0
Ya’quban Ananda Gudban
#JPU KPK Andi Kurniawan : Kami akan membuktikan pada saat pemeriksaan terdakwa Ya’quban Ananda Gudban#
bertakorupsi.co - Satu persatu para terdakwa selaku anggota DPRD Kota Malang yang terjerat dalam kasus Korupsi suap DPRD Kota Malang periode 2014 - 2019 dalam pembahasan Perubahan APBD Kota Malang Tahun Anggaran 2015 mulai mengakui, telah menerima uang “suap” dengan istilah uang Pokir, uang sampah dan uang 1 persen dari total anggaran Pemkot Malang TA 2015 yang dalam pembahasannya pada November - Desember 2014, agar pembahasan APBD itu berjalan lancar dan cepat.

Mengakui telah menerima uang “suap” itu kembali terucap Abdul Rahman dan Imam Fauji yang juga terdakwa, saat keduanya dihadirkan sebagai saksi untuk terdakwa lainnya dalam Jilid IV ini (Jilid V sebanyak 22 anggota DPRD masih ditahanan KPK), pada persidangan yang berlangsung, pada Rabu, 19 September 2018.  


 Dan uang Pokir (Pokok pokok pikiran) inilah yang menjadi “tiket termahal semasa hidup” bagi 41 dari 46 anggota DPRD Kota Malang untuk masuk penjara, termasuk Ketua DPRD Moch. Arif Wicaksono yang sudah divonis beberapa bulan lalu dengan pidana penjara selama 5 tahun. Sumber uang “haram” yang diterima seluruh anggota DPRD Kota Malang ini ada 3, yaitu uang Pokir sebesar Rp700 juta yang masing anggota antara 12.5 juta hingga 17.5 juta, dan uang sampah Rp300 juta masing-masing sebesar Rp5-10 juta, diterima pada saat pembahasan Perubahan APBD Kota Malang TA 2015 yang berlangsung  pada Juni - Juli 2015. Sementara uang sebesar Rp5.5 milliar atau 1 persen dari total anggaran APBD Kota Malang TA 2015 pada saat pembahasan sekitar bulan November - Desember 2014, Masing-masing Ketua menerima Rp125 juta sedangkan setiap anggota Rp100 juta.
Saksi Abdul Rahman (juga terdakwa)
Sehingga total duit “haram” dari Pemkot Malang yang dibagi-bagi seluruh anggota DPRD Kota Malang (sebanyak 45 orang) periode 2014 - 2019 sejak pembahasan APBD murni tahun 2014, dan APBD Perubahan sebesar Juni 2015 Rp6.5 milliar. Tujuan Pemkot Malang memberikan ‘duait “panas” itu Kepada DPRD Kota Malang adalah, supaya pembahasan APBD dan APBDP berjalan lancar tanpa ada hambatan.

Namun yang menjadi “Tiket VVIP” bagi 41 anggota DPRD Kota Malang ini untuk meringkuk di Penjara adalah uang Pokir dan uang sampah. Sementara uang yang Rp5.5 milliar itu terungkap dalam persidangan pada saat Ketua DPRD Moch. Arif Wicaksono  diadili. Namun hampir semua anggota DPRD Kota Malang itu tak mengakui telah menerima sebelum ditetapkan menjadi tersangka dan saat ini menjadi terdakwa.

Saksi Imam Fauji (juga terdakwa)
Apakah karena “Fulus” itu sudah habis atau karena ada seseorang yang menyarankan, agar para politikus ini jagan berkata jujur atau jangan mengakui ? yang pasti KPK telah “mengantongi jawabannya. 

Pada Rabu, 19 September 2018, persidangan yang berlangsung diruang Sidang Cakra Pengadilan Tipikor Surabaya dengan Ketua Metua Majelis Hakim Cokorda Gede Arthana, digelar dalam 2 session. Session I, JPU KPK Andi Kurniawan dan Dameria Silaban menghadirkan 1 orang saksi, yaitu Abdul Rahman dari Fraksi PKB untuk 12 terdakwa (terdiri dari dua perkara kasus yang sama) yaitu 1. Terdakwa Sulik Lestyowati (Ketua Komisi A/Demokrat),; 2. Abd. Hakim (Ketua Komis B/PDIP),; 3. Bambang Sumarto (Ketua Komisi C/Golkar),; 4. Imam Fauzi (Ketua Komisi D/PKB),; 5. Syaiful Rusdi (Fraksi PAN),; 6. Tri Yudiani dari Fraksi PDIP (satu perkara),; 7. Terdakwa Sprapto (Ketua Fraksi PDIP,; 8. Sahrawi (Ketua Fraksi PKB),; 9. Mohan Katelu (Ketua Fraksi PAN),; 10. Slamet (Ketua Fraksi Gerindra),; 11. H.M. Zainuddin AS (Wakil Ketua/PKB) dan 12. Wiwik Hendri Astuti, Wakil Ketua/Partai Demokrat (satu perkara).

Sedangkan session ke II, mendengarkan keterangan saksi Imam Fauji untuk 6 terdakwa (terdiri dari 1 berkas perkara), yaitu 1. Rahayu Sugiarti (Wakil Ketua/Partai Golkar),;  2. Ya’quban Ananda Gudban (Ketua Fraksi Hanura-PKS),; 3. Hery Subiantono (Ketua Fraksi Demokrat),; 4. Heri Pudji Utami (Ketua Fraksi PPP-Nasdem),; 5. Abdul Rahman (Fraksi PKB). dan 6. Sukarno selaku Ketua Fraksi Golkar

Terdakwa Sulik Lestyowati,  Abd. Hakim, Bambang Sumarto, Imam Fauzi, Syaiful Rusdi, Tri Yudiani, Terdakwa Sprapto, Sahrawi, Mohan Katelu, Slamet, H.M. Zainuddin AS, Wiwik Hendri Astuti
Dari keterangan kedua saksi, JPU KPK Andi Kurniawan menjelaskan, bahwa keduanya (Abdul Rahman dan Imam Fauzi) mengakui telah menerima uang Pokir, uang sampah dan uang 1 persen.

Menurut JPU KPK Andi, bahwa saksi Imam Fauzi lebih jujur dari pada Abdul Rahman. Menurut JPU KPK Andi, Imam Fauzi menyatakan itu 1 persen, itu Pokir dan kemudian uang sampah.

“Imam Fauzi mengatakan, Dia menerima 100 juta, sedangkan Abdul Rahma mengatakan hanya menerima Rp50 juta. Padahal keduanya sama-sama satu Fraksi. Logikanya, berdua ini kan satu Fraksi Imam Fauzi dan Abdul Rahman. Tapi Abdul Rahman mengakui hanya menerima 50 juta sedangkan Imam Fauzi mengakui menerima 100 juta. Si Abdul Rahman sendiri adalah Komisi C yang membidangi masalah itu, masak yang membidangi hanya menerima lebih kecil daripada yang Imam Fauji, gak masuk akal kan,”

JPU KPK Andi menjelaskan, dari keteraangan Abdul Rahman dan Imam Fauji dapat disimpulkan bahwa pembahasan APBD murni maupun APBD Perubahan itu sangat cepat sekali, berbeda dengan ketentuan pembahasan berdasarkan peraturan Permendagri Nomor 4 tahun 2015.

“Yang pertama, untuk pembahasan APBD murni hanya 16 hari, padahal seharusnya 3 bulan 2 minggu belum termasuk ke provinsi, itu hanya pembahasan di Daerah atau Pemkot. Kemudian di APBD Perubahan yang selama ini kita istilahkan uang pokir, itu dipercepat hanya 8 hari, harusnya itu satu 2 bulan,” ucap JPU KPK Andi

Saat ditanya, Apakah pembahasan itu lebih cepat atau dipercepat karena para anggota Dewan itu sudah menerima uang Pokir, uang sampah dan uang 1 persen? JPU KPK Andi mnejelaskan, ada kaitannya dan itu diperkuat percakapan antara Abdul Rahman dengan Moch. Arif Wicaksono selaku Ketua DPRD.

“Ia, karena dari percakapan antara Abdul Rahman dengan Moch. Arif Wicaksono sudah jelas,  bahwa itu adalah percakapan untuk mempercepat persetujuan pembahasan APBD. Disitu juga dijelaskan, uang pokir juga uang sampah diterima yang tujuannya untuk mempercepat pembahasan,” kata JPU KPK Andi kemudian.

“Dan realitanya memang pembahasan itu cepat sesuai keterangan saksi, yang harusnya untuk APBD murni ada 3 bulan 2 minggu menjadi 16 hari, dan untuk APBD Perubahan arusnya 2 bulan menjadi 8 hari,” lanjut JPU KPK Andi

Ditanya lebih lanjut terkait dengan salah satu terdakwa, yaitu  Ya’quban Ananda Gudban yang dari awal bahkan sampai hari ini tidak menerima tak setia menerima titik dari saksi-saksi yang anda hadirkan Apakah dari keterangan saksi ini mengatakan 45 anggota DPRD menerima uang pokir dan uang sampah dan 1 persen itu ?

Menanggapi hal itu, JPU KPK Andi Kurniawan menjelaskan, bahwa terkait persidangan yang berlangsung hari ini, JPU KPK hanya focus untuk pembuktian mengenai percepatan pembahasan APBD

“Kami hanya fokus membuktikan bahwa pembahasan dipercepat tanpa ada yang protes, bahkan  kritikan-kritikan yang mereka sampaikan itu tidak ada saat kita menunjukkan barang bukti. Jadi tidak ada kritikan pada saat pembahasan itu karena semuanya menerima,” kata JPU KPK Andi.

JPU KPK Andi menegaskan, terkait terdakwa Ya’quban Ananda Gudban akan dibuktikan pada saat pemeriksaan sebagai terdakwa.

Kasus ini bermula pada tanggal 25 Juni 2015, bertempat di ruang rapat paripurna DPRD Kota Malang, dilakukan rapat paripurna pertama dengan agenda penyampaian sambutan Walikota Malang dalam pengantar konsep kesepakatan persamaan antara Pemkot  Malang dengan DPRD Kota Malang tentang kebijakan umum anggaran dan prioritas plafon anggaran sementara (PPAS) P-APBD Tahun Anggaran 2015.

Pada tanggal 6 Juli 2015, sebelum dimulainya rapat paripurna dengan agenda penyampaian pendapat badan anggaran DPRD Kota Malang, dan pendapat Fraksi terhadap konsep kesepakatan bersama antara Pemkot Malang dengan DPRD Kota Malang, tentang kebijakan umum anggaran (KUA) dan PPAS P-APBD Tahun Anggaran 2015, dilakukan pertemuan antara Walikota Malang Moch. Anton, Wakil Wali Kota Malang Sutiadji bersama-sama dengan terdakwa Jarot Edy Sulistiyono dan Cipto Wiyono dengan Ketua DPRD Kota Malang Moch. Arif Wicaksono dan Ketua Fraksi PDIP DPRD Kota Malang Suprapto, bertempat di ruang kerja Ketua DPRD Kota Malang.

Pada pertemuan tersebut, Moch. Arif Wicaksono meminta Moch. Anton untuk memberikan uang imbalan dengan istilah uang “Pokir” anggota DPRD Kota Malang, agar pembahasan P-APBD Tahun Anggaran 2015 berjalan lancar dan tidak ada intrupsi atau halangan dari DPRD Kota Malang, sehingga dapat diberikan persetujuan P-APBD Tahun Anggaran 2015. Moch. Anton menyanggupinya Dengan mengatakan, nanti uang “pokir” akan disisipkan oleh Cipto dan Djarot.

Menindaklanjuti pertemuan tersebut, Cipto Wiyono meminta terdakwa agar stafnya yaitu Tedy Sujadi Sumarna yang menjabat Kepala Bidang (Kabid) PUPPB Kota Malang menemui Cipto Wiyono terkait dengan penyiapan uang untuk anggota DPRD Kota Malang, guna memperlancar persetujuan P-APBD Tahun Anggaran 2015.

Kemudian terdakwa memanggil Tedy sujadi Sumarna untuk menemui Cipto Wiyono di ruang Sekda Kota Malang. Tedy Sujadi Sumarna menghadap Cipto Wiyono dan mendapat perintah untuk meminta uang kepada para rekanan pemborong di Dinas PUPPB Kota Malang sebesar Rp 700 juta, untuk diberikan kepada Moch. Arif Wicaksono guna mendapatkan persetujuan P-APBD Tahun Anggaran 2015, dan Tedy Sujadi Sumarna menyanggupinya. Selanjutnya Tedy Sujadi Sumarna melaporkannya kepada terdakwa, dan terdakwa meminta Tedy Sejadi Sumarna segera melaksanakan perintah Cipto Wiyono untuk mengumpulkan uang yang dimaksud.

Pada tanggal 8 Juli 2015, bertempat di ruang rapat paripurna DPRD Kota Malang, dilakukan rapat paripurna dengan agenda penyampaian sambutan Walikota Malang dalam menghantar rencana perubahan daerah (Perda) Kota Malang tentang Perubahan APBD Tahun Anggaran 2015.

ada tanggal 13 Juli 2015 pagi hari, bertempat di Kantor Dinas PUPPB Kota Malang, terdakwa menerima uang sebesar Rp 700 juta dari Tedy Sujadi Sumarna yang dikumpulkan dari para rekanan, dan kemudian terdakwa melaporkan hal tersebut kepada Cipto Wiyono.

Pada tanggal 14 Juli 2015 sekitar pukul 10.00 WIB, Moch.Arief Wicaksono menghubungi Cipto Wiyono, menanyakan kepastian ada tidaknya uang Pokir yang dimintanya untuk DPRD Kota Malang, yang kemudian dijawab, bahwa dananya sudah tersedia. Selanjutnya, sekitar pukul 12.00 WIB, Moch. Arif Wicaksono bersepakat dengan Cipto Wiyono melakukan penundaan agenda pengambilan keputusan DPRD, untuk persetujuan Raperda Kota Malang tentang perubahan APBD Tahun Anggaran 2015, dari tanggal 14 Juli 2015 menjadi tanggal 22 Juli 2015 atau 24 Juli 2015 dengan alasan, pengambilan keputusan terlalu cepat dan tidak wajar apabila pembahasan Raperda APBD Tahun Anggaran 2015 hanya satu minggu, walaupun Moch. Anton menghendaki persetujuan raperda APBD Tahun Anggaran 2015 dilakukan tanggal 14 Juli 2015 atau sebelum lebaran, karena jika pengambilan keputusannya dilakukan setelah lebaran, di khawatirkan DPRD Kota Malang berubah pikiran.

Pada tanggal 14 Juli 2015 sekitar pukul 13.00 WIB, Moch. Arief Wicaksono menghubungi Cipto Wiyono, meminta realisasi uang pokir untuk DPRD Kota Malang yang kemudian oleh Cipto Wiyono menyampaikan, bahwa uang akan segera diserahkan oleh terdakwa. Sekitar pukul 14.00 WIB, terdakwa menghubungi Moch. Arif Wicaksono dan menanyakan, ke mana penyerahan uang Pokir sebesar Rp700 juta. Atas arahan Moch. Arif Wicaksono, uang itu pun diantarkan terdakwa ke rumah dias Moch. Arif Wicaksono di  Jalan Panji Suroso No 7, Kecamatan Blimbing Kota Malang, dengan terlebih dahulu memisahkan uang sebesar Rp 100 juta untuk bagian Moch. Arif Wicaksono selaku Ketu DPRD Kota Malang, dan sisanya sebesar Rp600 juta untuk bagian seluruh anggota DPRD Kota Malang di bungkus tersendiri.

Kemudian pada pukul 15.00 WIB, terdakwa meminta Tedy Sujadi Sumarna mengantarkan dan menyerahkan uang tersebut kepada Moch. Arif Wicaksono di rumah diasnnya dengan mengatakan, “ada titipan dari Pak Kadis” dan kemudian dibalas oleh Moch. Arif Wicaksono dengan ucapan terimaskasih. kepada terdakwa bahwa uang tersebut sudah diserahkan kepada Moch. Arif Wicaksono.

Setelah menerima uang dari terdakwa, Moch. Arief Wicaksono memberitahu Suprapto, bawa uang Pokirnya sudah diterima, dan meminta Suprapto untuk  datang ke rumah dinasnya saat itu juga. Sebelum Suprapto dating, Moch. Arif Wicaksono terlebih dahulu mengambil uang bagiannya sebesar Rp 100 juta, sementara yang Rp600 juta tetap dalam kardus. Setelah Suprapto datang, Moch. Arif Wicaksono meminta Suprapto untuk menghubungi para Wakil Ketua dan Ketua Fraksi DPRD, agar datang ke rumah dinasnya. Para Wakil Ketua dan Ketua Fraksi DPRD Kota Malang yang datang, adalah Wiwik Hendri Astuti (Wakil Ketua DPRD), Rahayu Sugiarti (Wakil Ketua DPRD), Suprapto (Ketua Fraksi PDIP), Sahrawi (Ketua Fraksi PKB), Heri Sugiantono (Ketua Fraksi Partai Demokrat), Sukarno (Ketua Fraksi Golkar), Mohan Katelu (Ketua Fraksi PAN),  Selamat (Ketua Fraksi Gerindra), Heri Pudji Utami (Ketua Fraksi PPP – Nasdem),  Ya'qud Ananda Gudban (Ketua Fraksi Hanura – PKS) dan Tri Yudiani (Komisi D/Fraksi PDIP).

Selanjutnya, Moch. Arif Wicaksono membagikan uang sebesar Rp600 juta kepada para Wakil Ketua dan Ketua Fraksi DPRD untuk diberikan kepada seluruh anggota DPRD yang berjumlah 45 orang, yang masing-masing untuk Wakil Ketua DPRD  dan Ketua Fraksi sebesar  Rp 15 juta, dan untuk maing-masing anggota sebesar Rp12.500.000.

Pada tanggal 22 Juli 2015, dilaksanakan kegiatan penyampaian pendapat akhir Fraksi terhadap Raperda APBD Tahun Anggaran 2015, yang akhirnya menyetujui rancangan APBD tahun 2015 menjadi P-APBD tahun 2015 Kota Malang. Persetujuan tersebut dituangkan dalam keputusan DPRD Kota Malang Nomor 188./4/48/35.73.201/2015 tanggal 22 Juli 2015 tentang persetujuan penetapan Raperda Kota Malang, tentang perubahan APBD Tahun Anggaran 2015 menjadi Peraturan Daerah (Perda) Kota Malang tentang P-APBD Tahun Anggaran 2015 berjalan lancar.

Hasilnya, Kemudian diterbitkanlah Perda Kota Malang Nomor 6 tahun 2015 tentang perubahan APBD Tahun Anggaran 2015 pada tanggal 14 Agustus 2015. 

Akibat dari perbuatan para anggota DPRD Kota Malang yang menjadi terdakwa dalam aksus ini,  JPU KPK menjeranya dengan pasal 12 huruf a atau pasal 11 dan pasal 12 huruf B Undang-Undang Republik Indonesia (UU RI) No 31 Tahun 1999 yang dirubah dengan UU RI No 20 Tahun 2001 Tentang Tindak pidana Korupsi atas perubahan UU RI No 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi junckto pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHPidana, dengan ancaman hukuman pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun.  (Rd1)

Posting Komentar

Tulias alamat email :

 
Top