0
Terdakwa Mas'ud Yunus
#JPU KPK : Semua anggota DPRD Kota Mojokerto menerima, tersangka atau tidak tergantung Pimpinan#

beritakorupsi.co - Selasa, 18 September 2018, Terdakwa Mas’ud Yunus adalah Wali Kota Mojkerto periode 2013 - 2018 dituntut pidana penjara selama 4 (Empat) tahun dan pidana tambahan berupa pencabutan hak politik selam 4 tahun oleh JPU KPK, dalam kasus Korupsi suap DPRD Kota Mojokerto dalam pembahasan Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA PPAS) Tahun Anggaran (TA)  2017, Pembahasan APBD TA 2017, pembahasan APBD Perubahan TA 2017 maupun APBD TA 2018.

Kasus yang menyeret terdakwa Mas’ud Yunus selaku Wali Kota Mojokerto ini, bermula saat KPK melakukan Tangkap Tangan terhadap Wiwiet Febriyanto selaku Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kota Mojokerto, bersama Purnomo (Ketua DPRD Kota Mojokerto), Umar Faruq (Wakil Ketua Kota Mojokerto) dan Abdullah Fanani (Wakil Ketua Kota Mojokerto), pada Sabtu, 16 Juni 2017 tahun lalu (Keempatnya sudah divonis pidana penjara)

Wiwiet Febriyanto, Purnomo, Umar Faruq dan Abdullah Fanani Tertangkap Tangan KPK karena diketahui Wiwiet Febriyanto meberikan uang suap terhadap 3 pimpinan Dewan yang terhormat di Kota Mojokerto, yang bersumber dari persentase atas  pelaksanaan anggaran di Dinas PUPR pada program pembangunan infrastruktur pedesaan dengan nama kegiatan penataan lingkungan pemukiman penduduk pedesaan (Penling), dan program jaring aspirasi masyarakat atau (Jasmas) sejumlah Rp26 millyar, serta tambahan komitmen fee besarnya Rp65 juta untuk masing-masing anggota, Rp70 juta untuk Wakil Ketua dan Rp80 juta untuk Ketua DPRD Kota Mojokerto per  tahun, dengan realisasi per triwulan agar para Dewan yang terhormat itu memperlancar pembahasan Perubahan APBD Kota Mojokerto TA 2017 maupun APBD TA 2018.

Kasus Korupsi Pembahasan APBD antara eksekutif (Pemerintah) dan Legislatif (DPR/D) yang mengatasnamakan demi masyarakat dan pembangunan daerah sepertinya hanyalah suatu pembodohan rakyat untuk menutupi “kebobrokan”, sebab dijadikan sebagai penambah penghasilan para dewan yang terhormat.
Anehnya, penegakan hukum yang dilakukan oleh APH (aparat penegak hukum) terkadang dianggap tebang pilih. Yang lebih anehnya lagi, para pelau Korupsi yang dianggap sebagai suatu kejahatan yang luar biasan karena merugikan keuangan negara serta merusak perekonomian, banyak yang tak tersentuh hukum, yang justru pelanggaran hukum lainnya seperti pengendara lalulintas yang tidak membayar pajak tahunan yang diatur dalam Perda (Peraturan Daerah), justru dianggap lebih berbahaya sehingga dapat dipidana maupun ditilang oleh Kepolisian.

Sementara kasus yang menyeret Wali Kota Mojokerto Mas’ud Yunus, Kepala Dinas PUPR dan 3 Ketua DPRD Kota Mojokerto periode 2014 - 2019 tak jauh beda dengan kasus yang menyeret Wali Kota Malang Moch. Anton, Kepala Dinas PUPR Kota Malang Jaorot Edy Sulistyono dan Ketua DPRD Kota Malang Moch. Arif Wicaksono termasuk 40 anggota DPRD Kota Malang yang sudah ditetapkan menjadi tersangka/terdakwa (18 proses persidangan, dan 22 masih menunggu pelimpahan dari JPU ke Pengadila Tipikor Surabaya) karena semua anggota DPRD Kota Malang menerima uang suap dalam pembahasan APBD Kota Malang TA 2017 dan pembahasan Perubahan APBD TA 2017.

Dan bisa jadi, kasus yang menyeret 41 dari 46 anggota DPRD Kota Malang periode 2014 - 2019,  akan “menular” ke DPRD Kota Mojokerto. Sebab, dalam dakwaan maupun tuntutan JPU KPK menyebutkan, bahwa semua anggota DPRD Kota Mojokerto meneriam uang “haram” tersebut. Ketegasan lembaga anti rasuah ini pun kemali ditunggu-tunggu oleh masyarakat dalam penegakan hukum bagi pelaku Korupsi di Jawa Timur Khususnya di DPRD Kota Mojokerto yang disebutkan menerima uang “suap”.

Sebanyak 25 orang anggota DPRD Kota Mojokerto periode 2014 - 2019 terdiri dari 8 Partai Politik  termasuk 1 Ketua dan 2 Wakil Ketua yang sudah divonis terlebih dahulu, yaitu ; 1. PDIP (6 orang) : Purnomo (Ketua DPRD sudah divonis 4 tahun penjara), Yunus Supryitno, Febriana Meldyawati, Suliat, Gusti Patmawati, Darwanto,; 2. PKB (3 orang) : Abdullah Fanani (Wakil Ketua DPRD sudah divonis 4 tahun penjara), Junaedi Malik,  Choiroiyaro,; 3. PAN (4 orang) : Umar Faru (Wakil Ketua DPRD sudah divonis 4 tahun penjara), Yuli Veronica Maschur, Suyono, Aris Satrio Budi,; 4. DEMOKRAT (2 orang) : Deny Novianto, Udji Pramono,; 5. PKS (2 orang) : M. Cholid Firdaus Wajdi, Odiek Prayitno,; 6. PPP (2 orang) : Riha Mustafa, M. Gunawan,; 7. GOLKAR (3 orang) : Soni Basuki Rahardjo, Ardyah Santy, Anang Wahyudi,; 8. GERINDRA (3 orang) : Dwi Edwin Endra Praja,  Moch. Harun dan Ita Primaria Lestari,
pembahasan Perubahan APBD Kota Mojokerto TA 2017
Sementara dalam surat tuntutan Tim JPU (Jaksa Penuntut Umum) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Budi Nugraha, Iskandar Marwanto, Muhammad Riduwan, Ari karniasari,   Tito Jaelani dan Tri Anggoro Mukti menyatakan, bahwa terdakwa Mas’ud Yunus terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah menurut hukum melakukan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diancam dalam pasal 5 ayat (1) huruf a Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto 55 ayat ( 1) ke-1 KUH Pidana juncto Pasal 64 ayat (1) KUH Pidana

Surat tuntutan untuk terdakwa Mas’ud Yunus dibacakan oleh JPU KPK diruang sidang Cakra Pengadilan Tipikor Surabaya yang dipimpin Majelis Hakim Dede Suryaman dengan dibantu Paniytra Pengganti (PP) H. Tamjiz, sementara terdakwa didampingi Penasehat Hukum (PH)-nya Mahfud., SH., MH.

JPU KPK menyatakan, sehubungan dengan kedudukan terdakwa pada saat melakukan tindak pidana korupsi adalah sebagai Walikota Mojokerto periode Tahun 2013 - 2018 yang dipilih langsung oleh rakyat di daerah pemilihan Kota Mojokerto, sudah barang tentu memiliki harapan besar agar terdakwa secara politis dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan menjaga kepercayaan masyarakat di wilayah Kota Mojokerto tersebut.

Demikian juga dalam menjalankan amanah rakyat, terdakwa sebagai Walikota Mojokerto merupakan jabatan strategis, karena merupakan puncak kekuasaaan eksekutif di Kota Mojokerto terutama dalam mensukseskan agenda-agenda pembangunan di Kota Mojokerto yang diharapkan dapat menerapkan prinsip-prinsip good governance. Namun demikian, perbuatan terdakwa sudah barang tentu menciderai kepercayaan publik yang diberikan kepadanya, dan pada saat yang bersamaan semakin memperbesar “public distrust” kepada Penyelenggara Negara.

Sehubungan dengan hal-hal tersebut, untuk menghindarkan Pimpinan Daerah dari kemungkinan dijabat oleh orang yang pernah dijatuhi hukuman akibat melakukan tindak pidana korupsi, maka terhadap terdakwa dapat dijatuhi pidana tambahan berupa pencabutan hak-hak tertentu dalam hal ini pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik.

“Dari rangkaian fakta-fakta yang terungkap di persidangan, kami berpendapat tidak ditemukan adanya alasan yang membenarkan perbuatan Terdakwa (alasan pembenar), baik karena alasan undangundang ataupun hal-hal di luar undang-undang. Dengan demikian tidak terdapat alasan yang menghapus perbuatan atau tindak pidana yang dilakukan oleh Terdakwa, sehingga kami Penuntut Umum berkesimpulan bahwa syarat-syarat obyektif pemidanaan sebagaimana dimaksud dalam unsur-unsur pasal dalam Dakwaan Pertama sebagaimana didakwakan kepada terdakwa Mas’ud Yunus telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum,” kata JPU KPK.

 JPU KPK menyatakan, adanya kesengajaan dari terdakwa bersama-sama dengan Wiwiet Febriyanto melakukan perbuatan memberi sesuatu yaitu berupa uang secara bertahap sebesar  Rp1.455.000.000 (satu miliar empat ratus lima puluh lima juta rupiah), uang sejumlah Rp573.000.000 (lima ratus tujuh puluh tiga juta rupiah), uang senilai Rp150.000.000 (seratus lima puluh juta rupiah) dan uang sebanyak Rp300.000.000 (tiga ratus juta rupiah).
Terdakwa mengetahui, bahwa perbuatannya memberikan uang tersebut adalah terkait untuk memperlancar pembahasan KUA PPAS TA 2017, pembahasan APBD TA 2017, pembahasan APBD Perubahan TA 2017, maupun APBD TA 2018. Bahwa rangkaian perbuatan terdakwa diatas adalah merupakan perbuatan yang dilakukan dengan sengaja dan tercela.

JPU KPK menyatakan, bahwa terdakwa Mas’ud Yunus sejak pembahasan RAPBD TA 2016,  telah menyepakati adanya pemberian tambahan penghasilan bagi Pimpinan dan anggota DPRD Kota Mojokerto untuk memperlancar pembahasan APBD TA 2016 dan menyetujui laporan pelaksanaan APBD TA 2016. Terdakwa Mas’ud Yunus merealisasikan pemberian tambahan penghasilan untuk pimpinan dan anggota DPRD kota Mojokerto tersebut, dari bulan November 2015, Maret 2016, Juli 2016, November 2016 dan Desember 2016 hingga mencapai jumlah keseluruhan Rp1.465.000.000 (Satu milliar Empat ratus Enam puluh Lima juta rupiah)

Terdakwa Mas’ud Yunus telah merealisasikan tambahan penghasilan untuk pimpinan dan anggota DPRD Kota Mojokerto tersebut, juga mengetahui adanya pemberian Fee berupa uang dari kegiatan jaring aspirasi masyarakat (JASMAS) dari anggaran di Dinas PUPR pada program pembangunan infrastruktur pedesaan dengan nama kegiatan penataan lingkungan pemukiman penduduk pedesaan (PENLING) tahun 2016 oleh Wiwiet Febriyanto selaku Kepala Dinas PUPR kepada pimpinan dan anggota DPRD Kota Mojokerto secara bertahap, yakni sejak bulan April 2016, Agustus 2016, September 2016 dan Desember 2016 hingga mencapai keseluruhan Rp573 juta

Pada bulan Desember 2016, Terdakwa Mas’ud Yunus bertemu dengan Purnomo, Abdullah Fanani dan Umar Faruq di rumah dinas Wali Kota. Dalam pertemuan itu, Tiga pimpinan DPRD Kota Mojokerto menanyakan kepada terdakwa tentang kepastian diberikan-nya tambahan penghasilan untuk pimpinan dan anggota DPRD Kota Mojokerto tahun 2017 sejumlah Rp65 juta per tahun, kenaikan tunjangan perumahan serta kepastian diberikan-nya komitmen fee dari kegiatan Jasmas tahun 2017, supaya anggota DPRD Kota Mojokerto tidak mempergunakan fungsi pengawasan dan fungsi penganggaran yang dimilikinya, agar dapat mempercepat pembahasan Perubahan APBD tahun 2017.

Terdakwa Mas’ud Yunus kemudian menyanggupi akan memberikan tambahan penghasilan kepada 22  orang anggota DPRD masing-masing sebesar Rp65 juta, Wakil Ketua masing-masing sebesar Rp70 juta dan Ketua sebesar Rp80 juta per tahun, yang akan diberikan setiap triwulan pada tahun berjalan. Sedangkan berkenan dengan komitmen fee untuk kegiatan Jasmas tahun 2017, terdakwa pada awalnya menjanjikan 4 persen dari nilai kegiatan Jasmas. Namun untuk memastikannya, terdakwa selanjutnya memanggil Wiwiet Febryanto, yang kemudian di sepakati akan memberikan komitmen fee kegiatan Jasmas senilai 7 - 8 persen dari nilai anggaran Rp26 miliar.

“Pada bulan Februari 2017, bertempat di apartemen Kelapa Gading Jakarta Utara, pada saat kegiatan PDIP, terdakwa Mas’ud Yunus bertemu dengan Purnomo. Dalam pertemuan itu,  membicarakan perihal kepastian realisasi pemberian tambahan penghasilan yang akan diberikan kepada anggota DPRD Kota Mojokerto, pada saat itu menyetujui permintaan Purnomo. Namun tidak bisa segera memberikan dan meminta anggota DPRD untuk untuk “tiarap” terlebih dahulu,” ucap JPU KPK
JPU KPK menyatakan, terdakwa Mas’ud Yunus dan Wiwiet Febriyanto sampai dengan bulan Mei 2017 belum merealisasikan janji pemberian tambahan penghasilan sebesar Rp65 juta per tahun maupun komitmen fee 7 - 8% dari kegiatan Jasmas tahun 2017 kepada DPRD Kota Mojokerto. Pada hal Terdakwa Mas’ud Yunus dan Wiwiet Febryanto mengetahui adanya permasalahan berkenaan dengan APBD TA 2017, yaitu; a. Adanya penundaan sebagian kegiatan di Dinas PUPR TA 2017 pada kegiatan Penling sebesar Rp13 miliar. Hal ini mengakibatkan berkurangnya anggaran kegiatan Penling dari sejumlah Rp38.568 milliar menjadi Rp25.568 juta yang berpotensi pada berkurangnya jatah kegiatan Jasmas anggota DPRD Kota Mojokerto.

Selain itu, adanya kekeliruan penganggaran pembangunan gedung Politeknik Elektronika Negeri Surabaya (PENS) di Mojokerto yang telah dianggarkan dalam anggaran dinas PUPR Tahun TA 2017 sebesar sebesar Rp13.0096.913.000 karena dicantumkan dalam mata anggaran belanja modal. Pada hal supaya gedung PENS dapat dihibahkan, seharusnya penganggarannya dicantumkan dalam mata anggaran belanja barang dan jasa

Dengan adanya permasalahan tersebut serta belum direalisasikannya janji pemberian tambahan penghasilan dan fee kegiatan Jasmas tahun 2017, Terdakwa Mas’ud Yunus yang menginginkan agar pimpinan dan anggota DPRD Kota Mojokerto tidak mempergunakan fungsi pengawasan dan penganggaran yang dimilikinya, yang dapat menghambat pelaksanaan APBD Dinas PUPR maupun menghambat pembahasan Perubahan APBD TA 2017 serta APBD TA 2018.

“Pada hari Selasa, tanggal 5 Juni 2017 bertempat di rumah dinas Walikota, pada saat Purnomo, Abdulah Fanani dan Umar Faruq menanyakan kepastian realisasi tambahan penghasilan sebesar Rp65 juta per tahun maupun komitmen fee kegiatan Jasmas tahun 2017, terdakwa kemudian menyanggupinya. Pada pertemuan tersebut, Terdakwa Mas’ud Yunus memanggil Wiwiet Febriyanto untuk merealisasikan janji pemberian uang komitmen fee kegiatan Jasmas, dan triwulan serta meminta Wiwiet Febriyanto untuk membicarakan hal itu dengan pimpinan DPRD,” kata JPU KPK

Menindaklanjuti arahan Terdakwa Mas’ud Yunus, pada keesokan harinya Wiwiet Febriyanto datang menemui Purnomo dan Abdullah Fanani di kantor DPRD untuk membicarakan mengenai rencana realisasi uang tambahan penghasilan yang akan diberikan per triwulan, serta uang komitmen fee kegiatan Jasms, Purnomo dan Abdullah Fanani meminta agar Wiwiet Febriyanto segera merealisasikan tambahan penghasilan untuk 2 triwulan pertama, yakni sejumlah Rp790 juta dan meminta diberikan terlebih dahulu komitmen fee kegiatan Jasmas sejumlah Rp500 juta menjelang hari raya Idul Fitri. Atas permintaan tersebut, wiwiet Febriyanto menyanggupi akan memberikan terlebih dahulu komitmen fee kegiatan jasma sejumlah Rp500 juta.

“Wiwiet Febriyanto kemudian meminta uang kepada Irfan Dwi Cahyanto alias Ipang selaku Direktur CV Bintang Persada, dan Dodi Setiawan selaku Direktur Operasional PT. Indo Jaya Sejahtera yang merupakan rekanan di Dinas PUPR, akan dikompensasikan dengan pekerjaan yang akan dianggarkan pada APBD Perubahan tahun 2017,” kata JPU KPK mengungkapkan

“Pada dini hari tanggal 10 Juni 2017, kemudian bertempat di parkiran KFC Jalan Adityawarman depan Surabaya Town Square, Wiwiet Febriyanto menerima penyerahan uang dari Irfan Dwi Cahyanto alias Ipang dan Dodi Setiawan sebesar Rp380 juta. Kemudian sekitar pukul 10.00 WIB, bertempat di parkiran Restoran Mc Donald Jalan Panjang Kelurahan Sidoarjo, menyerahkan uang sejumlah Rp150 juta kepada Purnomo sebagai realisasi komitmen fee, dan kegiatan dengan mengatakan, bahwa sisanya sejumlah Rp350 juta akan diberikan oleh Wiwiet Febriyanto pada pertengahan Juni 2017,” ungkap JPU KPK lagi

JPU KPK Membeberkan Cara Pembagian Uang Oleh Ketua DPRD Kepada Anggotanya
JPU KPK membeberkan, setelah menerima uang sejumlah Rp150 juta dari Wiwiet Fenriyanto, kemudian Purnomo membagi-bagikan uang tersebut kepada 22 anggota DPRD Kota Mojokerto masing-masing sejumlah Rp5 juta. Umar Faruq dan Abdullah Fanani masing-masing selaku Wakil Ketua DPRD sebear Rp12 juta, serta Purnomo selaku Ketua DPRD sebesar Rp15 juta yang dilakukan dengan cara;

1. Pada tanggal 10 Juni 2017, sekitar pukul 12.00, di alun-alun Kota Mojokerto, Purnomo memberikan uang Rp 57.500.000 kepada Umar faroq, selanjutnya Umar Faruq menyerahkan uang tersebut kepada Gunawan sejumlah Rp30 juta untuk dibagikan kepada 6 anggota Fraksi gabungan masing-masing Rp 5 juta, yakni Deny Novianto, (Partai Demokrat), Udji Pramono (Partai Demokrat), M. Cholid Firdaus Wajdi (PKS), Odiek Prayitno (PKS), Riha Mustafa (PPP) dan M. Gunawan (PPP). Selain itu, Umar Faruq juga memberitahukan kepada masing-masing anggota Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN), yakni Yuli Veronica Maschur, Suyono, Aris Satrio Budi, bahwa masing-masing mendapat bagian uang Rp5 juta yang disepakati dipergunakan untuk membeli parcel.

2. Sekitar pukul 17.30 WIB, Purnomo menemui Abdulah Fanani  di  rumahnya di Jalan Surodinawan Mojokerto dan menyerahkan uang sebesar Rp 37.500.000. Selanjutnya Abdullah Fanani menyerahkan uang sejumlah Rp10 untuk Junaedi Malik (Ketua Fraksi PKB) dan Choiroiyaro. Setelah itu Abdul Fani juga menyerahkan uang sejumlah Rp15 juta untuk Soni Basuki Rahardjo  (Ketua Fraksi Golkar), Ardyah Santy, Anang Wahyudi

Sedangkan sisanya dibagikan Purnomo kepada 5 anggota Fraksi PDIP masing-masing sejumlah Rp5 juta, yakni Yunus Supryitno, Febriana Meldyawati, Suliat, Gusti Patmawati, Darwanto. Kemudian Rp15 juta diberikan  Purnomo kepada Dwi Edwin Endra Praja (Ketua Fraksi Gerindra), Moch. Harun dan Ita Primaria Lestari

“Pada tanggal 16 Juni 2017 sekitar pukul 21.00 WIB, Wiwiet Febryanto melalui Taufik Fajar alias Kaji, menerima uang sebesar Rp500 juta dari Agung Haryanto yang merupakan orang suruhan Irfan Dwi Cahyanto alias Ipang dan Dodi Setiawan di depan Gang Suratan 1 Jalan Mojopahit Kota Mojokerto. Kemudian Wiwiet Febryanto meminta Taufik Fajar alias Kaji untuk menyerahkan uang sebesar Rp300 juta kepada Umar Farooq melalui Hanif Mashudi. Kemudian  Taufik Fajar alias Kaji menyerahkan bungkusan plastic berisi unag sebesar Rp300 juta kepada Hanif Mashudi di depan Gang Suratan 1 Jalan Mojopahit Kota Mojokerto,” ungkap JPU KPK

Di hari yang sama, pada tanggal 16 Juni 2017 malam hari itu sekitar pukul 21.00 WIB, Wiwiet Febriyanto dan Umar Farooq menghadiri rapat dengar pendapat (RDP) sebagai permulaan dilakukannya pembahasan rencana Perubahan APBD TA 2017 terkait permasalahan penganggaran PENS  yang sekaligus tindak lanjut atas hasil konsultasi dengan Kementerian Dalam Negeri. Pada saat berlangsungnya RDP, Umar Faruq mendapat kabar dari Hanif Mashudi,  telah menerima uang sejumlah rp300 juta dari Wiwiet Febryanto. Selanjutnya Umar Faruq menginformasikan kepada Abdullah Fanani mengenai jumlah uang tersebut.

Umar Faruq mendatangi kantor Hanif Mashudi di Jalan Surodinawan Mojokerto untuk melihat uang tersebut, dan meminta Hanif Mashudi untuk menyimpannya. Selanjutnya Umar Faruq memberitahu Purnomo dan Abdullah Fanani mengenai jumlah uang yang dibawa oleh Hanif Mashudi sebesar Rp300 juta. Setelah itu Umar Faruq pergi menuju rumah PAN di Jalan Kyai Haji Mansyur Nomor 13 Mojokerto.


Sekitar pukul 23.00 WIB (16 Juni 2017), Wiwiet Febriyanto menyampaikan bahwa uang komitmen fee tahap pertama program Jasmas yang dapat direalisasikannya adalah sejumlah Rp300 juta, dan telah diserahkan melalui Umar Faruq, sedangkan sisanya akan direalisasikan di kemudian hari.

“Pada dini hari (16 Juni 2017) setelah pelaksanaan RDP, Purnomo menemui Umar Faruq  di rumah PAN. Tak lama kemudian Umar Faruq menghubungi Hanif mashudi supaya datang ke rumah PAN. Hanif Mashudi lalu datang dengan membawa uang pemberian Wiwiet Febriyanto sebesar Rp300 juta yang disimpan dalam tas Ransel warna hitam Merk ECCE,  dan saat itulah Hanif mashudi, Umar Faruq, Abdullah Fanani, Purnomo serta Wiwiet Febryanto ditangkap oleh petugas KPK untuk proses hukum lebih lanjut,” kata JPU KPK

Bahwa perbuatan terdakwa Mas’ud Yunus bersama-sama dengan Wiwiet Febriyanto, memberi tambahan penghasilan berupa uang sejumlah Rp1.455.000.000 (satu miliar empat ratus lima puluh lima juta rupiah), uang sejumlah Rp573.000.000 (lima ratus tujuh puluh tiga juta rupiah), uang senilai Rp150.000.000 (seratus lima puluh juta rupiah) dan uang sebanyak Rp300.000.000 (tiga ratus juta rupiah) kepada Purnomo, Abdullah Fanani, Umar Faruq serta anggota DPRD Kota Mojokerto periode 2014 - 2019 lainnya  dengan maksud, agar Pimpinan serta anggota DPRD Kota Mojokerto periode 2014-2019 lainnya memperlancar pembahasan dan menyetujui laporan pelaksanaan APBD Dinas PUPR TA 2017,  maupun pembahasan Perubahan APBD TA 2017 yang bertentangan dengan kewajibannya sebagaimana diatur dalam pasal 373 b dan huruf g jucnto pasal 400 ayat (3) UU RI Nomor 17 Tahun 2014 Tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 42 tahun 2014 tentang perubahan atas UU RI Nomor 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD, pasal 5 angka 4 dan angka 6 UU RI Nomor 28 tahun 1999 tentang penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN) pasal 49 huruf b dan huruf g peraturan DPRD Kota Mojokerto Nomor 1 Tahun 2014 tentang tata tertib DPRD Kota Mojokerto pasal 14 angka 2 dan angka 5 serta pasal 15 ayat (2) peraturan DPRD Kota Mojokerto Nomor 2 Tahun 2014 tentang kode etik DPRD Kota Mojokerto

JPU KPK menyatakan, bahwa terdakwa adalah seorang yang sehat jasmani dan rohani, mempunyai kemampuan untuk menginsyafi hakikat dari tindakan yang dilakukannya serta dapat menentukan kehendak sendiri atas tindakannya, apakah akan dilaksanakan atau tidak. sehingga terdakwa memiliki kemampuan untuk bertanggungjawab secara hukum. Bahwa selama persidangan berlangsung, tidak ditemukan adanya alasan pembenar ataupun alasan pemaaf yang dapat menghapus sifat penanggungjawaban pidana pada diri terdakwa sebagaimana diatur dalam KUHPidana (recths vaar digings gronden maupun schuld uitsluitings gronden). Sehingga terdakwa sudah sepatutnya dijatuhi pidana yang setimpal untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya tersebut.

Hal ini, lanjut JPU KPK, sejalan dengan Surat Edaran Mahkamah Agung No.05 tahun 1973 yang isinya, meminta agar untuk tindak pidana korupsi (sebagai salah satu dari beberapa tindak pidana yang disebut dalam SE tersebut) dijatuhi hukuman yang berat. Dalam surat Edaran Mahkamah Agung mengharapkan, supaya Pengadilan menjatuhkan pidana yang sungguh-sungguh setimpal dengan beratnya dan sifatnya kejahatan-kejahatan tersebut, dan jangan sampai menjatuhkan pidana itu menyinggung perasaan maupun pendapat umum, dan sejalan dengan kesimpulan Rapat Kerja Tehnis Gabungan (RAKERNISGAB) Mahkamah Agung yang diadakan pada tanggal 21-23 Maret 1985 di Yogjakarta yang menyimpulkan “Penjatuhan pidana yang terlalu ringan tidaklah mendukung politik kriminal di Indonesia. Dengan demikian, untuk beberapa pidana perlu dipidana lebih tinggi". Dan salahsatu tindak pidana yang perlu mendapat perhatian dalam penjatuhan pidananya antara lain adalah Tindak Pidana Korupsi.

“Berdasarkan uraian-uraian yang kami kemukakan dalam analisa yuridis di atas, maka kami selaku Penuntut Umum berkesimpulan; Bahwa terdakwa Mas’ud Yunus telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan Tindak Pidana Korupsi Secara Bersama-sama dan Berlanjut sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a  Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto 55 ayat ( 1) ke-1 KUH Pidana juncto Pasal 64 ayat (1) KUH Pidana sebagaimana dalam Dakwaan Pertama,” kata JPU KPK

JPU KPK melanjutkan, “Sebelum kami membacakan tuntutan pidana tersebut, perlu kiranya kami kemukakan hal-hal yang memberatkan dan yang meringankan yang kami jadikan pertimbangan dalam mengajukan tuntutan pidana ini, yaitu sebagai berikut : Hal-hal yang memberatkan : Perbuatan terdakwa tidak mendukung upaya pemerintah dan yang sedang giat-giatnya melakukan upaya masyarakat pemberantasan korupsi ; Hal-hal yang meringankan : Terdakwa menyesali perbuatannya. Mengenai perbuatan,  terdakwa berterus terang apa yang dilakukannya dan beIum pernah dihukum; Terdakwa berlaku sopan selama pemeriksaan di persidangan.

“Berdasarkan uraian tersebut diatas dan dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berkenaan dengan perkara ini, kami Penuntut Umum dalam perkara ini, M E N U N T U T supaya Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Surabaya yang memeriksa dan mengadili perkara ini memutuskan : 1. Menyatakan Terdakwa Mas’ud Yunus terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan Tindak Pidana Korupsi secara bersama-sama dan berlanjut sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana juncto Pasal 64 ayat (1) KUH Pidana; Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Mas’ud Yunus berupa Pidana Penjara selama 4 (Empat) Tahun dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan dengan perintah supaya terdakwa tetap ditahan, dan Pidana Denda sebesar Rp250 juta subsidair 3 bulan kurungan; Menjatuhkan Pidana tambahan terhadap terdakwa Mas’ud Yunus berupa pdncabutan hak untuk dipilih dalam pemilihan publik selama 4 tahun sejak terdakwa selesai menjalani pidana pokok,” ucap JPU KPK diakhir surat tuntutannya.

Atas surat tuntutan JPU KPK, Ketua Majelis Hakim memberikan kesempatan kepada terdakwa maupun melalui Penasehat Hukum terdakwa untuk menyampaikan Pledoi atau Pembelaannya pada sidang berikutnya.

“Saudara punya hak untuk menyampaikan pembelaan atas tuntutan Jaksa,” ucap Ketua Majelis Hakim Dede lalu menutup sidang, ayng akan dilanjutakan pada persidangan tanggal 25 September 2018.

Usai persidangan, menurut PH terdakwa Mas’ud Yunus, Mahfud kepada wartawan media ini mengatakan, bahwa tuntutan JPU KPK tidak sesuai dengan fakta persidangan. Menurutnya Nahfud, keterangan Wiwiet Febriyanto tidak dimasukkan JPU KPK sebegai keterangan saksi dalam surat tuntutan JPU KPK.

“Tuntutan Jaksa tidak sesuai dengan fakta persidangan, diantaranya keterangan Wiwiet Febriyanto. Keterangannya dibawah sumpah,” kata Mahfud

Wiwiet Febriyanto dalam kasus ini sudah divonis pidana penjara dan sudah berkeuatan hukum tetap. Sehingga keterangan saksi yang juga terpidana dalam kasus ini tidak mempengaruhi perbuatan terdakwa.

Terpisah. Saat wartawan media ini meminta tanggapan JPU KPK Iskandar, terkait keterlibatan 22 anggota DPRD Kota Mojokerto lainnya yang menerima uang “haram” itu, dan yang saat ini masih duduk di kursi Dewan kehormatan Kota Mojokerto. JPU KPK Iskandar mengakuinya, kalau semua anggota Dewan Kota Mojokerto menerima. Namun menurutnya, dijadikan tersangka atau tidak itu adalah tergantung Pimpinan KPK.

“Semua menerima, tetapi apakah dijadikan tersangka atau tidak itu tergantung Pimpinan,” kata JPU KPK Iskandar.

Saat ditanya lebih lanjut, apakah KPK akan menindaklanjuti keterangan terdakwa Mas’ud Yunus yang mengatakan, bahwa yang menyepakati adanya komitmen fee adalah Wakil Wali Kota Mojokerto Suyitno dengan Ketua DPRD Kota Mojokerto. Namun yang melaksanakan pemberian uang sebesar Rp1.4 milliar lebih adalah terdakwa, dengan alasan agar tidak ada sangsi dari pemerintah bila pembahasan APBD terlambat.

Menanggapi hal itu, JPU KPK Iskandar megatakan, saat ini pihaknya hanya fokus pada perbuatan terdakwa.

“Apakah KPK akan menindak lanjuti keterangan terdakwa?,” tanya wartawan media ini kemudian. Namun JPU KPK Iskandar hanya menjawabnya dengan senyuman. Apah senyuman itu pertanda ada penyidakan baru atau tidak ?. (Rd1)

Posting Komentar

Tulias alamat email :

 
Top