0
#Kejujuran Subur Triyono, salah satu anggota DPRD Kota Malang dari Fraksi PAN tak diakui para terdakwa dalam persidangan karena dianggap sebagai “senjata mematikan”#

beitakorupsi.co - Kejujuran itu sepertinya sulit untuk diungkapkan oleh ;para terdakwa kasus Korupsi Khususnya bagi para tedakwa angota DPRD Kota Malang yang terjerat dalam kasus Korupsi suap ABPD Kota Malang Tahun Anggaran 2015 lalu.

Andai saja seluruh anggota DPRD Kota Malang periode 2014 - 2019 ini sejak awal mengakui telah menerima uang “haram” yang totalnya keseluruhannya sebesar Rp6.5 milliar pada saat pembahasan APBD murni Kota Malang TA 2015 yang pembahasannya pada tahun 2014, dan pembahasan APBD Perubahan pada Juni 2015, bisa jadi 41 dari 46 anggota DPRD Kota Malang ini tak meringkuk di penjara. Namun karena kejujuran itu tak ada, dn bahkan ngotot tidak menerima sama sekali, walaupun Ketua DPRD Kota Malang Moch. Arif Wicaksono yang saat ini berstatus terpidana 5 tahun penjara dan beberpa anggota Dewan lainnya mengatakan dihadapan Majelis Hakim dalam persidangan bahwa semua anggota Dewan menerima, dan kalau tidak menerima pasti sudah ribut.

Memang ada keributan diantara anggota Dewan yang menerima uang Pokir yang masing-masing anggota menerima antara Rp12.5 juta hingga Rp17.5 juta, dan uang sampah sebesar Rp5 juta hingga 10 juta rupiah untuk setiap anggota Dewan, tak diakuinya juga.

Tak salah jika KPK menyeret dan memenjarakan seluruh anggota DPRD Kota Malang yang menerima uang “haram” itu, yang saat ini masih tersisa 3 orang dari 5 orang anggota Dewan yang masih duduk dikurisnya dan belum diminta pertanggungjawaban hukum.

Ketidak jujuran para anggota DPRD Kota Malang yang saat menjadi terdakwa sebanyak 18 orang (22 berstatus tersangka, dan 1 sudah terpidana) kembali terulang saat Majelis Hakim Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Cokorda Gede Arthana, bersama Tim JPU KPK Arif Suhermanto, Burhanudin dkk, menggelar sidang Jilid IV ini dengan agenda mendengarkan keterangan saksi untuk 18 terdakwa yang kedua kalinya, pada Rabu, 5 Sepetember 2018

Pada sidang seblumnya, JPU KPK menghadirkan 4 lorangsaksi dari pihak Pemkot Malang,  diantaranya Jarot Edy Sulistyono selaku Kepala Dinas PU PPR Kota Malag (sudah divonis pidana penjara 2 tahun), Cipto Wiyono selaku Sekda Kota Malang yang saat ini menkabat Kepala Dinas PU dan Tataruang Pemprov Jatim, Teddy Sujadi Soemama, Kepala Bidang PU PPR Kota Malang dan Nunu (Sekretaris Dinas PU PPR Kota Malang).

Kali ini (Rabu 5 September 2018), JPU KPK menghadirkan 3 orangsaksi, 2 diantaranya adalah anggota DPRD Kota Malang yaitu Subur Triono anggota Frkasi PAN, Ribut Haryanto anggota Fraksi Golkar dan Umi Sugiarti, Istri Ketua DPRD Kota Malang Moch. Arif Wicaksono.Pada sidang seblumnya, JPU KPK menghadirkan 4 lorangsaksi dari pihak Pemkot Malang,  diantaranya Jarot Edy Sulistyono selaku Kepala Dinas PU PPR Kota Malag (sudah divonis pidana penjara 2 tahun), Cipto Wiyono selaku Sekda Kota Malang yang saat ini menkabat Kepala Dinas PU dan Tataruang Pemprov Jatim, Teddy Sujadi Soemama, Kepala Bidang PU PPR Kota Malang dan Nunu (Sekretaris Dinas PU PPR Kota Malang).

Kali ini (Rabu 5 September 2018), JPU KPK menghadirkan 3 orangsaksi, 2 diantaranya adalah anggota DPRD Kota Malang yaitu Subur Triono anggota Frkasi PAN, Ribut Haryanto anggota Fraksi Golkar dan Umi Sugiarti, Istri Ketua DPRD Kota Malang Moch. Arif Wicaksono.
Sidang perkara Korupsi suap DPRD Kota Malang dalam pembahasan Perubahan APBD Kota Malang TA 2015 dalam Jilid IV ini, berlangsung di ruang sidang Candra Pengadilan Tipikor Surabaya tak ubahnya “agenda RDP (Rapat Dengar Pendapat) antara Legislatif Kota malang, Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya dan KPK” yang membahas uang Pokir, uang sampah dan uang pembahasan APBD Murni Kota Malang TA 2015 lalu.

Untuk ke 4 kalinya (Jilid IV), Subur Triyono, salah satu anggota DPRD Kota Malang periode 2014 - 2019 kembali memberikan kesaksian jujur dihadapan majelis Hakim, terkait penerimaan uang “haram” dikalangan Politikus (DPRD) Kota Malang pada saat pembahasan APBD Kota Malang TA 2015 yang pembahasannya pada Nopember - Desember 2014 sebesar Rp 5.5 milliar yang setiap Fraksi sebsar Rp225 juta atau setiap anggota antara Rp75 - 100 juta rupaih, uang pokir sebesar Rp700 juta yang masing-masing anggota antara Rp12.5 juta hngga 17.5 juta rupiah dan uang sampah sebesar Rp300 juta, dan masing-masing anggota natara Rp5 juta - 10 juta rupiah pada saat pembahasan Perubahan APBD Kota Malang TA 2015 pada Juni 2016.

Keterangan saksi Subur Triyono dalam sidang perkara suap DPRD Kota Malang Jilid IV kali ini, tak berbeda dengan keterangannya pada sidang Jilid I dengan terdakwa Jarot Edy Sulistyono (Kepala Dinas PU PPR, terdakwa Moch. Arif Wicaksono selaku Ketua DPRD Kota Malang periode 2014 - 2019 Jilid II, dan Moch. Anton selaku Wali Kota Malang jilid III. Yang pada siang sebelumnya, Ketiganya sudah divonis pidana penjara masing-masing selama 2 tahun untuk terdakwa Jarot dan Moch. Anton. Keduanya divonis bersalah sebagai penyuap yang dijerat dalam pasal 5 ayat (1) huruf a Undang Undang Tindak Pidana Korupsi No. 20 tahun 2001 atas perubahan Undang Undang Tindak Pidana Korupsi No 31 Tahun 1999 juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sedangkan Moch. Arif Wicaksono selaku penerima suap dijerat dengan pasal 12 huruf a dan pasal 12 huruf B  Undang Undang Tindak Pidana Korupsi No. 20 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi atas perubahan Undang Undang Tindak Pidana Korupsi No 31 Tahun 1999 juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, dan divonis pidana penjara selama 5 tahun.
Dalam persidangan yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Cokorda Gede Arthana, Tim JPU KPK Arif Suhermanto dkk, menghadirkan 4 orang saksi, yakni Subur Triono (anggota DPRD dari Fraksi PAN), Ribut Haryanto yang juga tersangka dalam Jilid V (anggota DPRD dari Fraksi Golkar) dan Umi Sugiharti, istri mantan Ketua DPRD Kota Malang Moch. Arief Wicaksono.

Sedangkan ke- 18 anggota DPRD Kota Malang yang menjadi terdakwa dalam Jilid IV adalah   Sulik  Lestyowati (Ketua Komisi A/Demokrat), Abd. Hakim (Ketua Komis B/PDIP), Bambang Sumarto (Ketua Komisi C/Golkar), Imam Fauzi (Ketua Komisi D/PKB), Syaiful Rusdi (Fraksi PAN) dan Tri Yudiani dari Fraksi PDIP (satu perkara).

Dan terdakwa Rahayu Sugiarti (Wakil Ketua/Partai Golkar), Ya’quban Ananda Gudban (Ketua Fraksi Hanura-PKS), Hery Subiantono (Ketua Fraksi Demokrat), Heri Pudji Utami (Ketua Fraksi PPP-Nasdem), Abdul Rahman (Fraksi PKB). dan Sukarno selaku Ketua Fraksi Golkar (satu perkara).

Serta terdakwa Sprapto (Ketua Fraksi PDIP), Sahrawi (Ketua Fraksi PKB), Mohan Katelu (Ketua Fraksi PAN), Slamet (Ketua Fraksi Gerindra), H.M. Zainuddin AS (Wakil Ketua/PKB) dan Wiwik Hendri Astuti, Wakil Ketua/Partai Demokrat (satu perkara). Para terdakwa diampingi Penasehat Hukumnya (PH)-nya masing-masing diantaranya Dr. Solahudin dan M. Muktar.

Kepada Majelis Hakim, Subur Triyono kembali menerangkan terkait uang Pokir, uang sampah pada saat pembahasan Perubahan APBD Kota Malang Ta 2015, dan uang saat pembahasaan APBD murni TA 2015 yang pembahasannya pada November - Desembr 2016 yang diterima seluruh anggota DPRD Kota Malang.

Menurut anggota DPRD Kota Malang ini, bahwa duit yang diberikan ke Dewan oleh pihak ekesekutip adalah supaya pembahasan APBD berjalan lancar dan cepat. Untuk ke 4 kalinya Subur mengakui dengan jujur dan terus terang, bahwa dirinya selaku Ketua Frkasi PAN di tahun 2014 pada saat pembahasan APBD murni ada 2 tahap, KUA PPAS (Kebijakan Umum Anggaran ( dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara) dan yang ke kedua Dok (Pengesahan) KUA PPPAS itu menerima duit sebesar Rp225 juta dalam 4 tahap masing-masing Rp50 juta. Duit itu dia bagi bertiga dengan 2 anggota Fraksinya, yaitu Mohan Katelu, Harun Prasojo masing-masing Rp75 juta. Sedangkan 1 anggotanya yaitu Syaful Rusdi langsung ke Ketua DPRD Moch. Arif Wicaksono.

“Tahun 2014 saat itu saya Ketua Fraksi, menerima Lima puluh, Lima puluh, Lima puluh, Tujuh Lima. Saya bagi ke anggota masing-masing Tujuh Lima. Kalau Syaiful Rusdi langsung ke Ketua,” kata Subur jujur.
  ;
 Subur juga mengakui, saat pembahasan Perubahan APBD TA 2015 pada Juni 2015, dirnya menerina uang pokir sebesar Rp12.5 juta. Karena tidak sama dengan anggota lainnya, Ia pun meminta tambahan lagi ke Ketua DPRD yang akhirnya diberikan sebesar Rp5 juta dari duit pribadi Moch. Arif Wicaksono. Tidak hanya itu. Subur juga menuturkan, pada saat hearing ada pemberian duit tambahan.

Apa yang dijelaskan Subur dalam sidang kali ini sama dengan keterangannya pada sidang-sidang sebelumnya. Bahkan Subur lah anggoa Dewan yang pertamakalinya mengembalikan duit “haram” itu ke KPK pada tahun 2017 saat Jarot disidangkan. Pengembalian duit itu menurutnya, karena Ia meras takut.

Bahkan Subur mengakui, kalau Ia mengajak yang lain untuk mengembalikan duit itu KPK, namun tidak ada yang menanggapinya. Yang anehnya lagi, apa yang dijelaskan Subur dalam sidang kali ini, dibantah para terdakwa termasuk Suprapto.

Pada hal, Subur dan Supraprto dalam sidang-sidang sebelumnya selalu bersama-sama dihadirkan JPU KPK sebagai saksi. Dan kesaksian kedua anggota Dewan ini tak ada perberdaan. Bahkan Suprapto selaku Ketua Fraksi PDIP ini pada sidang yang berlangsung pada tanggal 20 Pebruari 2018, mengakui menerima duit pokir sebesar Rp17.5 juta.

Baca : http://www.beritakorupsi.co/2018/02/ketua-fraksi-pdip-dprd-malang-akui.html
Ketua Fraksi PDIP DPRD Malang Akui Menerima Uang “Pokir dan Uang Sampah” Rp 17,5 Juta

Namun apa yang dijelaskan Subur dalam sidang kali ini dibantah oleh Suprapto dan terdakwa lainnya. Kejujuran Subur Triyono dianggap sebagai “senjata yang mematikan” bagi para terdakwa, namun sebagai “angin segar” bagi JPU KPK, karena dapat membuka “kebobrokan” di kalangan  DPRD Kota Malang terkait pembahasan APBD Kota Malang TA 2015.

Yang lebih aneh lagi, salah satu Penasehat Hukum dari terdakwa menanyakkan ke saksi Subur Triyono terkait jumlah kerugian negara. Pada hal, dalam kasus yang menyeret selruh anggota DPRD Kota Malang tidak ada kaitannya dengan kerugian keuangan negara, melainkan perilaku para Politikus yang menjadi wakil rakyat Kota Malang ini yang tidak patut ditiru, karena menerima uang “haram”, sekalupun para anggota Dewaan yang terhormat itu telah membuat peraturan tata tertib dan peraturan lainnya tentang pejabat penyelenggara negara yang bersih dari Kolusi Korupsi dan Nepotisme (KKN).

Subut juga mengungkapkan, adanya pertemuan para anggota DPRD di kantor pengacara Dr. Solahudin setelah adanya proses hukum dilakukan KPK bagi DPRD Kota Malang, pada hal, Dr. Solahudin belum ditunjuk sebagai Penasehat Hukum.

Sementara keterangan saksi Ribut mengakui juga menerima uang pada saat pembahasan Perubahan APBD TA 2015 sebesar Rp12.5 juta. Dan duait itu sudah dikembalikannya sebulan yang lalu ajakan Subur.

Berbeda dengan keterangan Umi Sugiarti, istri mantan Ketua DPRD Kota Malang ini. Umi lupa kalau dirinya turut membagi-bagi duit “haram” itu ke anggota DPRD Kota Malang pada tanggal 14 Juni 2015 lalu. Kata lupa sering kali terucap dari bibir wanita ini setiap kali ditanya JPU KPK terkait aktifitas pembagian “jezeki haram” yang berlagsung di rumahnya.

Usai persdaingan, saat wartawan media ini meminta tanggapan JPU KPK terkait pengakuan Subur tentang pertemuan anggoat DPRD Kota Malang di kantor pengacara Dr. Solahudin, JPU KPK Arif Suhermanto mengatakan, semua fakta persidangan akan dipelajari dan akan dilaporkan kepimpinan KPK.

“Semua fakta persidangan yang terungkap akan kita laporkan ke pimpinan,” kata JKPK Arif.

Sementara Dr. Solahudin beberapa saat kemudian mengatakan, tak salah bila hanya berkonsultasi.

“Sekedar konsultasi kan boleh,” kata pengacara ini.

Kasus ini bermula pada tanggal 25 Juni 2015, bertempat di ruang rapat paripurna DPRD Kota Malang, dilakukan rapat paripurna pertama dengan agenda penyampaian sambutan Walikota Malang dalam pengantar konsep kesepakatan persamaan antara Pemkot  Malang dengan DPRD Kota Malang tentang kebijakan umum anggaran dan prioritas plafon anggaran sementara (PPAS) P-APBD Tahun Anggaran 2015.


Pada tanggal 6 Juli 2015, sebelum dimulainya rapat paripurna dengan agenda penyampaian pendapat badan anggaran DPRD Kota Malang, dan pendapat Fraksi terhadap konsep kesepakatan bersama antara Pemkot Malang dengan DPRD Kota Malang, tentang kebijakan umum anggaran (KUA) dan PPAS P-APBD Tahun Anggaran 2015, dilakukan pertemuan antara Walikota Malang Moch. Anton, Wakil Wali Kota Malang Sutiadji bersama-sama dengan terdakwa Jarot Edy Sulistiyono dan Cipto Wiyono dengan Ketua DPRD Kota Malang Moch. Arif Wicaksono dan Ketua Fraksi PDIP DPRD Kota Malang Suprapto, bertempat di ruang kerja Ketua DPRD Kota Malang.

Pada pertemuan tersebut, Moch. Arif Wicaksono meminta Moch. Anton untuk memberikan uang imbalan dengan istilah uang “Pokir” anggota DPRD Kota Malang, agar pembahasan P-APBD Tahun Anggaran 2015 berjalan lancar dan tidak ada intrupsi atau halangan dari DPRD Kota Malang, sehingga dapat diberikan persetujuan P-APBD Tahun Anggaran 2015. Moch. Anton menyanggupinya Dengan mengatakan, nanti uang “pokir” akan disisipkan oleh Cipto dan Djarot.

Menindaklanjuti pertemuan tersebut, Cipto Wiyono meminta terdakwa agar stafnya yaitu Tedy Sujadi Sumarna yang menjabat Kepala Bidang (Kabid) PUPPB Kota Malang menemui Cipto Wiyono terkait dengan penyiapan uang untuk anggota DPRD Kota Malang, guna memperlancar persetujuan P-APBD Tahun Anggaran 2015.

Kemudian terdakwa memanggil Tedy sujadi Sumarna untuk menemui Cipto Wiyono di ruang Sekda Kota Malang. Tedy Sujadi Sumarna menghadap Cipto Wiyono dan mendapat perintah untuk meminta uang kepada para rekanan pemborong di Dinas PUPPB Kota Malang sebesar Rp 700 juta, untuk diberikan kepada Moch. Arif Wicaksono guna mendapatkan persetujuan P-APBD Tahun Anggaran 2015, dan Tedy Sujadi Sumarna menyanggupinya. Selanjutnya Tedy Sujadi Sumarna melaporkannya kepada terdakwa, dan terdakwa meminta Tedy Sejadi Sumarna segera melaksanakan perintah Cipto Wiyono untuk mengumpulkan uang yang dimaksud.
Pada tanggal 8 Juli 2015, bertempat di ruang rapat paripurna DPRD Kota Malang, dilakukan rapat paripurna dengan agenda penyampaian sambutan Walikota Malang dalam menghantar rencana perubahan daerah (Perda) Kota Malang tentang Perubahan APBD Tahun Anggaran 2015.

Pada tanggal 13 Juli 2015 pagi hari, bertempat di Kantor Dinas PUPPB Kota Malang, terdakwa menerima uang sebesar Rp 700 juta dari Tedy Sujadi Sumarna yang dikumpulkan dari para rekanan, dan kemudian terdakwa melaporkan hal tersebut kepada Cipto Wiyono.

Pada tanggal 17 Juli 2015 sekitar pukul 10.00 WIB, Moch.Arief Wicaksono menghubungi Cipto Wiyono, menanyakan kepastian ada tidaknya uang Pokir yang dimintanya untuk DPRD Kota Malang, yang kemudian dijawab, bahwa dananya sudah tersedia. Selanjutnya, sekitar pukul 12.00 WIB, Moch. Arif Wicaksono bersepakat dengan Cipto Wiyono melakukan penundaan agenda pengambilan keputusan DPRD, untuk persetujuan Raperda Kota Malang tentang perubahan APBD Tahun Anggaran 2015, dari tanggal 14 Juli 2015 menjadi tanggal 22 Juli 2015 atau 24 Juli 2015 dengan alasan, pengambilan keputusan terlalu cepat dan tidak wajar apabila pembahasan Raperda APBD Tahun Anggaran 2015 hanya satu minggu, walaupun Moch. Anton menghendaki persetujuan raperda APBD Tahun Anggaran 2015 dilakukan tanggal 14 Juli 2015 atau sebelum lebaran, karena jika pengambilan keputusannya dilakukan setelah lebaran, di khawatirkan DPRD Kota Malang berubah pikiran.

Pada tanggal 14 Juli 2015 sekitar pukul 13.00 WIB, Moch. Arief Wicaksono menghubungi Cipto Wiyono, meminta realisasi uang pokir untuk DPRD Kota Malang yang kemudian oleh Cipto Wiyono menyampaikan, bahwa uang akan segera diserahkan oleh terdakwa. Sekitar pukul 14.00 WIB, terdakwa menghubungi Moch. Arif Wicaksono dan menanyakan, ke mana penyerahan uang Pokir sebesar Rp700 juta. Atas arahan Moch. Arif Wicaksono, uang itu pun diantarkan terdakwa ke rumah dias Moch. Arif Wicaksono di  Jalan Panji Suroso No 7, Kecamatan Blimbing Kota Malang, dengan terlebih dahulu memisahkan uang sebesar Rp 100 juta untuk bagian Moch. Arif Wicaksono selaku Ketu DPRD Kota Malang, dan sisanya sebesar Rp600 juta untuk bagian seluruh anggota DPRD Kota Malang di bungkus tersendiri.

Kemudian pada pukul 15.00 WIB, terdakwa meminta Tedy Sujadi Sumarna mengantarkan dan menyerahkan uang tersebut kepada Moch. Arif Wicaksono di rumah diasnnya dengan mengatakan, “ada titipan dari Pak Kadis” dan kemudian dibalas oleh Moch. Arif Wicaksono dengan ucapan terimaskasih. kepada terdakwa bahwa uang tersebut sudah diserahkan kepada Moch. Arif Wicaksono.

Setelah menerima uang dari terdakwa, Moch. Arief Wicaksono memberitahu Suprapto, bawa uang Pokirnya sudah diterima, dan meminta Suprapto untuk  datang ke rumah dinasnya saat itu juga. Sebelum Suprapto dating, Moch. Arif Wicaksono terlebih dahulu mengambil uang bagiannya sebesar Rp 100 juta, sementara yang Rp600 juta tetap dalam kardus. Setelah Suprapto datang, Moch. Arif Wicaksono meminta Suprapto untuk menghubungi para Wakil Ketua dan Ketua Fraksi DPRD, agar datang ke rumah dinasnya. Para Wakil Ketua dan Ketua Fraksi DPRD Kota Malang yang datang, adalah Wiwik Hendri Astuti (Wakil Ketua DPRD), Rahayu Sugiarti (Wakil Ketua DPRD), Suprapto (Ketua Fraksi PDIP), Sahrawi (Ketua Fraksi PKB), Heri Sugiantono (Ketua Fraksi Partai Demokrat), Sukarno (Ketua Fraksi Golkar), Mohan Katelu (Ketua Fraksi PAN),  Selamat (Ketua Fraksi Gerindra), Heri Pudji Utami (Ketua Fraksi PPP – Nasdem),  Ya'qud Ananda Gudban (Ketua Fraksi Hanura – PKS) dan Tri Yudiani (Komisi D/Fraksi PDIP).

Selanjutnya, Moch. Arif Wicaksono membagikan uang sebesar Rp600 juta kepada para Wakil Ketua dan Ketua Fraksi DPRD untuk diberikan kepada seluruh anggota DPRD yang berjumlah 45 orang, yang masing-masing untuk Wakil Ketua DPRD  dan Ketua Fraksi sebesar  Rp 15 juta, dan untuk maing-masing anggota sebesar Rp12.500.000.

Pada tanggal 22 Juli 2015, dilaksanakan kegiatan penyampaian pendapat akhir Fraksi terhadap Raperda APBD Tahun Anggaran 2015, yang akhirnya menyetujui rancangan APBD tahun 2015 menjadi P-APBD tahun 2015 Kota Malang. Persetujuan tersebut dituangkan dalam keputusan DPRD Kota Malang Nomor 188./4/48/35.73.201/2015 tanggal 22 Juli 2015 tentang persetujuan penetapan Raperda Kota Malang, tentang perubahan APBD Tahun Anggaran 2015 menjadi Peraturan Daerah (Perda) Kota Malang tentang P-APBD Tahun Anggaran 2015 berjalan lancar.

Hasilnya, Kemudian diterbitkanlah Perda Kota Malang Nomor 6 tahun 2015 tentang perubahan APBD Tahun Anggaran 2015 pada tanggal 14 Agustus 2015. 

Akibat dari perbuatan para anggota DPRD Kota Malang yang menjadi terdakwa dalam aksus ini,  JPU KPK menjeranya dengan pasal 12 huruf a atau pasal 11 dan pasal 12 huruf B Undang-Undang Republik Indonesia (UU RI) No 31 Tahun 1999 yang dirubah dengan UU RI No 20 Tahun 2001 Tentang Tindak pidana Korupsi atas perubahan UU RI No 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi junckto pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHPidana, dengan ancaman hukuman pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun.  (Redaksi)

Posting Komentar

Tulias alamat email :

 
Top