0
Terdakwa Mas'ud Yunus saat kelaur dari raung sidang
#JPU KPK : Semua anggota DPRD Kota Mojokerto menerima uang “suap” yang juga disebutkan dalam Putusan Majelis Hakim, akan dilaporkan ke Pimpinan KPK#

beritakorupsi.co - Kamis, 4 Oktober 2018, Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya, menjatuhkan hukuman (Vonis) pidana penjara selama 3 tahun dan 6 bulan terhadap terdakwa Drs. H. Mas’ud Yunus selaku Wali Kota Mojokerto (Nonaktif) dalam kasus Korupsi suap DPRD Kota Mojokerto terkait pembahasan Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA PPAS) APBD Kota Mojokerto Tahun Anggaran (TA)  2017, Pembahasan APBD TA 2017, pembahasan APBD Perubahan TA 2017 maupun APBD TA 2018.

Surat putusan atas nama terdakwa Mas’ud Yunus yang didampingi Penasehat Hukumnya Mhfud,  dibacakan oleh Majelis Hakim di ruang sidang Cakra Pengadilan Tipikor Surabaya dengan Ketua Majelis Dede Suryaman dengan dibantu Panitra Pengganti (PP) H. Tamzi, serta dihadiri Tim JPU KPK Iskandar Marwanto dan kawan-kawan.

Dalam persidangan dengan agenda pembacaan putusan oleh Majelis Hakim, Mas’ud Yunus adalah pejabat kedua sebagai terdakwa Kasus Korupsi suap yang duduk dikurus “empuk”, sedangkan pejabat pertama adalah Kepala Kejaksaan Negeri Pamekasan dalam kasus Koruspsi suap sebesar Rp250 juta yang Tertangkap Tangan KPK pada tahun lalu.

Terdakwa Drs. H. Mas’ud Yunus diseret ke Pengadilan Tipikor Surabaya oleh JPU KPK untuk diadili bukan karena Korupsi anggaran APBD Kota Mojokerto maupun karena menerima fee proyek dari pengusaha kontraktor, melainkan lanjutan dari kasus suap Tangkap Tangan oleh KPK terhadap Purnomo selaku Ketua DPRD, dan 2 Wakil Ketua DPRD (Umar Faruq dan Abdullah Fanani) bersama Kepala Dinas PUPR Kota Mojokerto Wiwiek Febriyanto pada Juni  2017.

Dalam putusannya Majelis Hakim menyatakan, bahwa terdakwa Mas’ud Yunus selaku Wali Kota Mojokerto terbukti bersalah melakukan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal 5 ayat (1) huruh a Undang Undang Republik Indonesia (UU RI) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat (1) KUH Pidana.

Majelis Hakim menjelaskan, untuk menghindarkan Pimpinan Daerah dari kemungkinan dijabat oleh orang yang pernah dijatuhi hukuman akibat melakukan tindak pidana korupsi, maka terhadap terdakwa dapat dijatuhi pidana tambahan berupa pencabutan hak-hak tertentu dalam hal ini pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik.
Majelis Hakim menyatakan, bahwa terdakwa Mas’ud Yunus selaku Wali Kota Mojokerto bersama-sama dengan Wiwiet Febriyanto melakukan perbuatan memberi sesuatu yaitu berupa uang secara bertahap sebesar Rp1.455.000.000 (satu miliar empat ratus lima puluh lima juta rupiah) sebagai komitmen fee, dan pemberian tambahan penghasilan bagi DPRD beruap uang sejumlah Rp573.000.000 (lima ratus tujuh puluh tiga juta rupiah), uang senilai Rp150.000.000 (seratus lima puluh juta rupiah) dan uang sebanyak Rp300.000.000 (tiga ratus juta rupiah) untuk memperlancar pembahasan KUA PPAS TA 2017, pembahasan APBD TA 2017, pembahasan APBD Perubahan TA 2017, maupun APBD TA 2018, untuk memperlancar pembahasan KUA PPAS TA 2017, pembahasan APBD TA 2017, pembahasan APBD Perubahan TA 2017, maupun APBD TA 2018.

Dan uang “haram” itu juga dibagikan keseluruh anggota DPRD Kota Mojokerto yang berjumlah 22 orang yang terdiri ari 8 Partai Politik pengusung, diantaranya; 1. PDIP (5 orang) : Yunus Supryitno, Febriana Meldyawati, Suliat, Gusti Patmawati, Darwanto,; 2. PKB (2 orang) : Junaedi Malik,  Choiroiyaro,; 3. PAN (3 orang) : Yuli Veronica Maschur, Suyono, Aris Satrio Budi,; 4. DEMOKRAT (2 orang) : Deny Novianto, Udji Pramono,; 5. PKS (2 orang) : M. Cholid Firdaus Wajdi, Odiek Prayitno,; 6. PPP (2 orang) : Riha Mustafa, M. Gunawan,; 7. GOLKAR (3 orang) : Soni Basuki Rahardjo, Ardyah Santy, Anang Wahyudi,; 8. GERINDRA (3 orang) : Dwi Edwin Endra Praja,  Moch. Harun dan Ita Primaria Lestari,

Seperti yang terungkap dalam surat dakwaan dan tuntutan JPU KPK maupun surat Putusan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya Nomor 113/PID.SUS/TPK/2018/PN.SBY, Kamis, tanggal 4 Oktober 2018. Namun hingga hari ini, tak satu pun yang ditetapkan menjadi tersangka oleh KPK. Begitu juga dengan Komisi B DPRD Jatim, saat KPK melakukan Tangkap Tangan terhadap Ketua dan Wakil Ketua Komisi B DPRD Jatim periode 2014 - 2019 bersama 2 Kepala Dinas Pemprov. Jatim. Di mana dalam persidangan sebelumnya maupun dalam Jilid II, JPU KPK menyebutkan bahwa uang suap itu dibagikan oleh Ketua dan wakil Ketua Komis B terhadap anggota Komisi B lainnya.

Anehnya, hingga hari ini, KPK belum juga menetapkan satu pun dari 22 anggota DPRD Kota Mojokerto maupun Komisi B DPRD Jatim. Berbeda pasaat KPK menangani kasus Korupsi suap DPRD Kota Malang, yang bukan karena tangkap tangan melainkan penyidikan.

Yang lebih anehnya lagi, pada saat menjelang Pilkada serentak pada tanggal 27 Juni 2018, dan sebelum Majelis Hakim menjatuhkan Vonis terhadap Moch. Arif Wicaksono selaku Ketua DPRD Kota Malang, KPK telah menetapkan 18 anggota DPRD Kota Malang bersama Wali Kota Malang Moch. Anton sebagai tersangka. Dan beberapa Minggu kemudian, KPK kembali menetapkan 22 anggota DPRD Kota Malang menjadi tersangka. Hingga 41 dari 45 anggota DPRD Kota Malang ditetapkan menjadi tesangka.

Adakah diskriminasi penanganan hukum yang dilakukan oleh KPK terhadap kasus suap DPRD Kota Mojkerto dan Komisi B DPRD Jatim dengan DPRD Kota Malang, mengingat Moch. Anton selaku Wali Kota (petahana) dan Nanda (anggota DPRD) yang saat itu mencalonkan sebagai Wali Kota Malang pada pelihan Wali Kota Malang yang ditetapkan menjadi tersangka sebelum pemulihan Wali Kota dalam Pilkada serentak tanggal 27 Juni 2018 ?

Melihat dari 3 (tiga) kasus Korupsi suap di DPRD Kota Mojokerto, Komisi B DPRD Jatim dengan DPRD Kota Malang, tak salah memang bila masyarakat Kota Malang Khususnya para simpatisan kedua kandidat Wali Kota Malang itu mencurigai adanya unsur politik yang dilakukan oleh KPK.

Sementara dalam persidangan dengan terdakwa Mas’ud Yunus, Majelis Hakim menyatakan  bahwa terdakwa Mas’ud Yunus selaku Wali Kota Mojokerto bersama-sama dengan Wiwiet Febriyanto terbukti melakukan perbuatan memberi sesuatu yaitu berupa uang secara bertahap sebesar Rp1.455.000.000 (satu miliar empat ratus lima puluh lima juta rupiah) sebagai komitmen fee, dan pemberian tambahan penghasilan bagi DPRD beruap uang sejumlah Rp573.000.000 (lima ratus tujuh puluh tiga juta rupiah), uang senilai Rp150.000.000 (seratus lima puluh juta rupiah) dan uang sebanyak Rp300.000.000 (tiga ratus juta rupiah) untuk memperlancar pembahasan KUA PPAS TA 2017, pembahasan APBD TA 2017, pembahasan APBD Perubahan TA 2017, maupun APBD TA 2018, untuk memperlancar pembahasan KUA PPAS TA 2017, pembahasan APBD TA 2017, pembahasan APBD Perubahan TA 2017, maupun APBD TA 2018.
Terpidana Purnomo, Umar Farud dan Abdullah Fanani
Majelis Hakim mnyatakan, bahwa tidak ditemukan adanya alasan pemebenaran atas perbuatan  terdakwa baik karena alasan Undang-Undangundang ataupun hal-hal di luar undang-undang. Dengan demikian, tidak terdapat alasan yang menghapus perbuatan atau tindak pidana yang dilakukan oleh terdakwa, dan sependapat dengan Jaksa Penuntut Umum, sehingga terdakwa haruslah di hukum sesuai dengan perbuatannya.

Namun Majelis Hakim sependapat dengan Pembelaan yang dibacakan oleh terdakwa sendiri yang pada intinya mengakui kesalahan dan permintaan maaf bagi masyarakat Kota Mojokerto serta memohon keringanan hukuman. Dan Majelis Hakim menolak seluruh pembelaan yang disampaikan Penasehat Hukum terdakwa yang pada intinya menyampaikan bahwa dakwaan Jaksa kabur dan tidak jelas serta tidak cermat.

Majelis Hakim menyatakan, bahwa terdakwa Mas’ud Yunus selaku Wali Kota Mojokerto periode 2013 sampai dengan 2018, bersama-sama dengan wiwiet Febryanto selaku Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Rumah (Kadis PUPR) Kota Mojokerto, pada sekitar bulan Desember 2016, Senin tanggal 5 Juni 2017, Sabtu tanggal 10 Juni 2017, dan Jumat tanggal 16 juni 2017 bertempat di rumah dinas Walikota Mojokerto Jalan Hayam Wuruk Nomor 51 Mojokerto, di parkiran Restoran Mc Donald Jalan Sepanjang Geluran Sidoarjo, di rumah PAN Jalan Kyai Hasyim Mansyur Nomor 13 Kelurahan Gedongan Kecamatan Magersari Mojokerto, yang masing-masing termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Tindak pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN)  Surabaya yang berwenang memeriksa dan mengadili perkara ini, telah melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang mempunyai hubungan sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai perbuatan berlanjut, memberi atau menjanjikan sesuatu yaitu uang sejumlah Rp150 juta dan Rp300 juta sebagai realisasi pemberian janji tambahan penghasilan bagi Pimpinan dan anggota DPRD kota Mojokerto, yaitu Purnomo, Umar Faruq dan Abdulah Fanani yangg masing-masing selaku pimpinan DPRD Kota Mojokerto, yang kemudian uang tersebut dibagikan kepada anggota DPRD kota Mojokerto periode 2014-2019 lainnya dengan maksud, agar DPR Kota Mojokerto memperlancar pembahasan dan menyetujui laporan pelaksanaan anggaran pendapatan belanja daerah (APBD) Dinas PUPR Tahun Anggaran (TA) 2017 maupun memperlancar pembahasan Perubahan (PAPBD) tahun 2017

Perbuatan itu yang bertentangan dengan kewajibannya sebagaimana diatur dalam Undang-Undang RI Nomor 17 Tahun 2014 Tentang MPR, DPD, DPR dan DPRD sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 42 tahun 2014 tentang perubahan atas UU RI Nomor 17 tahun 2014 tentang MPR, DPD, DPR dan DPRD, selain itu juga diataur dalam UU RI Nomor 28 tahun 1991 tentang penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN) serta peraturan DPRD Kota Mojokerto Nomor 1 Tahun 2014 tentang tata tertib DPRD Kota Mojokerto, dan perubahan tata tertib DPRD Kota Mojokerto Nomor 2 Tahun 2014 tentang kode etik DPRD Kota Mojokerto yang dilakukan sebagai berikut;
Para anggota DPRD Kota Mojokerto saat menjadi saksi
Bahwa terdakwa Mas’ud Yunus sejak pembahasan RAPBD TA 2016 telah menyepakati adanya pemberian tambahan penghasilan bagi Pimpinan dan anggota DPRD Kota Mojokerto untuk memperlancar pembahasan APBD TA 2016 dan menyetujui laporan pelaksanaan APBD TA 2016. Terdakwa Mas’ud Yunus merealisasikan pemberian tambahan penghasilan untuk pimpinan dan anggota DPRD kota Mojokerto tersebut, dari bulan November 2015, Maret 2016, Juli 2016, November 2016 dan Desember 2016 hingga mencapai jumlah keseluruhan Rp1.465.000.000 (Satu milyiar Empat ratus Enam puluh Lima juta rupiah)

Terdakwa Mas’ud Yunus, lanjut anggota Majelis Hakim Dr. Lufsiana, telah merealisasikan tambahan penghasilan untuk pimpinan dan anggota DPRD Kota Mojokerto tersebut, juga mengetahui adanya pemberian Fee berupa uang dari kegiatan jaring aspirasi masyarakat (JASMAS) dari anggaran di Dinas PUPR pada program pembangunan infrastruktur pedesaan dengan nama kegiatan penataan lingkungan pemukiman penduduk pedesaan (PENLING) tahun 2016 oleh Wiwiet Febriyanto selaku Kepala Dinas PUPR kepada pimpinan dan anggota DPRD Kota Mojokerto secara bertahap, yakni sejak bulan April 2016, Agustus 2016, September 2016 dan Desember 2016 hingga mencapai keseluruhan Rp573 juta

Terdakwa Mas’ud Yunus selanjutnya pada bulan Desember 2016, bertempat di rumah dinas Walikota bertemu dengan Purnomo, Abdullah Fanani dan Umar Faruq. Dalam pertemuan itu, Tiga pimpinan DPRD Kota Mojokerto itu menanyakan kepada terdakwa tentang kepastian diberikan-nya tambahan penghasilan untuk pimpinan dan anggota DPRD Kota Mojokerto tahun 2017 sejumlah Rp65 juta per tahun, kenaikan tunjangan perumahan serta kepastian diberikan-nya komitmen fee dari kegiatan Jasmas tahun 2017, supaya anggota DPRD Kota Mojokerto tidak mempergunakan fungsi pengawasan dan fungsi penganggaran yang dimilikinya, agar dapat mempercepat pembahasan Perubahan APBD tahun 2017.

Terdakwa Mas’ud Yunus kemudian menyanggupi akan memberikan tambahan penghasilan kepada 22  orang anggota DPRD masing-masing sebesar Rp65 juta, Wakil Ketua masing-masing sebesar Rp70 juta dan Ketua sebesar Rp80 juta per tahun, yang akan diberikan setiap triwulan pada tahun berjalan. Sedangkan berkenan dengan komitmen fee untuk kegiatan Jasmas tahun 2017, terdakwa pada awalnya menjanjikan 4 persen dari nilai kegiatan Jasmas. Namun untuk memastikannya, terdakwa selanjutnya memanggil Wiwiet Febryanto, yang kemudian di sepakati akan memberikan komitmen fee kegiatan Jasmas senilai 7 - 8 persen dari nilai anggaran Rp26 milyiar.

Majelis Hakim menyatakan, bahwa terdakwa Mas’ud Yunus dan Wiwiet Febriyanto sampai dengan bulan Mei 2017 belum merealisasikan janji pemberian tambahan penghasilan sebesar Rp65 juta per tahun maupun komitmen fee 7 - 8% dari kegiatan Jasmas tahun 2017 kepada DPRD Kota Mojokerto. Pada hal Terdakwa Mas’ud Yunus dan Wiwiet Febryanto mengetahui adanya permasalahan berkenaan dengan APBD TA 2017, yaitu; a. Adanya penundaan sebagian kegiatan di Dinas PUPR TA 2017 pada kegiatan Penling sebesar Rp13 miliar. Hal ini mengakibatkan berkurangnya anggaran kegiatan Penling dari sejumlah Rp38.568 milliar menjadi Rp25.568 juta yang berpotensi pada berkurangnya jatah kegiatan Jasmas anggota DPRD Kota Mojokerto.

Selain itu, adanya kekeliruan penganggaran pembangunan gedung Politeknik Elektronika Negeri Surabaya (PENS) di Mojokerto yang telah dianggarkan dalam anggaran dinas PUPR Tahun TA 2017 sebesar sebesar Rp13.0096.913.000 karena dicantumkan dalam mata anggaran belanja modal. Pada hal supaya gedung PENS dapat dihibahkan, seharusnya penganggarannya dicantumkan dalam mata anggaran belanja barang dan jasa
Dengan adanya permasalahan tersebut serta belum direalisasikannya janji pemberian tambahan penghasilan dan fee kegiatan Jasmas tahun 2017, Terdakwa Mas’ud Yunus yang menginginkan agar pimpinan dan anggota DPRD Kota Mojokerto, tidak mempergunakan fungsi pengawasan dan penganggaran yang dimilikinya, yang dapat menghambat pelaksanaan APBD Dinas PUPR maupun menghambat pembahasan Perubahan APBD TA 2017.

“Pada hari Selasa, tanggal 5 Juni 2017 bertempat di rumah dinas Walikota, pada saat Purnomo, Abdulah Fanani dan Umar Faruq menanyakan kepastian realisasi tambahan penghasilan sebesar Rp65 juta per tahun maupun komitmen fee kegiatan Jasmas tahun 2017, terdakwa kemudian menyanggupinya. Pada pertemuan tersebut, Terdakwa Mas’ud Yunus memanggil Wiwiet Febriyanto untuk merealisasikan janji pemberian uang komitmen fee kegiatan Jasmas, dan triwulan serta meminta Wiwiet Febriyanto untuk membicarakan hal itu dengan pimpinan DPRD,” kata Majelis Hakim dalam putusannya.

Menindaklanjuti arahan Terdakwa Mas’ud Yunus, pada keesokan harinya Wiwiet Febriyanto datang menemui Purnomo dan Abdullah Fanani di kantor DPRD untuk membicarakan mengenai rencana realisasi uang tambahan penghasilan yang akan diberikan per triwulan, serta uang komitmen fee kegiatan Jasms, Purnomo dan Abdullah Fanani meminta agar Wiwiet Febriyanto segera merealisasikan tambahan penghasilan untuk 2 triwulan pertama, yakni sejumlah Rp790 juta dan meminta diberikan terlebih dahulu komitmen fee kegiatan Jasmas sejumlah Rp500 juta menjelang hari raya Idul Fitri. Atas permintaan tersebut, wiwiet Febriyanto menyanggupi akan memberikan terlebih dahulu komitmen fee kegiatan jasma sejumlah Rp500 juta.

“Wiwiet Febriyanto kemudian meminta uang kepada Irfan Dwi Cahyanto alias Ipang selaku Direktur CV Bintang Persada, dan Dodi Setiawan selaku Direktur Operasional PT. Indo Jaya Sejahtera yang merupakan rekanan di Dinas PUPR, akan dikompensasikan dengan pekerjaan yang akan dianggarkan pada APBD Perubahan tahun 2017,” kata Majelis Hakim  mengungkapkan

“Pada dini hari tanggal 10 Juni 2017, kemudian bertempat di parkiran KFC Jalan Adityawarman depan Surabaya Town Square, Wiwiet Febriyanto menerima penyerahan uang dari Irfan Dwi Cahyanto alias Ipang dan Dodi Setiawan sebesar Rp380 juta. Kemudian sekitar pukul 10.00 WIB, bertempat di parkiran Restoran Mc Donald Jalan Panjang Kelurahan Sidoarjo, menyerahkan uang sejumlah Rp150 juta kepada Purnomo sebagai realisasi komitmen fee, dan kegiatan dengan mengatakan, bahwa sisanya sejumlah Rp350 juta akan diberikan oleh Wiwiet Febriyanto pada pertengahan Juni 2017,” lanjut Majelis Hakim kemudian.

Majelis Hakim menjelaskan, setelah menerima uang sejumlah Rp150 juta dari Wiwiet Fenriyanto, kemudian Purnomo membagi-bagikan uang tersebut kepada 22 anggota DPRD Kota Mojokerto masing-masing sejumlah Rp5 juta. Umar Faruq dan Abdullah Fanani masing-masing selaku Wakil Ketua DPRD sebear Rp12 juta, serta Purnomo selaku Ketua DPRD sebesar Rp15 juta yang dilakukan dengan cara;

Pada tanggal 10 Juni 2017, sekitar pukul 12.00, di alun-alun Kota Mojokerto, Purnomo memberikan uang Rp 57.500.000 kepada Umar faroq, selanjutnya Umar Faruq menyerahkan uang tersebut kepada Gunawan sejumlah Rp30 juta untuk dibagikan kepada 6 anggota Fraksi gabungan masing-masing Rp 5 juta, yakni Dedi Novianto (Partai Demokrat), Puji Pramono (Partai Demokrat), Kholid Firdaus Wajdi (PKS), Edy Prayitno (PKS), Raihan Mustafa (PPP) dan Gunawan (PPP). Selain itu, Umar Faruq juga memberitahukan kepada masing-masing anggota Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN), yakni Yuli Veronica, Maschur, Suryono dan Aris Satrio Budi, bahwa masing-masing mendapat bagian uang Rp5 juta yang disepakati dipergunakan untuk membeli parcel.

Sekitar pukul 17.30 WIB, Purnomo menemui Abdulah Fanani  di  rumahnya di Jalan Surodinawan Mojokerto dan menyerahkan uang sebesar Rp 37.500.000. Selanjutnya Abdullah Fanani menyerahkan uang sejumlah Rp10 untuk Junaidi Malik (Ketua Fraksi PKB) dan Choiroiyaro. Setelah itu Abdul Fani juga menyerahkan uang sejumlah Rp15 juta untuk Soni Basuki Rahardjo (Ketua Fraksi Golkar), Sony Basuki Rahardjo Ardyah Santy dan Anang Wahyudi.
Sedangkan sisanya dibagikan Purnomo kepada 5 anggota Fraksi PDIP masing-masing sejumlah Rp5 juta, yakni Darwanto, Yunus Supryitno, Febriana Meldyawati, Suliat dan Gusti Patmawati. Kemudian Rp15 juta diberikan  Purnomo kepada Edwin Indrapraja (Ketua Fraksi Gerindra)  Moch. Harun dan Ita Primaria Lestari

“Pada tanggal 16 Juni 2017 sekitar pukul 21.00 WIB, Wiwiet Febryanto melalui Taufik Fajar alias Kaji, menerima uang sebesar Rp500 juta dari Agung Haryanto yang merupakan orang suruhan Irfan Dwi Cahyanto alias Ipang dan Dodi Setiawan di depan Gang Suratan 1 Jalan Mojopahit Kota Mojokerto. Kemudian Wiwiet Febryanto meminta Taufik Fajar alias Kaji untuk menyerahkan uang sebesar Rp300 juta kepada Umar Farooq melalui Hanif Mashudi. Kemudian  Taufik Fajar alias Kaji menyerahkan bungkusan plastic berisi unag sebesar Rp300 juta kepada Hanif Mashudi di depan Gang Suratan 1 Jalan Mojopahit Kota Mojokerto,” ucap Majelis Hakim

Di hari yang sama, pada tanggal 16 Juni 2017 malam hari itu sekitar pukul 21.00 WIB, Wiwiet Febriyanto dan Umar Farooq menghadiri rapat dengar pendapat (RDP) sebagai permulaan dilakukannya pembahasan rencana Perubahan APBD TA 2017 terkait permasalahan penganggaran PENS  yang sekaligus tindak lanjut atas hasil konsultasi dengan Kementerian Dalam Negeri. Pada saat berlangsungnya RDP, Umar Faruq mendapat kabar dari Hanif Mashudi,  telah menerima uang sejumlah rp300 juta dari Wiwiet Febryanto. Selanjutnya Umar Faruq menginformasikan kepada Abdullah Fanani mengenai jumlah uang tersebut.

Umar Faruq mendatangi kantor Hanif Mashudi di Jalan Surodinawan Mojokerto untuk melihat uang tersebut, dan meminta Hanif Mashudi untuk menyimpannya. Selanjutnya Umar Faruq memberitahu Purnomo dan Abdullah Fanani mengenai jumlah uang yang dibawa oleh Hanif Mashudi sebesar Rp300 juta. Setelah itu Umar Faruq pergi menuju rumah PAN di Jalan Kyai Haji Mansyur Nomor 13 Mojokerto.

Sekitar pukul 23.00 WIB (16 Juni 2017), Wiwiet Febriyanto menyampaikan bahwa uang komitmen fee tahap pertama program Jasmas yang dapat direalisasikannya adalah sejumlah Rp300 juta, dan telah diserahkan melalui Umar Faruq, sedangkan sisanya akan direalisasikan di kemudian hari.

“Pada dini hari (16 Juni 2017) setelah pelaksanaan RDP, Purnomo menemui Umar Faruq  di rumah PAN. Tak lama kemudian Umar Faruq menghubungi Hanif mashudi supaya datang ke rumah PAN. Hanif Mashudi lalu datang dengan membawa uang pemberian Wiwiet Febriyanto sebesar Rp300 juta yang disimpan dalam tas Ransel warna hitam Merk ECCE,  dan saat itulah Hanif mashudi, Umar Faruq, Abdullah Fanani, Purnomo serta Wiwiet Febryanto ditangkap oleh petugas KPK untuk proses hukum lebih lanjut,” kata Majelis Hakim

Majelis Hakim menyatakan, bahwa perbuatan terdakwa Mas’ud Yunus terbukti secara sah dan meyainkan bersalah melakukan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana dalam pasal 5 ayat (1) huruf a UU RI Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU RI Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 64 ayat (1) KUHAPidana

“Mengadili ; Menyatakan terdakwa Drs.H. Mas’ud Yunus terbukti besalah melakukan Tindak Pidana Korupsi secara bersama-sama dan berlanjut sebagaimana dalam dakwaan pertama; Menhkum terdakwa dengan hukuman pidana penjara selama 3 (tiga) tahun dan 6 (enam) bulan, dan denda sebesar Rp250 juta (dua ratus lima puluh juta rupiah). Bilamana terdakwa tidak membayar, maka diganti kurungan selama 2 bulan. Menjatuhkam pula hukuman tambahan berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama 3 tahun setetalh terdakwa selesai menjalani hukuman pokok,” ucap Ketua Majelis Hakim Dede di akhir putusannya.

Terkait putusan Majelis Haikim, JPU KPK maupun Penasehat Hukum terdakwa sama-samasama pikir-pikir.

Usai persidangan, saat wartawan media ini meminta tanggapan JPU KPK terkait putusan Majelis Hakim yang mengatakan, bahwa seluruh anggota DPRD Kota Mojokerto periode 2014 - 2019 menerima uang “haram”. Manenggapi hal itu, JPU KPK Iskandar Marwanto tak menapiknya.

JPU KPK Iskandar menambahkan, bahwa delik dalam dakwaan JPU KPK masuk dalam pertimbangkan Majelis Hakim, dan akan melaporkannya ke Pimpinan KPK. Namun Iskandar mengakui, berlanjutnya atau tidak kasus ini tergantung dari keputusan lembaga.

“Ia, semua anggota DPRD menerima, semua delik dakwaan masuk dalam putusan Majelis Hakim masuk, dan akan kita laporkan ke Pimpinan. Pak, begini putusan Majelis Hakim, delik dakwaan masuk dalam putusan Majelis. Tetapi apakah berlanjut atau tidak itu putusan lembaga,” kata JU KPK Iskandar.

Saat ditanya terkait nama Sekda yang juga disebutkan dalam putusan Majelis Hakim dalam pemeberian uang, JPU KPK Iskandar mengatakan, harus diuji lebih lanjut, apakah ada unsur pidanya.

“Memang disebutkan, tetapi harus diuji lebih lanjut,” ujar JPU KPK Iskandar.

Lebih lanjut JPU KPK Iskandar menjelaskan terkait barang bukti (BB) yang diperintahkan Majelis Hakim terhadap Irfan alias Ipang adalah berupa Hand Phon atau kendaraan.

“O, itu. Bisa Hand Phon mungkin kendaraan,” pungkasnya. (Rd1)

Posting Komentar

Tulias alamat email :

 
Top