasan P-APBD Tahun Anggaran 2015 berjalan lancar dan tidak ada intrupsi atau halangan dari DPRD Kota Malang, sehingga dapat diberikan persetujuan P-APBD Tahun Anggaran 2015. Moch. Anton menyanggupinya Dengan mengatakan, nanti uang “pokir” akan disisipkan oleh Cipto dan Djarot.
Menindaklanjuti pertemuan tersebut, Cipto Wiyono meminta terdakwa agar stafnya yaitu Tedy Sujadi Sumarna yang menjabat Kepala Bidang (Kabid) PUPPB Kota Malang menemui Cipto Wiyono terkait dengan penyiapan uang untuk anggota DPRD Kota Malang, guna memperlancar persetujuan P-APBD Tahun Anggaran 2015.
Kemudian terdakwa memanggil Tedy sujadi Sumarna untuk menemui Cipto Wiyono di ruang Sekda Kota Malang. Tedy Sujadi Sumarna menghadap Cipto Wiyono dan mendapat perintah untuk meminta uang kepada para rekanan pemborong di Dinas PUPPB Kota Malang sebesar Rp 700 juta, untuk diberikan kepada Moch. Arif Wicaksono guna mendapatkan persetujuan P-APBD Tahun Anggaran 2015, dan Tedy Sujadi Sumarna menyanggupinya. Selanjutnya Tedy Sujadi Sumarna melaporkannya kepada terdakwa, dan terdakwa meminta Tedy Sejadi Sumarna segera melaksanakan perintah Cipto Wiyono untuk mengumpulkan uang yang dimaksud.
Pada tanggal 8 Juli 2015, bertempat di ruang rapat paripurna DPRD Kota Malang, dilakukan rapat paripurna dengan agenda penyampaian sambutan Walikota Malang dalam menghantar rencana perubahan daerah (Perda) Kota Malang tentang Perubahan APBD Tahun Anggaran 2015.
Pada tanggal 13 Juli 2015 pagi hari, bertempat di Kantor Dinas PUPPB Kota Malang, terdakwa menerima uang sebesar Rp 700 juta dari Tedy Sujadi Sumarna yang dikumpulkan dari para rekanan, dan kemudian terdakwa melaporkan hal tersebut kepada Cipto Wiyono.
Pada tanggal 14 Juli 2015 sekitar pukul 10.00 WIB, Moch.Arief Wicaksono menghubungi Cipto Wiyono, menanyakan kepastian ada tidaknya uang Pokir yang dimintanya untuk DPRD Kota Malang, yang kemudian dijawab, bahwa dananya sudah tersedia. Selanjutnya, sekitar pukul 12.00 WIB, Moch. Arif Wicaksono bersepakat dengan Cipto Wiyono melakukan penundaan agenda pengambilan keputusan DPRD, untuk persetujuan Raperda Kota Malang tentang perubahan APBD Tahun Anggaran 2015, dari tanggal 14 Juli 2015 menjadi tanggal 22 Juli 2015 atau 24 Juli 2015 dengan alasan, pengambilan keputusan terlalu cepat dan tidak wajar apabila pembahasan Raperda APBD Tahun Anggaran 2015 hanya satu minggu, walaupun Moch. Anton menghendaki persetujuan raperda APBD Tahun Anggaran 2015 dilakukan tanggal 14 Juli 2015 atau sebelum lebaran, karena jika pengambilan keputusannya dilakukan setelah lebaran, di khawatirkan DPRD Kota Malang berubah pikiran.
Pada tanggal 14 Juli 2015 sekitar pukul 13.00 WIB, Moch. Arief Wicaksono menghubungi Cipto Wiyono, meminta realisasi uang pokir untuk DPRD Kota Malang yang kemudian oleh Cipto Wiyono menyampaikan, bahwa uang akan segera diserahkan oleh terdakwa. Sekitar pukul 14.00 WIB, terdakwa menghubungi Moch. Arif Wicaksono dan menanyakan, ke mana penyerahan uang Pokir sebesar Rp700 juta. Atas arahan Moch. Arif Wicaksono, uang itu pun diantarkan terdakwa ke rumah dias Moch. Arif Wicaksono di Jalan Panji Suroso No 7, Kecamatan Blimbing Kota Malang, dengan terlebih dahulu memisahkan uang sebesar Rp 100 juta untuk bagian Moch. Arif Wicaksono selaku Ketu DPRD Kota Malang, dan sisanya sebesar Rp600 juta untuk bagian seluruh anggota DPRD Kota Malang di bungkus tersendiri.
Kemudian pada pukul 15.00 WIB, terdakwa meminta Tedy Sujadi Sumarna mengantarkan dan menyerahkan uang tersebut kepada Moch. Arif Wicaksono di rumah diasnnya dengan mengatakan, “ada titipan dari Pak Kadis” dan kemudian dibalas oleh Moch. Arif Wicaksono dengan ucapan terimaskasih. kepada terdakwa bahwa uang tersebut sudah diserahkan kepada Moch. Arif Wicaksono.
Setelah menerima uang dari terdakwa, Moch. Arief Wicaksono memberitahu Suprapto, bawa uang Pokirnya sudah diterima, dan meminta Suprapto untuk datang ke rumah dinasnya saat itu juga. Sebelum Suprapto dating, Moch. Arif Wicaksono terlebih dahulu mengambil uang bagiannya sebesar Rp 100 juta, sementara yang Rp600 juta tetap dalam kardus. Setelah Suprapto datang, Moch. Arif Wicaksono meminta Suprapto untuk menghubungi para Wakil Ketua dan Ketua Fraksi DPRD, agar datang ke rumah dinasnya. Para Wakil Ketua dan Ketua Fraksi DPRD Kota Malang yang datang, adalah Wiwik Hendri Astuti (Wakil Ketua DPRD), Rahayu Sugiarti (Wakil Ketua DPRD), Suprapto (Ketua Fraksi PDIP), Sahrawi (Ketua Fraksi PKB), Heri Sugiantono (Ketua Fraksi Partai Demokrat), Sukarno (Ketua Fraksi Golkar), Mohan Katelu (Ketua Fraksi PAN), Selamat (Ketua Fraksi Gerindra), Heri Pudji Utami (Ketua Fraksi PPP – Nasdem), Ya'qud Ananda Gudban (Ketua Fraksi Hanura – PKS) dan Tri Yudiani (Komisi D/Fraksi PDIP).
Selanjutnya, Moch. Arif Wicaksono membagikan uang sebesar Rp600 juta kepada para Wakil Ketua dan Ketua Fraksi DPRD untuk diberikan kepada seluruh anggota DPRD yang berjumlah 45 orang, yang masing-masing untuk Wakil Ketua DPRD dan Ketua Fraksi sebesar Rp 15 juta, dan untuk maing-masing anggota sebesar Rp12.500.000.
Pada tanggal 22 Juli 2015, dilaksanakan kegiatan penyampaian pendapat akhir Fraksi terhadap Raperda APBD Tahun Anggaran 2015, yang akhirnya menyetujui rancangan APBD tahun 2015 menjadi P-APBD tahun 2015 Kota Malang. Persetujuan tersebut dituangkan dalam keputusan DPRD Kota Malang Nomor 188./4/48/35.73.201/2015 tanggal 22 Juli 2015 tentang persetujuan penetapan Raperda Kota Malang, tentang perubahan APBD Tahun Anggaran 2015 menjadi Peraturan Daerah (Perda) Kota Malang tentang P-APBD Tahun Anggaran 2015 berjalan lancar.
Hasilnya, Kemudian diterbitkanlah Perda Kota Malang Nomor 6 tahun 2015 tentang perubahan APBD Tahun Anggaran 2015 pada tanggal 14 Agustus 2015.
Akibat dari perbuatan para anggota DPRD Kota Malang yang menjadi terdakwa dalam aksus ini, JPU KPK menjeranya dengan pasal 12 huruf a atau pasal 11 dan pasal 12 huruf B Undang-Undang Republik Indonesia (UU RI) No 31 Tahun 1999 yang dirubah dengan UU RI No 20 Tahun 2001 Tentang Tindak pidana Korupsi atas perubahan UU RI No 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi junckto pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHPidana, dengan ancaman hukuman pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun. (Rd1)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Posting Komentar
Tulias alamat email :