0
 #Wakil Wali Kota yang saat ini menjadi Wali Kota Malang : Saya hanya dikirimi berita-beritaberita, dan saya baru atau di sini tentang  uang Pokir, uang sampah#
beritakorupsi.co - Pada Rabu, 17 Oktober 2018, Di sidang perkara kasus Korupsi suap DPRD Kota Malang dalam pembahasan Perubahan APBD Kota Malang Tahun Anggaran (TA) 2015 lalu terungkap, bahwa Sucipto Wiyono memberikan kartu ATM Banknya dan memanggil dengan sebutan “syank” ke terdakwa Ya’quban Ananda Gudban (Ketua Fraksi Hanura-PKS).

Terungkapnya kata “syank” dan ATM Cipto itu adalah saat JPU KPK memutar percakapan antara Cipto dan Nanda dalam sidang yang berlangsung di ruang sidang Candra Pengadilan Tipikor Surabaya adalah dengan agenda mendengarkan keterangan 7 orang saksi yang dihadirkan Tim JPU KPK Arif Suhermanto dan kawan-kawan, untuk 18 terdakwa dihadapan Majelis Hakim yang diketuai  Majelis Hakim Cokorda Gede Arthana, sementara 18 terdakwa didampingi masing-masing Penasehat Hukum (PH)-nya,

Ke- 7 orang saksi itu 5 diantaranya adalah anggota DPRD Kota Malang yang sudah menjadi  tersangka dalam kasus yang sama namun masih dipenyidikan KPK, diantaranya adalah Harun, Suparno, Soni Y, Fadly, Erni Parida, Sutiaji (Wakil Wali Kota yang saat ini menjabat Wali Kota Malang) dan Cipto wiyono (mantan Sekda)

Sementara Ke- 18 terdakwa yang dibagi dalam 3 perkara  dengan kasus yang sama, yaitu 1. Terdakwa Sulik Lestyowati (Ketua Komisi A/Demokrat),; 2. Abd. Hakim (Ketua Komis B/PDIP),; 3. Bambang Sumarto (Ketua Komisi C/Golkar),; 4. Imam Fauzi (Ketua Komisi D/PKB),; 5. Syaiful Rusdi (Fraksi PAN),; 6. Tri Yudiani dari Fraksi PDIP (satu perkara),; 7. Terdakwa Sprapto (Ketua Fraksi PDIP,; 8. Sahrawi (Ketua Fraksi PKB),; 9. Mohan Katelu (Ketua Fraksi PAN),; 10. Slamet (Ketua Fraksi Gerindra),; 11. H.M. Zainuddin AS (Wakil Ketua/PKB),; 12. Wiwik Hendri Astuti, Wakil Ketua/Partai Demokrat (satu perkara),; 13. Rahayu Sugiarti (Wakil Ketua/Partai Golkar),;  14. Ya’quban Ananda Gudban (Ketua Fraksi Hanura-PKS),; 15. Hery Subiantono (Ketua Fraksi Demokrat),; 16. Heri Pudji Utami (Ketua Fraksi PPP-Nasdem),; 17. Abdul Rahman, dan 18. Sukarno (Keduanyan dari Fraksi PKB).
Harun, Suparno, Soni Y, Fadly, Erni Parida, Sutiaji (Wakil Wali Kota yang saat ini menjabat Wali Kota Malang) dan Cipto wiyono (mantan Sekda)
Kata “syank” dan ATM mantan Sekda yang sekarang menjabat sebagai Kepala Dinas PU Cipta Karya dan Tataruang Pemprov. Jatim ini adalah dari rekaman telepon yang diputar JPU KPK dalam persidangan. Selain itu, JPU KPK juga mengungkapkan bahwa uang sebesar Rp25 diberikan Cipto ke Nanda atau Ya’quban Ananda Gudban.

Namun hal itu dibantah tegas oleh mantan calon Wali Kota Malang ini. Nanda mengatakan, bahwa uang Rp25 juta itu adalah pinjaman dan sudah dibayar. Sementara ATM Cipto, menurut Nanda, bukan ke dirinya melainkan ke Partainya.

“Beliau kenal dengan adik saya. Uang saya pinjam dan sudah dibayar,” kata Nanda dengan tegas saat diberikan kesempatan untuk menanggai keterangan Cipto dalam persidangan.

Selain itu, dengan tegas Nanda menanyakan Cipto, berapa kali dirinya melarang agar tidak ada “pemberian uang”. Dan menurut Nanda, ada rekaman percakapan itu namun tidak diputarkan dalam persidangan.

Aneh memang. Dalam percakapan Cipto dan Nanda, beberapa kali Cipto menyebut dengan kata “syank” atau sing saat JPU KPK membacakan kutipan hasil percakapan melalui telepon seluler.

Sementara keterangannya Sutiaji dihadapan Majelis Hakim terkait uang Pokir, uang sampah dan uang pembahasan APBD murni tahun 2014 adalah pada persidangan yang sedang berlangsung.

 "Saya tidak atau. Saya baru atau di sini istilah pokir, uang sampah dan lainnya," kata Sutiaji kepada Majelis Hakim atas pertanyaan JPU KPK

Saat JPU KPK menanyakan apakah hadir dalam rapat Dewan dalam pembahasan Perubahan APBD. Sutiaji mengakui kalau dirinya hadir, karena sebagai salah satu aturan dalam setiap rapat dihadiri Wali Kota atau Wakil Wali Kota bersama Forpimda lainnya. Selain itu. Sutiaji mengakui kalau dirinya sering ditinggal oleh Wali Kota Anton.

“Saya hadir, karena salah satu aturan dalam rapat paripurna harus dihadiri Wali atau Wakil. Tapi saat itu membahas mengenai jembatan Kedungkandang. Saya menandatangani daftar hadir tapi saya tidak atau ada itu (uang pokir, uang sampah). Saya sering ditinggal, bahwa foto saya mulai dari Kelurahan sampai SKPD tidak ada,” jawab Sutiaji.

Keterangan Sutiaji kali ini tak jauh beda saat dirinya dihairkan sebagai saksi untuk terdakwa Moch. Anton selaku Wali Kota. Dan juga keterangan mantan Sekwan yang mengatakan, melihat Wakil Wali Kota hadir dan mampir di ruang transit. Tak lama kemudian Wali Kota dan Ketua DPRD masuk ke ruangan Kerua DPRD setelah diarahkan pihak protokoler Dewan.

Selain itu, keterangan Moch. Arif Wicaksono selaku Ketua DPRD Kota Malang sekaligus sebagai saksi kinci dan saksi hidup mengatakan dalam beberapa kali persidangan mengatakan, kalau Sutiaji tidak ikut. Namun beberapa terdakwa mencoba menyeret Sutiaji untuk masuk “kelingaran hitam” itu.

Ada percakapan Sutiaji dengan istinya yang diperlihatkan JPU KPK dalam persidangan. Dimana dalam percakan itu, menurut Sutiaji, bahwa istrinya  sedang melaksanakan Umroh di tanah Suci dan mendoakan Sutiaji masuk KPK. Menurut Sutiaji, karena istrinya sedang marah terhadap dirinya.

“Dia sedang marah, dan mendoakan saya masuk KPK,” jawab Sutiaji.

Sementara saksi lainnya saat ditanya terkait uang pokir, uang sampah dan uang pembahasan APBD murni atau uang 1 persen, saksi mengakui menerima, namun tidak mengetahui uang itu uang apa.

“Menerima, tapi tidak atau uang itu uang apa, katanya rezeki. Saya terima dari Pak Arif (Moch. Arif Wicaksono).,” jawab Harun dan saksi lainnya.

Sesuai persidangan. JPU KPK mengatakan kepada media ini, bahwa HP milik Sutiaji yang berisi percakapan itu disita pada gustus 2018.

“Dia sepertinya sudah merasa. HP itu disita terakhir,” kata JPU KPK. 
Seperti yang sudah diberitakan sebelumnya, kasus ini bermula pada tanggal 25 Juni 2015, bertempat di ruang rapat paripurna DPRD Kota Malang, dilakukan rapat paripurna pertama dengan agenda penyampaian sambutan Walikota Malang dalam pengantar konsep kesepakatan persamaan antara Pemkot  Malang dengan DPRD Kota Malang tentang kebijakan umum anggaran dan prioritas plafon anggaran sementara (PPAS) P-APBD Tahun Anggaran 2015.

Pada tanggal 6 Juli 2015, sebelum dimulainya rapat paripurna dengan agenda penyampaian pendapat badan anggaran DPRD Kota Malang, dan pendapat Fraksi terhadap konsep kesepakatan bersama antara Pemkot Malang dengan DPRD Kota Malang, tentang kebijakan umum anggaran (KUA) dan PPAS P-APBD Tahun Anggaran 2015, dilakukan pertemuan antara Walikota Malang Moch. Anton, Wakil Wali Kota Malang Sutiadji bersama-sama dengan terdakwa Jarot Edy Sulistiyono dan Cipto Wiyono dengan Ketua DPRD Kota Malang Moch. Arif Wicaksono dan Ketua Fraksi PDIP DPRD Kota Malang Suprapto, bertempat di ruang kerja Ketua DPRD Kota Malang.

Pada pertemuan tersebut, Moch. Arif Wicaksono meminta Moch. Anton untuk memberikan uang imbalan dengan istilah uang “Pokir” anggota DPRD Kota Malang, agar pembahasan P-APBD Tahun Anggaran 2015 berjalan lancar dan tidak ada intrupsi atau halangan dari DPRD Kota Malang, sehingga dapat diberikan persetujuan P-APBD Tahun Anggaran 2015. Moch. Anton menyanggupinya Dengan mengatakan, nanti uang “pokir” akan disisipkan oleh Cipto dan Djarot.

Menindaklanjuti pertemuan tersebut, Cipto Wiyono meminta terdakwa agar stafnya yaitu Tedy Sujadi Sumarna yang menjabat Kepala Bidang (Kabid) PUPPB Kota Malang menemui Cipto Wiyono terkait dengan penyiapan uang untuk anggota DPRD Kota Malang, guna memperlancar persetujuan P-APBD Tahun Anggaran 2015.

Kemudian terdakwa memanggil Tedy sujadi Sumarna untuk menemui Cipto Wiyono di ruang Sekda Kota Malang. Tedy Sujadi Sumarna menghadap Cipto Wiyono dan mendapat perintah untuk meminta uang kepada para rekanan pemborong di Dinas PUPPB Kota Malang sebesar Rp 700 juta, untuk diberikan kepada Moch. Arif Wicaksono guna mendapatkan persetujuan P-APBD Tahun Anggaran 2015, dan Tedy Sujadi Sumarna menyanggupinya. Selanjutnya Tedy Sujadi Sumarna melaporkannya kepada terdakwa, dan terdakwa meminta Tedy Sejadi Sumarna segera melaksanakan perintah Cipto Wiyono untuk mengumpulkan uang yang dimaksud.

Pada tanggal 8 Juli 2015, bertempat di ruang rapat paripurna DPRD Kota Malang, dilakukan rapat paripurna dengan agenda penyampaian sambutan Walikota Malang dalam menghantar rencana perubahan daerah (Perda) Kota Malang tentang Perubahan APBD Tahun Anggaran 2015.

Pada tanggal 13 Juli 2015 pagi hari, bertempat di Kantor Dinas PUPPB Kota Malang, terdakwa menerima uang sebesar Rp 700 juta dari Tedy Sujadi Sumarna yang dikumpulkan dari para rekanan, dan kemudian terdakwa melaporkan hal tersebut kepada Cipto Wiyono.

Pada tanggal 14 Juli 2015 sekitar pukul 10.00 WIB, Moch.Arief Wicaksono menghubungi Cipto Wiyono, menanyakan kepastian ada tidaknya uang Pokir yang dimintanya untuk DPRD Kota Malang, yang kemudian dijawab, bahwa dananya sudah tersedia. Selanjutnya, sekitar pukul 12.00 WIB, Moch. Arif Wicaksono bersepakat dengan Cipto Wiyono melakukan penundaan agenda pengambilan keputusan DPRD, untuk persetujuan Raperda Kota Malang tentang perubahan APBD Tahun Anggaran 2015, dari tanggal 14 Juli 2015 menjadi tanggal 22 Juli 2015 atau 24 Juli 2015 dengan alasan, pengambilan keputusan terlalu cepat dan tidak wajar apabila pembahasan Raperda APBD Tahun Anggaran 2015 hanya satu minggu, walaupun Moch. Anton menghendaki persetujuan raperda APBD Tahun Anggaran 2015 dilakukan tanggal 14 Juli 2015 atau sebelum lebaran, karena jika pengambilan keputusannya dilakukan setelah lebaran, di khawatirkan DPRD Kota Malang berubah pikiran.

Pada tanggal 14 Juli 2015 sekitar pukul 13.00 WIB, Moch. Arief Wicaksono menghubungi Cipto Wiyono, meminta realisasi uang pokir untuk DPRD Kota Malang yang kemudian oleh Cipto Wiyono menyampaikan, bahwa uang akan segera diserahkan oleh terdakwa. Sekitar pukul 14.00 WIB, terdakwa menghubungi Moch. Arif Wicaksono dan menanyakan, ke mana penyerahan uang Pokir sebesar Rp700 juta. Atas arahan Moch. Arif Wicaksono, uang itu pun diantarkan terdakwa ke rumah dias Moch. Arif Wicaksono di  Jalan Panji Suroso No 7, Kecamatan Blimbing Kota Malang, dengan terlebih dahulu memisahkan uang sebesar Rp 100 juta untuk bagian Moch. Arif Wicaksono selaku Ketu DPRD Kota Malang, dan sisanya sebesar Rp600 juta untuk bagian seluruh anggota DPRD Kota Malang di bungkus tersendiri.

Kemudian pada pukul 15.00 WIB, terdakwa meminta Tedy Sujadi Sumarna mengantarkan dan menyerahkan uang tersebut kepada Moch. Arif Wicaksono di rumah diasnnya dengan mengatakan, “ada titipan dari Pak Kadis” dan kemudian dibalas oleh Moch. Arif Wicaksono dengan ucapan terimaskasih. kepada terdakwa bahwa uang tersebut sudah diserahkan kepada Moch. Arif Wicaksono.

Setelah menerima uang dari terdakwa, Moch. Arief Wicaksono memberitahu Suprapto, bawa uang Pokirnya sudah diterima, dan meminta Suprapto untuk  datang ke rumah dinasnya saat itu juga. Sebelum Suprapto dating, Moch. Arif Wicaksono terlebih dahulu mengambil uang bagiannya sebesar Rp 100 juta, sementara yang Rp600 juta tetap dalam kardus. Setelah Suprapto datang, Moch. Arif Wicaksono meminta Suprapto untuk menghubungi para Wakil Ketua dan Ketua Fraksi DPRD, agar datang ke rumah dinasnya. Para Wakil Ketua dan Ketua Fraksi DPRD Kota Malang yang datang, adalah Wiwik Hendri Astuti (Wakil Ketua DPRD), Rahayu Sugiarti (Wakil Ketua DPRD), Suprapto (Ketua Fraksi PDIP), Sahrawi (Ketua Fraksi PKB), Heri Sugiantono (Ketua Fraksi Partai Demokrat), Sukarno (Ketua Fraksi Golkar), Mohan Katelu (Ketua Fraksi PAN),  Selamat (Ketua Fraksi Gerindra), Heri Pudji Utami (Ketua Fraksi PPP – Nasdem),  Ya'qud Ananda Gudban (Ketua Fraksi Hanura – PKS) dan Tri Yudiani (Komisi D/Fraksi PDIP).

Selanjutnya, Moch. Arif Wicaksono membagikan uang sebesar Rp600 juta kepada para Wakil Ketua dan Ketua Fraksi DPRD untuk diberikan kepada seluruh anggota DPRD yang berjumlah 45 orang, yang masing-masing untuk Wakil Ketua DPRD  dan Ketua Fraksi sebesar  Rp 15 juta, dan untuk maing-masing anggota sebesar Rp12.500.000.

Pada tanggal 22 Juli 2015, dilaksanakan kegiatan penyampaian pendapat akhir Fraksi terhadap Raperda APBD Tahun Anggaran 2015, yang akhirnya menyetujui rancangan APBD tahun 2015 menjadi P-APBD tahun 2015 Kota Malang. Persetujuan tersebut dituangkan dalam keputusan DPRD Kota Malang Nomor 188./4/48/35.73.201/2015 tanggal 22 Juli 2015 tentang persetujuan penetapan Raperda Kota Malang, tentang perubahan APBD Tahun Anggaran 2015 menjadi Peraturan Daerah (Perda) Kota Malang tentang P-APBD Tahun Anggaran 2015 berjalan lancar.

Hasilnya, Kemudian diterbitkanlah Perda Kota Malang Nomor 6 tahun 2015 tentang perubahan APBD Tahun Anggaran 2015 pada tanggal 14 Agustus 2015. (Rd1)

Posting Komentar

Tulias alamat email :

 
Top