0
beritakorupsi.co - “Siapa yang tidak kenal Samanhudi (Muh. Samanhudi Anwar, Wali Kota Blitar.Red), Dia adalah mantan Preman”. kata Bambang Purnomo alias Totok kepada Majelis Hakim, pada Kamis, 20 September 2018.

Hal itu dikatakan Bambang Purnomo, saat dihadirkan menjadi saksi dalam persidangan dengan agenda mendengarkan keterangan saksi untuk terdakwa Susilo Prabowo alias Embun, dalam kasus Korupsi “Suap” terhadap 2 Kepala Daerah yaitu Bupati Tulungagung Syahri Mulyo, Wali Kota Blitar Muh. Samanhudi Anwar, dan Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Tulungagung Sutrisno oleh Susilo Prabowo alias Embun pemilik PT. Jala Bumi Megah yang tertangkap tangan KPK pada tanggal 6 Juni 2018.

Dalam persidangan yang berlangsung di ruang sidang Candra Pengadilan Tipikor Surabaya yang ketuai Hakim Agus Hmzah, Tim JPU KPK Dodi Soekmono, Abdul Basri, Mahardy Indra Putra, Nur Haris Arhadi, Agung Satrio Wibowo dan Mufi Nur Irawan menghadirkan 7 orang saksi, yaitu  1. Hendri Setiawan (Kepala BPKAD) Kabupaten Tulungagung,; 2. Hermansyah Permadi selaku Kepala Dinas PUPR Kota Blitar,; 3. Turka Mandoko, Kasi Sarana Prasarana Dinas Pendidikan Pemkot Blitar,; 4. Totok Robandio, Kabag Pembangunan dan Layanan Pengadaan Sekda Kota Blitar,; 5. Bambang Purnomo alias Totok, orang kepercayaan Muh. Samanhudi Anwar Wali Kota Blitar sebagai perantara duit,; 6. Setyawiratna, Staf Bapeda Pemkot Blitar, dan 7. Avhisah Firul Yusuf alias Bolang, Anggota Sat Pol PP selaku penjaga Rumah Dinas Wali Kota Blitar

Sekalipun pekerjaan Bambang Purnomo adalah seorang penjahit, namun Ia adalah orang dekat Samanhudi Anwar selaku orang Nomor 1 (Satu) di Kota Blitar. Selain itu saksi juga sangat kenal dengan terdakwa Susilo Prabowo.

Kepada Majelis Hakim, Bambang Purnomo yang juga tersangka dalam kasus ini mengatakan, siapa yang tidak kenal dengan Samanhudi karena dia adalah seorang mantan preman sebelum Ketua DPRD. Hal itu dikatakannya menjawap pertanyaan JPU KPK, yang menanyakkan apakah saksi kenal dengan Samanhudi Anwar Wali Kota Blitar.

“Apa Preman, Prei makan ?,” tanya Ketua Majelis Hakim

“Bukan Pak, Samanhudi memang mantan Preman, jadi saiapa yang nggak kenal dengan Samanhudi,” kata saksi.

Saat JPU KPK menanyakan, apakah terdakwa pernah ditelepon Walikota Blitar Samanhudi Anwar untuk menemui terdakwa. Saksi Bambang mengatakan, pernah pada sekitar tanggal 5 Juni 2018 sepulang dari Jakarta bersama terdakwa Susilo Prabowo

“Waktu itu sekitar tanggal 5 Juni 2018 sepulang dari Jakarta bersama Susilo. Sekitar jam 09.00 pagi, saya bangun dan melihat HP saya ada miscall, ternyata itu dari Samanhudi, kemudian saya telepon dan saya tanya, Kamu tadi telepon saya, ada apa?. Dia bilang enggak, Saya mau tanya Mbah ke mana, maksudnya Pak Susilo. Dia ingin ketemu dengan Pak Sus,” kata saksi

Menurut saksi, dirinya di telepon oleh Samanhudi Anwar karena terdakwa Susilo Prabowo saat dihubungi oleh Samanhudi namun tak ada jawaban.

“Katanya ingin ketemu aja  terus dia bilang, kalau jadi saya ajak ya, terus saya bilang ya nggak apa-apa,” kata saksi kemudian.
Terkait uang sebesar Rp1.5 milliar dari terdakwa untuk Wali Kota Blitar Samanhudi Anwar  melalui dirinya, tak disangkalnya. Menurut terdakwa, berpa jumlah uang yang dititipkan terdakwa untuk Wali Kota melalui dirinya, tak diketahuinya karena dibungkus dalam kardus. Saksi baru mengetahui jumlah uang sebear Rp1.5 milliar saat ditangkap KPK.

“Saya tidak tau jumlahnya berapa. Saya tau saat dibuka KPK di rumah Pak Sus. Waktu ditanya uang itu untuk siapa, saya jawab untuk Wali Kota,” kata saksi.

Namun karena keterangan saksi dalam persidangan dianggap tidak sesuai dengan BAP, JPU KPK pun membacakan isi keterangan saksi pada saat dipenyika KPK, yang mengatakan bahwa  Samanhudi Anwar menyampaikan terhadap Susilo Prabowo terkait proyek SMPN 3 Blitar, dengan mengatakan, saya butuh uang komplit. Dan oleh oleh Susilo Prabowo alias Embun menjawab, berapa totalnya. Kemudian oleh Muhammad Anwar menelepon Cholis selaku Kepala Dinas Kominfo yang menanyakan jumlah Pagu proyek SMPN 3 Kota Blitar. Kemudian menelepon Hermansyah Permadi Kepala Dinas PU Kota Blitar, dan Hermansyah mengatakan total 23 (23 milliar rupiah). Pak Samanhudi menelepon Sidik, Kepala Dinas Pendidikan dan menanyakkan anggaran, dan dijawab nggak itu keliru. Tepon yang dilakukan Samanhudi Anwar saat itu dispeaker sehingga saya dan Susilo Prabowo mendengar. Samanhudi Anwar menyampaikan terhadap Susilo, “betul ya 23 besok saya minta dulu ya yang 8 persen, sisanya terserah nanti untuk dibagi-bagi ke Kepala Dinas. Kemudian Susilo Prabowo mengatakan untuk yang tukar guling SPBU aja belum ditandatangani, dan dijawab Samanhudi ya besok saya tanda tangan. Samanhudi Anwar mengatakan kepada Susilo Prabowo bahwa uang yang yang besok supaya dititipkan ke Totok (maksudnya saksi Bambang Purnomo).

“Sekitar pukul 07.00 saya dan Susilo Prabowo pulang dari rumah Dinas Wali Kota. Dalam perjalanan, Pak Sus mengajak saya makan malam. Selama dalam perjalanan Susilo Prabowo bercerita tentang tukar guling SPBU kebun rakyat.  Pada saat itu Pak Sus mengatakan dia bingung kenapa sampai saat ini surat itu belum ditandatangani oleh Samanhudi, pada hal semua sudah beres,” kata saksi

Uang yang dititipkan Susilo Prabowo untuk Walikota Blitar Samanhudi Anwar melalui saksi, tidak langsung diserahkan. Karena atas permintaan terdakwa yang meh]gatakan kepada saksi, agar jangan diseraahkan dulu sebelum dihubungi.

“PaK Sus mengatakan jangan diantar dulu kalau tidak ditelepon. Saya tunggu sampai jam 04.00 tidak ada telepon. Kemudian sekitar jam 06.00 saya ditelepon Pak Sus agar uang itu saya antar lagi ke dia katanya karena ada KPK,”

Sementara dari keterangan saksi Hermansyah Permadi selaku Kepala Dinas PUPR Kota Blitar terungkap, bahwa proyek jalan di Kota Blitar hampir seluruhnya dikerjakan oleh terdakwa, karena perusahaan terdakwa dianggap salah satu terbear di Kota Blitar.

Namun proyek yang didaptkan oleh terdakwapun sengaja dibuat dengan cara licik dan kotor, karena Kepala Dinas PU ini membuat spesifikasi yang hanya menguntungkan perusahaan terdakwa.

“Kalau proyek jalan di Kota Blitar sebahagian dikerjakan oleh terdakwa. Penentuannya, saat kami menyusun spek, kami membuat persyaratan-persyaratan umum yang bisa memberi peluang kepada Pak Susilo untuk memenangkan proyek itu, karena Pak Susilo adalah kontraktor yang besar di Kota Blitar. Persyaratan itu adalah seperti peralatan teknis dan aspal, karena yang kami tahu hanya Pak Susilo yang punya. Misalnya Damp Track yang harus ukurannya sekian. Itu sudah berjalan sejak 2016 dan 2017. Kalau 2018 belum ada kegiatan,” kata saksi

Keterangan saksi ini terlihat seperti orang bingung dan ketakutan. Apakah karena takut akan dijadikan tersangka atau karena memang benar-benar bingung ?

Karena keterangan saksi Hermansyah Permadi terkesan berbelit-belit, JPU KPK pun menunjukkan buku catatan milik saksi yang disita oleh penyidik KPK kepada Majelis Hakim. Dalam buku tersebut ada catatan-catatan saksi terkait proyek-proyek yang diberikan terhadap terdakwa dengan membuat persyaratan umum untuk memberi peluang kepada terdakwa  memenangkan proyek yang dimasksud.

Ketua Majelis Hakim Agus Hamzah pun menanyakan terkait isi BAP saksi yang mengatakan, ada pengaturan proyek-proyek di Kota Blitar. Namun hal itu dibantah oleh sakis.

"Tidak Pak, kita punya satu forum. Itu ketika di awal diinformasikan kepada rekanan mengenai pekerjaan 2016 dan 2017, supaya mereka siap melakukan kegiatan sesuai prosedur yang berlaku, jadi PU  tidak melakukan pengaturan sendiri,” jawab saksi.

Saat ditanya terkait fee yang diberikan terdakwa kepada Wali Kota? Saksi ini mengatakan tidak tau, karena itu urusan terdakwa dengan Wali Kota. Saat JPU KPK kembali membacakan isi BAP saksi, saksi [un akhirnya mengakui.

“Wali Kota pernah mengatakan disalah satu forum terbuka yang mengatakan, kalau nanti ada Untung kemudian ingin berpartisipasi silahkan.  Acara di kantor PU, yang hadir itu kebanyakan  penyedia jasa.

Menurut saksi Hermansyah, para rekanan di Kota Blitar termasuk terdakwa sering membrikan bantuan berupa duit dalam acara ulang taahun Kota Blitar maupun saat Hari Kemerdekaan.

Saksi selaku Kepala Dinas PU Kota Blitar ini mengatakan, bahwa yang mengerjakan SMP Negeri 3 Blitar pada tahun 2017 adalah terdakwa. Namun terdakwa menatakan tidak tau berapa anggarannya karena tidak melihat domumen. 

Saat ketua majelis hakim menanyakan terkait fee yang diminta saksi terhadap terdakwa atas tanah urug gedung Stadion dan kesenian tahun 2018 agar diberikan terhadap saksi, dan jangan ke Wali Kota. 

"Maksud saya seperti ini Pak, kalau ada yang berpartisipasi supaya langsung diserahkan terhadap kami untuk mendukung kegiatan, namun apa yang diminta oleh saksi belum diberikan oleh terdakwa,” kata saksi.

Terkait dengan uang pinjaman sebesar 250 juta rupiah yang dipinjam oleh saksi terhadap terdakwa, menurut saksi bahwa uang itu dipergunakan untuk biaya pembebasan lahan. Alasannya, karena anggaran belum turun sehingga dan juga saran dari Walikota.

"Pemilik tanah waktu itu minta DP, sementara admistrasi kita saat itu masih dalam proses, masih lama itu juga atas petunjuk Walikota, sehingga saya berinisiatif untuk meminjam talangan pada Pak Susilo" kata saksi

Saksi selanjutnya adalah Turka Mandoko, Kasi Sarana Prasarana Dinas Pendidikan Pemkot Blitar sekaligus sebagai PPK pada proyek pekerjaan pembangunan SMP Negeri 3 Kota Blitar tahun 2017. Dari keterangan saksi ini terungkap, bahwa pembangunan gedung SMPN 3 Blitar tidak sesuai dengan spesifikasi serta terdapat beberapa Item yang tidak dikerjakan oleh terdakwa, namun pembayaran sudah dilakukan 100 persen. Alasan saksi untuk membayar adalah atas keterangan dari Konsultan dan PPHP (Panitia Hasil Pekerjaan).

“Ada temuan BPKP dan Insfektorat atas pekerjaan gedung SMPN 3 yang tidak sesuai dengan Spesifiks. sehinnga dalam rekomdasi Insfektorat maupun BPKP mengatakan, supaya mengembalikan kerugian negara sebesar Rp150 juta dan denda sebesar Rp94 juta. Alasan saya untuk membayar 100 persen atas keterangan Konsultan dan PPHP,” kata saksi.

Kasus ini bermula pada akhir tahun 2015, bersamaan dengan pembahasan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Tulungagung Tahun Anggaran (TA) 2016, Sutrisno atas perintah Syahri Mulyo, membuat pembagian proyek infrastuktur pada Dinas PUPR diberikan kepada beberapa penyedia barang/jasa  diantaranya ke terdakwa Susilo Prabowo dan Sony Sandra.

Pembagian proyek tersebut, kemudian diberikan oleh Sutrisno kepada terdakwa Susilo Prabowo alias Embun dan Sony Sandra. Dan sebagai kompensasi atas pembagian proyek itu, terdakwa bersedia untuk memberikan fee kepada Sutrisno dan Syahri Mukyo.

Pada saat pelelangan, terdakwa Susilo Prabowo dan Sony Sandra mengajukan penawaran terhadap proyek-proyek yang telah ditentukan oleh Sutrisno, sehingga tidak terjadi persaingan yang sehat, antara terdakwa dengan Sony Sandra, karena terdakwa tidak akan mengajukan penawaran terhadap pekerjaan yang telah diberikan kepada Sony Sandra, demikian pula sebaliknya.

Terdakwa Susilo Prabowo mengajukan penawaran terhadap proyek yang telah diberikan kepadanya, dengan menggunakan perusahaan miliknya, disertai dengan peserta pendamping yang juga merupakan perusahaan milik terdakwa sendiri. Oleh karena itu, pada pelelangan tahun anggaran 2016,  terdakwa mendapatkan 6 (enam) proyek infrastruktur jalan dan jembatan dengan total nilai kontrak kurang lebih sebesar Rp75.358.672.000 (tujuh puluh lima miliar tiga ratus lima puluh delapan juta enam ratus tujuh puluh dua ribu mpiah). Proyek tersebut yakni ;

1. Peningkatan jalan ruas jalan Sumberdadap-Apakbrondol, ruas jalan Apakbrondol-Plandirejo, ruas jalan Pucanglaban-Molang senilai Rp18.795.455.000 berdasarkan kontrak tanggal 01 Juli 2016 yang dilaksanakan oleh PT. Jala Bumi Megah,; 2. Peningkatan jalan ruas jalan Kidangan-Purworejo (lanjutan), ruas jalan Gambiran -  Penampihan, ruas jalan Gandong-Sanan, dan ruas jalan Pagerwojo-Bendungan senilai Rp18.298.273.000  berdasarkan kontrak tanggal 01 Juli 2016 yang dilaksanakan oleh PT. Tata Karunia Abadi. 

3. Kemudian peningkatan jalan (overlay) ruas jalan Srikaton-Kaliboto, ruas jalan Jelipicisan, ruas jalan Sanggrahan-Junjung, ruas jalan Gondang-Dukuh, ruas jalan Punqu-Picisan, jalan Oerip Soemoharjo, Jalan I Gusti Ngurah Rai Gg. 8, Pembangunan konstruksi hotmix kawasan Gor Lembu Peteng senilai Rp18.965.669.000 berdasarkan kontrak tanggal 04 Agustus 2016 yang dilaksanakan oleh PT. Jala Bumi Megah,; 4. Overlay Jl.Hasanudin III, Jl.Pahlawan I-II-III & V, JI. P. Sudirman IV, Jl. Dr. Wahidin Sudirohusodo-Ringin Pitu, Jl. M. Sujadi I, ruas Jl. Bangoan Selatan, Jl. Mastrip I, ruas Jl. Plosokandang-Tunggulsari senilai Rp8.046.963.000 berdasarkan kontrak tanggal 14 Oktober 2016 yang dilaksanakan oleh PT. Tata Karunia Abadi,

5. Proyek Overlay ruas jalan Karangrejo-Catut senilai Rp5.211.198.000 berdasarkan kontrak tanggal 14 Oktober 2016 yang dilaksanakan oleh PT. Jala Bumi Megah,; 6. Overlay ruas Jl. Tunggangri-Betak, Jl. Tawang-Pagersari, JI. Karangtalun-Tumpaknongko senilai Rp6.041.114.000 berdasarkan kontrak tanggal 14 Oktober 2016 yang dilaksanakan oleh PT. Tata Karunia Abadi.

Bahwa pembagian proyek yang dilakukan oleh Sutrisno dan Syahri Mulyo pada tahun 2016, dilanjutkan juga untuk tahun 2017 dan 2018 yang diberikan untuk terdakwa Susilo Prabowo dan Soni Sandra sebelum proses lelang dimulai. Begitu juga dengan terdakwa, yang mengikuti prosese lelang di Dinas PUPR Kabupaten Tulungagung tahun 2017 dan 2018, terlebihdahulu memberikan fee seperti tahun 2016. Dan terdakwa hanya mengajukan penawaran terhadap proyek pekerjaan yang didapatkannya dengan menggunakan beberapa perusahaan miliknya sebagai peserta lelang

Pada tahun anggaran 2017, terdakwa mendapatkan 9 (sembilan) proyek infrastruktur jalan dan jembatan, dengan nilai kontrak seluruhnya sebesar Rp40.393.643.000 (empat puluh miliar tiga ratus sembilan puluh tiga juta enam ratus empat puluh tiga ribu rupiah) dengan perincian sebagai berikut ; 

1. Peningkatan jalan ruas Jalan Cuwiri-Pagerwojo senilai Rp3.759.023.000  berdasarkan kontrak tanggal 07 Juni 2017 Yang dilaksanakan oleh PT. Jala Bumi Megah,; 2. Peningkatan jalan ruas Jalan Karangtalun-Ngubalan senilai Rp4.931.487.000 berdasarkan kontrak tanggal 07 Juni 2017 yang dilaksanakan oleh PT . Tata Karunia Abadi.

3. Peningkatan/pelebaran jalan ruas Jalan Pucanglaban-Molang senilai Rp3.364.903.000  berdasarkan kontrak tanggal 22 Maret 2017 yang dilaksanakan oleh PT. Jala Bumi Megah,; 4. Peningkatan jalan (hotmix) ruas Jalan Sambitan-Bono, ruas Jalan Besuki-Keboireng dan ruas Jalan Pakisrejo-Tumpakmergo senilai Rp6.089.714.000 berdasarkan kontrak tanggal 13 September 2017 yang dilaksanakan oleh PT. Tata Karunia Abadi.

5. Peningkatan jalan (hotmix) ruas Jalan Punjul-Picisan, ruas Jalan Gendingan-Boro, ruas Jalan Desa Sukowiyono dan ruas Jalan Jarakan Mojoarum senilai Rp4.773.500.000 berdasarkan kontrak tanggal 20 September 2017 yang dilaksanakan oleh PT. Tata Karunia Abadi - PT. Roro Gendhis (KSO),; 6. Peningkatan jalan (hotmix) ruas Jalan Desa Plandaan, ruas Jalan BagoPlosokandang, ruas Jalan Supriadi IV (Pasar Pring), ruas Jalan Yos Sudarso III (lap. Pasar Pahing) dan ruas Jalan Gebang-Sanan senilai Rp5.214.146.000 berdasarkan kontrak tanggal 13 September 2017 yang dilaksanakan oleh PT. Jala Bumi Megah,; 7. Peningkatan jalan (hotmix) ruas Jalan Desa Tapan, Desa Tunggulsari, dan Desa Bangoan senilai Rp2.992.349.000,00 berdasarkan kontrak tanggal 13 September 2017 yang dilaksanakan oleh PT. Jala Bumi Megah.
8. Peningkatan jalan (overlay) ruas Jalan KarangtaIun-Ngubalan(lanjutan), Jalan Desa Ketanon, ruas Jalan Bangoan-Tapan, dan Jalan Desa Ringinpitu senilai Rp4.820.168.000 berdasarkan kontrak tanggal 25 Oktober 2017 yang dilaksanakan oleh PT. Jala Bumi Megah,; 9. Pemeliharaan berkala jalan ruas Jalan Bandung-Besuki dan ruas Jalan Tanggunggunung-Tumpakmergo senilai Rp4.448.353.000,00 (empat miliar empat ratus empat puluh delapan juta tiga ratus lima puluh tiga ribu rupiah) berdasarkan kontrak tanggal 12 Juni 2017 yang dilaksanakan oleh PT. Tata Karunla Abadi.

Pada tahun anggaran 2018, terdakwa Susilo Prabowo mendapatkan 6 (enam) proyek Infrastruktur jalan dan jembatan dengan nilai kontrak seluruhnya Rp31.067.134.000,00 (tiga puluh satu miliar enam puluh tujuh juta seratus tiga puluh empat ribu rupiah) dengan perincian sebagai berikut:

1. Pelebaran jalan ruas Jalan Karangrejo-Sendang senllal Rp7.895.999.000 berdasarkan kontrak tanggal 23 Maret 2018 yang dilaksanakan oleh PT. Tata Karunla Abadi,; 2. Peningkatan jalan (overlay) ruas Jalan Pulosari-Sumberejo Kulon, ruas Jalan Plosokandang-Tanjungsari, ruas Jalan Serut-Kepuh, ruas Jalan Hasanudin-Kapten Kasihin, ruas Jalan Desa Plandaan dan ruas Jalan Desa Ketanon senilai Rp5.265.440.000,00 berdasarkan kontrak tanggal 23 Maret 2018 yang dilaksanakan oleh PT. Tata Karunia Abadi.

3. Peningkatan jalan (overlay) ruas Jalan Kedungsoko-Gondang, ruas Jalan Panglima Sudirman Gg. I dan II, ruas Jalan Basuki Rachmad Gg. I, ruas Jalan Desa Ringinpitu dan ruas Jalan Bulusarl senllai Rp4.271.026.000,00 berdasarkan kontrak tanggal 29 Maret 2018 yang dilaksanakan oleh PT. Jala Buml Megah,; 4. Peningkatan jalan (overlay) ruas Jalan Ngantru-Padangan senilai Rp4.767.800.000 berdasarkan kontrak tanggal 23 Mel 2018 yang dilaksanakan oleh PT. Jala Buml Megah.

5. Pelebaran jalan ruas Jalan Panjerejo-Selorejo senilai Rp3.936.866.000 berdasarkan kontrak tanggal 23 Mei 2018 yang dilaksanakan oleh PT. Tata Karunia Abadi; 6.  Peningkatan jalan (overlay) ruas Jalan Karangtalun-Tumpaknongko senilai Rp4.930.003.000 berdasarkan kontrak tanggal 23 Mei 2018 yang dibicarakan oleh PT. Jala Bumi Megah.

Sebagai kompensasi dari proyek-proyek tersebut, terdakwa Susilo Prabowo atas permintaan Sutrisno memberikan fee pada saat pembahasan anggaran diawal tahun, dengan rincian ; 

1. Pada tanggal 27 November 2015 sejumlah Rp500 juta,; 2. Pada tanggal 16 Desember 2015 sebesar Rp500 juta,; 3. Pada November 2016 sejumlah Rp2.250 milliar, yang diberikan secara bertahap sebanyak 4 (empat) kali,; 4. Dan pada tanggal 11 November 2016 sejumlah Rp1.700 milliar,; 5. Serta pada bulan Desember 2016 sejumlah Rp700 juta. Aatu sebesar Rp5.650 milliar sejak November 2015 hingga Desember 2016.

Selanjutya Sutrisno menyerahkan sebagian uang tersebut kepada Syahri Mulyo melalui Sukarji, selaku Kepala Bidang Bina Marga Dinas PUPR Kabupaten Tulungagung, dan Yamani selaku Kepala Sub Bagian Perencanaan Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kabupaten Tulungagung sebesar Rp500 juta pada setiap pembahasan anggaran tahun 2016 sampai dengan tahun 2018. Sehingga total duit “haram” yang diberikan ke Bupati Tulungagung Syahri Mulyo sebesar Rp1.5 milliar sejak tahun 2016 hingga 2018 atau setiap tahunnya sebesar Rp500 juta.

Duit “haram” sebesar Rp4.150 milliar lagi diberikan Sutrisno kepada anggota DPRD Kabupaten Tulungagung atas perintah Bupati Syahri Mulyo, guna memperlancar proses pembahasan anggaran APBD. Selain ke anggota DPRD, juga diberikan kepada Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), wartawan dan aparat penegak hukum (APH) guna mengamankan proyek-proyek yang sedang berjalan di Dinas PUPR Kabupaten Tulungagung, serta sebahagian lagi dipergunakan Sutrisno untuk kepentingan pribadinya.

Selain itu, pada bulan Januari 2018, Syahri Mulyo meminta sejumlah uang kepada Sutrisno untuk kepentingan operasional persiapan mengikuti Pilkada (Pemilihan Kepala Daerah)  Kabupaten  Tulungagung tahun 2018. Sutrisno pun memberikan uang sejumlah Rp1 milliar di Pendopo Tulungagung, yang bersumber dari terdakwa.
Pada sekira Bulan Maret-April 2018, Syahri Mulyo kembali memerintahkan Sutrisno untuk meminta uang sejumlah Rp4 milliar kepada terdakwa untuk biaya operasional kampanye Syahri Mulyo yang akan mengikuti Pilkada Tulungagung tahun 2018. Dan untuk memudahkan penerimaan uang, Syahri Mulyo memerintahkan Sutrisno untuk memperkenalkan terdakwa dengan Agung Prayitno yang merupakan orang dekat Syahri Mulyo.

Atas perintah Syahri Mulyo, pada tanggal 23 Mei 2018, Sutrisno menghubungi terdakwa sekaligus memperkenalkan Agung Prayitno kepada terdakwa. Dalam pertemuan tersebut, Agung Prayitno menyampaikan permintaan uang dari Syahri Mulyo untuk biaya  kampanye dalam Pilkada Tulungagung tahun 2018. Atas permintaan tersebut, Terdakwa menyatakan akan memberikannya pada hari Jumat tanggal 25 Mei 2018.

Pada tanggal 25 Mei 2018, terdakwa menghubungi dan memerintahkan Agung Prayitno untuk ke rumah terdakwa mengambil uang permintaan Syahri Mulyo. Sesampainya Agung Prayitno di rumah terdakwa di Blitar, terdakwa memberikan uang kepada Agung Prayitno sejumlah Rp500 juta. Uang tersebut kemudian diberikan oleh Agung Prayitno kepada Syahri Mulyo di rumahnya

Pada tanggal 30 Mei 2018, terdakwa kembali menghubungi dan memerintahkan Agung Prayitno guna mengambil uang permintaan Syahri Mulyo di rumah Terdakwa. Sesampainya Agung Prayitno dirumah terdakwa di Blitar, terdakwa memberikan uang sejumlah Rp1 miliar. Uang tersebut selanjutnya diserahkan oleh Agung Prayitno kepada Syahri Mulyo dirumahnya.

Pada tanggal 31 Mei 2018, terdakwa dihubungi oleh Agung Sutrisno dan diminta agar memberikan uang kepada Syahri Mulyo tidak secara bertahap karena Syahri Mulyo sedang membutuhkan banyak uang untuk Pilkada. Menanggapi permintaan tersebut, terdakwa menyampaikan, bahwa dirinya kesulitan menarik uang dari bank dalam jumlah besar karena  diawasi oleh otoritas Jasa Keuangan (OJK). Namun terdakwa tetap akan memberikan uang tersebut dengan keterangan transaksi (underlyng transaction) yang disamarkan ketika penarikan uang dari bank.

Pada tanggal 6 Juni 2018, terdakwa dihubungi oleh Agung Sutrisno untuk mengambil uang permintaan Syahri Mulyo. Atas penyampaian Agung Sutrisno, terdakwa mengarahkan agar Agung Sutrisno datang ke rumah terdakwa pada sore hari, dan menitipkan uang sejumlah Rp1  miliar kepada Andriani yang merupakan istri terdakwa, untuk diberikan kepada Agung Sutrisno.

Sesampainya dirumah terdakwa, Agung Sutrisno menghubungi terdakwa dan memberitahukan bahwa dirinya sudah di rumah terdakwa, yang kemudian dijawab oleh terdakwa bahwa uangnya sudah dititipkan pada istrinya (terdakwa). Selanjutnya Andrinani  memberikan uang  sebesar Rp1  miliar tersebut kepada Agung Sutrisno.

Selain memberikan “Embun” alias duit kepada Syahri Mulyo, terdakwa Susilo Prabowo alias Embun, juga memberikan “Fulus” terhadap Wali Kota Blitar Muh. Samanhudi Anwar, yakni ;

Pada awal tahun 2016, Hermansyah Permadi selaku Kepala Dinas PUPR Kota Blitar membuat daftar proyek yang akan dikerjakan oleh Dinas PUPR yang kemudian diserahkan kepada Wali Kota Muh. Samanhudi Anwar. Selanjutnya Muh. Samanhudi Anwar membuat pembagian atau pengalokasian proyek-proyek tersebut kepada beberapa penyedia barang/jasa diantaranya  terdakwa Susilo Prabowo alias Embun. Pembagian atau pengalokasian proyek tersebut kemudian diberitahukan kepada terdakwa dan memberikan pengarahan kepada Hemansyah Permadi terkait proyek yang akan diberikannya terhadap terdakwa dan penyedia barang/jasa lainnya.

Arahan tersebut kemudian ditindaklanti oleh Hemansyah Permadi dengan memberikan tanda pada daftar proyek yang akan dikerjakan oleh terdakwa. Selain itu, Hemansyah Permadi juga mengundang beberapa penyedia barang/jasa diantaranya terdakwa, Henryn Mulat, Sukamto, Sukarso dan perwakilan Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (Gapensi).

Dalam pertemuan itu, Hemansyah Permadi membagi proyek-provek yang di Dinas PUPR kepada beberapa penyedia barang/jasa termasuk sendiri. Sehingga pengaturan pemenang lelang tidak perlu melalui Unit Layanan Pengadaan (ULP), karena masing-masing penyedia barang/jasa hanya akan mengajukan penawaran terhadap proyek sesuai jatah masing-masing, sebaliknya para  para penyedia barang/jasa tidak akan melakukan penawaran terhadap proyek yang telah diberikan kepada penyedia balang/jasa lainnya.

Pada saat pelelangan, terdakwa mengajukan penawaran terhadap proyek-proyek yang telah ditentukan oleh Muh. Samanhudi Anwar dan Hermansyah Permadi, sehingga tidak terjadi persaingan yang sehat karena terdakwa tidak akan mengajukan penawaran terhadap   pekerjaan yang telah diberikan kepada penyedia barang/jasa lainnya.

Terdakwa mengajukan penawaran terhadap proyek yang telah diberikan  kepadanya dengan menggunakan perusahaan miliknya disertai dengan peserta pendamping yang juga merupakan perusahaan milik terdakwa sendiri.

Pada awal tahun 2018, Muh. Samanhudi Anwar kembali melakukan pembagian atau pengalokasian proyek kepada terdakwa sebagaimana yang telah dilakukan pada tahun anggaran 2016 dan 2017. Proyek yang dialokasikan kepada terdakwa adalah proyek pembangunan fasilitas pendukung Stadion Supriyadi Blitar senilai Rp796.078.767,33 (tujuh ratus sembilan puluh enam juta tujuh puluh delapan ribu tujuh ratus enam puluh tujuh rupiah tiga puluh tiga sen) dan proyek pembangunan SMP Negeri 3 Blitar Tahap 2 tahun anggaran 2018.

Guna memastikan bahwa terdakwa mendapatkan proyek-proyek tersebut, pada tanggal 5 Juni 2018, terdakwa melakukan pertemuan dengan Muh. Samanhudi Anwar dan Bambang Purnomo alias Totok, yang merupakan orang kepercayaan Muh. Samanhudi Anwar di rumah dinas Walikota Blitar.

Dalam pertemuan itu, Muh. Samanhudi Anwar menunjuk terdakwa sebagai penyedia barang/jasa yang akan melaksanakan proyek Pembangunan SMP Negeri 3 Blitar Tahap 2, pada tahun anggaran 2018. Guna meyakinkan terdakwa, selanjutnya Muh. Samanhudi Anwar menghubungi Moch. Aminurcholis selaku Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika, dan Mohammad Sidik selaku Kepala Dinas Pendidikan, menanyakan mengenai ketersediaan dan jumlah anggaran untuk pembangunan SMP Negeri 3 Blitar Tahap 2 tahun anggaran 2018.

Atas pertanyaan Muh. Samanhudi Anwar, selanjutnya Mohammad Sidik menginformasikan bahwa anggaran pembangunan SMP Negeri 3 Blitar menyerahkan uang sejumlah Rp1.5 milliar   kepada Muh. Samanhudi Anwar.

Setibanya di rumah Bambang Purnomo alias Totok, terdakwa langsung memberikan uang tersebut kepada Bambang Purnomo alias Totok. Dan guna menghindari perbuatannya dipantau oleh aparat penegak hukum, terdakwa menyampaikan kepada Bambang Purnomom alias Totok,  agar tidak menghubungi Muh. Samanhudi Anwar dengan menggunakan sarana telepon atau Hand Phone.

Pemberian uang oleh terdakwa, karena Syahri Mulyo, Sutrisno dan Muh. Samanhudi Anwar telah memberikan beberapa proyek kepada terdakwa. Dan hal itu bertentangan dengan kewajiban Syahri Mulyo, Sutrisno dan Muh. Samanhud Anwar sebagaimana diatur dalam Pasal 5 angka 4 dan 6 UndangUndang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme; Pasal 23 huruf a, d, e dan f UndangUndang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur $le Negara dan Pasal 67 huruf e Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah mubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentEng Pembahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

Serta perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 5 ayat (1) huruf b (atau pasal 13) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang' Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Terkait keterlibatan beberapa pihak dalam kasus ini, menurut JPU KPK akan mempelajarinya sesuai fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan yang sedang bergulir. (Rd1)

Posting Komentar

Tulias alamat email :

 
Top