Karena hari ini, Selasa, 25 September 2018, terdakwa Drs. H. Mas’ud Yunus telah menyampaikan Pledoi (Pembelaannya) dalam persidangan dihadapan Majelis Hakim yang diketuai Dede Suryaman, atas tuntutan JPU KPK terhadap terdakwa Mas’ud Yunus, yakni dengan pidana penjara selama 4 tahun dan denda sebear Rp250 juta subsidair 3 bulan kurungan, serta Pidana tambahan berupa pencabutan hak untuk dipilih dan memilih dalam jabatan publik selama 4 tahun sejak terdakwa selesai menjalani pidana pokok.
Dalam Pledoi, selain dibacakan Penasehat Hukum (PH) terdakwa, juga disampaikan terdakwa Drs. H. Mas’ud Yunus sendiri. Tak banyak yang diucapkan dalam Pembelaannya. Terdakwa menyampaikan permohanan maaf kepada pejabat dan masyarakat Mojokerto, karena tak bisa melanjutkan pembangunan di Kota Mojokerto, setelah dirinya telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. Terdakwa Drs. H. Mas’ud Yunus juga mengatakan, kalau dirinya bukan Korupsi anggaran
Selain itu, terdakwa Drs. H. Mas’ud Yunus juga meminta kepada KPK untuk memeriksa Wakil Wali Kota dan anggota DPRD Kota Mojokerto dalam kasus “suap” DPRD Kota Mojokerto dalam pembahasan Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA PPAS) Tahun Anggaran (TA) 2017, Pembahasan APBD TA 2017, pembahasan APBD Perubahan TA 2017 maupun APBD TA 2018.
“Kepada pejabat dan masyarakat Mojokerto, saya minta ma’af karena saya tidak bisa melanjukan pembangunan, dan saya tidak mungkin mencalonkan kembali karena saya sudah ditetapkan sebgai tersangka oleh KPK. Dan saya bukan Korupsi anggaran,” ucap tersangka dengan tenang.
Memang, apa yang disampaiakan terdakwa Drs. H. Mas’ud Yunus ada benarnya. Sebab, terdakwa diseret ke Pengadilan Tipikor Surabaya untuk diadili bukan karena Korupsi APBD Kota Mojokerto, melainkan lanjutan dari tertangkapnya Purnomo selaku Ketua DPRD, dan 2 Wakil Ketua DPRD (Umar Faruq dan Abdullah Fanani) bersama Kepala Dinas PUPR Kota Mojokerto Wiwiek Febriyanto pada tahun 2017 oleh KPK.
Karena KPK mengetahui, kalau Wiwiet Febriyanto meberikan sejumlah uang suap terhadap 3 pimpinan DPRD yang terhormat di Kota Mojokerto. Pemberian uang kepada para politikus yang dipilih rakyat Mojokerto itu adalah sebagai persentase atas pelaksanaan anggaran di Dinas PUPR pada program pembangunan infrastruktur pedesaan dengan nama kegiatan penataan lingkungan pemukiman penduduk pedesaan (Penling), dan program jaring aspirasi masyarakat atau (Jasmas) sejumlah Rp26 millyar, serta tambahan penghasilan bagi setiap anggota Dewan yang besarnya Rp65 juta untuk masing-masing anggota, Rp70 juta untuk Wakil Ketua dan Rp80 juta untuk Ketua DPRD Kota Mojokerto per tahunnya, dengan realisasi per triwulan ( 3 bulan sekali) agar para Dewan yang terhormat itu memperlancar pembahasan Perubahan APBD Kota Mojokerto TA 2017 maupun APBD TA 2018.
Seperti yang terungkap dalam persidangan maupun dalam surat tuntutan JPU KPK menyebutkan, bahwa total uang “haram” yang sudah diberikan terdakwa Mas’ud Yunus sebagai tambahan penghasilan kepada 25 anggota (3 sudah divonis) DPRD Kota Mojokerto sejak November 2015, Maret 2016, Juli 2016, November 2016 dan Desember 2016 sejumlah Rp1.465.000.000 (Satu milliar Empat ratus Enam puluh Lima juta rupiah).
Dan uang sebanyak Rp1.465.000.000 (Satu milliar Empat ratus Enam puluh Lima juta rupiah) itu tidak hanya “dimakan” oleh Purnomo (Ketua) dan Umar Farug serta Abdullah Fanani (Keduanya sebagai Wakil Ketua), melainkan dibagikan ke seluruh anggota DPRD Kota Mojokerto periode 2014 - 2019 yang berjumlah 25 orang.
Namun memang, yang lebih dulu bernasib sial adalah Purnomo, Umar Farug dan Abdullah Fanani, yang saat ini meringkuk dipenjara. Sementara 22 orang anggota DPRD lainnya masih “melanggak lenggok” mengikuti jalannya persidangan terdakwa Mas’ud Yunus.
Ke- 25 orang anggota DPRD Kota Mojokerto itu adalah terdiri dari 8 Partai Politik pengusung termasuk 1 Ketua dan 2 Wakil Ketua yang sudah divonis terlebih dahulu, yaitu ; 1. PDIP (6 orang) : Purnomo selaku Ketua DPRD yang sudah divonis 4 tahun penjara, Yunus Supryitno, Febriana Meldyawati, Suliat, Gusti Patmawati, Darwanto,; 2. PKB (3 orang) : Abdullah Fanani sebagai Wakil Ketua DPRD juga divonis 4 tahun penjara, Junaedi Malik, Choiroiyaro,; 3. PAN (4 orang) : Umar Faruq juga sebagai Wakil Ketua DPRD dan sudah divonis 4 tahun penjara, Yuli Veronica Maschur, Suyono, Aris Satrio Budi,; 4. DEMOKRAT (2 orang) : Deny Novianto, Udji Pramono,; 5. PKS (2 orang) : M. Cholid Firdaus Wajdi, Odiek Prayitno,; 6. PPP (2 orang) : Riha Mustafa, M. Gunawan,; 7. GOLKAR (3 orang) : Soni Basuki Rahardjo, Ardyah Santy, Anang Wahyudi,; 8. GERINDRA (3 orang) : Dwi Edwin Endra Praja, Moch. Harun dan Ita Primaria Lestari
Anehnya, beberapa kasus Korupsi suap yang menyeret Kepala Daerah serta DPRD dalam Pembahasan APBD maupun APBDP dengan mengatasnamakan demi kesejahteraan rakyat dan pembangunan daerah, sepertinya hanyalah suatu pembodohan bagi rakyat untuk menutupi “kebobrokannya”, sementara yang terungkap dalam persidangan adalah untuk menambah penghasilan bagi para anggota Dewan yang dipilih oleh rakyat untuk mewakili aspirasi rakyat itu sendiri.
Yang lebih anehnya lagi, penegakan hukum yang dilakukan oleh APH (aparat
penegak hukum) terkadang dianggap tebang pilih. Para pelau Korupsi yang
dianggap sebagai suatu kejahatan yang luar biasa karena merugikan
keuangan negara serta merusak perekonomian, banyak yang tak tersentuh
hukum, yang justru pelanggaran hukum lainnya seperti pengendara
lalulintas yang tidak membayar pajak tahunan yang diatur dalam Perda
(Peraturan Daerah), justru dianggap lebih berbahaya sehingga dapat
dipidana atau ditilang oleh Kepolisian berdasarkan Peraturan Kapolri
Nomor 5 Tahun 2012.
Sementara kasus yang menyeret Wali Kota Mojokerto Mas’ud Yunus, Kepala Dinas PUPR dan Ketua Serta 2 Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto periode 2014 - 2019 tak jauh beda dengan kasus yang menyeret Wali Kota Malang Moch. Anton, Kepala Dinas PUPR Kota Malang Jaorot Edy Sulistyono dan Ketua DPRD Kota Malang Moch. Arif Wicaksono, termasuk 40 anggota DPRD Kota Malang yang sudah ditetapkan menjadi tersangka/terdakwa (18 proses persidangan, dan 22 masih menunggu pelimpahan dari JPU ke Pengadila Tipikor Surabaya) karena semua anggota DPRD Kota Malang menerima uang suap dalam pembahasan APBD Kota Malang TA 2015 dan pembahasan Perubahan APBD TA 2015.
Sedangkan kasus Korupsi suap DPRD Kota Mojokerto yang bermula saat KPK melakukan Tangkap Tangan terhadap 3 Pimpinan DPRD Kota Mojokerto, JPU KPK menyebutkan, bahwa semua anggota DPRD Kota Mojokerto meneriam uang “haram”. Namun hingga menjelang Vonis terhadap terdakwa Mas’ud Yunus, tak satu pun dari 22 anggota DPRD Kota Mojokerto yang ditetapkan menjadi tersangka.
Berbeda jauh dengan kasus suap DPRD Kota Malang. Sebab, sebelum JPU KPK membacakan surat tuntutannya terhadap terdakwa (saat ini berstatus terpidana 5 tahun) Moch. Arif Wicasono selaku Ketua DPRD, penyidik KPK menetapkan 18 anggota DPRD bersama Wali Kota Malang Moch. Anton sebagai tersangka. Tak lama kemudian, KPK kembali menetapkan 22 anggota DPRD Kota Malang untuk menyusul 18 anggota DPRD yang sudah terlebih dahulu meringkuk dipenjara. Sehingga jumlah anggoat DPRD Kota Malang yang sudah dipenjarakan KPK sebanyak 41 dari 46 anggota DPRD Kota Malang periode 2014 - 2019.
Lalu mengapa KPK hingga saat ini belum memproses hukum terhadap 22 anggota DPRD Kota Mojokerto yang disebutkan dalam dakwaan maupun dalam tuntutan bahwa semua anggoa DPRD Kota Mojokerto menerima uang “suap” ?. Bahkan beberapa diataranya sudah ada yang mengembalikan uang “panas” itu ke KPK.
Ketegasan lembaga anti rasuah ini pun kemali ditunggu-tunggu oleh masyarakat dalam penegakan hukum bagi pelaku Korupsi di Jawa Timur Khususnya di DPRD Kota Mojokerto yang disebutkan menerima uang “suap”, agar masyarakat tidak menganggap adanya diskrimasi penegakan hukum bagi pera penerima suap.
Sebab JPU KPK menyatakan, adanya kesengajaan dari terdakwa bersama-sama dengan Wiwiet Febriyanto melakukan perbuatan memberi sesuatu yaitu berupa uang secara bertahap sebesar Rp1.455.000.000 (satu miliar empat ratus lima puluh lima juta rupiah), uang sejumlah Rp573.000.000 (lima ratus tujuh puluh tiga juta rupiah), uang senilai Rp150.000.000 (seratus lima puluh juta rupiah) dan uang sebanyak Rp300.000.000 (tiga ratus juta rupiah) kepada DPRD Kota Mojkkerto.
Menurut JPU KPK, bahwa perbuatan terdakwa Mas’ud Yunus bersama-sama degan Wiwiet Febriyanto memberikan uang tersebut adalah untuk memperlancar pembahasan KUA PPAS TA 2017, pembahasan APBD TA 2017, pembahasan APBD Perubahan TA 2017, maupun APBD TA 2018. Bahwa rangkaian perbuatan terdakwa diatas adalah merupakan perbuatan yang dilakukan dengan sengaja dan tercela.
JPU KPK menyatakan, bahwa terdakwa Mas’ud Yunus sejak pembahasan RAPBD TA 2016, telah menyepakati adanya pemberian tambahan penghasilan bagi Pimpinan dan anggota DPRD Kota Mojokerto untuk memperlancar pembahasan APBD TA 2016 dan menyetujui laporan pelaksanaan APBD TA 2016. Terdakwa Mas’ud Yunus merealisasikan pemberian tambahan penghasilan untuk pimpinan dan anggota DPRD kota Mojokerto tersebut, dari bulan November 2015, Maret 2016, Juli 2016, November 2016 dan Desember 2016 hingga mencapai jumlah keseluruhan Rp1.465.000.000 (Satu milliar Empat ratus Enam puluh Lima juta rupiah)
Terdakwa Mas’ud Yunus telah merealisasikan tambahan penghasilan untuk pimpinan dan anggota DPRD Kota Mojokerto tersebut, juga mengetahui adanya pemberian Fee berupa uang dari kegiatan jaring aspirasi masyarakat (JASMAS) dari anggaran di Dinas PUPR pada program pembangunan infrastruktur pedesaan dengan nama kegiatan penataan lingkungan pemukiman penduduk pedesaan (PENLING) tahun 2016 oleh Wiwiet Febriyanto selaku Kepala Dinas PUPR kepada pimpinan dan anggota DPRD Kota Mojokerto secara bertahap, yakni sejak bulan April 2016, Agustus 2016, September 2016 dan Desember 2016 hingga mencapai keseluruhan Rp573 juta
Pada bulan Desember 2016, Terdakwa Mas’ud Yunus bertemu dengan Purnomo, Abdullah Fanani dan Umar Faruq di rumah dinas Wali Kota. Dalam pertemuan itu, Tiga pimpinan DPRD Kota Mojokerto menanyakan kepada terdakwa tentang kepastian diberikan-nya tambahan penghasilan untuk pimpinan dan anggota DPRD Kota Mojokerto tahun 2017 sejumlah Rp65 juta per tahun, kenaikan tunjangan perumahan serta kepastian diberikan-nya komitmen fee dari kegiatan Jasmas tahun 2017, supaya anggota DPRD Kota Mojokerto tidak mempergunakan fungsi pengawasan dan fungsi penganggaran yang dimilikinya, agar dapat mempercepat pembahasan Perubahan APBD tahun 2017.
Terdakwa Mas’ud Yunus kemudian menyanggupi akan memberikan tambahan penghasilan kepada 22 orang anggota DPRD masing-masing sebesar Rp65 juta, Wakil Ketua masing-masing sebesar Rp70 juta dan Ketua sebesar Rp80 juta per tahun, yang akan diberikan setiap triwulan pada tahun berjalan. Sedangkan berkenan dengan komitmen fee untuk kegiatan Jasmas tahun 2017, terdakwa pada awalnya menjanjikan 4 persen dari nilai kegiatan Jasmas. Namun untuk memastikannya, terdakwa selanjutnya memanggil Wiwiet Febryanto, yang kemudian di sepakati akan memberikan komitmen fee kegiatan Jasmas senilai 7 - 8 persen dari nilai anggaran Rp26 miliar.Sedangkan kasus Korupsi suap DPRD Kota Mojokerto yang bermula saat KPK melakukan Tangkap Tangan terhadap 3 Pimpinan DPRD Kota Mojokerto, JPU KPK menyebutkan, bahwa semua anggota DPRD Kota Mojokerto meneriam uang “haram”. Namun hingga menjelang Vonis terhadap terdakwa Mas’ud Yunus, tak satu pun dari 22 anggota DPRD Kota Mojokerto yang ditetapkan menjadi tersangka.
Berbeda jauh dengan kasus suap DPRD Kota Malang. Sebab, sebelum JPU KPK membacakan surat tuntutannya terhadap terdakwa (saat ini berstatus terpidana 5 tahun) Moch. Arif Wicasono selaku Ketua DPRD, penyidik KPK menetapkan 18 anggota DPRD bersama Wali Kota Malang Moch. Anton sebagai tersangka. Tak lama kemudian, KPK kembali menetapkan 22 anggota DPRD Kota Malang untuk menyusul 18 anggota DPRD yang sudah terlebih dahulu meringkuk dipenjara. Sehingga jumlah anggoat DPRD Kota Malang yang sudah dipenjarakan KPK sebanyak 41 dari 46 anggota DPRD Kota Malang periode 2014 - 2019.
Lalu mengapa KPK hingga saat ini belum memproses hukum terhadap 22 anggota DPRD Kota Mojokerto yang disebutkan dalam dakwaan maupun dalam tuntutan bahwa semua anggoa DPRD Kota Mojokerto menerima uang “suap” ?. Bahkan beberapa diataranya sudah ada yang mengembalikan uang “panas” itu ke KPK.
Ketegasan lembaga anti rasuah ini pun kemali ditunggu-tunggu oleh masyarakat dalam penegakan hukum bagi pelaku Korupsi di Jawa Timur Khususnya di DPRD Kota Mojokerto yang disebutkan menerima uang “suap”, agar masyarakat tidak menganggap adanya diskrimasi penegakan hukum bagi pera penerima suap.
Sebab JPU KPK menyatakan, adanya kesengajaan dari terdakwa bersama-sama dengan Wiwiet Febriyanto melakukan perbuatan memberi sesuatu yaitu berupa uang secara bertahap sebesar Rp1.455.000.000 (satu miliar empat ratus lima puluh lima juta rupiah), uang sejumlah Rp573.000.000 (lima ratus tujuh puluh tiga juta rupiah), uang senilai Rp150.000.000 (seratus lima puluh juta rupiah) dan uang sebanyak Rp300.000.000 (tiga ratus juta rupiah) kepada DPRD Kota Mojkkerto.
Menurut JPU KPK, bahwa perbuatan terdakwa Mas’ud Yunus bersama-sama degan Wiwiet Febriyanto memberikan uang tersebut adalah untuk memperlancar pembahasan KUA PPAS TA 2017, pembahasan APBD TA 2017, pembahasan APBD Perubahan TA 2017, maupun APBD TA 2018. Bahwa rangkaian perbuatan terdakwa diatas adalah merupakan perbuatan yang dilakukan dengan sengaja dan tercela.
JPU KPK menyatakan, bahwa terdakwa Mas’ud Yunus sejak pembahasan RAPBD TA 2016, telah menyepakati adanya pemberian tambahan penghasilan bagi Pimpinan dan anggota DPRD Kota Mojokerto untuk memperlancar pembahasan APBD TA 2016 dan menyetujui laporan pelaksanaan APBD TA 2016. Terdakwa Mas’ud Yunus merealisasikan pemberian tambahan penghasilan untuk pimpinan dan anggota DPRD kota Mojokerto tersebut, dari bulan November 2015, Maret 2016, Juli 2016, November 2016 dan Desember 2016 hingga mencapai jumlah keseluruhan Rp1.465.000.000 (Satu milliar Empat ratus Enam puluh Lima juta rupiah)
Terdakwa Mas’ud Yunus telah merealisasikan tambahan penghasilan untuk pimpinan dan anggota DPRD Kota Mojokerto tersebut, juga mengetahui adanya pemberian Fee berupa uang dari kegiatan jaring aspirasi masyarakat (JASMAS) dari anggaran di Dinas PUPR pada program pembangunan infrastruktur pedesaan dengan nama kegiatan penataan lingkungan pemukiman penduduk pedesaan (PENLING) tahun 2016 oleh Wiwiet Febriyanto selaku Kepala Dinas PUPR kepada pimpinan dan anggota DPRD Kota Mojokerto secara bertahap, yakni sejak bulan April 2016, Agustus 2016, September 2016 dan Desember 2016 hingga mencapai keseluruhan Rp573 juta
Pada bulan Desember 2016, Terdakwa Mas’ud Yunus bertemu dengan Purnomo, Abdullah Fanani dan Umar Faruq di rumah dinas Wali Kota. Dalam pertemuan itu, Tiga pimpinan DPRD Kota Mojokerto menanyakan kepada terdakwa tentang kepastian diberikan-nya tambahan penghasilan untuk pimpinan dan anggota DPRD Kota Mojokerto tahun 2017 sejumlah Rp65 juta per tahun, kenaikan tunjangan perumahan serta kepastian diberikan-nya komitmen fee dari kegiatan Jasmas tahun 2017, supaya anggota DPRD Kota Mojokerto tidak mempergunakan fungsi pengawasan dan fungsi penganggaran yang dimilikinya, agar dapat mempercepat pembahasan Perubahan APBD tahun 2017.
Pada bulan Februari 2017, bertempat di apartemen Kelapa Gading Jakarta Utara, pada saat kegiatan PDIP, terdakwa Mas’ud Yunus bertemu dengan Purnomo. Dalam pertemuan itu, membicarakan perihal kepastian realisasi pemberian tambahan penghasilan yang akan diberikan kepada anggota DPRD Kota Mojokerto, pada saat itu menyetujui permintaan Purnomo. Namun tidak bisa segera memberikan dan meminta anggota DPRD untuk untuk “tiarap” terlebih dahulu.
JPU KPK menyatakan, terdakwa Mas’ud Yunus dan Wiwiet Febriyanto sampai dengan bulan Mei 2017 belum merealisasikan janji pemberian tambahan penghasilan sebesar Rp65 juta per tahun maupun komitmen fee 7 - 8% dari kegiatan Jasmas tahun 2017 kepada DPRD Kota Mojokerto. Pada hal Terdakwa Mas’ud Yunus dan Wiwiet Febryanto mengetahui adanya permasalahan berkenaan dengan APBD TA 2017, yaitu; a. Adanya penundaan sebagian kegiatan di Dinas PUPR TA 2017 pada kegiatan Penling sebesar Rp13 miliar. Hal ini mengakibatkan berkurangnya anggaran kegiatan Penling dari sejumlah Rp38.568 milliar menjadi Rp25.568 juta yang berpotensi pada berkurangnya jatah kegiatan Jasmas anggota DPRD Kota Mojokerto.
Selain itu, adanya kekeliruan penganggaran pembangunan gedung Politeknik Elektronika Negeri Surabaya (PENS) di Mojokerto yang telah dianggarkan dalam anggaran dinas PUPR Tahun TA 2017 sebesar sebesar Rp13.0096.913.000 karena dicantumkan dalam mata anggaran belanja modal. Pada hal supaya gedung PENS dapat dihibahkan, seharusnya penganggarannya dicantumkan dalam mata anggaran belanja barang dan jasa
Dengan adanya permasalahan tersebut serta belum direalisasikannya janji pemberian tambahan penghasilan dan fee kegiatan Jasmas tahun 2017, Terdakwa Mas’ud Yunus yang menginginkan agar pimpinan dan anggota DPRD Kota Mojokerto tidak mempergunakan fungsi pengawasan dan penganggaran yang dimilikinya, yang dapat menghambat pelaksanaan APBD Dinas PUPR maupun menghambat pembahasan Perubahan APBD TA 2017 serta APBD TA 2018.
Pada hari Selasa, tanggal 5 Juni 2017 bertempat di rumah dinas Walikota, pada saat Purnomo, Abdulah Fanani dan Umar Faruq menanyakan kepastian realisasi tambahan penghasilan sebesar Rp65 juta per tahun maupun komitmen fee kegiatan Jasmas tahun 2017, terdakwa kemudian menyanggupinya. Pada pertemuan tersebut, Terdakwa Mas’ud Yunus memanggil Wiwiet Febriyanto untuk merealisasikan janji pemberian uang komitmen fee kegiatan Jasmas, dan triwulan serta meminta Wiwiet Febriyanto untuk membicarakan hal itu dengan pimpinan DPRD.
Menindaklanjuti arahan Terdakwa Mas’ud Yunus, pada keesokan harinya Wiwiet Febriyanto datang menemui Purnomo dan Abdullah Fanani di kantor DPRD untuk membicarakan mengenai rencana realisasi uang tambahan penghasilan yang akan diberikan per triwulan, serta uang komitmen fee kegiatan Jasms, Purnomo dan Abdullah Fanani meminta agar Wiwiet Febriyanto segera merealisasikan tambahan penghasilan untuk 2 triwulan pertama, yakni sejumlah Rp790 juta dan meminta diberikan terlebih dahulu komitmen fee kegiatan Jasmas sejumlah Rp500 juta menjelang hari raya Idul Fitri. Atas permintaan tersebut, wiwiet Febriyanto menyanggupi akan memberikan terlebih dahulu komitmen fee kegiatan jasma sejumlah Rp500 juta.
Wiwiet Febriyanto kemudian meminta uang kepada Irfan Dwi Cahyanto alias Ipang selaku Direktur CV Bintang Persada, dan Dodi Setiawan selaku Direktur Operasional PT. Indo Jaya Sejahtera yang merupakan rekanan di Dinas PUPR, akan dikompensasikan dengan pekerjaan yang akan dianggarkan pada APBD Perubahan tahun 2017.
Pada dini hari tanggal 10 Juni 2017, kemudian bertempat di parkiran KFC Jalan Adityawarman depan Surabaya Town Square, Wiwiet Febriyanto menerima penyerahan uang dari Irfan Dwi Cahyanto alias Ipang dan Dodi Setiawan sebesar Rp380 juta. Kemudian sekitar pukul 10.00 WIB, bertempat di parkiran Restoran Mc Donald Jalan Panjang Kelurahan Sidoarjo, menyerahkan uang sejumlah Rp150 juta kepada Purnomo sebagai realisasi komitmen fee, dan kegiatan dengan mengatakan, bahwa sisanya sejumlah Rp350 juta akan diberikan oleh Wiwiet Febriyanto pada pertengahan Juni 2017.
JPU KPK pun membeberkan, setelah menerima uang sejumlah Rp150 juta dari Wiwiet Fenriyanto, kemudian Purnomo membagi-bagikan uang tersebut kepada 22 anggota DPRD Kota Mojokerto masing-masing sejumlah Rp5 juta. Umar Faruq dan Abdullah Fanani masing-masing selaku Wakil Ketua DPRD sebear Rp12 juta, serta Purnomo selaku Ketua DPRD sebesar Rp15 juta yang dilakukan dengan cara;
1. Pada tanggal 10 Juni 2017, sekitar pukul 12.00, di alun-alun Kota Mojokerto, Purnomo memberikan uang Rp 57.500.000 kepada Umar faroq, selanjutnya Umar Faruq menyerahkan uang tersebut kepada Gunawan sejumlah Rp30 juta untuk dibagikan kepada 6 anggota Fraksi gabungan masing-masing Rp 5 juta, yakni Deny Novianto, (Partai Demokrat), Udji Pramono (Partai Demokrat), M. Cholid Firdaus Wajdi (PKS), Odiek Prayitno (PKS), Riha Mustafa (PPP) dan M. Gunawan (PPP). Selain itu, Umar Faruq juga memberitahukan kepada masing-masing anggota Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN), yakni Yuli Veronica Maschur, Suyono, Aris Satrio Budi, bahwa masing-masing mendapat bagian uang Rp5 juta yang disepakati dipergunakan untuk membeli parcel.
2. Sekitar pukul 17.30 WIB, Purnomo menemui Abdulah Fanani di rumahnya di Jalan Surodinawan Mojokerto dan menyerahkan uang sebesar Rp 37.500.000. Selanjutnya Abdullah Fanani menyerahkan uang sejumlah Rp10 untuk Junaedi Malik (Ketua Fraksi PKB) dan Choiroiyaro. Setelah itu Abdul Fani juga menyerahkan uang sejumlah Rp15 juta untuk Soni Basuki Rahardjo (Ketua Fraksi Golkar), Ardyah Santy, Anang Wahyudi
Sedangkan sisanya dibagikan Purnomo kepada 5 anggota Fraksi PDIP masing-masing sejumlah Rp5 juta, yakni Yunus Supryitno, Febriana Meldyawati, Suliat, Gusti Patmawati, Darwanto. Kemudian Rp15 juta diberikan Purnomo kepada Dwi Edwin Endra Praja (Ketua Fraksi Gerindra), Moch. Harun dan Ita Primaria Lestari
Pada tanggal 16 Juni 2017 sekitar pukul 21.00 WIB, Wiwiet Febryanto melalui Taufik Fajar alias Kaji, menerima uang sebesar Rp500 juta dari Agung Haryanto yang merupakan orang suruhan Irfan Dwi Cahyanto alias Ipang dan Dodi Setiawan di depan Gang Suratan 1 Jalan Mojopahit Kota Mojokerto. Kemudian Wiwiet Febryanto meminta Taufik Fajar alias Kaji untuk menyerahkan uang sebesar Rp300 juta kepada Umar Farooq melalui Hanif Mashudi. Kemudian Taufik Fajar alias Kaji menyerahkan bungkusan plastic berisi unag sebesar Rp300 juta kepada Hanif Mashudi di depan Gang Suratan 1 Jalan Mojopahit Kota Mojokerto.
Di hari yang sama, pada tanggal 16 Juni 2017 malam hari itu sekitar pukul 21.00 WIB, Wiwiet Febriyanto dan Umar Farooq menghadiri rapat dengar pendapat (RDP) sebagai permulaan dilakukannya pembahasan rencana Perubahan APBD TA 2017 terkait permasalahan penganggaran PENS yang sekaligus tindak lanjut atas hasil konsultasi dengan Kementerian Dalam Negeri. Pada saat berlangsungnya RDP, Umar Faruq mendapat kabar dari Hanif Mashudi, telah menerima uang sejumlah rp300 juta dari Wiwiet Febryanto. Selanjutnya Umar Faruq menginformasikan kepada Abdullah Fanani mengenai jumlah uang tersebut.
Umar Faruq mendatangi kantor Hanif Mashudi di Jalan Surodinawan Mojokerto untuk melihat uang tersebut, dan meminta Hanif Mashudi untuk menyimpannya. Selanjutnya Umar Faruq memberitahu Purnomo dan Abdullah Fanani mengenai jumlah uang yang dibawa oleh Hanif Mashudi sebesar Rp300 juta. Setelah itu Umar Faruq pergi menuju rumah PAN di Jalan Kyai Haji Mansyur Nomor 13 Mojokerto.
Sekitar pukul 23.00 WIB (16 Juni 2017), Wiwiet Febriyanto menyampaikan bahwa uang komitmen fee tahap pertama program Jasmas yang dapat direalisasikannya adalah sejumlah Rp300 juta, dan telah diserahkan melalui Umar Faruq, sedangkan sisanya akan direalisasikan di kemudian hari.
Pada dini hari (16 Juni 2017) setelah pelaksanaan RDP, Purnomo menemui Umar Faruq di rumah PAN. Tak lama kemudian Umar Faruq menghubungi Hanif mashudi supaya datang ke rumah PAN. Hanif Mashudi lalu datang dengan membawa uang pemberian Wiwiet Febriyanto sebesar Rp300 juta yang disimpan dalam tas Ransel warna hitam Merk ECCE, dan saat itulah Hanif mashudi, Umar Faruq, Abdullah Fanani, Purnomo serta Wiwiet Febryanto ditangkap oleh petugas KPK untuk proses hukum lebih lanjut.
JPU KPK menyatakan, bahwa perbuatan terdakwa Mas’ud Yunus bersama-sama dengan Wiwiet Febriyanto, memberi tambahan penghasilan berupa uang sejumlah Rp1.455.000.000 (satu miliar empat ratus lima puluh lima juta rupiah), uang sejumlah Rp573.000.000 (lima ratus tujuh puluh tiga juta rupiah), uang senilai Rp150.000.000 (seratus lima puluh juta rupiah) dan uang sebanyak Rp300.000.000 (tiga ratus juta rupiah) kepada Purnomo, Abdullah Fanani, Umar Faruq serta anggota DPRD Kota Mojokerto periode 2014 - 2019 lainnya dengan maksud, agar Pimpinan serta anggota DPRD Kota Mojokerto periode 2014-2019 lainnya memperlancar pembahasan dan menyetujui laporan pelaksanaan APBD Dinas PUPR TA 2017, maupun pembahasan Perubahan APBD TA 2017. (Rd1)
Posting Komentar
Tulias alamat email :