0
Terdakwa M. Samsul Arifin (tengah) saat digiring petugas keamanan Penagadilan Tipikor keluar dari ruang sidang
#Dalam surat dakwaan JPU KPK disebutkan, bahwa seluruh anggota Komisi B DPRD Jatim Periode 2014 - 2019 menerima “uang suap”#
 
beritakorupsi.co - Senin, 1 Oktober 2018, JPU KPK Trimulyono Hendradi, M. Wiraksanajaya, Luki Dwi Nugroho, Iskandar Marwanto, Arin Karniasih dan Tri Anggro Mukti, menyeret M. Samsul Arifin mantan Kepala Dinas (Kadis) Pekebunan Provinsi Jatim ke Pengadilan Tipikor Surabaya untuk diadili dihadapan Majelis Hakim yang diketua Rochmad, dalam Jilid II kasus Korupsi suap terhadap Ketua dan Wakil Ketua Komis B DPRD Jatim periode 2014 - 2019 yang Tangkap Tangan (TT) oleh KPK pada Juni 2016 lalu.

Kasus yang menyeret mantan Kepala Dinas (Kadis) Pekebunan Provinsi Jatim M. Samsul Arifin, bermula pada awal Juni tahun 2017 saat KPK melakukan Tangkap Tangan (TT) terhadap Moch. Basuki selaku Ketua Komis B DPRD Jatim, dan Moch. Ka’bil Mubarok, Wakil Ketua Komisi B DPRD Jatim periode 2014 - 2019 bersama 2 Stafnya Santoso dan R. Rahmat Agung, karena KPK mengetahui, bahwa kedua Politikus itu melalui Kedua Stafnya menerima uang suap dari Rohayati Kepala Dinas Peternakan dan Bambang Hariyanto, Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Jawa Timur bersama ajudannya Anang Basuki Rahmat.

Dalam Jilid I, ke- 7 terdakwa yaitu Moch. Basuki, Moch. Ka’bil Mubarok, Santoso dan R. Rahmat Agung, Rohayati, Bambang Hariyanto serta Anang Basuki Rahmat sudah diadili dan dinyatakan bersalah melakukan Tindak Pidana Korupsi menerima uang suap (Moch. Basuki, Moch. Ka’bil Mubarok, Santoso dan R. Rahmat Agung) yang dijerat dengan pasal 12 huruf a Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, sedangkan pemberi suap (Rohayati, Bambang Hariyanto serta Anang Basuki Rahmat) dijerat dengan pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi.

Moch. Basuki divonis 7 tahun penjara, Moch. Ka’bil Mubarok divonis 6 tahun dan 6 bulan dari tuntutan JPU KPK terhadap keduanya masing-masing 9 tahun. Sedangkan Santoso dan R. Rahmat Agung masing-masing dipidana penjara selama 4 tahun dari tuntutan JPU KPK selama 4 tahun dan 6 bulan. Sementara Rohayati dan Anang Basuki Rahmat dihukum penjara masing-masing selama 1 tahun dari tuntutan JPU KPK selama 1 tahun dan 6 bulan. Untuk Bambang Hariyanto, dipidana penjara selama 1 dan 4 bulan dari tuntutan JPU KPK selama 2 tahun.

Dalam fakta persidangan Jilid I terungkap, ternyata yang memberikan uang suap kepada Komis B DPRD Jatim periode 2014 - 2019 tidak hanya Rohayati selaku Kadis Peternakan dan Bambang Hariyanto selaku Kadis Pertanian dan Ketahanan Pangan Pemprov. Jatim, melainkan ada juga dari dari Kepala Dinas Perkebunan Pemprov. Jatim M. Samsul Arifin dan dari Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Moch. Ardi Prasetiayawan

Fakta lain yang terungkap dalam persidangan pada tahun lalu adalah, ada 10 SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) atau yang sekarang OPD (Organisasi Perangkat Daerah) sebagai mitra Komisi B DPRD Jatim, yaitu Dinas Pertanian, Dinas Peternakan, Dinas Kehutanan, Dinas Perikanan dan Kelautan, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Dinas Koperasi dan Usaha Menengah Kecil Mikro, Biro Perekonomian dan Biro Sumber Daya Alam.

Dan dari 10 SKPD ini, andai saja KPK tidak melakukan Tangkap Tangan terhadap Ketua dan Wakil Ketua Komis B DPRD Jatim, diperkirakan selama tahun 2017 Komisi B DPRD Jatim akan menerima uang suap yang disebut sebagai komitmen fee sebesar Rp3.07 Milliar.

Sebahagian dari uang yang berasal dari 10 SKPD itu, sudah diterima Ketua dan Wakil Ketua Komis B DPRD Jatim M.Basuki dan M. Ka’bil Mubarok. Uang haram itu ternyata tidak hanya dinikmati oleh kedua politikus itu, melaikan dibagikan juga keseluruh anggota Komis B DPRD Jatim periode 2014 - 2109.

Hal ini kembali lagi terungkap dari surat dakwaan JPU KPK terhadap terdakwa M. Samsul Arifin. Kali ini KPK kembali “diuji” ketegasannya dalam hal penegakan hukum terhadap pelaku Tidak Pidana Korupsi, seperti saat KPK menyeret 41 dari 45 anggota termasuk Ketua DPRD Kota Malang periode 2014 - 2019 bersama Wali Kota Malang untuk diadli yang juga karena kasus suap. Belum lagi kasus suap DPRD Kota Mojokerto, yang juga dikatakan dalam surat dakwaan JPU KPK, bahwa uang “haram” yang diterima Ketua dan 2 Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto (sudah terpidana) dibagikan juga keseluruh anggota DPDR Kota Mojokerto periode 2014 - 2019 sebanyak 22 orang. Namun hingga saat ini, KPK belum menetapkan satu pun sebagai tersangka.

Apakah KPK akan menyeret seluruh anggota Komis B DPRD Jatim periode 2014 - 2019 ke Pengadilan Tipikor untuk diminta pertanggungjawabannya karena dikatakan JPU dalam dakwaannya, bahwa uang “haram” yang diterima M. Basuki dan M. Ka’bil Mubarok selaku Ketua dan Wakil Ketua Komis B DPRD Jatim dibagikan juga keseluruh anggota Komis B B DPRD Jatim periode 2-14 - 2019 ?
Sementara dalam surat dakwaan JPU KPK terhadap terdaka M. Samsul Arifin selaku Kepala Dinas Perkebunan Pemprov. Jatim, yang dibacakan dihadapan Majelis Hakim yang diketua Rochmad berlangsung di ruang sidang Cakra Pengadilan Tipikor Surabaya, sementara terdakwa didampingi Penasehat Hukumnya Jamal Abdul Nasib dan Taufan Hidayat.

JPU KPK menjelaskan, bahwa terdakwa M. Samsul Arifin selaku Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Timur, pada sekira bulan Maret 2017, dan tanggal 2 Juni 2017 atau setidak-tidaknya pada waktu-waktu tertentu pada tahun 2017, bertempat di Ruang Komisi B DPRD Provinsi Jawa Timur Jalan Indrapura Nomor 1 Krembangan Selatan, Krembangan, Surabaya atau setidak-tidaknya pada suatu tempat yang masih termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Surabaya yang berwenang memeriksa dan mengadilinya, telah melakukan beberapa perbuatan yang mempunyai hubungan sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai perbuatan berlanjut, memberi atau menjanjikan sesuatu berupa uang yang sejumlah Rp40 juta dan uang sebesar Rp100 juta.

Pemberian uang itu oleh terdakwa M. Samsul Arifin selaku Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Timur  kepada Moch. Basuki dan Moch. Ka’bil Mubarok yang masing-masing sebagai Pimpinan Komisi B (yang telah diadili dan diputus dalam perkara terpisah yang sudah berkekuatan hukum tetap) serta Anggota Komisi B lainnya selaku DPRD Provinsi Jawa Timur periode Tahun 2014 - 2019, supaya tidak melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun Anggaran (TA) 2017, dfan tidak mempersulit Dinas Perkebunan Provinsi Jatim atau tidak melakukan evaluasi dan pengawasan secara sungguh - sungguh terhadap pelaksanaan APBD TA 2017, yang bertentangan dengan kewajiban Moch. Basuki dan Moch. Ka’bil Mubarok serta Anggota Komisi B lainnya   sebagaimana dimaksud dalam Pasal 324 huruf g juncto Pasal 350 ayat (3) Undang - Undang RI  Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD, serta bertentangan pula dengan Pasal 5 angka 4 dan angka 6 UU RI Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN), Pasal 155 ayat (3) Peraturan DPRD Provinsi Jawa Timur Nomor 1 Tahun 2014 tentang Tata Tertib DPRD Jatim, Pasal 12 huruf c, d dan e Peraturan DPRD Provinsi Jatim Nomor 1 Tahun 2015 tentang Kode Etik DPRD Provinsi Jawa Timur, yang dilakukan dengan cara sebagai berikut:

JPU KPK menyatakan, bahwa terdakwa selaku Kepala Dinas Perkebunan sebagai salah satu mitra kerja Komisi B DPRD Jatim  yang membawahi bidang perekonomian, setiap Triwulan mengikuti rapat evaluasi program kegiatan bersama Komisi B dan mitra kerjanya, yakni Dinas Pertanian, Dinas Peternakan, Dinas Kehutanan, Dinas Perikanan dan Kelautan, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Dinas Koperasi dan Usaha Menengah Kecil Mikro, Biro Perekonomian dan Biro Sumber Daya Alam, guna mengevaluasi penyerapan anggaran dalam pelaksanaan APBD TA 2017.

Pada awal Tahun 2017 ketika rapat paripurna, terdakwa M. Samsul Arifin dihubungi oleh Moch. Ka’bil Mubarok selaku Wakil Ketua Komisi B DPRD Jatim yang meminta datang ke ruang kerjanya. Setelah terdakwa M. Samsul Arifin datang, Moch. Ka’bil Mubarok meminta data rapat evaluasi kegiatan Tahun 2016 sekaligus meminta uang “komitmen triwulanan” sebesar  Rp350 juta. Terdakwa M. Samsul Arifin pada mulanya menyampaikan keberatannya, karena anggaran di Dinas Perkebunan kecil, namun Moch. Ka’bil Mubarok meminta agar terdakwa M. Samsul Arifin tetap mengusahakan. Kemudian terdakwa M. Samsul Arifin yang tidak ingin Dinas Perkebunan dipersulit oleh Komisi B dalam evaluasi pelaksanaan APBD TA 2017, akhirnya menyanggupi untuk memberikan uang kepada Komisi B setiap triwulan.

“Pada sekitar bulan Maret 2017, terdakwa M. Samsul Arifin melalui Samsuri merealisasikan pemberian uang triwulanan tahap pertama kepada Komisi B, dengan menyerahkan uang sebanyak dua kali yang totalnya berjumlah Rp40 juta kepada Moch. Ka’bil Mubarok melalui staf Komisi B yakni Rahman  Agung dan Santoso di Sekretariat Komisi B DPRD Jatim,” kata JPU KPK

“Pada tanggal 31 Mei 2017 sebelum pelaksanaan Rapat Paripurna,  terdakwa M. Samsul Arifin dipanggil oleh Moch. Basuki dan Atika Banowati ke ruang kerja Ketua Komisi B. Dalam kesempatan itu, Moch. Basuki dan Atika Banowati meminta terdakwa M. Samsul Arifin untuk memenuhi uang komitmen fee Triwulan tahap kedua, dan disanggupi oleh terdakwa,” ungkap JPU KPK.

JPU KPK mengatakan, pada hari Jumat tanggal 2 Juni 2017 sekitar pukul 10.00 WIB, terdakwa M. Samsul Arifin melalui Samsuri menyerahkan uang triwulanan tahap kedua sebesar Rp100 juta kepada Komisi B yang diterima oleh Moch. Basuki melalui Rahman Agung, supaya Komisi B tidak mempersulit evaluasi Triwulan terhadap pelaksanaan APBD TA 2017 di Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Timur atau evaluasi dan pengawasan pelaksanaan APBD TA 2017 tidak dilakukan secara sungguh-sungguh.
Moch. Basui dan Moch. Ka’bil Mubarok setelah menerima uang Triwulanan dari Dinas Perkebunan dan SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) atau yang sekarang OPD (Organisasi Perangkat Daerah) lainnya sebagai mitra kerja Komisi B, kemudian melakukan pencatatan dan menyerahkan uang tersebut kepada Atika Banowati untuk selanjutnya dibagikan kepada seluruh Anggota Komisi B DPRD Jatim.

Terdakwa M. Samsul Arifin mengetahui, bahwa perbuatannya memberikan uang sejumlah Rp40 juta dan uang sebesar Rp100 juta kepada Moch. Basui dan Moch. Ka’bil Mubarok serta Anggota Komisi B lainnya selaku Anggota DPRD Provinsi Jawa Timur periode Tahun 2014 - 2019 dengan maksud, agar Moch. Basui dan Moch. Ka’bil Mubarok serta Anggota Komisi B lainnya dalam melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap pelaksanaan APBD TA 2017 tidak mempersulit Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Timur atau tidak melakukan evaluasi dan pengawasan secara sungguh-sungguh terhadap pelaksanaan APBD TA 2017, hal itu bertentangan dengan kewajiban Moch. Basui dan Moch. Ka’bil Mubarok serta Anggota Komisi B lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 324 huruf g juncto Pasal 350 ayat (3) Undang - Undang RI Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD, serta bertentangan pula dengan Pasal 5 angka 4 dan angka 6 UU RI Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN), Pasal 155 ayat (3) Peraturan DPRD Provinsi Jawa Timur Nomor 1 Tahun 2014 tentang Tata Tertib DPRD Jatim, Pasal 12 huruf c, d dan e Peraturan DPRD Provinsi Jawa Timur Nomor 1 Tahun 2015 tentang Kode Etik DPRD Provinsi Jawa Timur.

“Perbuatan terdakwa M. Samsul Arifin tersebut merupakan Tindak Pidana sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a (pasal 13) Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat (1) KUHPidana,” ucap JPU KPK diakhir surat dakwaannya.

Atas surat dakwaan JPU KPK. terdakwa melalui PH-nya akan mengajukan keberatan atau Eksepsi pada sidang berikutnya sekaligus untuk menyerahkan surat permohonan sebagai JC (astice Collabolator). Itulah enaknya, walau sebagai terdakwa, masih punya “senjata pamungkas” untuk mendaptkan keringanan hukuman. Namun, apakah ada hal-hal baru yang akan dibongkar terdakwa dalam persidangan selanjtnya, atau hanya akan mendapatkan keringanan hukuman ????. (Rd1)

Posting Komentar

Tulias alamat email :

 
Top