beritakorupsi.co - Setelah sempat tertunda dua kali, akhirnya Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Jember membacakan surat tuntutannya di ruang sidang Sari Pengadilan Tipikor Surabaya yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Wiwin Arodawanti, terhadap terdakwa Thoif Zamroni selaku Ketua DPRD Kabupaten Jember, dalam kasus perkara Korupsi dana Bansos Kabupaten Jember tahun 2015 lalu, yang merugikan keuangan negara sebesar Rp90 juta yang termasuk bagian dari Rp1.045.000.000 (satu milliar empat puluh lima juta rupiah) sesuai laporan hasil perhitungan kerugian negara (HPKN) oleh BPKP (Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan) Nomor S-1214/13/05/2018 tanggal 5 Maret 2018, pada Selasa, 2 Oktober 2018.
Thoif Zamroni selaku Ketua DPRD Kabupaten Jember periode 2014 -2019, terseret dalam kasus dugaan Korupsi Dana Bansos sebesar Rp38 milliar yang berasal dari anggaran APBD Kabupeten Jember Tahun Anggaran (TA) 2015 yang pencariannya tidak sesuai dengan prosedur termasuk peruntukannya.
Pada sidang sebelumnya terungkap dari keterangan mantan Sekda Kabupaten Jember Sugiarto yang mengatakan, bahwa pencaran dana Bansos TA 2015 sebesar Rp38 milliar tidak sesuai prosedur. Kepada Majelis Hakim, Sugiarto mengatakan bahwa permintaan dana hibah dan Bansos untuk anggota maupun untuk pimpinan DPRD berawal pada saat berlabsungnya rapat gabungan antara tim Anggaran Pemda dengan Banggar (Badan Anggaran) DPRD. Dan Sugiarto mengatakan, tidak kuasa untuk menolak permintaan itu.
"Saat rapat gabungan Tim Anggaran Pemkab Jember dengan Banggar (Badan Anggaran) DPRD Jember, ada permintaan dana hibah dan bansos sebesar Rp38 miliar, baik untuk anggota maupun pimpinan yang disampaikan pimpinan Dewan. Pencairannya tidak sesuai prosedur, saya tidak kuasa untuk menolaknya,” ujar Sugiarto (Selasa, 17 Juli 2018).
Dua minggu kemudian, Kejati Jatim langsung menetapkan Sugiarto dan Ita Puri Handayani selaku Kepala BPKAD (Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah) menjadi terangka. Keterlibatan Kepala BPKAD Kabupaten Jember ini dalah, karena data dokumen penerima dana Bansos diserahkan “ketangannya” oleh Sekwan, dimana data dukimen tersebut diperoleh dari DPRD. Kemudian oleh BPKAD diserahkan ke Dinas terkait sesuai dengan data dalam dokumen yang sudah disiapkan oleh masing-masing anggota DPRD, diantaranya adalah Dinas Perternakan yang tidak melakukan verifikasi.
Anehnya, duit Bansos sebanyak Rp38 milliar itu ternyata dibagi-bagi oleh seluruh anggota DPRD Kab. Jember dengan jumlah yang berbeda, tergantung jebatan. Ketua dan 3 Wakil Ketua mendapatkan jatah masing-masing sebesar Rp1 M, sedangkan anggota menerima masing-masing Rp750 juta. Hal itu diakui juga oleh 3 Wakil Ketua DPRD Kabupeten Jember yakni Ayub Junaidi (PKB), Ni Nyoman Putu Martini (PDIP) dan Yuli Priyanto (PKS) saat dihadirkan menjadi saksi.
“Ketua dan 3 Wakil Ketua masing-masing Satu Milliar, anggota Tujuh ratus Lima puluh (Rp750 juta.Red),” kata saksi saat itu (Selasa, 7 Agustus 2018).
Alasan para politikus di Kabupaten Jember menerima duit Bansos itu, untuk dibagikan ke Konstituennya di Dapil masing-masing anggota DPRD. Namun kenyataannya justru bermasalah, karena sejak awal pencairannya pun sudah tidak sesuai dengan prosedur, apalgi peruntukannya, malah tidak kena sasara.
Akibatnya, hanya Thoif Zamroni selaku Ketua DPRD Kabupaten Jember ini yang diadili, sementara 49 anggota DPRD lainnya yang disebutkan menerima duit Bansos hingga hari ini masih “AnNyam alias Aman dan Nyaman atau Amtos alias Aman Sentosa”, karena mungkin Kejaksaan tidak menemukan bukti, kecuali hanya ucapan saja, atau karena memang tak mudah bagi Kejaksaan untuk menyeret para politikus itu dalam kasus ini dengan lasan “tidak cukup bukti”.
Andai saja KPK yang menanganinya, bisa jadi bernasib sama dengan DPRD Kota Malang, di mana KPK telah menetapkan sebanyak 41 dari 45 anggota DPRD Kota Malang periode 2-14 - 2019 menjadi terasangka/terdakwa termasuk Ketua DPRD dan Wali Kota Malang, yang membuat kota Malang “bernasib Malang”.
Selain itu, dana Bansos itupun mengalir juga kesalah seorang anggota LSM (Lembaga Suwadaya Masyarakat) Perintis yakni Solihin, berupa seekor Sapi sebagai “tutup mulut” pada tahun 2016. Sapi itu diterima Solihin dari Muchtar Sami’an selaku koordinator Kelompok yang ditunjuk oleh terdakwa Thoif Zamroni.
Selain ke LSM, dana Banos sebesar Rp300 juta dikabarkan mengali ke sekelompok wartawan di Jember dengan membentuk Kopersi Wirausaha Nasional (Kowina) melalui Wakil Ketua DPRD dari Fraksi PKB yakni Ayub Junaidi. Namun kepada wartawan media ini, Ayub Junaidi saat ditemui di Pengadilan Tipikor mengatakan, bahwa Kowina adalah milik Ansor (Selasa, 31 Juli 2018).
Tidak hanya itu. Dalam persidangan juga terungkap, bahwa data Kelompok penerima dana Bansos disetorkan ke BPKAD oleh Tina Handayani selaku Sekretaris Dewan, data itu diterimnya dari Ketua DPRD. Oleh BPKAD diseserahkan ke SKPD masing-masing sesuai data Kelompok yang sudah ada, diantaranya adalah Dinas Ketahan dan Ternak. Dan kemudian, Dinas Ketahanan dan ternak membuat NPHD (Naskah Perjanjian Hibah Daerah), tanpa melakukan Verifikasi, sesaui pengakuan dari Didi Permana Kristian, dan Eka Ernawati selaku pegawai di Dinas Ketahanan dan Ternak.
Mantan Sekda Kab. Jember, Sugiarto (sudah tersangka) |
Dalam surat tuntutan JPU, terdakwa Thoif Zamroni dijerat dengan pasal 3 (pasal 11) Undang-Undang RI Nomor Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pembahan Aaas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Terdakwapun dituntut pidana penjara selama 3 tahun dan denda sebesar Rp100 juta subsider 2 bulan kurungan, serta tuntutan pidana tambahan berupa pengembalian kerigian negera sebesar Rp90 juta yang sudah dikembalikan oleh terdakwa untuk dirampas kepada negara, serta pencabutan hak politik selama 2 tahun.
JPU mengatakan, bahwa terdakwa Thoif Zamroni selaku Ketua DPRD Kabupaten Jember periode 2014 - 2019, bersama-sama Ayub Junaidi, Ni Nyoman Putu Martini dan Yuli Priyanto (masing-masing selaku Wakil Ketua yang juga anggota Banggar DPRD periode 2014 - 2019) bersama-sama pula dengan Sugiarto selaku Sekretaris Daerah juga selaku Ketua Tim Anggaran Pemerintah Kabupaten Jember), pada sekitar tahun 2014 hingga 2015 bertempat di Kantor DPRD Kabupaten Jember, melakukan atau turut serta melakukan secara melawan hukum, yakni terdakwa maupun Ayub Junaidi, Ni Nyoman Putu Martini dan Yuli Priyanto menyalurkan dana Bantuan Sosial (Bansos)/Hibah dari APBD Kabupaten Jember Tahun Anggaran (TA) 2015, yang pengusulannya melalui DPRD Kabupaten Jember, dengan terlebih dahulu melakukan penekanan terhadap Sugiarto selaku Ketua Tim Anggaran dengan mengatakan “APBD Kabupaten Jember Tangun Anggaran 2015 tidak akan dibahas yang selanjutnya diakomodir (“disetujui”), sehingga penyaluran dana Bansos/Hibah tidak sesuai dengan perintukannya dan tidak tepat sasaran.
Terdakwa Thoif Zamroni selaku Ketua DPRD Kabupaten Jember serta Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPRD Kabupaten Jember, menghimpun usulan bantuan dana Hibah dari masyarakat dengan cara mengumpulkan opy kartu tanda penduduk (KTP) pemohon bantuan dana Bansos.
Untuk melaksanakan di lapangan, terdakwa menunjuk Subairi dan Muchtar Sami’an, yang ditindaklanjuti dengan membuat nama kelompok dan menyerahkannya kepada terdakwa. Sedangkan mengenai besaran dan jenis bantuan yang menentukan adalah terdakwa, selain itu terdakwa juga menyuruh Indra Prasetya untuk mencari kelompok ternak yang akan diajukan melalui terdakwa dengan ketentuan, apa dana bila cair sebagian akan dipotong untuk terdakwa.
Kelompok ternak yang diusulkan melalui terdakwa untuk Dinas Peternakan berjumlah 24 kelompok sebesar Rp8.350.000.000. Selain Dinas Peternakan, terdakwa juga mengusulkan kelompok untuk menerima dana Hibah di bagian Kesra sebesar Rp160 juta, dan bagian Perekonomian sebesar Rp 50 juta dengan cara membentuk kelompok yang sama seperti pada Dinas Peternakan.
Ita Puri Handayani, Kepala BPKAD (sudah tersanhka) |
Selain itu, ada juga kelompok Usaha Kecil Menengah (UKM), yaitu kepada Muhammad Qholik Hasan selaku Ketua pengurus UKM Sejahtera, yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara sebesar Rp1.045.000.000 (Satu milliar Empat puluh Lima juta rupiah) sebagaimana tercantum dalam laporan hasil perhitungan keuangan negara (HPKN) BPKP (Badan Pemeriksan Keuangan dan Pembangunan) Nomor S-1214/13/05/2018 tanggal 5 Maret 2018.
Kemudian terdakwa menyetorkan nama-nama kelompok, lengkap dengan nominal, jenis dan jumlah bantuannya (By name by address) kepada Diana Ivandayani. Karena selain dari terdakwa, Dian Handayani juga menghimpun nama-nama kelompok yang diusulkan oleh seluruh anggota DPRD Jember yang lain, lengkap dengan nama kelompok, jenis dan jumlah bantuannya (By name by address).
Dan pembagiannya untuk unsur pimpinan DPRD sebesar Rp 1 miliar, sedangkan masing-masing anggota 750 juta rupiah. Sehingga total keseluruhan dana hibah yang pengusulannya melalui DPRD Kabupaten Jember adalah sebesar 38,5 miliar. Dalam pelaksanaannya, dana yang dicairkan oleh kelompok digunakan tidak sesuai dengan proposal, yakni ada yang menaikkan harga dan adapula pembelian fiktif yang tentunya bukti-bukti penggunaan bantuan juga di rekayasa. Selain itu, juga ada pemotongan terhadap kelompok ternak Sidomulyo dan kelompok lainnya masing-masing Rp300 juta, yang dilakukan oleh Indra Prasetya. Kemudian uang sebesar Rp60 juta tersebut diberikan kepada terdakwa sebagaimana perjanjian awal, antara terdakwa dengan Indra Prasetya.
Laporan pertanggungjawaban yang seharusnya dibuat oleh kelompok, ternyata dalam pelaksanaannya dibuat oleh Subairi selaku coordinator, dan dibantu Sami’an dengan merekayasa bukti pembelian dan ada juga yang tidak membuat laporan pertanggungjawaban. Ketika dilakukan pengecekan lokasi didapatkan kelompok yang mengajukan dana hibah yang pengusulannya melalui terdakwa sudah tidak ada lagi. Bantuannya juga tidak tepat sasaran karena digunakan tidak sesuai dengan tujuan sebagaimana tercantum dalam proposal maupun laporan pertanggung jawabannya, yaitu ternak atau unggas yang dibeli atas nama kelompok tidak lagi digemari oleh kelompok melainkan dinikmati perorangan karena memang kelompoknya tidak ada. Penyalahgunaan bantuan Hibah berawal pada saat pembahasan KUAPPAS (Kebijakan Umum Anggaran dan Priorotas Plafon Anggaran Sementara) Tahun Anggaran 2015, antara tim anggaran Pemerintah Daerah Kabupaten Jember dengan ketua Sugiarto, bersama badan anggaran DPRD Kabupaten Jember yang dipimpin oleh terdakwa bersama dengan 3 orang Wakil Ketua, yaitu Ayub Junaidi, Ni Nyoman Putu Martini dan Yuli Priyanto, di mana saat itu terdakwa selaku ketua DPRD Kabupaten Jember dan sebagai ketua badan anggaran DPRD Kabupaten Jember, meminta anggaran kepada tim anggaran pemerintah daerah untuk setiap anggaran DPRD sesuai dengan jabatannya dengan berdasarkan kepada daftar nama-nama kelompok (By name by address) yang dihimpun oleh Diana Evandayani
Permintaan anggaran untuk Hibah yang diusulkan melalui DPRD Jember tersebut disetujui, maka terdakwa selaku ketua DPRD Kabupaten Jember yang juga sebagai ketua badan anggaran DPRD Kabupaten Jember bersama-sama dengan Ayub Junaidi, Ni Nyoman Putu Martini dan Yuli Priyanto masing-masing selaku Wakil pimpinan DPRD Kabupaten Jember dan sebagai Wakil Ketua badan anggaran menyampaikan kepada Sugiarto, kalau permintaan anggota DPRD tidak diberikan maka APBD Kabupaten Jember Tahun Anggaran 2015 tidak dibahas.
Permintaan tersebut yang seharusnya langsung ditolak oleh Sugiarto selaku Sekda dan ketua tim anggaran karena tidak sesuai dengan mekanisme yang berlaku, namun nyatanya Sugiarto selaku Sekda dan ketua tim anggaran bersama dengan Bupati Jember yaitu M.Z.A. Jalal justru mengakomodir permintaan terdakwa bersama-sama dengan Ayub Junaidi, Ni Nyoman Putu Martini dan Yuli Priyanto tersebut.
Untuk melegalkan permintaan terdakwa bersama-sama dengan Ayub Junaidi, Ni Nyoman Putu Martini dan Yuli Priyanto, Sugiarto meminta pimpinan badan anggaran segera membuat surat permohonan Hibah dan proposalnya segera diajukan kepada SKPD masing-masing, sehingga bertentangan dengan peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011 tentang pedoman pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang bersumber dari anggaran APBD Kabupaten Jember yang diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 39 tahun 2012 pasal 8 tentang penganggara, disebutkan; 1. Pemerintah, pemerintah daerah lainnya, perusahaan daerah, masyarakat dan organisasi kemasyarakatan dapat menyampaikan secara tertulis kepada kepala Daerah,; 2. Kepala Daerah menunjuk SKPD terkait sebagaimana dimaksud ayat 2 menyampaikan hasil evaluasi berupa rekomondasi kepada Bupati melalui SKPD,; 3. Kepala SKPD terkait sebagaimana dimasksud ayat 2 menyampaikan hasil rekomondasi kepada Bupati melalui TAPD,; 4. TPAD memberikan pertimbangan atas rekomondasi sebagaimana dimaksud ayat (3) sesuai dengan prioritas dan kemampuan keuangan Kabupaten.
Setelah APBD Kabupaten Jember tahun 2015 disahkan, kemudian kesepakatan antara pimpinan badan anggaran yakni terdakwa dan 3 wakil ketua selaku unsur dengan Sugiarto selaku ketua tim anggaran, ditindaklanjuti dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Bupati Jember Nomor 188.45/34/12/2015 tanggal 2 Januari 2015 tentang penggunaan anggaran belanja Hibah Pemerintah Kabupaten Jember Tahun Anggaran 2015, dan untuk menindaklanjuti kesepakatan antara badan anggaran dengan tim anggaran pemerintah daerah, maka kemudian terdakwa selaku ketua DPRD Jember merekayasa surat Nomor 170/2489/35.09.2/2014 tanggal 14 November 2014 tentang usulan hibah Tahun Anggaran 2015 yang seolah-olah dibuat dan diserahkan kepada Sekda, BPKAD, Dinas Peternakan dan SKPD lainnya sebelum pembahasan KUAPPAS.
Padahal kenyataannya, surat tersebut diterima Sekda, BPKAD, Dinas Peternakan dan SKPD lainnya pada tanggal 5 Januari 2015. Untuk menindaklanjuti surat dari terdakwa selaku ketua DPRD tersebut, maka ketua TAPD Sugiarto menyuruh Ita Puri Handayani selaku kepala BPKAD untuk menyampaikan kepada SKPD terkait, agar membuat surat rekomendasi usulan dana Hibah yang tanggalnya disesuaikan dengan surat dari ketua DPRD Jember yang sebelumnya sudah direkayasa.
Atas saran dari Ita Puri Handayani sesuai petunjuk dari Sugiarto tersebut, maka Mahfud Afandi selaku kepala Dinas Peternakan membuat surat rekomendasi seolah-olah SKPD Dinas Peternakan telah menerima proposal dan telah memverifikasinya, pada hal SKPD Dinas Peternakan pada tanggal 17 November 2014 tidak pernah menerima dan melakukan verifikasi proposal pengajuan dana Hibah yang diusulkan melalui DPRD.
Pada bulan Juli 2015 dilakukan perubahan APBD Kabupaten Jember termasuk dana Hibah yang pengusulannya melalui DPRD Kabupaten Jember, yang dalam pengusulan dana Hibah perubahan tersebut prosesnya seperti pada saat usulan pertama. Penambahan anggaran untuk masing-masing anggota DPRD sesuai dengan jabatannya, khususnya untuk terdakwa dari awal sebesar Rp1 miliar untuk 40 kelompok menjadi Rp1.495.000.000 untuk 70 kelompok dengan rincian sebagai berikut; Dinas Peternakan ada tambahan 4 kelompok sebesar Rp320 juta, bagian Kesra ada tambahan 25 kelompok sebesar Rp125 juta, bagian Ekonomi ada tambahan satu kelompok sebesar 50 juta.
Bahwa pencairan dana bantuan hibah sebagaimana tersebut di atas dilakukan dua kali, pertama pada bulan Agustus 2015 sebanyak 8 kelompok pada Dinas Peternakan, dan terakhir pada bulan Desember 2015 sebanyak 16 kelompok yang terdiri dari Dinas Peternakan satu kelompok, pada bagian Perekonomian 28 kelompok, pada bagian Kesra 1 kelompok, pada Dinas Pertanian satu kelompok, pada Dinas Pendidikan i kelompok sehingga dari 70 kelompok yang diusulkan oleh terdakwa yang dicairkan sebanyak 52 kelompok khususnya peternakan yang dicairkan adalah sebanyak 21 kelompok sejumlah Rp665 juta
Penerima bantuan yang dalam hal ini kelompok ternak Sidomulyo dan kelompok Nila Jaya mau menyerahkan uang masing-masing sejumlah Rp30 juta dengan total keseluruhan Rp60 juta, dikarenakan kedua kelompok tersebut menganggap, karena terdakwa sebagai ketua Dewan maka 2 kelompok tersebut bisa mendapatkan bantuan Hibah. (Rd1)
Posting Komentar
Tulias alamat email :