0
beritakorupsi.co - Rabu, 19 September 2018, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya menjatuhkan hukuman pidana penjara terhadap terdakwa Korupsi lebih berat dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU), dan hal perlu mendapat apresiasi masyarakat penggiat anti Korupsi di Indonesia.

Hukuman yang jatuhkan Majelis Hakim ini terhadap terdakwa Korupsi selaku Kepala Desa, akan menjadi contoh untuk memberikan hukuman pula terdahadap Kepala Daerah (Bupati/Wali Kota) maupun anggota Legislatif yang terjerat kasus Korupsi.

Ketua Majelis Hakim Cokorda Gede Arthana, dengan dibantu 2 Hakim Ad Hock selaku anggota yaitu Dr. Lufsiana dan Samhadi.,SH.,MH, membacakan surat putusannya diruang sidang Cakra Pengadilan Tipikor Surabaya terhadap terdakwa Herry Suryanto, selaku Kepala Desa (Kades) Desa Wonokupang, Kecamatan Balongbendo, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, dalam kasus Korupsi Dana Desa (DD) sebesar Rp174 juta tahun 2017.

Terdakwa Herry Suryanto diadili karena menggunakan Dana Desa pada tahun 2017 sebesar Rp174 juta untuk kepentingan pribadinya. Uang sebesar itu yang dinikmati terdakwa adalah berasal dari Anggaran APBDes (Anggaran Pendapatan Belanja Desa) tahun 2017 sebesar Rp 1,8 milyar yang terdiri dari Dana Desa (DD) bersumber dari APBN, Alokasi Dana Desa (ADD), Pendapatan Asli Desa (PAD), dan Retribusi Pajak, yang seharusnya digunakan terdakwa sesuai peruntukkannya.

Karena tak dapat mempertanggunjawabkan uang negara yang dikelola oleh terdakwa untuk pembangunan Desa, Kejari Sidoarjo pun menyeret terdakwa ke Pengadilan Tipikor untuk diadili dihadapan Majelis Hakim.

Atas perbuatan terdakwa Herry Suryanto, JPU Kejari Sidoarjo menjeratnya dengan pasal 3 Undang - Undang Republik Indonesia (UU RI) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dengan tuntutan pidana selama 1 tahun dan 6 bulan dan denda sebesar Rp50 juta subsidair 2 bulan kurungan.

Pertimbangan JPU dalam surat tuntutannya, karena terdakwa Herry Suryanto telah mengembalikan semua kerugian negara sebesar Rp174 juta pada saat proses persidangan berlangsung. Selain itu, terdakwa jujur dan tidak berbelit-belit.

Sementara dalam persidangan yang berlangsung (Rabu, 19 September 2018) dengan agenda pembacaan surat putusan oleh Majelis Hakim terhadap terdakwa Herry Suryanto, membuat kaget terdakwa. Sebab tak mengira, kalau hukuman yang dijatuhkan Majelis Hakim terhadap dirinya jauh lebih berat ari tuntutan JPU.

Dalam surat putusannya Majelia Hakim menyatakan, mengambil alih seluruh perkara atas nama terdakwa Herry Suryanto. Walaupun Majelis Hakim sepakat dengan JPU terkait pasal yang menjerat terdakwa. Namun Majelis Hakim dengan segala kewenangan dan keyakinan yang dimilikuNya, tak sependapat dengan JPU atas tuntutan pidana terhadap diri terdakwa.

Majelis Hakim menyatakan, bahwa terdakwa Herry Suryanto terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah menurut hukum melakukan Tindak Pidana Korupis sebagabaimana diancam pidana dalam pasal pasal 3 Undang - Undang Republik Indonesia (UU RI) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Salah satu yang memberatkan terdakwa Herry Suryanto menurut Majelis Hakim adalah, perbuatan terdakwa yang menggunakan Dana Desa untuk kepentingan pribadinya, dan mengembalikan pada saat persidangan.

Terdakwa pun dihukum 2 kali lebih berat dari tuntutan JPU yakni 3 tahun penjara. Sementara dalam tuntutan JPU, terdakwa dituntut pidana selama 1 tahun dan 6 bulan.

“Mengadili : Menyatakan terdakwa Herry Suryanto terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah menurut hukum melakukan Tindak Pidana Korupis sebagaimana dalam dakwaan subsidair ; Menghukum terdakwa Herry Suryanto dengan hukuman pidana penjara selama 3 tahun dan dedan sebesar Rp50 juta subsidair 2 bulan kurungan,” ucap Ketua Majelis Hakim Cokorda.

Atas putusan Majelis Hakim, terdakwa yang didampingi Penasehat Hukumnya maupun JPU, sama-sama menyatakan pikir-pikir.

Usai persidangan, Hakim Cokorda Gede Arthana kepada media ini mengatakan, Majelis Hakim saat menjatuhkan hukuma tidak hanya berdasarkan surat dakwaa maupun surat tuntutan Jaksa. Namun menurut Cokorda, bahwa Majelis Hakim mempunyai keyakinan sendiri saat menjatuhkan hukuman yang tidak dapat dipengaruhi oleh siapapun.

“Majelis Hakim mempunyai keyakaninan sendiri, yang bebas dari pengaruh manapun saat mengabil keputusan untuk menjatuhkan hukuman. Majelis Hakim tidak hanya perpedoman pada surat dakwaan maupun tuntutan Jaksa. Tetapi keyakinan Majelis Hakim bebas dari pengaruh manapun,” kata Hakim Cokorda tegas. (Rd1)

Posting Komentar

Tulias alamat email :

 
Top