Terdakwa M. Firmansyah Arifin mantan Dirut PT Dok dan Perkapalan Surabaya (berdiri) |
beritakorupsi.co - Jumat, 7 September 2018, Tim JPU (Jaksa Penuntut Umum) Fatoni Hatam dari Kejaksaan Agung (Kejagung) RI bersama JPU dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Tanjung Perak Surabaya membacakan surat tuntutannya terhadap terdakwa M. Firmansyah Arifin mantan Dirut PT Dok dan Perkapalan Surabaya (Dirit PT DPS) yang juga mantan Dirut PT PAL bersama 3 Direksi lainnya, yaitu Nana Suryana Tahir, I Wayan Yoga Djunaedi dan Muhammad Yahya, dalam kasus perkara Korupsi Korupsi proyek fiktif pengadaan tengki pendam di Muara Sabak, Jambi Provinsi Sumatra Selatan oleh PT Dok dan Perkapalan Surabaya (PT PDS) pada tahun 2010 lalu, senilai UD$20.216.645 atau setara dengan nilai rupiah sebesar Rp179.928.141.879 yang merugikan keuangan negara sejumlah UD$ 3,963,725 atau dengan ekuivalen Rp35.063.047.625.
Dalam surat tuntutan JPU, trdakwa M. Firmansyah Arifin dituntut pidana penjara selama 7 tahun dan denda sebesar Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan, serta dituntut pula pdana tambahan berupa membayar uang pengganti atas kerugian keuangan negara sebesar UD$1 juta lebih Dollar Amerika Serikat atau sekitar Rp13 milliar dalam 1 bulan setelah putusan Inckrah atau hartanya akan dirampas oleh Jaksa dan lelelang untuk menutupi kerugian negera, dan bila harta bendanya tidak mencukupi maka dipenjara selama 3 tahun. Sehinnga total hukuman yang dituntut JPU terhadap terdakwa M. Firmasyah Arifin selama 10 tahun dan 6 bulan.
Sebelumnya, terdakwa M. Firmansyah Arifin sedang menjalani hukuman pidana penjara selama 4 tahun dalam kasus Korupsi suap PT PAL tekait pembanungan 2 kapal perang milik pemerintah Fuliphina pada tahun 2015 lalu, yang tertangkap tangan KPK pada Maret 2017 bersama 3 terpidana lainnya, yaitu 2 dari PT APL yakni Saiful Anwar selaku Direktur Keuangan yang saat sedang melakukan upaya hukum PK (Peninjauan Kembali) ke Mahkamah Agung RI, dan General Manager PT PAL Arif Cahyana serta terpidana 2 tahun penjara Agus Nugroho selaku Direktur Umum PT Ferusa Sejati milik Kirana Kotama yang hingga saat ini masih bebas berkeliaran karena “ketidak mampuan hukum Indonesia” untuk meringkus tersangka yang saat ini tinggal di AS.
Sementara terdakwa Nana Suryana Tahir (Direktur Administrasi dan Keuangan PT Dok dan Perkapalan Surabay), I Wayan Yoga Djunaedi (Direktur Produksi) dan Muhammad Yahya selaku Deriktur Pemasaran dan Pengembangan Usaha PT Dok Perkapalan Surabaya masing-masing dituntut pidana penjara selama 5 tahun denda masing-masing sebesar Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan dan dituntut pula untuk membayar uang pengganti kerugian keuangan negara atau dipenjara selama 2 tahun.
Dalam sidang yang digelar diruang sidang Candra Pengadilan Tipikor Surabaya yang dipimpin Ketua Majelis Hakim I Wayan Sosisawan, JPU dalam surat tuntutannya menjerat para terdakwa ini dengan pasal 3 junto pasal 18 Undang-undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Bahwa perusahaan PT Berdikari Petro didirikan berdasarkan Akta Nomor 8 tanggal 14 Juli 2008 dibuat dihadapan Soetati Muchtar, SH Notaris di Jakarta, yang telah mendapatkan pengesahan dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI Nomor AHU-16059.AH.1.01 tahun 2009 tanggal 27 April 2009, sebelum mendapatkan perjanjian jasa dari PT Pertamina, perusahaan ini belum pernah melaksanakan kegiatan baik konstruksi maupun investasi. Bahwa isi kontrak Nomor 010/F00000/2009-S3 antara PT Berdikari Petro dengan PT Pertamina tersebut, PT Berdikari Petro melaksanakan pembangunan tangki pendam di Muara Sabak, Jambi, dan setelah beroperasi, maka PT Pertamina akan menyimpan BBM di tangki pendam tersebut dengan sistem membayar sewa kepada PT Berdikari Petro.
“Dalam kontrak Nomor 010/F00000/2009-S3, antara PT Berdikari Petro dengan PT Pertamina tentang jasa penerimaan, penyimpanan dan penyaluran BBM di Jobber, Muara Sabak, Jambi tersebut, di dalam pasal 6.1 berbunyi, “Pihak Kedua (PT Berdikari Petro) wajib mendapatkan perizinan sesuai ketentuan yang berlaku untuk pembangunan di Jobber yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang yang terdiri dari; 1. AMDAL (analisis mengenai dampak lingkungan), sebagaimana dimaksud dalam pasal 28 perjanjian ini; 2. Izin Mendirikan Bangunan (IMB)atau izin prinsip yang dikeluarkan oleh instansi berwenang yang menyatakan pembangunan Jobber dapat dilaksanakan; 3. Izin pengelolaan pelabuhan yang dikeluarkan oleh Menteri Perhubungan selambat-lambatnya 180 hari terhitung sejak tanda tangan perjanjian ini, serta menyerahkan fotokopi perjanjian sebagaimana disebutkan di atas kepada pihak Pertama PT Pertamina). Jika PT Berdikari Petro tidak memenuhi persyaratan izin tersebut di atas, maka hal itu diatur pada pasal 6.2 yang berbunyi, “Apabila pihak Kedua belum menyerahkan fotokopi seluruh perjanjian dan dalam waktu sebagaimana dimaksud dalam pasal 6.1 perjanjian ini, maka hal tersebut sudah cukup membuktikan bahwa pihak Kedua tidak mempunyai hak untuk melaksanakan pembangunan Jobber di atas tanah sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 perjanjian ini, dan pihak pertama mempunyai hak untuk melakukan pemutusan perjanjian secara sepihak dan diterima oleh pihak kedua tanpa tuntutan berupa apapun kepada pihak pertama,” ucap JPU
JPU mneytakan, bahwa selain persyaratan Administrasi tersebut di atas, PT Berdikari Petro berkewajiban untuk menyerahkan jaminan pelaksanaan kepada PT Pertamina. Dan hal tersebut diatur dalam kontrak Nomor 010/F00000/2009-S3 antara PT Berdikari Petro dengan PT Pertamina tentang jasa penerimaan, penyimpanan dan penyaluran BBM di Jobber, Muara Sabak, Jambi pada pasal 24.1 berbunyi, ”Sebelum penandatanganan perjanjian ini, pihak kedua wajib menyerahkan kepada pihak pertama jaminan pelaksanaan selama masa pembangunan Jobbel yang diterbitkan oleh Bank umum atau lembaga keuangan non Bank, yang direkomendasikan pihak pertama sebesar 5% dari nilai capex Jobber sebesar Rp 141.800.00.000 yang berlaku untuk jangka waktu 18 bulan dan ditunjukkan kepada Vice President Keuangan Hilir Direktorat Keuangan pihak pertama".
“Bahwa setelah batas waktu yang telah ditentukan selama 180 hari sesuai pasal 6.2 dalam kontrak Nomor 010/F00000/2009-S3 antara PT Berdikari PT dengan PT Pertamina tentang jasa penerimaan, penyimpanan dan penyaluran BBM di Jobber, Muara Sabak, Jambi, PT Berdikari Petro tidak dapat memenuhi Dua persyaratan tersebut khususnya pengurusan Izin pelabuhan, dan PT Berdikari Petro tidak pernah menyerahkan jaminan pelaksanaan kepada PT Pertamina, sehingga berdasarkan pasal 66.2 perjanjian tersebut maka kontrak antara PT Berdikari petrol dengan PT Pertamina sudah tidak berlaku,” kata JPU dalam surat tuntutannya
JPU menjelaskan, karena PT Berdikari Petro tidak memiliki kemampuan dan modal untuk melaksanakan pekerjaan pembangunan tangki pendam di Muara Sabak Jambi, maka PT Berdikari Petro mencari investor modal yang mau untuk mengerjakan pembangunan pembuatan tangki pendam tersebut.
JPU menjelaskan dan membeberkan kasus yang menyeret Empat Direksi PT Dok dan Perkapalan Surabaya ini yaitu, bahwa pada tahun 2010, tanggal dan bulan yang sudah tidak dapat diingat lagi, Gembong Primadjaya selaku Direktur PT Berdikari bertemu dengan Frederick dan Luke L. Tumboimbela yang pada intinya, menerima permintaan Gembong primajaya untuk datang ke PT Dok dan Perkapalan Surabaya, karena PT Dok dan Perkapalan Surabaya akan melaksanakan pekerjaan pembangunan tangki pendam di Muara Sabak, Jambi pada tahun 2010 sebesar Rp 141.800.00.000.
Bahwa PT Dok dan Perkapalan Surabaya (Persero) beralamat di Jalan Tanjung Perak Barat No 433 - 435 Surabaya didirikan tanggal 22 September 1910 oleh pengusaha Belanda, Amsterdam di hadapan notaris J.P. Smith dengan nama NV Drogdok Matschappij Surabaya, dan melalui PP No 24 Tahun 1975 berubah status menjadi PT Dok dan Perkapalan Surabaya, dan didukung dengan Akta Notaris Soelaiman Ardjasasmita, SH nomor 6 tanggal 8 Januari 1976 dan telah beberapa kali dilakukan perubahan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART), terakhir sesuai Akta perubahan Anggaran Dasar perusahaan perseroan terbatas Nomor 7 tanggal 14 Maret 2013, dan Notaris Muhammad Budi Pahlawan, SH modal saham PT PT Dok dan Perkapalan Surabaya 100% dari pemerintah pusat dengan kuasa pemegang saham Kementerian BUMN sebesar Rp 150.000 lembar saham dengan nominal Satu miliar per lembar, telah disetor penuh sebanyak 40.936 lembar dengan nilai nominal 40.936.0000.000 berdasarkan Anggaran Dasar PT Dok dan Perkapalan Suraya Nomor 7 tanggal 11 Pebruari 2010 Notaris Budi Pahlawan, kegiatan usaha utama PT Dok dan Perkapalan Surabaya tersebut sebagai berikut ;
a. Perancangan (Desain), pembangunan, perbaikan, pemeliharaan kapal-kapal, alat-alat apung dan konstruksi bangunan lepas pantai serta pekerjaan bawah air serta pabrikan struktur baja; b. Pemeriksaan, pembersihan, perakitan atau assembling dan pemasangan permesinan, perlistrikan kapal serta perlengkapannya, dan pekerjaan mekanikal lainnya,; c. Pelaksanaan pekerjaan rekayasa pada umumnya yang dimungkinkan oleh fasilitas dan alat-alat produksi yang tersedia dan melakukan kegiatan perdagangan, penyaluran kapal-kapal baik dalam maupun luar negeri, pemasok, agen suku cadang kapal dan material barang-barang dan peralatan yang diperlukan sehubungan dengan kegiatan usaha tersebut di atas.
Bahwa terdakwa M. Firmansyah Arifin selaku Direktur Utama PT Dok dan Perkapalan Surabaya bersama dengan Direksi PT Dok dan Perkapalan Surabaya lainnya, Nana Suryana Tahir (Direktur Administrasi dan Keuangan PT Dok dan Perkapalan Surabay, I Wayan Yoga Djunaedi (Direktur Produksi) dan Muhammad Yahya Yahya selaku Deriktur Pemasaran dan Pengembangan Usaha PT Dok Perkapalan Surabaya, telah menyetujui untuk menerima pekerjaan pembuatan tangki pendam di Muara Sabak, Jambi dari PT Berdikari Petrol dengan menggunakan sistem pembayaran Turn Key, yaitu seluruh biaya pembangunan yang timbul dalam pekerjaan tangki pendam dibebankan kepada PT Dok dan Perkapalan Surabaya, dan setelah tangki pendam tersebut beroperasi maka PT Berdikari Petro mendapatkan pembayaran sewa dari PT Pertamina yang selanjutnya uang sewa tersebut digunakan oleh PT Berdikari Petrol untuk pembayaran kepada PT Dok dan Perkapalan Surabaya dengan cara diangsur tanpa adanya pembayaran uang muka oleh PT Berdikari Petro.
JPU menyatakan, bahwa terdakwa M. Firmansyah Arifin menandatangani kontrak antara PT Dok dan Perkapalan Surabaya dengan PT Berdikari Petro yang diwakili Gembong Primadjaya Nomor : 09/VII/ /PS-BP/2010 (tidak ada tanggal) Agustus 2010 senilai UD$20.216.645 atau setara Rp179.928.141.879 dengan melihat estimasi Rp8.900 per Satu Dollar, sedangkan Direksi PT Dok dan Perkapalan Surabaya yang lainnya yaitu Muhammad Yahya, Nana Suryana Tahir dan I Wayan Yoga Djunaedi turut menyetujui dengan menandatangani selaku saksi pada kontrak tersebut.
Padahal kontrak antara PT Berdikari Petro dengan PT Pertamina Nomor 010/F00000/2009-S3 tanggal 26 Agustus 2009 sebagai dasar pembuatan kontrak antara PT Dok dan Perkapalan Surabaya dengan PT Berdikari Petro sudah tidak berlaku, karena PT Berdikari Petro tidak memenuhi izin yang dipersyaratkan yaitu selama 180 hari kalender sejak penandatanganan kontrak antara PT Berdikari Petro dengan PT Pertamina yaitu izin pengelolaan Pelabuhan sebagaimana ditentukan dalam pasal 6 kontrak antara PT Pertamina dengan PT Berdikari Petro.
Disamping itu, lanjut JPU, terdakwa Firmansyah Arifin bersama direksi PT Dok dan Perkapalan Surabaya lainnya yaitu Nana Suryana Tahir, I Wayan Yoga Djunaedi dan Muhammad Yahya tidak melakukan klarifikasi kepada PT Pertamina sesuai dengan prinsip kehati-hatian, untuk memastikan legalitas termasuk keberlakuan dari kontrak PT Berdikari Petro dengan PT Pertamina, karena skema pembayaran pembangunan tangki pendam digantungkan kepada kontrak tersebut.
“Sehingga perbuatan terdakwa M. Firmansyah Arifin telah bertentangan dengan Undang-undang Nomor 19 tahun 2003 tentang BUMN; a. Pasal 2 ayat (1) huruf b maksud dan tujuan pendirian BUMD adalah mengejar keuntungan,; b. Pasal 2 ayat (2), kegiatan BUMN harus sesuai dengan maksud dan tujuannya serta tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, norma ketertiban umum dan atau kesusilaan,; c. Pasal 5 ayat (3), dalam pelaksanaan tugasnya anggota direksi harus mematuhi anggaran dasar hukum dan peraturan perundang-undangan, serta wajib melaksanakan prinsip-prinsip profesionalisme, efisiensi, transparan, kemandirian, akuntablitas, pertanggungjawaban serta kewajaran,” ucap JPU
Walaupun PT DPS, kata JPU melanjutkan, tidak memiliki pengalaman dibidang pembangunan tangki pendam, namun terdakwa Firmansyah Arifin selaku Direktur Utama PT DPS bersama Direksi lainnya, yaitu Nana Suryana Tahir, Muhammad Yahya dan I Wayan Yoga Djunaedi tetap melakukan kontrak dengan PT Berdikari Petro yang dalam pelaksanaannya, terdakwa M. Firmansyah Arifin bersama dengan Direksi lainnya melakukan penunjukan langsung kepada perusahaan AE Marine Pte Ltd di Singapura sebagai subkontrak untuk melaksanakan pekerjaan EPC (engginering, procrutmen, conttuksi) pembangunan tangki pendam di Muara Sabak, Jambi tanpa melalui proses pengadaan barang yang berlaku di PT DPS.
“AE Marine Pte Ltd bukan Mitra dari PT Dok dan Perkapalan Surabaya, dan terdakwa M. Firmansyah Arifin beserta 3 Direksi lainnya tidak pernah meminta penawaran kepada rekanan lainnya sebagai Mitra dari PT DPS untuk pembanding harga. Terdakwa Firmansyah Arifin justru menandatangani kontrak dengan AE Marine Pte Ltd Nomor 0100/Proc/ AEMarine/DPS/2010 tanggal 24 Agustus 2010 dengan nilai UD$ 19.032.011 yang juga disetujui oleh Muhammad Yahya, Nana Suryana Tahir dan I Wayan Yoga Djunaedi selaku Diriksi yang bertindak sebagai saksi dalam kontrak tersebut, dan dalam kontrak pembangunan tangki pendam dengan AE Marine Pte Ltd tersebut tidak ada pasal persyaratan untuk AE Marine Pte Ltd sebagai kontraktor menyerahkan jaminan pelaksanaan kepada PT DPS sebesar 5% dari biaya pekerjaan,” tegas JPU.
JPU menjelaskan, sehingga perbuatan terdakwa M. Firmansyah Arifin tersebut telah bertentangan dengan Surat Keputusan Direksi PT Dok dan Perkapalan Surabaya Nomor 625/kpts/1/1/08 tanggal 4 Pebruari 2008 tentang peraturan pengadaan barang PT Dok dan Perkapalan Surabaya Persero yaitu ;
a. Bab 3, ketentuan pemilihan rekanan pasal 3 berbunyi, “Prosedur pemilihan rekanan dilakukan dengan melalui proses prakualifikasi dan kualifikasi yang dilakukan melalui beberapa tahapan,; b. Pada ayat (3.1.2) evaluasi rekanan berbunyi, “Terhadap rekanan yang berhasil dijaring akan dilakukan evaluasi oleh tim evaluasi rekanan untuk dipilih dan ditentukan sebagai rekanan terseleksi yang meliputi,; 1. Aspek teknis dalam produksi, administrasi (egenering + hukum) dan finansial (keuangan) sehingga terpilih rekanan terseleksi yang memenuhi syarat-syarat sebagai berikut ; profil perusahaan (company profile), Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) jika ada,; 2. Surat dan atau dokumen izin usaha dari instansi pemerintah terkait dokumen lain yang dipandang perlu, syarat-syarat khusus kredibilitas dan kinerja manajemen baik, memiliki alamat yang jelas, mempunyai tempat penyimpanan peralatan pendukung yang memadai, dukungan transportasi dan pengiriman barang yang tempat waktu, kualitas barang sesuai persyaratan dengan harga bersaing dan wajib serta menguntungkan perusahaan.
c. Pada Bab 5, tentang ketentuan pengadaan barang dan jasa dalam pasal 5 berbunyi, “Pembagian kewenangan dalam proses pengadaan barang sesuai kualifikasi pengadaan barang yaitu oleh Departemen Engineering sekretariat perusahaan dan Departemen sumber daya manusia (SDM) dilakukan dengan cara a. lelang,; b. menunjukkan langsung dan c, pembelian langsung. Pada pasal 5.3, tata cara pengadaan barang oleh Departemen engineering point 5.3.1 lelang berbunyi, “pengadaan barang melalui lelang diberlakukan terhadap barang kebutuhan proyek, kebutuhan rutin produksi, kebutuhan investasi dan kebutuhan pemeliharaan yang bernilai diatas 10 juta rupiah.
Selain itu, juga bertentangan dengan Surat Keputusan Direksi PT Dok dan Perkapalan Surabaya Nomor 051/kpts/DS/3/08 tanggal 3 Maret 2008 tentang Ketentuan-ketentuan umum bagi subkontraktor yang melakukan pekerjaan di PT Dok dan Perkapalan Surabaya (Persero), pada bagian pertama kewajiban subkontraktor huruf a point 9 berbunyi, “menyerahkan jaminan pelaksanaan kepada PT Dok dan Perkapalan Surabaya sebesar 5% dari nilai biaya pekerjaan sebagaimana ditentukan kemudian di dalam SPK paling lambat 7 hari kalender terhitung sejak tanggal SPK diterbitkan. Jangka waktu berlakunya jaminan pelaksanaan adalah sampai dengan berakhirnya jangka waktu pekerjaan atau jangka waktu masa garansi (apabila ada) sebagaimana ditentukan dalam SPK khusus pekerjaan bangunan baru kapal.
JPU mneyatakan, bahwa terdakwa M. Firmansyah Arifin bersama 3 Direksi lainnya menyetujui untuk melakukan pembayaran uang muka dengan cara transfer kepada AE Mariane Pte Ltd di Bank OCBC Singapore dengan Nomor rekening 503-009979-8301 secara bertahap sebanyak 4 tahap sebesar UD$ 3,963, UD$ 75.000 tanpa adanya jaminan atau Bank garansi, serta bukti pendukung lainnya antara lain; kuitansi, laporan fisik pekerjaan dan berita acara terima barang dari AE Mariane Pte Ltd melainkan hanya berupa invoice penagihan AE Mariane Pte Ltd. Selanjutnya terdakwa M. Firmansyah Arifin bersama tiga Direksi lainnya menandatangani dokumen pencairan berupa invoice penagihan dari AE Mariane Pte Ltd sebagai persetujuan untuk dilakukan pembayaran kepada AE Mariane Pte Ltd, serta Nana Suryana Tahir juga menandatangani aplikasi bukti transfer uang kepada AE Mariane Pte Ltd melalui Bank BII Surabaya dan Bank UOB Surabaya tanpa Ada progres pekerjaan yang dilakukan oleh AE Mariane Pte Ltd di lapangan. Adapun pencairan pembayaran melalui transfer kepada AE Mariane Pte Ltd terjadi sebagai berikut ;
1. Tahap pertama pada tanggal 15 November 2010 sebesar UD$800.000 ekuivalen Rp 7.148.800.000 yang dibayarkan melalui Bank UOB Bank Buana, Jalan Embong Malang Surabaya, dan yang menandatangani aplikasi transfer AE Mariane Pte Ltd adalah Direktur Administrasi dan Keuangan yaitu Nana Suryana. Sedangkan yang memberikan paraf pada invoice penagihan dari AE Marini Pte Lld sebagai persetujuan pembayaran adalah semua Direksi PT Dok dan Perkapalan Surabaya, yaitu terdakwa Firmansyah Arifin bersama dengan Muhammad Yahya, Nana Suryana dan I Wayan Yoga Djunaedi.
2. Tahap ke- II Pada tanggal 17 Februari 2011 sebesar UD$ 100.000 ekuivalen Rp 903.818.510, dibayarkan melalui bank BII Jalan Pemuda Surabaya yang menandatangani aplikasi transfer AE Mariane Pte Ltd adalah Direktur Administrasi dan Keuangan Nana Suryana Tahir dan Direktur Produksi I Wayan Yoga Junaedy. Sedangkan yang memberikan para pada invoice penagihan dari AE Mariane Pte Ltd sebagai persetujuan pembayaran adalah semua Direksi PT Dok dan Perkapalan Surabaya.
3. Tahap ke- III pada tanggal 21 Februari 2011 sebesar UD$ 2.563.7215 ekuivalen Rp 22.676.147.625 yang dibayar melalui Bank UOB Buana Buana Jalan Embong Malang Surabaya yang mendatangani aplikasi transfer AE Mariane Pte Ltd adalah Direktur Administrasi dan Keuangan yaitu Nana Suryana Tahir dan Direktur Pemasaran dan Pembangunan Usaha yaitu Muhammad Yahya. Sedangkan yang memberikan para pada invoice penagihan dari AE Mariane Pte Ltd sebagai persetujuan pembayaran adalah semua Direksi PT Dok dan Perkapalan Surabaya.
4. Tahp ke IV pada tanggal 11 April 2011 sebesar UD$ 500.000 ekuivalent Rp 4.335.500.000 yang dibayar melalui Bank UOB Buana Jalan Embong Malang Surabaya yang menandatangani aplikasi transfer AE Mariane Pte Ltd adalah Direktur Administrasi dan Keuangan yaitu Nana Suryana Tahir dan Direktur Pemasaran dan Pembangunan Usaha yaitu Muhammad Yahya. Sedangkan yang memberikan para pada invoice penagihan AE Mariane Pte Ltd sebagai persetujuan pembayaran adalah semua Direksi.
“Pembayaran dari PT PDS ke AE Mariane Pte Ltd tersebut tidak sesuai dengan kontrak antara PT PDS dengan AE Mariane Pte Ltd yang seharusnya dengan cara Letter of Credit (L/C) dan tidak ada kewajiban PT PDS untuk melakukan pembayaran uang muka kepada AE Marine Pte Ltd,” ungkap JPU
Pada bulan Desember 2010, Joedy Punggih H selaku senior Manager engineering bersama dengan Agus Hadi Utomo selaku Project monitoring atas perintah Muhammad Yahya menandatangani progres fisik fiktif sebesar 25% atas pekerjaan tangki pendam di Muara Sabak Jambi, seolah-olah di lapangan sudah ada pekerjaan dengan progress sebesar 25% dan Muhammad Yahya selaku Direktur Pemasaran dan Pengembangan Usaha membuat debet nota invoice kepada PT Berdikari Petro Nomor 28/DPS-F1/10 tanggal 30 Desember 2010 dengan nilai Rp 52.247.000.000 dengan mengacu kepada bobot fiktif tersebut seolah-olah PT DPS akan melakukan penagihan kepada PT Berdikari Petro yang tujuannya progres dan invoice tersebut digunakan oleh terdakwa Firmansyah Arifin bersama dengan 3 Direksi lainnya untuk dijadikan pengakuan pendapatan perusahaan. Sehingga para Direksi PT DPS mendapatkan tantiem atau bonus akhir tahun terhadap prestasi kerja PT DPS atas pekerjaan tangki pendam di Muara Sabak Jambi.
“Bahwa pembayaran yang diterima oleh AE Mariane Pte Ltd dari PT DPS tersebut tujuannya bukan untuk pembayaran pekerjaan pembuatan tangki pendam di Muara Sabak Jambi, melainkan digunakan untuk menutupi kekurangan pembelian bahan material pembuatan Dua kapal tanker milik PT Pertamina kepada Zhan Hong Pte Ltd sebesar UD$ 3,830,150 sebagaimana surat Protocol of agreement nomor 180/BA/DS/9/III/11 tanggal 19 September 2011 antara PT DPS dengan yang Zhang Hong Pte Ltd dan AE Marine Pte Ltd yang ditandatangani oleh Muhammad Yahya dari pihak PT DPS, dan Wong Cheng Lim dari pihak Zhang Hong Pte Ltd serta Chia Lee Mee dari pihak AE Marine Pte Ltd. Pada hal untuk pembuatan kapal tanker milik PT Pertamina telah mempunyai kontrak antara PT DPS dengan PT Pertamina serta telah mempunyai anggaran tersendiri,” ungkap JPU kemudian
JPU menyatakan, bahwa penunjukan Zhang Hong Pte Ltd sebagai supplier tunggal untuk pembelian bahan material pembuatan 2 unit kapal tanker milim PT Pertamina tidak melalui mekanisme yang berlaku sesuai Surat Keputusan Direksi PT Dok dan Perkapalan Surabaya Nomor 025/kpts/DS/2/I/08 tentang peraturan pengadaan barang PT Dok dan Perkapalan Surabaya, yang seharusnya dengan RAB (rencana anggaran biaya) untuk pembelian bahan material pembuatan kapal tanker milik PT Pertamina dengan nilai UD$9,535,418 untuk 1 Kapal, PT DPS sudah mendapatkan keuntungan jika pembelian kepada mitra-mitra PT DPS, namun oleh karena terdakwa Firmansyah Arifin bersama dengan 3 Direksi lainnya melakukan penunjukan langsung kepada Zheng Hong Pte Ltd sebagai supplier tunggal untuk pengadaan bahan material pembuatan kapal milik PT Pertamina tersebut yang mengajukan penawaran senilai US$ 12, 607,750 untuk 1 unit kapal melampaui senilai US$9,535,418, maka harga barang untuk pemenuhan satu kapal menjadi sebesar US$12,607,750 atau lebih mahal dari pada pembelian kepada mitra-mitra PT DPS.
Bahwa selisih kekurangan biaya tersebut oleh terdakwa Firmansyah Arifin yang disetujui oleh Direksi lainnya, diambil dari pembayaran pekerjaan pembuatan tangki pendam di Muara Sabak Jambi kepada AE Marini Pte Ltd senilai US$3,963,721.
“Sehingga perbuatan tersebut telah bertentangan dengan pasal 2 ayat (1) huruf b Undang-Undang BUMN, Surat Keputusan Direksi PT Dok dan Perkapalan Surabaya, prosedur standar operasional atau standar operating prosedur (SOP),” kata JPU
“Bahwa akibat perbuatan terdakwa Firmansyah Arifin bersama dengan 3 Direksi lainnya, yakni Muhammad Yahya, Nana Suryana Tahir dan I Wayan Yoga Djunaedy telah mengakibatkan kerugian terhadap keuangan negara sebesar US$3,963,725 US ekuivalen Rp35.063.047.625 sebagaimana laporan hasil audit BPKP RI dalam rangka penghitungan kerugian keuangan negara Nomor SR-1205/ D5/2/2017 tanggal 28 Desember 2017,” ungkap JPU
“Menuntut ; Meminta kepada Majelis Hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negrri Suarabaya yang mengadli perkara ini untuk ; Menyatakan terdakwa M. Firmansyah Arifin (bersama terdakwa Nana Suryana Tahir, terdakwa I Wayan Yoga Djunaedi dan terdawa Muhammad Yahya, masing-masing perkara terpisah) menyatakn terbukti secara sah dan meyakninkan melakukan Tidak Pidana Korupsi sebagaiaman dalam dakwaan Subsidair; Menjatuhkan hukuman berupa hukuman pidana penjara selama 7 (Tujuh) tahun dan denda sebesar Rp500 juta seubsidair 6 buluan kurungan,” ucap JPU
Selain itu, terdakwa M. Firmansyah Arifin juga dituntut pidana tambahan berupa membayar uang pengganti sebesar 1 Dollar lebih atau sekitar Rp13 milliar atau dipenjara selama 3 tahun bila harta bedanya yang dirampas Jaksa tidak mencukupi, sedangkan sisa dari kerugian negara ditanggung oleh 3 terdakwa lainnya.
Atas surat tuntutan JPU tersebut, Ketua Majelis Hakim I Wayan Sosisawan meberikan kesempatan kepada ke- 4 terdakwa maupun melalui Penasehat hukumnya untuk menyampaikan Pledoi atau pembelaannya pada sidang yang akan datang, Jumat, 21 Sepetember 2018.
Seusai persidangan, Penasehat Hukum para terdakwa mengatakan, bahwa tuntutan JPU terlalu tinggi, pada hal pasal yang dikenakan terhadap terdakwa adalah pasal 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi.
“Tuntutannya terlalu tinggi, pada hal pasalnya pasal 3,” kata PH terdakwa Arifin, Dr. Susilo dkk mapun PH terdakwa Muhammad Yahya, Dr. Abdul Salam dkk.
Pada hal, pasal 2 mapun pasal 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi Nomor 31 Tahun 1999 yang diubah dan ditambah dengan Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi adalah sama. Yang membedakan adalah hukuman minimal 1 tahun dalam pasal 3, dan minimal 4 tahun dalam pasal 2. Sedangkan hukuman maksimal adalah sama, yaitu paling berat hukuman mati dan paling lama 20 tahun penjara. (Rd1)
Posting Komentar
Tulias alamat email :