beritakorupsi.co - Sejumlah anggota Komisi B DPRD Jatim periode 2014 - 2019 sepertinya akan mengikuti “sepak terjang” 41 dari 45 anggota DPRD Kota Malang termasuk Ketua DPRD periode 2014 - 2019 yang sudah ditetapkan menjadi tersangka/terdakwa dalam kasus suap.
Karena dalam kasus DPRD Kota Malang berawal dari ketidak jujuran para Politikus di Kota Malang yang “bernasib Malang” setelah 41 anggota DPRD bersama Wali Kota Malang ditetapkan sebagai tersangka/terdakwa. Dan setelah ditetapkan menjadi tersangka/terdakwa barulah mengakui dan beberapa diantaranya mengembalikan uang “haram” yang diterimanya itu ke KPK. Namun terlambat, karena hal itu tidak lagi melepaskannya dari pejara yang minimal lamanya 4 tahun.
Sementara anggota Komisi B DPRD Jatim yang dihadirkan sebagai saksi dalam kasus Korupsi suap Ketua dan Wakil Ketua Komis B DPRD Jatim, M. Basuki dan M. Ka’bil Mubarok yang Tertangkap Tangan KPK pada Juni 2017, tak satupun yang mengakui telah menerima uang “suap” dari para Kepala Dinas Provinsi Jatim sebagai mitra Kerjanya melalui Pimpinannya di Komisi B DPRD Jatim, yakni M. Ka’bil Mubarok.
Pada hal 5 terpida yang dihadirkan sebagai saksi dalam persidangan yaitu M. Basuki selaku Ketua Komis B DPRD Jatim, Santoso dan R. Rahmat Agung (Keduanya sebagai staf di Komisi B), M. Ka’bil Mubarok selaku Wakil Ketua Komis B DPRD Jatim periode 2014 - 2019 dan Rohayati selaku Kepala Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur mengatakan ada uang suap yang diistilahkan sebagai komitmen fee antara Kepala Dinas dengan Komis B DPRD Jatim.
Saksi pada sidang minggu lalu |
Dalam sidang jili II ini (Senin, 15 Oktober 2018), Tim Tim JPU KPK Trimulyono Hendradi, M. Wiraksanajaya, Luki Dwi Nugroho, Iskandar Marwanto, Arin Karniasih dan Tri Anggro Mukti untuk terdakwa Samsul Arifin bersama Tim JPU KPK Wawan Yunarwanto, Taufiq Ibnugroho, Ariawan Agustiartono dan Riniyati Karniasih untuk Moch. Ardi Prasetiayawan kembali menghadirkan 2 terpidana jilid I yaitu M. Ka’bil Mubarok selaku Wakil Ketua Komis B DPRD Jatim periode 2014 - 2019 dan Rohayati selaku Kepala Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur.
Pada sedang sebelumnya (Senin, 8 Oktober 2018), Tim JPU KPK juga menghadirkan 3 terpidana dalam jilid I yakni M. Basuki selaku Ketua Komis B DPRD Jatim, Santoso dan R. Rahmat Agung (Keduanya sebagai staf di Komisi B) dihadirkan sebagai saksi untuk terdakwa Samsul Arifin (mantan Kepala Dinas Perkebunan Jatim) dan Moch. Ardi Prasetiayawan (Kepala Dinas Perindustrian Jatim) jilid II.
Selain ke- 2 saksi sekaligus sebagai terpidana, Tim JPU KPK juga menghadirkan 4 saksi lainnya sebagai anggota Komimis B DPRD Jatim periode 2014 - 2019, diantaranya Atika Banoarah, Anik Muslikah, Yudha Pranaya dan SW. Nugroho
Kasus yang menyeret terdakwa Samsul Arifin dan terdakwa Moch. Ardi Prasetiayawan (perkara terpisah), bermula pada Juni 2017 saat KPK melakukan Tangkap Tangan terhadap Moch. Basuki selaku Ketua Komis B DPRD Jatim, Moch. Ka’bil Mubarok Wakil Ketua Komisi B DPRD Jatim periode 2014 - 2019 bersama 2 Stafnya Santoso dan R. Rahmat Agung, karena KPK mengetahui, bahwa kedua Politikus itu menerima uang suap melalui Kedua Stafnya dari Rohayati selaku Kepala Dinas Peternakan dan dari Bambang Hariyanto, Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Jawa Timur bersama ajudannya Anang Basuki Rahmat.
M. Basuki, Santoso dan Rahman Agung (ketiganya sudah terpidana) |
Dalam Jilid I, ke- 7 terdakwa/terpidana yaitu Moch. Basuki, Moch. Ka’bil
Mubarok, Santoso dan R. Rahmat Agung divonis bersalah sebagai penerima
suap, dan dijerat dengan Pasal 12 huruf a Undang-Undang Tindak Pidana
Korupsi dengan pidana penjara selama 7 tahun untuk M. Basuki yang juga
mantan narapidana kasus Korupsi saat menjabat Ketua DPRD Kota Surabaya
beberapa tahun lalu. Sedangkan M. Ka’bil Mubarok dihukm penjara selama 6
tahun dan 6 bulan. Sementara untuk 2 staf Komisi B DPRD Jatim yaitu
Santoso dan R. Rahmat Agung divonis masing-masing 4 tahun
Dan untuk terdakwa Rohayati, Bambang Hariyanto dan Anang Basuki Rahmat (saat ini sudah terpidana) dinyatakan terbukti bersalah sebagai pemberi suap, dan dijerat dengan pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi dengan pidana penjara masing-masing selama 1 tahun untuk terdakwa Rohayati dan Anang Basuki Rahmat. Sedangkan untuk terdakwa Bambang Hariyanto di hukum pidana penjara selama 1 tahun dan 4 bulan.
Sementara dalam fakta persidangan Jilid I maupun dalam jilid II ini (Senin, 15 Oktober 2018) kembali terungkap, yang memberikan uang suap dengan istilah komitmen fee adalah semua Kepala Dinas sebagai mitra Kerja Komisi B B DPRD Jatim periode 2014 - 2019 dan sudah terlaksana pada triwulan I Januari - Maret 2017 melalui M. Ka’bil Mubarok selaku Wakil Ketua Komisi B. Sementara triwulan ke- II tahun 2017 belum berlaksana keran KPK melakukan Tangkap tangan terhadap M. Basuki dan M. Ka’bil Mubarok selaku Ketua dan Wakil Ketua Komis B DPRD Jatim pada 2017.
Harusnya anggota Komis B DPRD Jatim ini belajar dari Kasus yang menyeret 41 dari 45 anggota DPRD Kota Malang dalam kasus suap APBD Kota Malang TA 2015. Karena berawal dari ketidak jujuran pada saat dihadirkan sebagai saksi untuk terdakwa Jarot Edi Sulistyono selaku Kepala Dinas PU dan terdakwa Moch. Arif Wicaksono Ketua DPRD Kota Malamg.
Namun setelah menjadi tersangka/terdakwa, barulah para politikus di Kota Malang itu mengakui telah menerima uang “haram” dan mulai mengembalikannya ke KPK. Mungkin harus seperti itu yang akan menimpa sejumlah anggota Komis B DPRD Jatim ini.
Dan untuk terdakwa Rohayati, Bambang Hariyanto dan Anang Basuki Rahmat (saat ini sudah terpidana) dinyatakan terbukti bersalah sebagai pemberi suap, dan dijerat dengan pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi dengan pidana penjara masing-masing selama 1 tahun untuk terdakwa Rohayati dan Anang Basuki Rahmat. Sedangkan untuk terdakwa Bambang Hariyanto di hukum pidana penjara selama 1 tahun dan 4 bulan.
Sementara dalam fakta persidangan Jilid I maupun dalam jilid II ini (Senin, 15 Oktober 2018) kembali terungkap, yang memberikan uang suap dengan istilah komitmen fee adalah semua Kepala Dinas sebagai mitra Kerja Komisi B B DPRD Jatim periode 2014 - 2019 dan sudah terlaksana pada triwulan I Januari - Maret 2017 melalui M. Ka’bil Mubarok selaku Wakil Ketua Komisi B. Sementara triwulan ke- II tahun 2017 belum berlaksana keran KPK melakukan Tangkap tangan terhadap M. Basuki dan M. Ka’bil Mubarok selaku Ketua dan Wakil Ketua Komis B DPRD Jatim pada 2017.
Harusnya anggota Komis B DPRD Jatim ini belajar dari Kasus yang menyeret 41 dari 45 anggota DPRD Kota Malang dalam kasus suap APBD Kota Malang TA 2015. Karena berawal dari ketidak jujuran pada saat dihadirkan sebagai saksi untuk terdakwa Jarot Edi Sulistyono selaku Kepala Dinas PU dan terdakwa Moch. Arif Wicaksono Ketua DPRD Kota Malamg.
Namun setelah menjadi tersangka/terdakwa, barulah para politikus di Kota Malang itu mengakui telah menerima uang “haram” dan mulai mengembalikannya ke KPK. Mungkin harus seperti itu yang akan menimpa sejumlah anggota Komis B DPRD Jatim ini.
M. Ka'bil Mubarok (terpidana) |
“Kalau keterangannya Ka’bil dengan Basuki saling berkaitan. Keterangannya Basuki, Ka’bil, Rahman dan Rohayati selalu berkaitan semua, bahwa kontribusi yang istilahnya komitmen fee memang ada dari semua Dinas sebagai mitra Komisi B, dan semua Dinas sudah menyerahkan kontribusi pada triwulan pertama Maret 2017 melalui Ka’bil yang totalnya Rp480 juta. Triwulan pertama ini Januari sampai Maret 2017, ini sudah selesai. Kalau triwulan kedua, karena Ka’bil itu sudah pindah komisi akhirnya yang tanggung jawab kan Basuki, namun belum selesai triwulan kedua karena terjadi tangkap tangan itu,” kata JPU KPK Wawan menjelaskan.
“Apakah termasuk dari Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan yang saat ini sebagai Sekda
Pemrov. Jatim ?,” tanya wartawan ini kemudian
Menurut JPU KPK Wawan mengatakan, bahwa triwulan pertama semua Dinas kecuali Kepala Biro SDM sudah memberikannya kepada Komis B melalui Ka’bil
“Pokoknya kalau triwulan pertama sudah semua menyerahkan kecuali satu, yaitu Kepala Biro SDM, itu tidak memberikan. Jadi, dari 10 Dinas sebagai Mitra komisi B DPRD Jatim, 9 sudah menyetorkan triwulan pertama pada Maret 2017. Kalau triwulan kedua kan belum, karena terjadi langsung tangkap tangan,” terang JPU KPK Wawan.
“Lalu bagaimana dengan anggota Komisi B DPRD Jatim yang tidak mengakui, kalau sudah menerima. Apakah akan seperti anggota DPRD Kota Malang?,” tanya wartan media ini lagi.
JPU KPK Wawan menjelaskan, justru tidak ada yang mengaku, malah mereka (anggota Komisi B DPRD Jatim) mengatakan tidak pernah ada kontribusi dari Dinas sebagai mintra komisi B. Harusnya mereka belajar dari kasus anggota DPRD Kota Malang yang semula tidak ada yang mengaku telah menerima uang, dan silahkan tafsrkan sendiri.
“Justru mereka tidak mengakui kalau ada kontribusi. Mereka bilang nggak ada, malah mereka mengatakan tidak pernah ada kontribusi itu. Cuma itu kan menjadi janggal karena keterangannya Basuki sebagai Ketua Komisi B mengatakan ada, dan itu sudah ada jauh sebelum Basuki anggota DPRD Jatim tahun 2014. Selain Basuki, Ka’bil dan Rahmat Santoso juga mengatakan ada. Jadi walaupun mereka mengatakan tidak pernah ada kontribusi, tapi menjadi janggal dari keterangan saksi yang lain. Di triwulan pertama ini kan uang melalui Ka’abil sebesar Rp480,” kata JPU KPK Wawan.
Anang Basuki Rahmat dan Bambang Heriyanto (Kanan dan keduanya sudah terpidana) |
“Iya, kalau keterangannya Basuki maupun Ka’bil sudah dibagikan. Uang itu dari Ka’bil ke Rahman, lalu Rahman menyerahkan ke Atika. Menurut Ka’bil, Atika ini adalah sekertarisnya Komisi B. Jadi uang itu setelah diterima, dibagi dengan rumusan 24. 19 untuk anggota Komisi, tiga untuk pimpinan, satu untuk sekretariat dan staf, yang satu lagi untuk kas Komis B. Jadi setelah dibagi itu, kemudian sama Ka’bil diserahkan ke Rahman Agung, Rahmat Agung menyerahkan ke Atika. Atika membagikannya ke semua anggota, tapi Atika tidak mengakui itu tadi, padahal keterangannya Rahmat Agung, Ka’bil, Basuki mengatakan ada dan sudah dibagikan, tapi Atika tetap ngotot mengatakan tidak menerima, tidak mengakui. Dari keterangan keterangan saksi sebelumnya uang itu sudah dibagikan ke semua anggota,” ungkap JPU KPK Wawan,
“Apakah ada kemungkinan 19 menjadi “tersangka” sama seperti anggota DPRD Kota Malang yang semula tidak mengakui, tapi setelah mereka jadi tersangka/terdakwa lalu mengakui dan juga mengembalikannya ?,” tanya wartawan ini
“Saya tidak mau berandai-andai. Artinya, kalau mau belajar dari kasusnya DPRD Kota Malang, harusnya mereka belajar dari situ, dan jujur. Silakan di artikan sendiri, saya tidak mau berandai-andai,” ujar JPU KPK Wawan.
Kasus ini bermula pada pada sekitar bulan Pebruari 2017, bertempat di Kantor DPRD Jatim, diadakan rapat dengar pendapat (Hearing) antara Bambang Heriyanto selaku Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Jatim dengan komisi B DPRD Jtim. Setelah selesai acara Hearing, Bambang Heriyanto, bertemu dengan Moh. Ka’bil Mubarok.
Dalam pertemuan tersebut, Moh. Ka’bil Mubarok menyampaikan kepada Bambang Heriyanto, mengenai pemberian uang yang bersumber dari iuran Dinas-Dinas yang bermitra dengan komisi B Provinsi Jatim, akan berubah menjadi Triwulan, sehingga pemberiannya dilakukan 3 bulan sekali.
Pemberian uang Triwulan kepada komisi B DPRD Jatim tersebut, agar komisi B DPRD Jatim dalam rangka melakukan evaluasi Triwulan, tidak mempersulit Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Jatim, terhadap pelaksanaan anggaran APBD 2017 dan pada Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Jawa Timur, sehingga tidak berdampak pada alokasi anggaran Dinas tahun berikutnya.
Bambang Heriyanto menyetujui perubahan yang disampaikan oleh Moh. Ka’bil Mubarok dengan nominal sebagaimana yang telah disepakati antara Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Jatim dengan komisi B DPRD Jatim, yaitu 1 tahun anggaran sebesar Rp 600.000.000, sehingga dibagi Triwulan menjadi Rp 150 juta.
Pemberian komitmen fee dan triwulan termasuk dari Dinas Peternkana terkait revisi Perda No 3 Thn 2012 tentang ternak sapid an kerbau di Jawa Timur serta dari Dinas-Dinas lainnya yang ada di lingkungan Pemprov Jatim, agar tidak dipersulit oleh Komisi B.
Sekitar bulan Maret 2017, Anang Basuki Rahmat selaku ajudan dari Bambang Heriyanto, menerima telepon dari Moh. Ka’bil Mubarok, untuk bertemu di ruas jalan Perumahan Central Park Ketintang Surabaya, kemudian dilakukan pertemuan dan pembicaraan di dalam mobil Fortuner milik Moh. Ka’bil Mubarok, yang membicarakan agar Anang Basuki Rahmat menyampaikan kepada Bambang Heriyanto untuk segera menyetorkan uang sebesar Rp 150 juta, sebagai komitmen Triwulan pertama pada Moh. Ka’bil Mubarok.
Rohayati (terpidana) |
Masih pada bulan yang sama, Anang Basuki Rahmat, menghubungimu Moh. Ka’bil Mubarok melalui telepon menyampaikan bahwa, uang sebesar Rp 150 juta telah siap untuk diserahkan. Kemudian Moh. Ka’bil Mubarok, mengajak Anang Basuki Rahmat untuk bertemu kembali di ruas Jalan Perumahan Central Park Ketintang Surabaya. Setelah disepakati tempat pertemuan, Anang Basuki Rahmat pun langsung menghampiri mobil Fortuner milik Moh. Ka’bil Mubarok, sambil membawa Paper Bag yang berisi uang sebesar Rp 150 juta dan menyerahkannya kepada Moh. Ka’bil Mubarok.
Dalam perjalanan pulang, Anang Basuki Rahmat melaporkan kepada Bambang Heriyanto melalui SMS yang berisi, “proposal” sudah diterima oleh komisi B, yang dijawab oleh Bambang Heriyanto “Oh ya terima kasih”. Setelah menerima uang komitmen Triwulan pertama tersebut, Moh. Ka’bil Mubarok membagikan kepada pimpinan, anggota dan staf dari komisi B DPRD Jatim.
Sekitar Mei 2017, terjadi pergantian wakil ketua komisi B DPRD Jatim, dari Moh. Ka’bil Mubarok kepada Anis Maslachah. Sedangkan untuk ketua komisi B, Masih dijabat oleh Muhammad Basuki, sebagaimana keputusan pimpinan DPRD.
Masih bulan yang sama, dilakukan hearing kembali antara Bambnag Heriyanto yang diwakili Ahmad Nurfalaki dari Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Jatim dengan komisi B, untuk membahas kebutuhan pokok menjelang bulan Ramadhan. Sebelum dilakukan hearing, Bambang Heriyanto dipanggil oleh Muhammad Basuki keruangannya, dan menanyakan perihal, komitmen Triwulan 2 sebesar Rp 150 juta, yang belum dipenuhinya, sambil mengatakan “iuran sekarang saya yang pegang, karena Pak Ka’bil pindah ke Komisi E, nanti untuk evaluasi Triwulan ke II ditiadakan”. Dan Bambang Heriyanto menjawab akan mengusahakan secepatnya.
Dalam surat dakwaan JPU KPK terungkap pula, bahwa atas permintaan Mochammad Basuki, Bambang Heriyanto mengumpulkan pejabat Eselon III berjumlah 13 orang yang terdiri dari, Kabid dan kepala UPTD. Pada pertemuan tersebut, Bambang Heriyanto menyampaikan, adanya kebutuhan uang sebesar Rp 150 juta, terkait komitmen Triwulan ke II kepada komisi B DPRD Jatim, untuk evaluasi pelaksanaan APBD Tahun Anggaran 2017, dan kemudian hal itu disepakati oleh masing-masing Eslon III, akan mendapat tanggung jawab sebesar Rp 17. 500.000, yang nantinya uang tersebut dikumpulkan melalui Sri Wilujeng, selaku staf keuangan pada Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Jatim.
Pada tanggal 2 Juni 2017, Mochammad Basuki melalui telepon, terkait belum adanya kepastian mengenai pemberian komitmen Triwulan ke II, diterima sebelum tanggal 15 Juli 2017. Bambang Heriyanto menyatakan kesiapannya, untuk menyerahkan komitmen perubahan kedua Paling lambat hari Senin, tanggal 5 Juni 2017, yang akan diserahkan Bambang Heriyanto kepada staf Mochammad Basuki di kantor DPRD Provinsi Jatim
Beberapa hari kemudian, Bambang Heriyanto memanggil Sri Wilujeng dan menanyakan mengenai pengumpulan uang pemenuhan komitmen Triwulan ke II kepada komisi B. Saat itu, Sri Wilujeng mengatakan, uangnya sudah terkumpul sebesar Rp 150 juta. Dan kemudian, uang tersebut diserahkan Bambang Heriyanto. Setelah menerima uang tersebut, Bambang Heriyanto mendatangi Anang Basuki Rahmat di ruangannya, sambil membawa Paper Bag yang berisi uang sebesar Rp 150 juta, untuk diserahkan kepada Mochammad Basuki sambil mengatakan, disampaikan ke komisi B.
Uang sebesar Rp 150 juta diamasukkan ke dalam Paper Bag motif batik, dan Anang Basuki Rahmat menghubungi Rahmat Agung, staf komisi B DPRD Jatim melalui telepon dan meminta nomor handphone Mochammad Basuki, lalu Rahman Agung, mengirimkan nomor handphone Mochammad Basuki kepada Anang Basuki Rahmat melalui pesan pendek (SMS).
Anang Basuki Rahmat kemudian menghubungi Mochammad Basuki melalui telepon, minta arahan mengenai penyerahan uang Triwulan ke II dari Bambang Heriyanto, dengan istilah “proposal” akan diserahkan langsung kepada Mochammad Basuki, atau melalui Rahman Agung, dan dijawab oleh Mochammad Basuki, agar diserahkan kepada Rahman Agung.
Selanjutnya, Anang Basuki Rahmat menghubungi Rahman Agung melalui telepon, Anang Basuki Rahmat akan berangkat menuju kantor DPRD untuk menyerahkan uang Triwulan ke II dengan didampingi oleh supir kantor yaitu, Mulyono.
Sesampainya dikantor DPRD Provinsi Jawa Timur, Anang Basuki Rahmat langsung menuju ruang komisi B sambil membawa Paper Bag motif batik yang berisi uang sebesar Rp 150 juta, dan bertemu dengan Santoso yang juga staf komisi B.
Kemudian Anang Basuk Rahmat menanyakan kepada Santoso, mengenai keberadaan Rahmat Agung, namun ternyata Rahman Agung tidak berada ditempat, sehingga Anang Basuki Rahmat menyerahkan Paper Bag motif batik yang berisi uang tersebut kepada Santoso, dan mengatakan, untuk “Pak Basuki”.
Setelah itu, Anang Basuki Rahmat memberikan uang sebesar Rp 500.000 sebagai tanda pertemanan antara Anang Basuki Rahmat dengan Santoso. Tak lama kemudian, setelah uang tersebut diserahkan Anang Basuki Rahmat kepada Santoso, keduanya pun langsung diringkus Tim KPK untuk diproses hukum. (Redaksi). (Rd1)
Posting Komentar
Tulias alamat email :