Foto kiri terdakwa Moch. Ardi Prasetiayawan dan terdakwa Samsul Arifin |
#Dalam persidangan terungkap, 10 Dinas termasuk Dinas Kelautan dan Perikanan turut memberikan uang "suap"
sebagai komitmen fee ke Komis B DPRD Jatim#"
beritakorupsi.co - Senin, 8 Oktober 2018, Tim JPU KPK Trimulyono Hendradi, M. Wiraksanajaya, Luki Dwi Nugroho, Iskandar Marwanto, Arin Karniasih dan Tri Anggro Mukti untuk terdakwa Samsul Arifin (mantan Kepala Dinas Perkebunan Jatim) bersama Tim JPU KPK Wawan Yunarwanto, Taufiq Ibnugroho, Ariawan Agustiartono dan Riniyati Karniasih untuk Moch. Ardi Prasetiayawan (Kepala Dinas Perindustrian Jatim) menghadirkan 3 (tiga) orang terpidana kasus Korupsi suap Ketua dan Wakil Ketua Komis B DPRD Jatim, M. Basuki dan M. Ka’bil Mubarok yang Tertangkap Tangan KPK pada Juni 2017 jilid I, sebagai saksi dalam persidangan untuk Kedua terdakwa dalam kasus jilid II yang berlangsung di ruang sidang Cakra Pengadilan Tipikor Surabaya, dengan Ketua Majelis Hakim Rochmad. Sementara terdakwa Samsul Arifin didampingi Penasehat Hukumnya Jamal Abdul Nasib dan Taufan Hidayat, dan terdakwa Moch. Ardi Prasetiayawan Ir, Djoko Supriyono., SH., MH dan kawan-kawan.
Ke- 3 saksi yang sudah terpidana dalam jili I yaitu M. Basuki selaku Ketua Komis B DPRD Jatim, Santoso dan R. Rahmat Agung. Keduanya sebagai staf di Komisi B.
Selain ke- 3 saksi, Tim JPU KPK juga menghadirkan 4 saksi lainnya termasuk 2 anggota Komimis B DPRD Jatim, diantaranya Samsuri (Staf terdakwa Samsul Arifin), Sayuli Sukardono (Driver Ketua Komis B DPRD Jatim M. Basuki), Agus Maulana (anggota Komis B DPRD Jatim) dan Yusuf Rohman juga anggota Komis B DPRD Jatim periode 2014 - 2019.
Kasus yang menyeret terdakwa Samsul Arifin dan terdakwa Moch. Ardi Prasetiayawan (perkara terpisah), bermula pada Juni 2017 saat KPK melakukan Tangkap Tangan terhadap Moch. Basuki selaku Ketua Komis B DPRD Jatim, Moch. Ka’bil Mubarok Wakil Ketua Komisi B DPRD Jatim periode 2014 - 2019 bersama 2 Stafnya Santoso dan R. Rahmat Agung, karena KPK mengetahui, bahwa kedua Politikus itu menerima uang suap melalui Kedua Stafnya dari Rohayati selaku Kepala Dinas Peternakan dan dari Bambang Hariyanto, Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Jawa Timur bersama ajudannya Anang Basuki Rahmat.
Dalam Jilid I, ke- 7 terdakwa yaitu Moch. Basuki, Moch. Ka’bil Mubarok, Santoso dan R. Rahmat Agung divonis bersalah sebagai penerima suap, dan dijerat dengan Pasal 12 huruf a Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi dengan pidana penjara selama 7 tahun untuk M. Basuki yang juga mantan narapidana kasus Korupsi saat menjabat Ketua DPRD Kota Surabaya beberapa tahun lalu. Sedangkan M. Ka’bil Mubarok dihukm penjara selama 6 tahun dan 6 bulan. Sementara untuk 2 staf Komisi B DPRD Jatim yaitu Santoso dan R. Rahmat Agung divonis masing-masing 4 tahun.
Ke- 3 saksi yang sudah terpidana dalam jili I yaitu M. Basuki selaku Ketua Komis B DPRD Jatim, Santoso dan R. Rahmat Agung. Keduanya sebagai staf di Komisi B.
Selain ke- 3 saksi, Tim JPU KPK juga menghadirkan 4 saksi lainnya termasuk 2 anggota Komimis B DPRD Jatim, diantaranya Samsuri (Staf terdakwa Samsul Arifin), Sayuli Sukardono (Driver Ketua Komis B DPRD Jatim M. Basuki), Agus Maulana (anggota Komis B DPRD Jatim) dan Yusuf Rohman juga anggota Komis B DPRD Jatim periode 2014 - 2019.
Kasus yang menyeret terdakwa Samsul Arifin dan terdakwa Moch. Ardi Prasetiayawan (perkara terpisah), bermula pada Juni 2017 saat KPK melakukan Tangkap Tangan terhadap Moch. Basuki selaku Ketua Komis B DPRD Jatim, Moch. Ka’bil Mubarok Wakil Ketua Komisi B DPRD Jatim periode 2014 - 2019 bersama 2 Stafnya Santoso dan R. Rahmat Agung, karena KPK mengetahui, bahwa kedua Politikus itu menerima uang suap melalui Kedua Stafnya dari Rohayati selaku Kepala Dinas Peternakan dan dari Bambang Hariyanto, Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Jawa Timur bersama ajudannya Anang Basuki Rahmat.
Dalam Jilid I, ke- 7 terdakwa yaitu Moch. Basuki, Moch. Ka’bil Mubarok, Santoso dan R. Rahmat Agung divonis bersalah sebagai penerima suap, dan dijerat dengan Pasal 12 huruf a Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi dengan pidana penjara selama 7 tahun untuk M. Basuki yang juga mantan narapidana kasus Korupsi saat menjabat Ketua DPRD Kota Surabaya beberapa tahun lalu. Sedangkan M. Ka’bil Mubarok dihukm penjara selama 6 tahun dan 6 bulan. Sementara untuk 2 staf Komisi B DPRD Jatim yaitu Santoso dan R. Rahmat Agung divonis masing-masing 4 tahun.
Dan untuk terdakwa Rohayati, Bambang Hariyanto dan Anang Basuki Rahmat (saat ini sudah terpidana) dinyatakan terbukti bersalah sebagai pemberi suap, dan dijerat dengan pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi dengan pidana penjara masing-masing selama 1 tahun untuk terdakwa Rohayati dan Anang Basuki Rahmat. Sedangkan untuk terdakwa Bambang Hariyanto di hukum pidana penjara selama 1 tahun dan 4 bulan.
Dalam fakta persidangan Jilid I terungkap, ternyata yang memberikan uang suap sebagai komitmen fee kepada Komis B DPRD Jatim periode 2014 - 2019 tidak hanya Rohayati selaku Kadis Peternakan, dan Bambang Hariyanto Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Pemprov. Jatim, melainkan termasuk dari Kepala Dinas Perkebunan Pemprov. Jatim M. Samsul Arifin dan dari Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Moch. Ardi Prasetiayawan.
Fakta lain yang terungkap dalam persidangan jilid I adalah, ada 10 SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) atau yang sekarang menjadi OPD (Organisasi Perangkat Daerah) sebagai mitra Komisi B DPRD Jatim, diantaranya Dinas Pertanian,; Dinas Peternakan,; Dinas Kehutanan,; Dinas Perikanan dan Kelautan,; Dinas Kebudayaan dan Pariwisata,; Dinas Perindustrian dan Perdagangan,; Dinas Koperasi dan Usaha Menengah Kecil Mikro,; Biro Perekonomian dan Biro Sumber Daya Alam yang sudah memberikan komitmen fee tahap I terhadap Komis B DPRD Jatim, sementara tahap ke II tak berlanjut karena kasus tangkap tangan oleh KPK terhadap para terdakwa/terpidana.
Di persidangan diketahui pula, dari 10 SKPD ini, andai saja KPK tidak melakukan Tangkap Tangan terhadap Ketua dan Wakil Ketua Komis B DPRD Jatim, diperkirakan selama tahun 2017 Komisi B DPRD Jatim akan menerima uang “haram” yang disebut sebagai komitmen fee sebesar Rp3.07 Milliar.
Dalam peridangan kali ini (Senin, 8 Oktober 2018) juga terungkap seperti dalam persidangan jilid I, yaitu adanya 10 SKPD/OPD yang sudah memberikan komitmen fee terhadap Komis B DPRD Jatim. Pemberian uang “haram” itu oleh setiap SKPD/OPD melalui perantaranya terhadap perantara yang juga sebagai staf di Komisi B DPRD Jatim. Hal itu diungkapkan saksi M. Basui dihadapan Majelis Hakim, Senin, 8 Otober 2018.
Menurut saksi yang juga terpidana dalam kasus yang sama ini mengatakan, 10 Dinas sudah memberikan komitmen fee tahap I termasuk Dinas Perikanan sebesar Rp150 juta dari anggaran APDB Tahun Anggaran (TA) 2017 di Kelautan dan Dinas Perikanan sebesar Rp1.5 milyar. Sedangkan tahan II tidak berjalan karena kasus Tangkap Tangan.Saksi M. Basuki selaku Ketua Komis B DPRD Jatim ini mengatakan, bahwa pemberian uang sebagai komitmen fee oleh setiap Dinas sudah menjadi tradisi turun temurun sebelum dirinya menjadi anggota DPRD Jatim sejak 2014 lalu.
Dalam sidang kali ini maupun sidang sebelumnya saat saksi sebagai terdakwa mengatakan, bahwa dirinya berusaha untuk menghentikan budaya turun temurun di 10 Dinas sebagai mitra kerja Komis B DPRD Jatim, namun menurut saksi tidak dapat menghentikannya. Alasannya, takut mendapat mosi tak percaya dari anggota Komis B DPRD Jatim, dan bisa berakibat terjadinya PAW (Pergantian Antara Waktu). Karena takut kehilangan sebutan Dewan yang terhormat dan jabatan di Komis B DPRD Jatim, M. Basuki pun tetap melaksanakan budaya turun temurun itu. Yang akhirnya menghantarkan M. Basuki ke penjara untuk yang kedua kalinya.
“Ada 10 SKPD sebagai mitra Komisi B. Kalau tahap I semua Dinas sudah setor. Anggaran di Dinas Kelautan dan Perikanan, Satu setengah milyar. Tahap pertama semua sudah setor. Dan itu sadah menjadi tradisi memberikan uang. Semua nggota menerima,” kata M. Basuki kepada Majelis Hakim.
Lalau apakah Heru Tjahjono selaku Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan yang saat ini menjabat sebagai Sekretaris Daerah Provinsi (Sekdaprov) Jawa Timur (Jatim) sejak tanggal 25 September 2018 akan “menyusul” 4 kerabatnya sesama Kepala Dinas Pemprov. Jatim atau JPU KPK akan menghadirkannya sebagai sebagai saksi untuk 2 kerabatnya yang menjadi terdakwa karena turut memberikan uang “suap” terhadap Komis B DPRD Jatim, yaitu Samsul Arifin sebagai Kepala Dinas Perkebunan dan Moch. Ardi Prasetiayawan Kepala Dinas Perindustrian Jatim ini ?
Sementara saksi Samsuri selaku Staf terdakwa Samsul Arifin menjawab pertanyaan JPU KPK Wawan, terkait penyerahan uang pada tanggal 2 Juni 2017 sebesar Rp100 juta kepada Rahman Agung mengatakan, bahwa penyerahan uang itu atas perintah Kepala Dinas Perkebunan Samsul Arifin.
“Saya nggak tahu persis Pak. Saya ditugaskan pimpinan yaitu Pak Samsul Arifin untuk menyerahkan uang ke Komisi B. Waktu itu hari Jum'at sekiat kurang lebih jam sepuluh, saya diminta ngantar itu (uang) ke Komisi B. Uang itu saya terima dan langsung berangkat, komunikasi dulu dengan Rahman Agung. Dan uang itu langsung saya serahkan ke Pak Agung,” jawab saksi Samsuri kepada Majelis Hakim.
Saat JPU KPK Wawan kembali menanyakan saksi Samsuri, terkait penyerahan uang sekitar bulan Januari sampai bulan April 2017, Samsuri mengakui.
“Pernah, persisinya saya lupa. Jumlahnya kurang lebih seratus juta, saya serahkan ke Pak Ka’bil langsung. Uang itu sayan terima dari Pak Samsul Arifin (terdakwa),” jawab saksi Samsuri
Saksi berikutnya adalah Sayuli Sukardono sebagai Driver Ketua Komisi B yang mengakui atas pertanyaan JPU KPK Wawan, terkait penerimaan uang dari Dinas Perkebunan dan Dinas Perindustrian melalui Rahman Agung.
“31 Mei 2017. Waktu itun ada giring, saya menunggu di Fraksi, kemudian saya ditelepon Pak Basuki disuruh menghadap Pak Agung. Kemudian dititipi sama Pak Agung, Ini untuk Pak Ketua” gitu. Uang sama surat-suratsurat jadi satu dalam Map, saya nggak atau jumlahnya. Terus saya serahkan ke Pak Basuki. Waktu itu pas hari Jum'at Pak Basuki nggak ikut rapat. Saya nggak atau Pak, ya isinya sama Map sama surat-surat yang akan ditandatangani,” jawab saksi Sayuli agak bingung untuk berkata jujur.
JPU KPK Wawan kembali menanyakan saksi Sayuli terkait nama Andi Sumarjono. Menurut saksi Sayuli, bahwa Andi Sumarjono dikenalnya sebagai seorang pengacara. JPU KPK menjelaskan ke saksi, bahwa Basuki pernah menitipkan uang yang berasala dari Dinas.
“Ia itu pengacara Pak, saya kenal. Pernah dititipi tapi saya nggak atau itu darimana. Waktu itu hari Senin, Setelah kejadian itu, (kejadian apa ini, tanya JPU KPK bertanya) yang OTT (Operasi Tangkap Tangan masksudnya). Kemudian dipanggil Pak Basuki untuk ketemu kemudian menanyakan, “gaji saya sudah diambil belum”, saya jawab saudah dan beberapa proposal sduah diambil juga. Sambil jalan dengar berita di Radio mobil tentang itu (OTT) terus mencoba menghubungi beberapa pengacara salah satunya Mas Andi itu. Saat ketemu hanya sebatas konsultasi aja, kemudian Pak Basuki menyerahkan titipan ke Pak Andi tandi,” jawab saksi Sayuli.
Nah…. Tibalah saat JPU KPK meminta kejujuran dari Dewan yang terhormat ini sebagai anggota Komis B DPRD Jatim periode 2014 - 2019, yaitu Agus Maulana dan Yusuf Rohma. Ternya kejujuran itu “tidak ada”, tak jauh beda dengan 41 anggota DPRD Kota Malang terkait penerimaan uang Pokir dan uang sampah, beigitu juga dengan anggota DPRD Kota Mojokerto terkait penerimaan uang tambahan penghasilan, uang Tujuh Sumur dan uang komitmen fee bagi semua anggota DPRD Kota Mojokerto, namun tak satupun yang mengakui.
Setelah KPK menetapkan hampir seluruh anggota DPRD Kota Malang dan 18 saat ini sudah diadili, barulah mengakui telah menerima uang Pokir, uang sampah dan uang 1 persen dari total anggaran APBD Kota Malang TA 2015.
Karena tak mengakui telah menerima uang dari Dinas sebagai mitra Komisi B melalui Ketua dan Wakil Ketua Komis B, Ketua Majelis Hakim Rochmat pun sempat “berceramah sebagai sesama satu agama” agar saling mengingatkan untuk saling jujur, karena akan dipertanggungjawabkan di akhirat nanti.
Namun saksi tetap bersikukuh tidak menerima apalagi mengetahuinya. Pada hal, M. Basuki dan M. Ka’bil Mubarok sebagai Ketua dan Wakil Ketua Komis B DPRD Jatim sudah dijembloskan kepenjara karena menerima uang suap itu dari 10 SKPD.
Harusnya KPK betindak tegas dan adil untuk menangani kasus Korupsi Khususnya yang melibatkan Kepala Daerah dan Dewan seperti saat KPK menangani kasus suap DPRD Kota Malang, agat masyarakat tidak menilai, bahwa penaganan kasus Korupsi itu adadugaan unsur Politiknya.
Sesuai persidangan. JPU KPK Wawan kepada media ini mengatakan, bahwa pemberian uang oleh 10 SKPD sebagai mitra Komis B DPRD Jatim per tahun di tahun 2016, namun setelah 2017 menjadi triwulan yang dalam satu tahun ada pemberian sebanyak 4 kali.
JPU KPK Wawan menambahkan, yang sudah terealisasi baru tahap pertama dengan jumlah yang berbeda-beda, sedangkan tahap ke dua belum terlaksana karena sudah tertangkap tangan KPK.
“Di tahun 2016 itu pemberian pertahun. Baru setelah 2017 berubah menjadi triwulan, jadi 1 tahun itu ada 4 kali pemberian. Yang sudah terealisasi baru tahap pertama, karena setelah itu tertangkap tangan KPK. Kalau jumlahnya beda-beda ada 10 Dinas, saya contohkan misalnya Dinas Pertanian itu 1 tahunnya sebesar Rp600 juta. Dibuat triwulan sehingga Rp150 juta,” ujar JPU KPK Wawan.
Saat ditanya terkait keterangan 2 saksi sebagai anggota Komis B DPRD Jatim, JPU KPK Wawan mengatakan bahwa saat ini untuk sementara belum bisa menjelaskan apa-apa. Namun JPU KPK Wawan mengingatkan kembali kasus DPRD Kota Malang yang berawal dari ketidak jujuran apara politikus itu.
“Kita belum bisa menentukan apa-apa. Tapi kalau belajar dari kasusnya DPRD Kota Malang, saya tidak mengatakan akan ditersangkakan semua, cuma di Kota Malang (DPRD) itu karena berawal dari ketidak jujuran. Makanya tadi kita berikan kesempatan untuk menjelaskan untuk jujur, tapi mungkin sudah punya pendapat lain gitu ya,” pungkas JPU KPK wawan
Saat ditanya lebih lanjut terkait jumlah Dinas yang sudah memberikan uang ke Komis B DPRD Jatim, JPU KPK Wawan menjelaskan, bahwa semua Dinas sudah menyerahkan komitmen fee tahap pertama sesuai dengan keterangan M.Basuki.
“Kalau dari keterangannya Basuki tadi, semua sudah menyerahkan. Untuk leb ih jelasnya, dari keterangan Kab’bil Mubarok. Karena yang lebih atau detailnya adalah Ka’bil Mubarok. Kalau menurut keterangan Basuki, itu sudah lama berlangsung dan sudah tradisi,” kata JPU KPK Wawan.
JPU KPK menambahkan, dari keterangan Basuki juga mengatakan bahwa dia ingin menghentikan kasus itu, tapi karena takut dapat mosi dan PAW, sihingga diteruskan. (Rd1).
Dalam fakta persidangan Jilid I terungkap, ternyata yang memberikan uang suap sebagai komitmen fee kepada Komis B DPRD Jatim periode 2014 - 2019 tidak hanya Rohayati selaku Kadis Peternakan, dan Bambang Hariyanto Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Pemprov. Jatim, melainkan termasuk dari Kepala Dinas Perkebunan Pemprov. Jatim M. Samsul Arifin dan dari Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Moch. Ardi Prasetiayawan.
Fakta lain yang terungkap dalam persidangan jilid I adalah, ada 10 SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) atau yang sekarang menjadi OPD (Organisasi Perangkat Daerah) sebagai mitra Komisi B DPRD Jatim, diantaranya Dinas Pertanian,; Dinas Peternakan,; Dinas Kehutanan,; Dinas Perikanan dan Kelautan,; Dinas Kebudayaan dan Pariwisata,; Dinas Perindustrian dan Perdagangan,; Dinas Koperasi dan Usaha Menengah Kecil Mikro,; Biro Perekonomian dan Biro Sumber Daya Alam yang sudah memberikan komitmen fee tahap I terhadap Komis B DPRD Jatim, sementara tahap ke II tak berlanjut karena kasus tangkap tangan oleh KPK terhadap para terdakwa/terpidana.
Di persidangan diketahui pula, dari 10 SKPD ini, andai saja KPK tidak melakukan Tangkap Tangan terhadap Ketua dan Wakil Ketua Komis B DPRD Jatim, diperkirakan selama tahun 2017 Komisi B DPRD Jatim akan menerima uang “haram” yang disebut sebagai komitmen fee sebesar Rp3.07 Milliar.
Dalam peridangan kali ini (Senin, 8 Oktober 2018) juga terungkap seperti dalam persidangan jilid I, yaitu adanya 10 SKPD/OPD yang sudah memberikan komitmen fee terhadap Komis B DPRD Jatim. Pemberian uang “haram” itu oleh setiap SKPD/OPD melalui perantaranya terhadap perantara yang juga sebagai staf di Komisi B DPRD Jatim. Hal itu diungkapkan saksi M. Basui dihadapan Majelis Hakim, Senin, 8 Otober 2018.
Menurut saksi yang juga terpidana dalam kasus yang sama ini mengatakan, 10 Dinas sudah memberikan komitmen fee tahap I termasuk Dinas Perikanan sebesar Rp150 juta dari anggaran APDB Tahun Anggaran (TA) 2017 di Kelautan dan Dinas Perikanan sebesar Rp1.5 milyar. Sedangkan tahan II tidak berjalan karena kasus Tangkap Tangan.Saksi M. Basuki selaku Ketua Komis B DPRD Jatim ini mengatakan, bahwa pemberian uang sebagai komitmen fee oleh setiap Dinas sudah menjadi tradisi turun temurun sebelum dirinya menjadi anggota DPRD Jatim sejak 2014 lalu.
Dalam sidang kali ini maupun sidang sebelumnya saat saksi sebagai terdakwa mengatakan, bahwa dirinya berusaha untuk menghentikan budaya turun temurun di 10 Dinas sebagai mitra kerja Komis B DPRD Jatim, namun menurut saksi tidak dapat menghentikannya. Alasannya, takut mendapat mosi tak percaya dari anggota Komis B DPRD Jatim, dan bisa berakibat terjadinya PAW (Pergantian Antara Waktu). Karena takut kehilangan sebutan Dewan yang terhormat dan jabatan di Komis B DPRD Jatim, M. Basuki pun tetap melaksanakan budaya turun temurun itu. Yang akhirnya menghantarkan M. Basuki ke penjara untuk yang kedua kalinya.
“Ada 10 SKPD sebagai mitra Komisi B. Kalau tahap I semua Dinas sudah setor. Anggaran di Dinas Kelautan dan Perikanan, Satu setengah milyar. Tahap pertama semua sudah setor. Dan itu sadah menjadi tradisi memberikan uang. Semua nggota menerima,” kata M. Basuki kepada Majelis Hakim.
Lalau apakah Heru Tjahjono selaku Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan yang saat ini menjabat sebagai Sekretaris Daerah Provinsi (Sekdaprov) Jawa Timur (Jatim) sejak tanggal 25 September 2018 akan “menyusul” 4 kerabatnya sesama Kepala Dinas Pemprov. Jatim atau JPU KPK akan menghadirkannya sebagai sebagai saksi untuk 2 kerabatnya yang menjadi terdakwa karena turut memberikan uang “suap” terhadap Komis B DPRD Jatim, yaitu Samsul Arifin sebagai Kepala Dinas Perkebunan dan Moch. Ardi Prasetiayawan Kepala Dinas Perindustrian Jatim ini ?
Sementara saksi Samsuri selaku Staf terdakwa Samsul Arifin menjawab pertanyaan JPU KPK Wawan, terkait penyerahan uang pada tanggal 2 Juni 2017 sebesar Rp100 juta kepada Rahman Agung mengatakan, bahwa penyerahan uang itu atas perintah Kepala Dinas Perkebunan Samsul Arifin.
“Saya nggak tahu persis Pak. Saya ditugaskan pimpinan yaitu Pak Samsul Arifin untuk menyerahkan uang ke Komisi B. Waktu itu hari Jum'at sekiat kurang lebih jam sepuluh, saya diminta ngantar itu (uang) ke Komisi B. Uang itu saya terima dan langsung berangkat, komunikasi dulu dengan Rahman Agung. Dan uang itu langsung saya serahkan ke Pak Agung,” jawab saksi Samsuri kepada Majelis Hakim.
Saat JPU KPK Wawan kembali menanyakan saksi Samsuri, terkait penyerahan uang sekitar bulan Januari sampai bulan April 2017, Samsuri mengakui.
“Pernah, persisinya saya lupa. Jumlahnya kurang lebih seratus juta, saya serahkan ke Pak Ka’bil langsung. Uang itu sayan terima dari Pak Samsul Arifin (terdakwa),” jawab saksi Samsuri
Saksi berikutnya adalah Sayuli Sukardono sebagai Driver Ketua Komisi B yang mengakui atas pertanyaan JPU KPK Wawan, terkait penerimaan uang dari Dinas Perkebunan dan Dinas Perindustrian melalui Rahman Agung.
“31 Mei 2017. Waktu itun ada giring, saya menunggu di Fraksi, kemudian saya ditelepon Pak Basuki disuruh menghadap Pak Agung. Kemudian dititipi sama Pak Agung, Ini untuk Pak Ketua” gitu. Uang sama surat-suratsurat jadi satu dalam Map, saya nggak atau jumlahnya. Terus saya serahkan ke Pak Basuki. Waktu itu pas hari Jum'at Pak Basuki nggak ikut rapat. Saya nggak atau Pak, ya isinya sama Map sama surat-surat yang akan ditandatangani,” jawab saksi Sayuli agak bingung untuk berkata jujur.
JPU KPK Wawan kembali menanyakan saksi Sayuli terkait nama Andi Sumarjono. Menurut saksi Sayuli, bahwa Andi Sumarjono dikenalnya sebagai seorang pengacara. JPU KPK menjelaskan ke saksi, bahwa Basuki pernah menitipkan uang yang berasala dari Dinas.
“Ia itu pengacara Pak, saya kenal. Pernah dititipi tapi saya nggak atau itu darimana. Waktu itu hari Senin, Setelah kejadian itu, (kejadian apa ini, tanya JPU KPK bertanya) yang OTT (Operasi Tangkap Tangan masksudnya). Kemudian dipanggil Pak Basuki untuk ketemu kemudian menanyakan, “gaji saya sudah diambil belum”, saya jawab saudah dan beberapa proposal sduah diambil juga. Sambil jalan dengar berita di Radio mobil tentang itu (OTT) terus mencoba menghubungi beberapa pengacara salah satunya Mas Andi itu. Saat ketemu hanya sebatas konsultasi aja, kemudian Pak Basuki menyerahkan titipan ke Pak Andi tandi,” jawab saksi Sayuli.
Nah…. Tibalah saat JPU KPK meminta kejujuran dari Dewan yang terhormat ini sebagai anggota Komis B DPRD Jatim periode 2014 - 2019, yaitu Agus Maulana dan Yusuf Rohma. Ternya kejujuran itu “tidak ada”, tak jauh beda dengan 41 anggota DPRD Kota Malang terkait penerimaan uang Pokir dan uang sampah, beigitu juga dengan anggota DPRD Kota Mojokerto terkait penerimaan uang tambahan penghasilan, uang Tujuh Sumur dan uang komitmen fee bagi semua anggota DPRD Kota Mojokerto, namun tak satupun yang mengakui.
Setelah KPK menetapkan hampir seluruh anggota DPRD Kota Malang dan 18 saat ini sudah diadili, barulah mengakui telah menerima uang Pokir, uang sampah dan uang 1 persen dari total anggaran APBD Kota Malang TA 2015.
Karena tak mengakui telah menerima uang dari Dinas sebagai mitra Komisi B melalui Ketua dan Wakil Ketua Komis B, Ketua Majelis Hakim Rochmat pun sempat “berceramah sebagai sesama satu agama” agar saling mengingatkan untuk saling jujur, karena akan dipertanggungjawabkan di akhirat nanti.
Namun saksi tetap bersikukuh tidak menerima apalagi mengetahuinya. Pada hal, M. Basuki dan M. Ka’bil Mubarok sebagai Ketua dan Wakil Ketua Komis B DPRD Jatim sudah dijembloskan kepenjara karena menerima uang suap itu dari 10 SKPD.
Harusnya KPK betindak tegas dan adil untuk menangani kasus Korupsi Khususnya yang melibatkan Kepala Daerah dan Dewan seperti saat KPK menangani kasus suap DPRD Kota Malang, agat masyarakat tidak menilai, bahwa penaganan kasus Korupsi itu adadugaan unsur Politiknya.
Sesuai persidangan. JPU KPK Wawan kepada media ini mengatakan, bahwa pemberian uang oleh 10 SKPD sebagai mitra Komis B DPRD Jatim per tahun di tahun 2016, namun setelah 2017 menjadi triwulan yang dalam satu tahun ada pemberian sebanyak 4 kali.
JPU KPK Wawan menambahkan, yang sudah terealisasi baru tahap pertama dengan jumlah yang berbeda-beda, sedangkan tahap ke dua belum terlaksana karena sudah tertangkap tangan KPK.
“Di tahun 2016 itu pemberian pertahun. Baru setelah 2017 berubah menjadi triwulan, jadi 1 tahun itu ada 4 kali pemberian. Yang sudah terealisasi baru tahap pertama, karena setelah itu tertangkap tangan KPK. Kalau jumlahnya beda-beda ada 10 Dinas, saya contohkan misalnya Dinas Pertanian itu 1 tahunnya sebesar Rp600 juta. Dibuat triwulan sehingga Rp150 juta,” ujar JPU KPK Wawan.
Saat ditanya terkait keterangan 2 saksi sebagai anggota Komis B DPRD Jatim, JPU KPK Wawan mengatakan bahwa saat ini untuk sementara belum bisa menjelaskan apa-apa. Namun JPU KPK Wawan mengingatkan kembali kasus DPRD Kota Malang yang berawal dari ketidak jujuran apara politikus itu.
“Kita belum bisa menentukan apa-apa. Tapi kalau belajar dari kasusnya DPRD Kota Malang, saya tidak mengatakan akan ditersangkakan semua, cuma di Kota Malang (DPRD) itu karena berawal dari ketidak jujuran. Makanya tadi kita berikan kesempatan untuk menjelaskan untuk jujur, tapi mungkin sudah punya pendapat lain gitu ya,” pungkas JPU KPK wawan
Saat ditanya lebih lanjut terkait jumlah Dinas yang sudah memberikan uang ke Komis B DPRD Jatim, JPU KPK Wawan menjelaskan, bahwa semua Dinas sudah menyerahkan komitmen fee tahap pertama sesuai dengan keterangan M.Basuki.
“Kalau dari keterangannya Basuki tadi, semua sudah menyerahkan. Untuk leb ih jelasnya, dari keterangan Kab’bil Mubarok. Karena yang lebih atau detailnya adalah Ka’bil Mubarok. Kalau menurut keterangan Basuki, itu sudah lama berlangsung dan sudah tradisi,” kata JPU KPK Wawan.
JPU KPK menambahkan, dari keterangan Basuki juga mengatakan bahwa dia ingin menghentikan kasus itu, tapi karena takut dapat mosi dan PAW, sihingga diteruskan. (Rd1).
Posting Komentar
Tulias alamat email :