Ya’quban Ananda Gudban |
Fakta baru yang terungkap itu adalah nama anggota DPRD Kota Malang, yaitu Ya’quban Ananda Gudban atau Nanda (Ketua Fraksi Hanura - PKS) yang mengusulkan besaran uang Pokir (Pokok pokok Pikiran) Rp12.5 juta, yang semula disampaikan Ketua DPRD Moch. Arif Wicaksono sebesar Rp10 juta per anggota Dewan, yang pada Jilid I dengan terdakwa Jarot Edy Sulistyono selaku Kepala Dinas PUPR Kota Malang, Jilid II Ketua DPRD Kota Malang Moch. Arif Wicaksono, dan Jilid III Wali Kota Malang Moch. Anton (ketiganya sudah divonis pidana penjara) masih “misteri”.
Dan uang Pokir (Pokok pokok pikiran) inilah yang menyeret sebanyak 41 dari 46 anggota DPRD Kota Malang ke penjara, termasuk Ketua DPRD Moch. Arif Wicaksono yang sudah divonis beberapa bulan lalu dengan pidana penjara selama 5 tahun. Sumber uang “haram” yang diterima seluruh anggota DPRD Malang ada 3, yaitu uang Pokir sebesar Rp700 juta yang masing anggota antara 12.5 juta hingga 17.5 juta per anggota Dewan, dan uang sampah Rp300 juta masing-masing sebesar Rp5-10 juta untuk setiap anggota, diterima pada saat pembahasan Perubahan APBD Kota Malang TA 2015 yang berlangsung pada Juni 2015. Sementyara uang 1 persen atau sebesar Rp5.5 milliar dari jumlah anggaran APBD Kota Malang TA 2015 pada saat pembahasan sekitar November - Desember 2014, Masing-masing Ketua menerima R[p125 juta sedangkan setiap anggota R100 juta.
Sehingga total duit “haram” dari Pemkot Malang yang dibagi-bagi seluruh anggota DPRD Kota Malang periode 2014 - 2019 sejak pembahasan APBD murni tahun 2014, dan APBD Perubahan sebesar Juni 2015 Rp6.5 milliar. Tujuan Pemkot Malang memberikan ‘duait panas” itu Kepada DPRD Kota Malang adalah, supaya pembahasan APBD dan APBDP berjalan lancar tanpa ada hambatan.
Namun yang menjadi “Tiket VVIP” bagi 41 anggota DPRD Kota Malang ini untuk meringkuk di Penjara adalah uang Pokir dan uang sampah, sementara uang yang Rp5.5 milliar itu terungkap dalam persidangan pada saat Ketua DPRD Moch. Arif Wicaksono diadili. Namun hampir semua anggota DPRD Kota Malang itu tak mengakui telah menerima. Apakah karena “Fulus” itu sudah habis atau karena ada seseorang yang menyarankan agar tidak mengakui ?. JPU KPK telah mengetahuinya juga
Sementara nama anggota DPRD yang juga mantan Calon Wali Kota (Cawali) Kota Malang pada Pilkada Juni 2018 Ya’quban Ananda Gudban, dikatakan Heri Puji Utami selaku Ketua Fraksi PPP - Nasdem yang juga terdakwa dalam kasus yang sama namun perkara terpisah, dihadapan Majelis Hakim yang diketuai Cokorda Gede Arthana, pada Rabu, 12 September 2018.
Saat Hari Puji Utami mengatakan itu dihadapan Majelis Hakim dalah sebagai saksi untuk 12 dari 18 terdakwa anggota DPRD Kota Malang periode 2014 -12019 yang dibagi dalam 3 perkara masing-masing 6 terdakwa. Sementara 6 terdakwa lainnya disidangkan terpisah dengan agenda yang sama, yaitu mendengarkan keterangan saksi yang dihadirkan Tim JPU KPK Arif Suhermanto dkk
Sidang yang berlangsung diruang Sidang Cakra Pengadilan Tipikor Surabaya dengan Ketua Metua Majelis Hakim Cokorda Gede Arthana, digelar dalam 2 session. Session I, JPU KPK menghadirkan 3 orang saksi, yaitu Heri Pudji Utami (Ketua Fraksi PPP-Nasdem), Herry Subiantono (Ketua Fraksi Demokrat) dan Sukarno selaku Ketua Fraksi Golkar untuk 12 terdakwa (dua perkara kasus yang sama) yaitu 1. Terdakwa Sulik Lestyowati (Ketua Komisi A/Demokrat),; 2. Abd. Hakim (Ketua Komis B/PDIP),; 3. Bambang Sumarto (Ketua Komisi C/Golkar),; 4. Imam Fauzi (Ketua Komisi D/PKB),; 5. Syaiful Rusdi (Fraksi PAN),; 6. Tri Yudiani dari Fraksi PDIP (satu perkara),; 7. Terdakwa Sprapto (Ketua Fraksi PDIP,; 8. Sahrawi (Ketua Fraksi PKB),; 9. Mohan Katelu (Ketua Fraksi PAN),; 10. Slamet (Ketua Fraksi Gerindra),; 11. H.M. Zainuddin AS (Wakil Ketua/PKB) dan 12. Wiwik Hendri Astuti, Wakil Ketua/Partai Demokrat (satu perkara).
Pada session ke II, dengan saksi Sukarno untuk 6 terdakwa (1 perkara), yakni 1. Rahayu Sugiarti (Wakil Ketua/Partai Golkar),; 2. Ya’quban Ananda Gudban (Ketua Fraksi Hanura-PKS),; 3. Hery Subiantono (Ketua Fraksi Demokrat),; 4. Heri Pudji Utami (Ketua Fraksi PPP-Nasdem),; 5. Abdul Rahman (Fraksi PKB). dan 6. Sukarno selaku Ketua Fraksi Golkar (satu perkara).
Kepada Majelis Hakim, saksi Heri Pudji Utami menjelaskan, bahwa yang mengusulkan besaran uang Pokir (Pokok-pokok) pikiran yang diberikan pihak Pemkot Malang kepada DPED Kota Malang pada saat pembahasan Perubahan APBD Kota Malang TA 2015 adalah Ya’quban Ananda Gudban.
Menurut saksi, saat pertemuan Ketua DPRD bersama Ketua Komisi dan Ketua Fraksi, Moch. Arif Wicaksono selaku Ketua DPRD menyampaikan, agar anggota (DPRD) tidak peru memikirkan pekerjaan Pokir yang ada di Dinas PUPR, karena akan diganti berupa uang sebesar Rp10 juta untuk setiap anggota. Dan saat itu Ya’quban Ananda Gudban mengusulkan sebesar Rp12.5 juta per anggota yang kemudain disepakati.
"Ada pertemuan diruang Ketua DPRD dengan Wakil Ketua, Ketua Komisi dan Ketua Fraksi. Saat itu Pak Arif (Moch. Arif Wicaksono) menyampaikan agar anggota tidak peru memikirkan pekerjaan Pokir yang ada di Dinas PU karena akan diganti berupa uang sebesar Rp10 juta. Dan Ibu Nanda (Ya’quban Ananda Gudban) mengusulkan sebesar Rp12.5 juta per anggota. “Jangan Sepuluhlah ( 10 juta) Pak Ketua, kasihan anggota, Dua belas setengah aja (maksudnya Rp12.5 juta). Akhirnya diaetujui segitu," kata Heri PukinUtami menirukan.
Selain itu, ada pengakuan lain dari saksi, yaitu terkait uang pokir dan uang sampah yang diterima saksi Heri Puji Utami pada saat pembahasan Perubahan APBD berlangsung pada Juni 2015. Sedangkan uang 1 persen dari total jumlah anggaran APBD Kota Malang pada saat pembahasan November - Desember 2014 juga diaku telah diterima.
"Awalnya saya tidak mengakui karena ada tekanan. Tapi saya menerima. Kalau yang pembahasan APBD pada November - Desember 2014, saya menerima. Untuk Ketua 125 (125 juta rupiah) dan untuk anggota 100 (Rp100 juta). Saya terima secara bertahap,” kata saksi jujur.
Saat JPU KPK menanyakkan, apakah saksi mengetahui kalau anggota lainnya juga menerima. Saksi mengatakan hanya mendengar dari perkataan para anggota Dewan, namun tidak menyebutkan jumlah uang yang diterimanya.
“Hanya mendengar tapi saya tidak tau pasti jumlahnya. Teman-teman hanya mengatakan dapat rezeki,” kata saksi.
Pengakuan saksi Heri Puji Utami yang telah menerima duit “haram” itu, juga diakui 2 saksi yang juga terdakwa Herry Subiantono dan Sukarno. Pada hal sebelumnya, kedua saksi yang juga terdakwa ini semula tak mengakui.
Dalam session ke II, dengan saksi Abd Hakim. Si Hakim ini mengatakan kepada Majelis Hakim, kalau dirinya bersalah menerima duit itu, dan mendukung KPK untuk menyeret semua pihak-pihak yang terlibat dalam kasus ini agar diproses hukum sebagai pelajaran, agar penataan Kota Malang dapat lebih baik.
“Yang Mulia, saya salah menerima dan saya mendudukung KPK, supaya menyeret semua pihak-pihak yang terlibat, agar Kota Malang lebih baik lagi. Saya sudah mengembalikan sebahagian, dan saya akan mengembalikannya. Saya berusaha untuk mencari pinjaman,” kata Hakim sambil menangis meratapi nasibnya.
Saat Penasehat Hukum terdakwa Ya’quban Ananda Gudban menanyakkan saksi terkait uang Pokir, apakah diterima terdakwa. Si Hakim mengatakan tidak tau. Bahkam Si Hakim justru membela terdakwa Ya’quban Ananda Gudban. Menurut Hakim yang selama 8 tahun dalam 1 Komisi dengan terdakwa Ya’quban Ananda Gudban, selalu berbuat baik dan kritis.
“Beliau baik dan sangat perhatian. 8 tahun saya satu komisi dengan beliau,” kata si Hakim, dan seketika itu ekspresi terdakwa terlihat gembira.
Ketidak tauan saksi terkait terdakwa menerima duit “haram” itu atau tidak, bisa jadi memang. Karena antara saksi dan terdakwa beda Fraksi dan beda Patai Politik pengusung. Selain itu, tak satu pun para anggota Dewan yang terhormat itu saling bercerita kalau te;ah menerima uang yang dianggapnya rezeki, ternyata sebaliknya.
Namun saksi mengatakan dengan mengingat ucapan Ketua DPRD yang sama-sama berasal dari PDIP mengatakan, semua menerima, dan kalau tidak menerima pasti sudah ribu. Dan di Fraksi PDIP sendiri pun tak ada keributan. “Karena memang si Ribut juga menerima uang uang Pokir itu....”
Kejujuran itu sepertinya sulit didapatkan dari para anggota Dewan yang terhormat ini. Andai saja seluruh anggota DPRD Kota Malang periode 2014 - 2019 ini sejak KPK melakukan penyelidikan/penyidikan langsung mengakui dan mengembalikan uang “haram” itu, ceritanya mungkin lain. Namun setelah ditetapkan menjadi tersangka, barulah bersedia mengembalikannya ke KPK, itupun hanya beberapa terdakwaa saja.
Abdul Hakim |
Tak salah jika KPK menyeret dan memenjarakan seluruh anggota DPRD Kota Malang yang menerima uang “haram” itu, yang saat ini masih tersisa 3 orang dari 5 orang anggota Dewan yang masih duduk dikurisnya dan belum diminta pertanggungjawaban hukum, agar tdai ada merasa dianak Emaskan oleh lembaga anti rasuah ini, apalagi pihak Pemkot yang terlibat seperti Cipto Wiyono dan Teddy Sujadi Soemama. Belum lagi dalam pefrkara Korupsi suap Ketua DPRD Kota Malang Moch. Arif Wicaksono terkait Jambatan Kedungkandang Malang pada tahun 2015.
Usai persidangan, wartawan media ini pun mengklarifikai keterangan saksi terkait Ya’quban Ananda Gudban yang mengusulkna besaran uang Pokir, namun hal itu dibantahnya.
“Itu tidak benar. Bagiamana saksi tau sementara saksi terlbat datang. Jati itu tidak benar,” kata wanita cantik ini.
Sementara itu Abdul Hakim mengatakan, bahwa dirinya baru mengaetahuinya setelah di KPK. Dan Ia meminta agar semua diproses, agar generasi yang baru ini mempunyai pelajaran yang sangat kuat. Dan Kita harus bersama-sama mendukung program KPK
"Saya tadi sudah menyampaikan, saya tau saat di KPK. Intinya, mohon ini dihentikan. Anggota DPRD semua sudah ditahan, yang belum bersih-bersih mari bersihkan semua, agar generasi yang baru ini mempunyai pelajaran yang sangat kuat. Dan Kita harus bersama-sama mendukung program KPK, mau tidak mau kita harus mendukung. Intinya, ayo bersihkan semua supaya Kota Malang lebih baik," kata Abdul Hakim.
Terpisah. JPU KPK Arif Suhermanto mengatakan, bahwa ada fakta baru yang terungkap dari keterangan saksi. JPU KPK Arif menambahkan, semula saksi Hari Puji Utami tidak mengakui kelau dirinya juga menerima duit itu, namun hari ini saksi mengkuinya. Termasuk Herry Subantono dan Sukarno juga managkui.
“Ada fakata baru yang terungkap, yaitu pengakuan saksi Bu Peni (Hari Puji Utami) yang mengatakan bahwa yang mengusulkan besaran uang pokir itu adalah Nanda. Saksi juga mengaki meneriam. Semula kan saksi ini tidak mengakui. Bagitu juga saksi Harry Subiantono dan Sukarno juga mengakui,” kata JPU Arif.
Saat ditanya tersangka baru dalam kasus kasus ini, dimana Cipto Wiyono yang memerintahkan Teddy Sujadi Soemama untuk mengumpulkan uang Pokir sebesar Rp900 juta. Menurut JPU KPK Arif, tidak menutup kemungkinana ada pihak-pihak lain.
“Seperti pada dakwaan Moch. anton dan Mocch. Arif sudah kita jelaskan semua. Kita akan selalu upadate dan falidasi semua fakta,” kata JPU KPK Arif.
Kasus ini bermula pada tanggal 25 Juni 2015, bertempat di ruang rapat paripurna DPRD Kota Malang, dilakukan rapat paripurna pertama dengan agenda penyampaian sambutan Walikota Malang dalam pengantar konsep kesepakatan persamaan antara Pemkot Malang dengan DPRD Kota Malang tentang kebijakan umum anggaran dan prioritas plafon anggaran sementara (PPAS) P-APBD Tahun Anggaran 2015.
Pada tanggal 6 Juli 2015, sebelum dimulainya rapat paripurna dengan agenda penyampaian pendapat badan anggaran DPRD Kota Malang, dan pendapat Fraksi terhadap konsep kesepakatan bersama antara Pemkot Malang dengan DPRD Kota Malang, tentang kebijakan umum anggaran (KUA) dan PPAS P-APBD Tahun Anggaran 2015, dilakukan pertemuan antara Walikota Malang Moch. Anton, Wakil Wali Kota Malang Sutiadji bersama-sama dengan terdakwa Jarot Edy Sulistiyono dan Cipto Wiyono dengan Ketua DPRD Kota Malang Moch. Arif Wicaksono dan Ketua Fraksi PDIP DPRD Kota Malang Suprapto, bertempat di ruang kerja Ketua DPRD Kota Malang.
Pada pertemuan tersebut, Moch. Arif Wicaksono meminta Moch. Anton untuk memberikan uang imbalan dengan istilah uang “Pokir” anggota DPRD Kota Malang, agar pembahasan P-APBD Tahun Anggaran 2015 berjalan lancar dan tidak ada intrupsi atau halangan dari DPRD Kota Malang, sehingga dapat diberikan persetujuan P-APBD Tahun Anggaran 2015. Moch. Anton menyanggupinya Dengan mengatakan, nanti uang “pokir” akan disisipkan oleh Cipto dan Djarot.
Menindaklanjuti pertemuan tersebut, Cipto Wiyono meminta terdakwa agar stafnya yaitu Tedy Sujadi Sumarna yang menjabat Kepala Bidang (Kabid) PUPPB Kota Malang menemui Cipto Wiyono terkait dengan penyiapan uang untuk anggota DPRD Kota Malang, guna memperlancar persetujuan P-APBD Tahun Anggaran 2015.
Kemudian terdakwa memanggil Tedy sujadi Sumarna untuk menemui Cipto Wiyono di ruang Sekda Kota Malang. Tedy Sujadi Sumarna menghadap Cipto Wiyono dan mendapat perintah untuk meminta uang kepada para rekanan pemborong di Dinas PUPPB Kota Malang sebesar Rp 700 juta, untuk diberikan kepada Moch. Arif Wicaksono guna mendapatkan persetujuan P-APBD Tahun Anggaran 2015, dan Tedy Sujadi Sumarna menyanggupinya. Selanjutnya Tedy Sujadi Sumarna melaporkannya kepada terdakwa, dan terdakwa meminta Tedy Sejadi Sumarna segera melaksanakan perintah Cipto Wiyono untuk mengumpulkan uang yang dimaksud.
Pada tanggal 8 Juli 2015, bertempat di ruang rapat paripurna DPRD Kota Malang, dilakukan rapat paripurna dengan agenda penyampaian sambutan Walikota Malang dalam menghantar rencana perubahan daerah (Perda) Kota Malang tentang Perubahan APBD Tahun Anggaran 2015.
Pada tanggal 13 Juli 2015 pagi hari, bertempat di Kantor Dinas PUPPB Kota Malang, terdakwa menerima uang sebesar Rp 700 juta dari Tedy Sujadi Sumarna yang dikumpulkan dari para rekanan, dan kemudian terdakwa melaporkan hal tersebut kepada Cipto Wiyono.
Pada tanggal 14 Juli 2015 sekitar pukul 10.00 WIB, Moch.Arief Wicaksono menghubungi Cipto Wiyono, menanyakan kepastian ada tidaknya uang Pokir yang dimintanya untuk DPRD Kota Malang, yang kemudian dijawab, bahwa dananya sudah tersedia. Selanjutnya, sekitar pukul 12.00 WIB, Moch. Arif Wicaksono bersepakat dengan Cipto Wiyono melakukan penundaan agenda pengambilan keputusan DPRD, untuk persetujuan Raperda Kota Malang tentang perubahan APBD Tahun Anggaran 2015, dari tanggal 14 Juli 2015 menjadi tanggal 22 Juli 2015 atau 24 Juli 2015 dengan alasan, pengambilan keputusan terlalu cepat dan tidak wajar apabila pembahasan Raperda APBD Tahun Anggaran 2015 hanya satu minggu, walaupun Moch. Anton menghendaki persetujuan raperda APBD Tahun Anggaran 2015 dilakukan tanggal 14 Juli 2015 atau sebelum lebaran, karena jika pengambilan keputusannya dilakukan setelah lebaran, di khawatirkan DPRD Kota Malang berubah pikiran.
Pada tanggal 14 Juli 2015 sekitar pukul 13.00 WIB, Moch. Arief Wicaksono menghubungi Cipto Wiyono, meminta realisasi uang pokir untuk DPRD Kota Malang yang kemudian oleh Cipto Wiyono menyampaikan, bahwa uang akan segera diserahkan oleh terdakwa. Sekitar pukul 14.00 WIB, terdakwa menghubungi Moch. Arif Wicaksono dan menanyakan, ke mana penyerahan uang Pokir sebesar Rp700 juta. Atas arahan Moch. Arif Wicaksono, uang itu pun diantarkan terdakwa ke rumah dias Moch. Arif Wicaksono di Jalan Panji Suroso No 7, Kecamatan Blimbing Kota Malang, dengan terlebih dahulu memisahkan uang sebesar Rp 100 juta untuk bagian Moch. Arif Wicaksono selaku Ketu DPRD Kota Malang, dan sisanya sebesar Rp600 juta untuk bagian seluruh anggota DPRD Kota Malang di bungkus tersendiri.
Kemudian pada pukul 15.00 WIB, terdakwa meminta Tedy Sujadi Sumarna mengantarkan dan menyerahkan uang tersebut kepada Moch. Arif Wicaksono di rumah diasnnya dengan mengatakan, “ada titipan dari Pak Kadis” dan kemudian dibalas oleh Moch. Arif Wicaksono dengan ucapan terimaskasih. kepada terdakwa bahwa uang tersebut sudah diserahkan kepada Moch. Arif Wicaksono.
Setelah menerima uang dari terdakwa, Moch. Arief Wicaksono memberitahu Suprapto, bawa uang Pokirnya sudah diterima, dan meminta Suprapto untuk datang ke rumah dinasnya saat itu juga. Sebelum Suprapto dating, Moch. Arif Wicaksono terlebih dahulu mengambil uang bagiannya sebesar Rp 100 juta, sementara yang Rp600 juta tetap dalam kardus. Setelah Suprapto datang, Moch. Arif Wicaksono meminta Suprapto untuk menghubungi para Wakil Ketua dan Ketua Fraksi DPRD, agar datang ke rumah dinasnya. Para Wakil Ketua dan Ketua Fraksi DPRD Kota Malang yang datang, adalah Wiwik Hendri Astuti (Wakil Ketua DPRD), Rahayu Sugiarti (Wakil Ketua DPRD), Suprapto (Ketua Fraksi PDIP), Sahrawi (Ketua Fraksi PKB), Heri Sugiantono (Ketua Fraksi Partai Demokrat), Sukarno (Ketua Fraksi Golkar), Mohan Katelu (Ketua Fraksi PAN), Selamat (Ketua Fraksi Gerindra), Heri Pudji Utami (Ketua Fraksi PPP – Nasdem), Ya'qud Ananda Gudban (Ketua Fraksi Hanura – PKS) dan Tri Yudiani (Komisi D/Fraksi PDIP).
Selanjutnya, Moch. Arif Wicaksono membagikan uang sebesar Rp600 juta kepada para Wakil Ketua dan Ketua Fraksi DPRD untuk diberikan kepada seluruh anggota DPRD yang berjumlah 45 orang, yang masing-masing untuk Wakil Ketua DPRD dan Ketua Fraksi sebesar Rp 15 juta, dan untuk maing-masing anggota sebesar Rp12.500.000.
Pada tanggal 22 Juli 2015, dilaksanakan kegiatan penyampaian pendapat akhir Fraksi terhadap Raperda APBD Tahun Anggaran 2015, yang akhirnya menyetujui rancangan APBD tahun 2015 menjadi P-APBD tahun 2015 Kota Malang. Persetujuan tersebut dituangkan dalam keputusan DPRD Kota Malang Nomor 188./4/48/35.73.201/2015 tanggal 22 Juli 2015 tentang persetujuan penetapan Raperda Kota Malang, tentang perubahan APBD Tahun Anggaran 2015 menjadi Peraturan Daerah (Perda) Kota Malang tentang P-APBD Tahun Anggaran 2015 berjalan lancar.
Hasilnya, Kemudian diterbitkanlah Perda Kota Malang Nomor 6 tahun 2015 tentang perubahan APBD Tahun Anggaran 2015 pada tanggal 14 Agustus 2015.
Akibat dari perbuatan para anggota DPRD Kota Malang yang menjadi terdakwa dalam aksus ini, JPU KPK menjeranya dengan pasal 12 huruf a atau pasal 11 dan pasal 12 huruf B Undang-Undang Republik Indonesia (UU RI) No 31 Tahun 1999 yang dirubah dengan UU RI No 20 Tahun 2001 Tentang Tindak pidana Korupsi atas perubahan UU RI No 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi junckto pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHPidana, dengan ancaman hukuman pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun. (Rd1)
Posting Komentar
Tulias alamat email :