beritakorupsi.co - Dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi memang tidak mengatur besar kecilnya kerugian keuangan negara dan atau yang duit yang diterima oleh PNS (Pegawai Negeri Spil) atau yang dikenal dijaman Naw ini adalah ANS (Apratur Negara Spil), melainkan yang diatur adalah berat ringannya hukuman pidana penjara terhadap pelaku Korupsi, yaitu mulai dari yang paling ringan 1 tahun dan paling berat hukuman mati.
Kerugian negara atau duit yang diterima oleh pelaku Korupsi alias suap, hanya hitungan juta atau puluhan juta, pelaku Korupsi haruslah tetap diproses hukum sesuia dengan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, walaupun negara harus mengeluarkan anggaran ratusan juta rupiah untuk biaya perkara.
Namun yang menggelitik adalah, penegakan hukum bagi para pelaku Korupsi yang terkesan tebang pilih, pada hal dalam fakta persidangan yang terungkap adalah hanya mempertegas atas surat dakwaan dan keterangan saksi-saksi yang termuat dalam Berita Acara Pemeriksaan yang dilakukan oleh Penyidik.
Pada hal, pasal 55 ayat (1) KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana), maupun pasal 15 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi sangat jelas mengatur tentang hukuman bagi para pihak yang turut serta dalam kasus tersebut, namun hingga “akhir hayat” para pelaku Korupsi tersebut tak juga tersenutuh hukum. Sementara pelanggar lalulintas sekalipun hanya karena lampu utama mati/putus dalam perjalanan, tak ada ampun haruslah tetap dihukum alias ditilang.
Dan dalam pasal 55 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) berbunyi; Dihukum sebagai orang yang melakukan peristiwa pidana: Orang yang melakukan, yang menyuruh melakukan atau turut melakukan perbuatan itu.
Sementara dalam pasal 15 UU Korupsi No 20 Tahun 2001 sebagaimana telah diubah atas Undang-Undang No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi berbunyi; Orang yang membantu pelaku tindak pidana korupsi dikenakan ancaman pidana yang sama dengan yang dikenakan kepada pelaku korupsi.
Hal itu pula yang terjadi dalam kasus Korupsi sebesar Rp29.750.000 dari hasil penarikan biaya Ilegal (tidak resmi), atau yang lebih tren dikenal dengan istilah pungutan liar (pungli) dari masyarakat dalam pelaksanaan program pendaftaran tanah sistematis lengkap (PTSL) di Desa Kertasada, Kecamatan Kalianget, Kabupaten Sumenep, Madura Jawa Timur tahun 2017 dengan terdakwa Diki Candra Permana, selaku Kepala Desa (Kades).
Terdakwa Diki Candra Permana “diseret” oleh JPU dari Kejari Sumenep ke Pangadilan Tipikor Surabaya untuk diadili, karena melakukan penarikan baiaya illegal yang jumlahnya sebesar Rp160.850.000 (Seratus Enam puluh juta Delapan ratus Lima pulu ribu rupiah) dari sebanyak 670 pemohon program PTSL di 4 Dusun, Desa Kertasada Kecamatan Kalianget, Kabupaten Sumenep, Madura Jawa Timur tahun 2017 masing-masing sebesar 400 ribu rupiah.
Sementara dalam dakwaan JPU terungkap mapun dari keterangan sakasi, bahwa yang mentukan besarnya biaya untuk program PTSL oleh setiap pemohon adalah hasil rapat Rembug Desa yang dihadiri oleh perangkat Desa bersama dengan para pemohon. Dan rapat rembug Desa itupun dihadiri Kapolsek Kalianget dan Danramil Kalianget
Ada yang menggelitik, bila terdakwa yang menyampaikan besaran rupiah yang harus dibayar oleh para pemohon yang saat itu didengar oleh aparat penegak hukum, mengapa tidak tidak ada teguran atau larangan, agar terdakwa tidak melanggar peraturan perundang-undanagan yang yang sudah dibuat oleh pemerintah ?
Tidak hanya itu, yang mengumpulkan uang dari setiap pemohon adalah perangkat Desa termasuk 4 Kepala Dusun (Kasun), yaitu Kepala Dusun Boom Masjuri,; Kepala Dusun Kerkop Saefudin,; Kepala Dusun Kenatuh Ainurrahman,; dan Kepala Dusun Baru kemudian dikumpulkan ke Sayuti.
Sementara biaya yang diperbolehkan pemerintah untuk ditarik dari setiap pemohon Prona/PTSL adalah sebesar Rp150 ribu berdasarkan SK 3 Meneteri, yaitu Menteri Agraria dan Tata ruang Kepala Badan Pertanahan Nasional, Menteri Dalam Negeri dan Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Nomor 25/V/ 2017, Nomor 590-3167A tahun 2017, dan Nomor 34 Tahun 2017 tanggal 20 Mei 2017 yang memutuskan pada angka 7, angka 5 bahwa kategori V (Jawa Bali).
Namun yang diadili hingga saat ini hanyalah si Kades Dicky Candra Permana. Terdakwa Dicky Candra Permana pun dijerat dengan pengancaman dan atau pasal menerima “Sup” yang diatur dalam pasal 12 huruf e (atau pasal 11) UU RI Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU RI Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Kamis, 20 September 2018, JPU dari Kejari Sumenep membacakan surat tuntannya terhadap terdakwa Dicky Candra Permana, dihadapan Majelis Hakim yang diketuai Dede Suryana dengan dibantu Panitra Pengganti (PP) Budi Mulyono. Sementara terdakwa didampingi Penasehat Hukumnya Suyono Subagio dkk.
Dalam surat tuntutan JPU Kejari Sumenep menyatakan, bahwa terdakwa Dicky Candra Permana terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah menurut hukum melakukan Tindak Pidana Korupsi. Dan meminta Kepada Majelis Hakim untuk menjatuhkan hukuman pidana penjara selama 1 (Satu) tahun dan 6 (Enam) bulan.
“Meminta kepada Majelis Hakim yang mengadili pekara ini untuk ; Menyatakan terdakwa Dicky Candra Permana terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah menurut hukum melakukan Tindak Pidana Korupsi; Menjatuhkan hukuman berupa hukuman pidana penjara selama 1 tahun dan 6 bulan dan denda sebesar Rp50 juta subsider 3 bulan kurungan,” kata JPU diakhir surat tuntutannya.
Atas surat tuntutan JPU, Ketua Majelis Hakim memberikan kesempatan kepada terdakwa maupun melalui Penasehat Hukumnya untuk menyampaikan Pledoi atau Pembelaannya pada sidang berikutnya.
Kasus ini bermula pada tahun 2017. Dimana BPN Kabupaten Sumenep mendapatkan program PTSL tahun 2017 dengan anggaran yang bersumber dari APBN Kementerian ATR BPN Nasional TA 2017, untuk Kabupaten Sumenep, program PTS ada dua kali kucuran dana, yang pertama DIPA tahun 2017 awal bulan Januari yang diperuntukkan bagi 8000 bidang tanah untuk Prona dengan anggaran sebesar R1.676.000.000, dan kuncuran ke 2 revisi ke 4 tanggal 12 Agustus 2017 yang diperuntukkan bagi 10.000 bidang tanah yang termasuk dalam program PTSL dengan anggaran Rp2.828.250.000
Bahwa biaya anggaran dana PTS tahun 2017 untuk 10.000 bidang tanah dengan dana sebesar Rp2.828.250.000 dengan rincian, antara lain penyuluhan Rp105 juta, pengumpulan data Rp245 juta, pengukuran bidang tanah ditender pihak ketiga Rp1.768.250.000, pemeriksaan tanah Rp570 juta, penerbitan SK pengesahan data fisik dan yuridis Rp20 juta, penerbitan sertifikat Rp100 juta, pelaporan Rp20 juta, sehingga total Rp2.828.250.000
Bahwa Desa yang mendapatkan pendaftaran PTSL tahun 2017 yang diperuntukkan untuk 10 ribu bidang tanah ada di 18 Desa. Baru kemudian Desa Kertasada mengajukan permohonan untuk program PTS tahun 2017. Kemudian pemohon yang disetujui oleh BPN Kabupaten Sumenep untuk program PTSL 2017 untuk Desa Kertasada, Kecamatan Kalianget, Kabupaten Sumenep adalah 669 pemohon. Bahwa kemudian dilakukan sosialisasi oleh BPN Kabupaten Sumenep terkait program PTSLtahun 2017 di Desa Kertasada, Kecamatan Kalianget, Kabupaten Sumenep.
Kemudian untuk melaksanakan program PTSL tahun 2017, terdakwa Diki Candra Permana selaku Kades Kertasada, Kecamatan Kalianget, Kabupaten Sumenep mengadakan rembuk warga untuk membahas program pendaftaran PTSL untuk Desa Kertasada tersebut adalah ide dari terdakwa Diki Candra Permana sendiri, yang kemudian disampaikan kepada perangkat Desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) untuk membahas program PTSL
Rembuk warga tersebut adalah ide dari terdakwa Diki Candra Permana, yang kemudian disampaikan kepada perangkat Desa dan BPD untuk membahas pelaksanaan program PTSL, dan besaran biaya yang dibebankan kepada setiap pemohon program PTSL
Pada hari Sabtu, tanggal 21 Oktober 2017, bertempat di Balai Desa Kertasada, Kecamatan Kalianget, Kabupaten Sumenep, bersama dengan perangkat Desa mengadakan rembuk Desa yang dihadiri oleh ketua BPD Encung Riyadi, Kepala Desa Kertasada, anggota BPD, Perangkat Desa, RT, RW, pemohon program, Kapolsek Kalianget dan Danramil Kalianget.
Kemudian didapatkan keputusan rembuk warga pelaksanaan PTSL/Prona tahun 2017 yang dilaksanakan di balai Desa, pada hari Sabtu, tanggal 21 Oktober 2017 jam 19.00 WIB, sebagai berikut; 1. Semua warga masyarakat Desa Kertasada sangat bersyukur dengan adanya program PTSL/Prona Desa Kertasada tahun 2017, sehingga dapat memiliki sertifikat tanah yang gampang dan murah,; 2. Atas pertanyaan warga masyarakat Desa Kertasada, mengapa biaya PTSL dan Prona tidak dianggarkan, karena APBDes tahun 2017 telah disahkan sebelum adanya SK Kepala BPN Sumenep, bahwa Desa Kertasada menerima program PTSL dan Prona,; 3. Masyarakat percaya kepada pemerintah Desa tentang besarnya operasional pelaksanaan Prona dan PTSL, namun diharapkan pemerintah Desa terbuka dengan besarnya biaya tersebut,; 4. Disepakati besarnya biaya operasional pelaksanaan PTSL dan Prona yang harus ditanggung oleh setiap pemohon PTSL dan Prona sebesar 400 ribu rupiah,; 5. Pembayaram tersebut dapat dicicil sebanyak 2 kali
Dalam pelaksanaan rembuk warga tersebut, ada warga pemohon program PTSL yang hadir menyetujui, dan ada yang tidak setuju tentang besarnya biaya yang dibebankan kepada pemohon sebesar Rp400.000, namun terdakwa tetap ngotot meminta kepada warga, bahwa uang yang dibebankan kepada pemohon kalau di bawah Rp400 ribu, maka program PTSL tidak akan jalan, dan Desa Kertasada tidak mendapatkan program PTSL dari BPN. Mendengar penyampaian tersebut, maka perangkat Desa langsung menyampaikan kepada warga bahwa uang yang dibebankan kepada pemohon sebesar Rp400.000. Kemudian terdakwa Diki Candra Permana menyampaikan kepada masing-masing Kepala Dusun untuk dapat menarik uang dari pemohon di wilayah Dusun masing-masing, dan uang yang dikumpulkan dari masing-masing Kepala Dusun kepada Sayuti sebagai kasi kesra Desa Kertasada.
Nama-nama Kepala Dusun, Desa Kertasada sebagai berikut; Kepala Dusun Boom Masjuri, Kepala Dusun Kerkop Saefudin, Kepala Dusun Kenatuh Ainurrahman dan Kepala Dusun Baru masuk Masukni dengan ketua RT Asnawi.
Kemudian terdakwa Dicky Chandra Permana memerintahkan masing-masing Kepala Dusun untuk melakukan penarikan uang kepada setiap pemohon, dan hasilnya ada yang membayar, dan ada pula yang tidak membayar. Kepala dusun Boom dengan jumlah pemohon 169 orang sebesar Rp57.800 sedangkan yang belum membayar sebanyak 40 orang. Kepala Dusun Baru dengan jumlah pemohon 71 orang sebesar 24 juta, sementara yang belum bayar sejumlah Rp250.000 sebanyak 11 orang. Kepala Dusun Kerkop dengan jumlah pemohon 211 orang, yang bayar jumlah 166 orang sebesar Rp44.700 juta dan yang belum bayar 45 orang
Bahwa total jumlah uang yang terkumpul di Sayuti sebagai Kasi Kesra Desa Kertasada dari 4 kepala Dusun sebesar Rp160.850.000
Bahwa Kepala Dusun masing-masing wilayah menarik uang kepada setiap pemohon, dan dengan cara menagih pembayaran ke rumah pemohon pada saat pengukuran, dan ada pula yang mengantarkan sendiri kepada Kepala Dusun masing-masing wilayah dengan jumlah pembayaran bervariasi, antara Rp200 ribu hingga Rp400 ribu, dan bahwa uang yang dari masing-masing Kepala Dusun Boom, Kepala Dusun Baru, Kepala Dusun Kerkop semuanya berjumlah 160.850.000 dipegang oleh Sayuti sebagai Kasi Kesra pemerintahan Desa Kertasada.
Uang yang terkumpul dari masing-masing Kepala Dusun dikumpulkan kepada Sayuti sebesar Rp160.850 juta. Dari jumlah uang itu, Sayuti keluarkan untuk belanjakan dalam kegiatan PTSL sebesar Rp131.582.500 sehingga sisa sebesar Rp29.267.500. Bahwa kemudian sisa uang dari pemohon program PTS sebesar Rp29.267.500 diserahkan oleh Sayuti kepada terdakwa Diki Candra Permana dan kemudian oleh terdakwa digunakan untuk biaya pribadi.
“Bahwa perbuatan terdakwa tersebut, sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 12 huruf e (atau pasal 11) UU RI Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU RI Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,” kata R. Indra Hadi Niza diakhir surat dakwaannya.
Atas surat dakwaan JPU Kejari Sumenp ini, terdakwa pun tidak mengajukan nota keberatan atau Eksepsi. Sehingga Ketua Majelis Hakim memerintahkan JPU untuk menghadirkan saksi sebanyak 17 orang. (Rd1)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Posting Komentar
Tulias alamat email :