#Dua terdakwa lainnya yakni mantan Dirut dan Deriktur Pemasaran dan Pengembangan Usaha PT DPS akan Divonis pada Jum'at mendatang#
beritakorupsi.co - Jumat, 5 Oktober 2018, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya menjatuhkan hukuman pidana penjara masing-masing selama 4 tahun dan 3 bulan terhadap 2 Direksi PT Dok dan Perkapalan Suraba (PT PDS) Persero, dalam kasus perkara Korupsi Korupsi proyek fiktif pengadaan tengki pendam di Muara Sabak, Jambi Provinsi Sumatra Selatan oleh PT Dok dan Perkapalan Surabaya (PT PDS) pada tahun 2010 lalu, senilai UD$20.216.645 atau setara dengan nilai rupiah sebesar Rp179.928.141.879 yang merugikan keuangan negara sejumlah UD$ 3,963,725 atau (kurs rupiah Rp8.900) Rp35.277152.500.Ke- 2 Direksi PT DPS itu adalah Nana Suryana Tahir selaku Direktur Administrasi dan Keuangan, dan I Wayan Yoga Djunaedi sebagai Direktur Produksi PT Dok dan Perkapalan Surabaya. Sementara 2 terdakwa lainnya yakni M. Firmansyah Arifin selaku Dirut dan Muhammad Yahya selaku Deriktur Pemasaran dan Pengembangan Usaha PT Dok Perkapalan Surabaya akan menjalani sidang putusan pada Jum'at mendatang.
Surat putusan itu dibacakan Majelis Hakim di ruang sidang Candra Pengadilan Tipikor Surabaya yang diketuai I Wayan Sosisawan., SH., MH dengan dibantu 2 Hakim (Ad Hoch anggota) yaitu Agus Sudarwanto., SH., MH dan Dr. Andriano serta dihadiri Tim JPU Fatoni Hatam dari Kejaksaan Agung (Kejagung) RI dan Tim JPU Catarine dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Tanjung Perak, Surabaya. Sementara terdakwa Nana Suryana Tahir dan I Wayan Yoga Djunaedi (perkara terpisah) didampingi Pensehat Hukum (Penasehat Hukum)-nya masing-masing diantaranya Dr. Abdul Salam.
Dalam putusan Majelis Hakim dikatakan, bahwa terdakwa Nana Suryana Tahir selaku Direktur Administrasi dan Keuangan, dan I Wayan Yoga Djunaedi sebagai Direktur Produksi PT Dok dan Perkapalan Surabaya, terbukti bersalah melakukan Tindak Pidana Korupsi sebgaiamana diatur dan diancam dalam Pasal 3 junto pasal 18 Undang-undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Dalam pembelaan yang disampaikan sendiri oleh kedua terdakwa maupun melalui Pensehat Hukumnya dalam persidangan beberapa waktu lalu, Majelis Hakim menolaknya. Alasan Majelis Hakim, pembangunan tangki pendam di Muara Sabak, Jambi tanpa melalui proses pengadaan barang yang berlaku di PT DPS, dan pembayaran jaminan pelaksanaan sebesar 5 persen dari nilai kontrak sebesar UD$20 juta lebih tidak ada kewajiban oleh PT DPS ke AE Marine Pte Ltd, karena AE.Marine Pte Ltd bukanlah mitra PT DPS.
Majelis Hakim menjelaskan, bahwa terdakwa M. Firmansyah Arifin selaku Dirut PT DPS menandatangani kontrak dengan PT Berdikari Petro yang diwakili Gembong Primadjaya Nomor : 09/VII/ /PS-BP/2010 (tidak ada tanggal) Agustus 2010 dengan nilai kontrak sejumlah UD$20.216.645, sedangkan Direksi PT DPS yang lainnya yaitu Muhammad Yahya, Nana Suryana Tahir dan I Wayan Yoga Djunaedi turut menandatangani seakan-akanakan selaku saksi pada kontrak tersebut.
Padahal kontrak antara PT Berdikari Petro dengan PT Pertamina Nomor 010/F00000/2009-S3 tanggal 26 Agustus 2009 dibuat sebagai dasar kontrak antara PT DPS dengan PT Berdikari Petro sudah tidak berlaku, karena PT Berdikari Petro tidak memenuhi izin yang dipersyaratkan yaitu selama 180 hari kalender sejak penandatanganan kontrak antara PT Berdikari Petro dengan PT Pertamina yaitu izin pengelolaan Pelabuhan sebagaimana ditentukan dalam pasal 6 kontrak antara PT Pertamina dengan PT Berdikari Petro.
Majelis Hakim menyatakan, walaupun PT DPS tidak memiliki pengalaman dibidang pembangunan tangki pendam, namun Firmansyah Arifin selaku Direktur Utama PT DPS bersama Direksi lainnya, yaitu terdakwa Nana Suryana Tahir dan terdakwa I Wayan Yoga Djunaedi serta Muhammad Yahya, tetap melakukan kontrak dengan PT Berdikari Petro yang dalam pelaksanaannya memutuskan untuk melakukan penunjukan langsung kepada perusahaan AE.Marine Pte Ltd di Singapura sebagai subkontrak untuk melaksanakan pekerjaan EPC (engginering, procrutmen, conttuksi) pembangunan tangki pendam di Muara Sabak, Jambi tanpa melalui proses pengadaan barang yang berlaku di PT DPS, pada hal AE.Marine Pte Ltd bukanlah mitra PT DPS, pada hal AE.Marine Pte Ltd bukan mitra PT DPS.
Majelis Hakim mengatakan, bahwa M. Firmansyah Arifin justru menandatangani kontrak dengan AE Marine Pte Ltd Nomor 0100/Proc/ AEMarine/DPS/2010 tanggal 24 Agustus 2010 dengan nilai UD$19.032.011 yang juga disetujui oleh Muhammad Yahya, terdakwa Nana Suryana Tahir dan terdakwa I Wayan Yoga Djunaedi selaku Diriksi yang bertindak seolah-olaholah sebagai saksi dalam kontrak tersebut, dengan melakukan pembayaran uang muka sebesar Rp 5persen, pada hal tidak ada kewajiban bagi PT DPS untuk menyerahkan jaminan pelaksanaan.
Majelis Hakim menjelaskan, bahwa M. Firmansyah Arifin bersama Direksi lainnya menyetujui untuk melakukan pembayaran uang muka dengan cara transfer kepada AE Mariane Pte Ltd di Bank OCBC Singapore dengan Nomor rekening 503-009979-8301 secara bertahap sebanyak 4 tahap sebesar UD$3.963.725 tanpa ada Bank garansi, serta bukti pendukung lainnya, antara lain kuitansi, laporan fisik pekerjaan dan berita acara terima barang dari AE Mariane Pte Ltd, melainkan hanya berupa invoice penagihan AE Mariane Pte Ltd.
Bahwa M. Firmansyah Arifin bersama Direksi lainnya menandatangani dokumen pencairan berupa invoice penagihan dari AE Mariane Pte Ltd sebagai persetujuan untuk dilakukan pembayaran kepada AE Mariane Pte Ltd, serta terdakwa Nana Suryana Tahir juga menandatangani aplikasi bukti transfer uang kepada AE Mariane Pte Ltd melalui Bank BII Surabaya dan Bank UOB Surabaya dengan membaut sekan-akan Ada progres pekerjaan yang dilakukan oleh AE Mariane Pte Ltd di lapangan.
Majelelis Hakim mengungkapkan, bahwa pencairan pembayaran yang dilakukan oleh PT DPS melalui transfer kepada AE Mariane Pte Ltd sebanyak 4 tahap, yaitu Tahap pertama pada tanggal 15 November 2010 sebesar UD$800.000 yang dibayarkan melalui Bank UOB Bank Buana, Jalan Embong Malang Surabaya, dan yang menandatangani aplikasi transfer AE Mariane Pte Ltd adalah Direktur Administrasi dan Keuangan yaitu Nana Suryana. Sedangkan yang memberikan paraf pada invoice penagihan dari AE Marini Pte Lld sebagai persetujuan pembayaran adalah semua Direksi PT Dok dan Perkapalan Surabaya, yaitu Firmansyah Arifin bersama dengan Muhammad Yahya, terdakwa Nana Suryana dan terdakwa I Wayan Yoga Djunaedi.
Tahap ke- II Pada tanggal 17 Februari 2011 sebesar UD$100.000 dibayarkan melalui Bank BII Jalan Pemuda Surabaya, yang menandatangani aplikasi transfer AE Mariane Pte Ltd adalah Direktur Administrasi dan Keuangan Nana Suryana Tahir dan Direktur Produksi I Wayan Yoga Junaedy. Sedangkan yang memberikan para pada invoice penagihan dari AE Mariane Pte Ltd sebagai persetujuan pembayaran adalah semua Direksi PT Dok dan Perkapalan Surabaya.
Tahap ke- III pada tanggal 21 Februari 2011 sebesar UD$2.563.7215 yang dibayar melalui Bank UOB Buana Buana Jalan Embong Malang Surabaya, yang mendatangani aplikasi transfer AE Mariane Pte Ltd adalah Direktur Administrasi dan Keuangan yaitu Nana Suryana Tahir dan Direktur Pemasaran dan Pembangunan Usaha yaitu Muhammad Yahya. Sedangkan yang memberikan para pada invoice penagihan dari AE Mariane Pte Ltd sebagai persetujuan pembayaran adalah semua Direksi PT Dok dan Perkapalan Surabaya.
Tahp ke IV pada tanggal 11 April 2011 sebesar UD$500.000 yang dibayar melalui Bank UOB Buana Jalan Embong Malang Surabaya, yang menandatangani aplikasi transfer AE Mariane Pte Ltd adalah Direktur Administrasi dan Keuangan yaitu Nana Suryana Tahir dan Direktur Pemasaran dan Pembangunan Usaha yaitu Muhammad Yahya. Sedangkan yang memberikan para pada invoice penagihan AE Mariane Pte Ltd sebagai persetujuan pembayaran adalah semua Direksi.
“Pembayaran yang dilakukan oleh PT PDS ke AE Mariane Pte Ltd tersebut tidak sesuai dengan kontrak antara PT PDS dengan AE Mariane Pte Ltd yang seharusnya dengan cara Letter of Credit (L/C) dan tidak ada kewajiban PT PDS untuk melakukan pembayaran uang muka kepada AE Marine Pte Ltd,” pungkas Majelis Hakim.
Majelis Hakim menjelaskan, bahwa pada bulan Desember 2010, Joedy Punggih H selaku senior Manager engineering bersama dengan Agus Hadi Utomo selaku Project monitoring atas perintah Muhammad Yahya menandatangani progres fisik fiktif sebesar 25% atas pekerjaan tangki pendam di Muara Sabak Jambi, seolah-olah di lapangan sudah ada pekerjaan dengan progress sebesar 25% dan Muhammad Yahya selaku Direktur Pemasaran dan Pengembangan Usaha membuat debet nota invoice kepada PT Berdikari Petro Nomor 28/DPS-F1/10 tanggal 30 Desember 2010 dengan nilai Rp52.247.000.000 dengan mengacu kepada bobot fiktif tersebut seolah-olah PT DPS akan melakukan penagihan kepada PT Berdikari Petro yang tujuannya progres dan invoice tersebut digunakan oleh terdakwa Firmansyah Arifin bersama dengan 3 Direksi lainnya untuk dijadikan pengakuan pendapatan perusahaan. Sehingga para Direksi PT DPS mendapatkan tantiem atau bonus akhir tahun terhadap prestasi kerja PT DPS atas pekerjaan tangki pendam di Muara Sabak Jambi.
“Bahwa pembayaran yang diterima oleh AE Mariane Pte Ltd dari PT DPS tersebut tujuannya bukan untuk pembayaran pekerjaan pembuatan tangki pendam di Muara Sabak Jambi, melainkan digunakan untuk menutupi kekurangan pembelian bahan material pembuatan Dua kapal tanker milik PT Pertamina kepada Zhan Hong Pte Ltd sebesar UD$3,830,150 sebagaimana surat Protocol of agreement nomor 180/BA/DS/9/III/11 tanggal 19 September 2011 antara PT DPS dengan yang Zhang Hong Pte Ltd dan AE Marine Pte Ltd yang ditandatangani oleh Muhammad Yahya dari pihak PT DPS, dan Wong Cheng Lim dari pihak Zhang Hong Pte Ltd serta Chia Lee Mee dari pihak AE Marine Pte Ltd. Pada hal untuk pembuatan kapal tanker milik PT Pertamina telah mempunyai kontrak antara PT DPS dengan PT Pertamina serta telah mempunyai anggaran tersendiri,” ungkap Majelis Hakim.
Majelis Hakim menyatakan, bahwa penunjukan Zhang Hong Pte Ltd sebagai supplier tunggal untuk pembelian bahan material pembuatan 2 unit kapal tanker milim PT Pertamina tidak melalui mekanisme yang berlaku sesuai Surat Keputusan Direksi PT Dok dan Perkapalan Surabaya Nomor 025/kpts/DS/2/I/08 tentang peraturan pengadaan barang PT Dok dan Perkapalan Surabaya, yang seharusnya dengan RAB (rencana anggaran biaya) untuk pembelian bahan material pembuatan kapal tanker milik PT Pertamina dengan nilai UD$9,535,418 untuk 1 Kapal, PT DPS sudah mendapatkan keuntungan jika pembelian kepada mitra-mitra PT DPS, namun oleh karena terdakwa Firmansyah Arifin bersama dengan 3 Direksi lainnya melakukan penunjukan langsung kepada Zheng Hong Pte Ltd sebagai supplier tunggal untuk pengadaan bahan material pembuatan kapal milik PT Pertamina tersebut yang mengajukan penawaran senilai US$12, 607,750 untuk 1 unit kapal melampaui senilai US$9,535,418, maka harga barang untuk pemenuhan satu kapal menjadi sebesar US$12,607,750 atau lebih mahal dari pada pembelian kepada mitra-mitra PT DPS.
Majelis Hakim mengatakan, bahwa akibat dari perbuatan terdakwa Nana Suryana Tahir, terdakwa I Wayan Yoga Djunaedy dan Firmansyah Arifin serta Muhammad Yahya telah mengakibatkan kerugian terhadap keuangan negara sebesar UD$3,963,725. Sehingga terdakwa Nana Suryana Tahir dan I Wayan Yoga Djunaedy haruslah di hukum untuk membayar 24 persen dari total kerugian negara tersebut
“Mengadili ; 1. Menyatakan bahwa terdakwa Nana Suryana Tahir (dan I Wayan Yoga Djunaedy) terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan Tindak Pidana Korupsi sebgaiaman diancam dalam Pasal 3 junto pasal 18 Undang-undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP ; 2. Menghukum terdakwa Nana Suryana Tahir (dan I Wayan Yoga Djunaedy) dengan hukuman pidana Penjara selama 4 tahun dan 3 bulan, denda sebesar seratu juta rupiah. Bilamana terdakwa tidak membayar maka diganti kurungan selama 2 bulan ; Menjatuhkan pula hukuman tambahan terhadap terdakwa Nana Suryana Tahir (dan I Wayan Yoga Djunaedy) berupa membayar uang pengganti sebesar UD$951.294. Apabila terdakwa tidak membayar dalam waktu satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap, maka harta bendanya akan disita oleh jaksa dan lelenag untuk menutupi kerugia negara. Bilamana harta benda terdakwa tidak mencukupi, maka diganti penjara selama 1 tahun,” ucap Ketua Majelis Hakim I Wayan.
Atas Majelis Hakim tersebut, JPU maupun kedua terdakwa mengatakan pikir-pikir.
Usai persidangan, PH terdakwa Nana Suryana Tahir, Tim Dr. Abdul Salam mengatan, bahwa hukuman ini tidak mempertimbangkan fakta-fakta dalam persidangan. Alasannya, karena kerugian negara tidak ada yang mengalir kepada teradakwa.
“Tidak mempertimbangkan fakta-faktafakta dalam persidangan. Darimana terdakwa membayar sebesar itu, coba hampir 13 milyar pada hal tidak ada yang mengalir keterdakwa. Kalau saya bukan karena dibayar tapi demi keadilan, kalau tderdakwa banding kita akan banding bahkan PK,” kata salah seorang Penasehat Hukum terdakwa Nana. (Rd1)
Posting Komentar
Tulias alamat email :