0
Dr. Moch. Ardi Prasetiayawan
#Terdakwa Moch. Ardi Prasetiayawan sebelumnya dikabarkan Calon kuat Sekda Pemprov. Jatim dan calon Sekjen KPK namun gagal, kini meringkuk di Penjara#

beritakorupsi.co - Dr. Moch. Ardi Prasetiayawan, adalah Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Propinsi Jawa Timur sejak 2015, berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Jawa Timur Nomor 821.2/1833/212/2015 tanggal 31 Oktober 2015.

Pada awal tahun 2018, nama Moch. Ardi Prasetiayawan dikabarkan sebagai calon kuat dari 4 pejabat Pemprov. Jatim lainnya sebagai Sekretaris Daerah (Sekda). Selain itu, juga dikabarkan sebagai calon Sekjen KPK, namun dua posisi jabatan strategis itu harus “lenyap ditelan pengapnya udara penjara”, karena Moch. Ardi Prasetiayawan terjerat dalam kasus Korupsi suap Jilid II terhadap Ketua dan Wakil Ketua Komis B DPRD Jatim periode 2014 - 2019 yang Tangkap Tangan (TT) oleh KPK pada Juni 2016 lalu.

Kasus yang menyeret Kepala Dinas Perindustrian Pemprov. Jatim Moch. Ardi Prasetiayawan ini, bermula pada awal Juni tahun 2017 saat KPK melakukan Tangkap Tangan (TT) terhadap Moch. Basuki selaku Ketua Komis B DPRD Jatim, dan Moch. Ka’bil Mubarok, Wakil Ketua Komisi B DPRD Jatim periode 2014 - 2019 bersama 2 Stafnya Santoso dan R. Rahmat Agung, karena KPK mengetahui, bahwa kedua Politikus itu melalui Kedua Stafnya menerima uang suap dari Rohayati Kepala Dinas Peternakan dan Bambang Hariyanto, Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Jawa Timur bersama ajudannya Anang Basuki Rahmat.

Dalam Jilid I, ke- 7 terdakwa yaitu Moch. Basuki, Moch. Ka’bil Mubarok, Santoso dan R. Rahmat Agung, Rohayati, Bambang Hariyanto serta Anang Basuki Rahmat sudah diadili dan dinyatakan bersalah melakukan Tindak Pidana Korupsi menerima uang suap (Moch. Basuki, Moch. Ka’bil Mubarok, Santoso dan R. Rahmat Agung) yang dijerat dengan pasal 12 huruf a Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, sedangkan pemberi suap (Rohayati, Bambang Hariyanto serta Anang Basuki Rahmat) dijerat dengan pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi.

Moch. Basuki divonis 7 tahun penjara, Moch. Ka’bil Mubarok divonis 6 tahun dan 6 bulan dari tuntutan JPU KPK terhadap keduanya masing-masing 9 tahun. Sedangkan Santoso dan R. Rahmat Agung masing-masing dipidana penjara selama 4 tahun dari tuntutan JPU KPK selama 4 tahun dan 6 bulan. Sementara Rohayati dan Anang Basuki Rahmat dihukum penjara masing-masing selama 1 tahun dari tuntutan JPU KPK selama 1 tahun dan 6 bulan. Untuk Bambang Hariyanto, dipidana penjara selama 1 dan 4 bulan dari tuntutan JPU KPK selama 2 tahun.

Dalam fakta persidangan Jilid I terungkap, yang memberikan uang suap kepada Ketua dan Wakil Ketua Komis B DPRD Jatim periode 2014 - 2019 yang saat ini sudah terpidana, ternyata tidak hanya Rohayati selaku Kadis Peternakan dan Bambang Hariyanto selaku Kadis Pertanian dan Ketahanan Pangan Pemprov. Jatim, melainkan ada juga dari Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Moch. Ardi Prasetiayawan serta dari Kepala Dinas Perkebunan Pemprov. Jatim M. Samsul Arifin.

Fakta lain yang terungkap dalam persidangan Jilid I pada tahun lalu adalah, ada 10 SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) atau yang sekarang OPD (Organisasi Perangkat Daerah) sebagai mitra Komisi B DPRD Jatim, yaitu Dinas Pertanian, Dinas Peternakan, Dinas Kehutanan, Dinas Perikanan dan Kelautan, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Dinas Koperasi dan Usaha Menengah Kecil Mikro, Biro Perekonomian dan Biro Sumber Daya Alam.

Hari ini, Senin, 1 Oktober 2018, JPU KPK Wawan Yunarwanto, Taufiq Ibnugroho,  Ariawan Agustiartono dan Riniyati Karniasih menyeret Moch. Ardi Prasetiayawan selaku Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Propinsi Jawa Timur ke Pengadilan Tipikor Surabaya untuk diadili dihadapan Majelis Hakim yang diketua Rochmad, dalam Julid II kasus Korupsi suap terhadap Ketua dan Wakil Ketua Komis B DPRD Jatim periode 2014 - 2019 yang Tangkap Tangan (TT) oleh KPK pada Juni 2016 lalu, sementara terdakwa didampingi Penasehat Hukumnya Ir, Djoko Supriyono., SH dkk.

Dalam surat dakwaan JPU KPK yang dibacakan di ruang sidang Cakra Pengadilan Tipikor dengan Ketua Majelis Hakim Rochmat menjelaskan, bahwa terdakwa Moch. Ardi Prasetiayawan selaku Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Propinsi Jawa Timur berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Jawa Timur Nomor 821.2/1833/212/2015 tanggal 31 Oktober 2015, pada waktu antara bulan Pebruari sampai dengan bulan Juni 2017 atau setidak-tidaknya pada suatu waktu dalam tahun 2017, bertempat di ruang staf Komisi B DPRD Propinsi Jawa Timur Jl. Indrapura No.1 Krembangan Selatan, Krembangan, Surabaya atau setidaktidaknya pada suatu tempat yang masih termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Surabaya yang berwenang memeriksa dan mengadili, telah melakukan beberapa perbuatan, meskipun masing - masing merupakan kejahatan atau pelanggaran, ada hubungannya sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai perbuatan berlanjut, memberi atau menjanjikan sesuatu yaitu memberi hadiah berupa uang sejumlah Rp80.000.000 (delapan puluh juta rupiah) atau setidak-tidaknya sekitar jumlah itu kepada penyelenggara negara yaitu Moch. Basuki dan Moch. Ka’bil Mubarok selaku Anggota DPRD Propinsi Jawa Timur periode 2014-2019 sekaligus selaku Pimpinan Komisi B DPRD Provinsi Jawa Timur periode 2014-2019, dengan maksud supaya Pegawai tidak terlalu ketat dalam melakukan pengawasan terhadap kinerja Dinas Perindustrian dan Perdagangan Propinsi Jawa Timur, termasuk dalam pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun Anggaran (TA) 2017, yang bertentangan dengan kewajiban Moch. Basuki dan Moch. Ka’bil Mubarok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 155 ayat (3) Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi (DPRD) Jawa Timur (Jatim)  Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Tata Tertib DPRD Jatim, Pasal 12 huruf c, d dan e, Peraturan DPRD Jatim Nomor 1 Tahun 2015 tentang Kode Etik DPRD Jatim, dan Pasa 350 ayat (3) Undang-Undang (UU) RI Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, DPRD (MD3), dan bertentangan pula dengan Pasal 5 angka 4 dan angka 6 UU RI Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN), yang dilakukan dengan cara-cara sebagal berikut:

Pada tanggal 31 Oktober 2015 terdakwa Moch. Ardi Prasetiayawan diangkat sebagai Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Propinsi Jawa Timur (Pemprop. Jatim) berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Jawa Timur Nomor 821.2/1833/212/2015 yang mempunyai tugas dan tanggung jawab, diantaranya melaksanakan fungsi perumusan, pelaksanaan dan evaluasi pelaporan kebijakan di bidang perindustrian dan perdagangan.

Sehubungan fungsi pengawasan DPRD terhadap pelaksanaan APBD, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Propinsi Jawa Timur berdasarkan Keputusan Pimpinan DPRD Propinsi Jawa Timur Nomor : 188/I/KPTS-Pimp/050/2017 tanggal 6 Januari 2017 tentang Perubahan atas Keputusan Pimpinan DPRD Propinsi Jawa Timur Nomor 188/16/KPTS-Pimp/060/2014, merupakan mitra kerja Komisi B DPRD Propinsi Jawa Tlmur.


JPU KPK menyatakan, pengawasan Komisi B DPRD Propinsi Jawa Timur terhadap Pelaksanaan APBD pada Dinas-Dinas yang menjadi mitra kerjanya adalah dalam bentuk rapat dengar pendapat (hearing), dan kunjungan kerja lapangan. Pengawasan tersebut akan dilakukan setiap empat bulan sekali dan dibuat Laporan Komisi yang berisi rangkuman dari hasil hearing dengan Dinas-Dinas yang menjadi mitra kerja Komisi B yang disampaikan pada saat Paripurna, dimana hasil dari laporan komisi ini dapat memberikan dampak terhadap alokasi anggaran dinas pada tahun berlkutnya.

“Pada sekira bulan Januari - Pebruarl 2017, terdakwa Moch. Ardi Prasetiayawan mengadakan pertemuan dengan Moch. Basuki dan Moch. Ka;bil Mubarok diruang kerja Ketua Komisi B.  Dalam pertemuan tersebut, Moch. Ka’bil Mubarok menyampaikan permintaan uang sebagai komitmen yang harus dipenuhi oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan Propinsi Jawa Timur selama 1 (satu) tahun anggaran dari Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Dinas Perindustrian dan Perdagangan Propinsi Jawa Timur tahun 2017 sebesar Rp200.000.000.000 (dua ratus milliar rupiah) dengan maksud, agar Komisi B DPRD Jawa Timur tidak terlalu ketat dalam melakukan pengawasan terhadap kinerja Dinas Perindustrian dan Perdagangan Propinsi Jawa Timur,” ucap JPU KPK.

“Atas permintaan tersebut, terdakwa Moch. Ardi Prasetiayawan menyanggupi dan disepakati beban komitmen fee yang harus dibayarkan oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan Propinsi Jawa Timur untuk tahun 2017 sebesar Rp200.000.000 (dua ratus juta rupiah) yang dibayarkan secara bertahap setiap empat bulan sekali atau triwulan,” ungkap JPU KPK kemudian

Menindaklanjuti kesepakatan itu, pada kurun waktu bulan Januari sampai dengan Maret 2017 (Triwulan I), bertempat di ruang staf Komisi B DPRD Propinsi Jawa Timur, terdakwa Moch. Ardi Prasetiayawan melalui Fathor Rachman memberikan uang komitmen fee sebesar Rp30 juta kepada Moch. Kab’il Mubarok melalui R Rahman Agung selaku staf Komisi B DPRD Jatim.

Pada tanggal 04 Mei 2017, berdasarkan Surat Keputusan Pimpinan DPRD Jatim Nomor 188/7/KPTS-Pimp/050/2017, Moch. Ka’bil Mubarok pindah ke Komisi E, sehingga Moch. Basuki bertanggung jawab menggantikan posisi Moch. Kab’il Mubarok sebagai koordinator untuk berkoordinasi dengan Dinas-Dinas yang menjadi mitra kerja Komisi B DPRD Jatim, terkait pengumpulan uang komitmen triwulan kedua.

“Pada tanggal 29 Mei 2017 sebelum pelaksanaan hearing, bertempat di ruang kerja Ketua Komisi B DPRD Jatim, terdakwa Moch. Ardi Prasetiayawan melakukan pertemuan dengan Moch. Basuki yang dihadiri juga oleh Kepala Dinas Pertanian Propinsi Jawa Timur Bambang Heryanto (status terpidana.Red). Pada pertemuan tersebut Moch. Basuki selaku Ketua Komisi B DPRD Jatim kembali mengingatkan kepada terdakwa dan Bambang Heryanto terkait komitmen fee Triwulan Kedua untuk Komisi B DPRD Jatim paling lambat tanggal 22 Juni 2017. Atas permintaan Moch. Basuki tersebut, terdakwa Moch. Ardi Prasetiayawan menyampaikan akan segera memenuhinya,”  kata JPU KPK

JPU KPK mengungkapkan, “Pada tanggal 30 Mei 2017, terdakwa Moch. Ardi Prasetiayawan memberikan uang sebesar Rp50 juta sebagai realisasi komitmen fee atas permintaan Moch. Basuki. Dan uang  tersebut dibungkus dalam amplop warna coklat kepada Lani (Sekretaris Dinas Perindustrian dan Perdagangan Porpinsi Jawa Timur) untuk diserahkan kepada Moch. Basuki”.

Pada tanggal 31 Mei 2017, Lani meminta Fathor Rachman selaku Kepala Tata Usaha Dinas Perindustrian dan Perdagangan Propinsi Jawa Timur menyerahkan uang komitmen triwulan kedua sebesar Rp50 juta yang dikemas dalam bentuk buku, dan dibungkus Koran dibagian luar untuk diserahakam kepada Komisi B DPRD Jatim

Menindaklanjuti perintah Lani, Fathor Rachman menghubungi R. Rachman Agung guna menyerahkan uang komitmen dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan Propinsi Jawa Timur kepada Moch. Basuki. Selanjutnya Moch. Basuki menyampaikan agar uang tersebut diserahkan melalui R. Rachman Agung.

“Pada tanggal 31 Mei 2017, bertempat di ruang Staf Komisi B DPRD Jatim, Fathor Rachman menyerahkan bungkusan berisi uang komitmen triwulan kedua dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan Propinsi Jawa Timur sebesar Rp50 juta kepada R. Rachman Agung. Selanjutnya R. Rachman Agung menyerahkan uang tersebut kepada Moch. Basuki melalui Sayuli Sukardono yang merupakan sopir pribadi Moch. Basuki. Kemudian Sayuli Sukardono menyerahkan uang tersebut kepada Moch. Basuki di rumahnya,” ungkap JPU lagi.

Setelah pemberian uang tersebut, dilakukan Rapat Dengar Pendapat (hearing) antara Dinas Perindustrian dan Perdagangan Propinsi Jatim dengan Komisi B DPRD Jatim. Selama pelaksanaan hearing, Komisi B DPRD Jatim tidak menjalankan fungsi Kontrol dan Pengawasan terhadap Dinas Perindustrian dan Perdagangan Propinsi jATIM sebagaimana mestinya, sehingga pelaksanaan hearing berjalan dengan lancar.

Lebih lanjut JPU KPK mengungkapkan, “bahwa uang sejumlah Rp50 juta yang diterima oleh Moch. Basuki, selanjutnya digunakan untuk kepentingan Moch. Basuki sebesar Rp40 juta, dan sisanya sebesar Rp10 juta telah diserahkan kepada Komisl Pemberantasan Korupsi melalui Andi Soemarjono”.

Bahwa terdakwa Moch. Ardi Prasetiayawan mengetahui atau patut menduga, bahwa perbuatannya memberi hadiah berupa uang sebesar Rp80 juta kepada Moch. Basuki dan Moch. Ka’bil Mubarok, agar dalam pelaksanaan rapat dengar pendapat (hearing) terkait pelaksanaan APBD tidak melakukan fungsi kontrol dan pengawasan sebagaimana mestinya. Perbuatan tersebut bertentangan dengan kewajiban Moch. Basuki dan Moch. Ka’bil Mubarok sebagai Penyelenggara Negara, yaitu selaku anggota DPRD Propinsi Jawa Timur sebagaimana diatur dalam Pasal 5 angka 4 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN), yang berbunyi ; “Setiap Penyelenggara Negara berkewajiban untuk tidak melakukan perbuatan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme”, dan Pasal 5 angka 6 yang berbunyi ; "Setiap Penyelenggara Negara berkewajiban untuk melaksanakan tugas dengan penuh rasa tanggung jawab dan tidak melakukan perbuatan tercela, tanpa pamrih baik untuk kepentingan pribadi, keluarga, kroni maupun kelompok dan tidak mengharapkan imbalan dalam bentuk apapun yang bertentangan dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku”, Pasal 350 ayat (3) UU RI Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD, yang berbunyi ; “Anggota DPRD Propinsi dilarang melakukan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, serta bertentangan dengan kewajiban anggota DPRD sebagaimana diatur dalam Pasal 155 ayat (3) Peraturan DPRD Propinsi Jawa Timur No. 1 Tahun 2014 tentang Tata Tertib DPRD Propinsi Jawa Timur, yang berbunyi ; “Anggota DPRD dilarang melakukan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, serta dilarang menerima Gratifikasi”, Pasal 12 huruf c, d dan e Peraturan DPRD Jatim Nomor 1 Tahun 2015 tentang Kode Etik DPRD Jatim, yang berbunyi ; “Anggota dan Pimpinan dilarang: (c) Melakukan korupsi, kolusi dan nepotisme, (d) Menenerima sesuatu dalam bentuk apapun yang dapat mempengaruhi pelaksanaan tugas, wewenang dan fungsi DPRD, (e) Menyalahgunakan jabatannya secara langsung atau tidak langsung untuk meminta dan/atau menerima sesuatu dalam bentuk apapun untuk kepentingan pribadi, kelompok atau golongan”.

“Perbuatan Moch. Ardi Prasetiayawan  sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a (atau pasal 13) Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 64 ayat (1) KUHP,” ucap JPU KPK diakhir surat dakwaannya.

Atas surat dakwaan JPU KPK. terdakwa melalui PH-nya tidak mengajukan keberatan atau Eksepsi. Namun terdakwa menyampaikan surat permohonan sebagai JC (astice Collabolator). Itulah enaknya, walau sebagai terdakwa, masih punya “senjata pamungkas” untuk mendaptkan keringanan hukuman. Namun, apakah ada hal-hal baru yang akan dibongkar terdakwa dalam persidangan selanjtnya, atau hanya akan mendapatkan keringanan hukuman ????. (Rd1)

Posting Komentar

Tulias alamat email :

 
Top