0
Terdakwa dr. H.M. Nurul Dholam bersama Penasehat Hukumnya, Adi Sutrisno
#Duit hasil dugaan Korupsi Sebesar Rp.2.451.370.985, adalah hasil Pemotongan jasa pelayanan dana kapitasi BPJS Kesehatan dari 32 Puskemas di Kabupaten Gresik yang masing-masing 10 persen setiap bulan#

beritakorupsi.co – Untuk yang pertama kalinya di Jawa Timur, Kejaksaan Negeri (Kejari) Gresik menangani kasus Koruspi sebesar Rp.2.451.370.985 dari hasil pemotongan jasa pelayanan (Jaspel) dana kapitasi di 32 Puskesmas se-Kabupatena Gresik, sejak KPK mengungkap kasus yang sama di 34 Puskesmas Kabupaten Jombang, dalam kasus Korupsi suap tangkap tangan KPK terhadap Kepala Dinas Kesehatan dan Kabupaten Bupati Jombang, pada tanggal 1 Februari 2018.

Namun sayang, tersangkanya hanya 1 (satu) orang saja, yaitu dr. H.M. Nurul Dholam selaku Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Gresik sejak tanggal  30 Desember 2016, yang sebelumnya menjabat sebagai Sekretaris Dinas Kabupaten Gresik pada tanggal 24 Juli 2013, Plt. Kepala Dinas Kabupaten Gresik tanggal 01 April 2016.

Pada hal, beberapa pakar hukum pidana maupun lembaga anti rasuah (KPK) yang secara khusus menangani kasus Korupsi mengatakan, bahwa kasus Korupsi itu adalah suatu Tindak Pidana Kejahatan yang luar biasa dan terencana oleh lebih dari satu orang tanpa meninggalkan jejak,  namun dapat merusak perekonomian negara serat menyengsarakan rakyat.

Faktanya, tak sedikit tersangka/terdakwanya hanya satu orang saja yang diseret ke Pengadilan Tipikor Surabaya Khususnya yang ditangani oleh beberapa Kejari di Jawa Timur, baik dari hasil penyidikan maupun hasil tangkap tangan. Pelaku Korupsi pun tak ubahnya seperti pelaku tindak pidana kriminal atau seorang copet jalanan.

Pada hal kasus Korupsi pemotongan jasa pelayanan (Jaspel) dana kapitasi Puskesmas, bisa jadi dilakukan oleh lebih dari 1 orang, bila diperhatikan dari hasil pemantauan ICW pada tahun 2017, sebanyak 26 puskesmas di 14 Provinsi, juga ditemukan potensi fraud dalam pengelolaan dana kapitasi.

Temuan tersebut antara lain terkait dengan; Pemanfaatan dana kapitasi tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan (2 temuan). Kedua adalah, memanipulasi bukti pertanggungjawaban dan pencairan dana kapitasi (1 temuan), serta menarik biaya dari peserta yang seharusnya telah dijamin dalam biaya kapitasi dan/atau non kapitasi sesuai dengan standar tarif yang ditetapkan (5 temuan).

Begitu juga dengan kasus korupsi yang ditangani oleh penegak hukum dalam pengelolaan dana kapitasi periode 2014-2018 menunjukkan masalah serupa. Terdapat 8 kasus korupsi pengelolaan dana kapitasi puskesmas di 8 Daerah. Kerugian negara yang ditimbulkan akibat kasus ini pun mencapai sekita Rp5,8 miliar, dengan jumlah tersangka 14 orang.

Meski jumlah kasus yang terjadi, kerugian negara yang diakibatkan dan jumlah tersangka terhitung kecil, tetapi aktor yang terlibat dalam kasus ini relatif tinggi, yakni pejabat teras atas di pemerintah daerah. Dari 8 kasus korupsi dana kapitasi, paling tidak 2 kepala daerah telah ikut terseret dalam pusaran kasus ini, yakni Bupati Jombang dan Bupati Subang.

Selain itu, terdapat 4 Kepala Dinas Kesehatan yakni Kadinkes Pesisir Barat Provinsi (Lampung), plt Kadinkes Jombang (Jatim), Kadinkes Lampung Timur (Lampung), dan Kadinkes Ketapang (Kalbar).

Selain Kepala Daerah dan pejabat eselon II dan III Dinas Kesehatan, Kepala Puskesmas juga ikut menjadi tersangka dalam kasus korupsi dana kapitasi. Terdapat 3 orang kepala puskesmas dan bendahara puskesmas yang juga terseret dalam kasus korupsi (modus yang digunakan terdapat dalam tabel).

Sementara dalam kasus Korupsi pemotongan jasa pelayanan (Jaspel) dana kapitasi Puskesmas Kabupaten Gresik tahun 2016 - 2017, sudah berlangsung sebelum terdakwa dr. H.M. Nurul Dholam menduduki jabatan sebagai Plt. Kepala Dinas Kesehatan pada tanggal 1 April 2016 yang kemudian dilantik menjadi Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Gresi sejak ranggal 30 Desember 2016.

Duit hasil pemotongan jasa pelayanan (Jaspel) dana kapitasi Puskesmas sebesar Rp451 juta, juga dari mantan Kepala Dinas yang digantikan terdakwa, yakni dr.Sugeng Widodo. Menjelang pensiun, dr.Sugeng Widodo menyerahkan duit sebesar Rp451 juta kepada penggantinya, yaitu  terdakwa dr. H.M. Nurul Dholam.

Anehnya, si dr. Sugeng Widodo yang terlebih dahulu melakukan pemotongan jasa pelayanan (Jaspel) dana kapitasi Puskesmas justru  “selamat”. Yang masuk penjara adalah dr.H.M. Nurul Dholam karena melanjutkan “perjuangan” pendahulunya.

Selain itu, untuk menghitung kerugian negara sebesar Rp.2.451.370.985 yang berasal dari hasil pemotongan jasa pelayanan (Jaspel) dana kapitasi Puskesmas Kabupaten Gresik, Kejari Gresik menggunakan audit Khusus yaitu Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, bukan audit biasa yakni  BPKP (Badan Pengelol Keuangan dan Pembangunan) yang dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden atau BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) yang dibentuk dengan Undang-Undang.

Hal itu terungkap dari surat dakwaan Tim JPU Andrie Dwi Subianto, Alifin Nurahmana Wanda., SH dkk dari Kejari Gresik pada saat dibacakan dihadapan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya yang diketua Wiwin Arodawanti dengan dibantu 2 (dua) Hakim anggota (Ad Hock) yaitu M. Mahin., SH., MH dan Dr. Lufsiana. Sementara terdakwa dr. H.M. Nurul Dholam didampingi Penasehat Hukum (Penasehat Hukum)-nya, Adi Sutrisno, pada Selasa, 13 Nopember 2018.

Dalam surat dakwaan JPU dikatakan, pada hari Kamis tanggal 31 Maret 2016, Sabtu tanggal 02 April 2016 serta dilanjutkan pada hari-hari dan tanggal yang tidak dapat ditentukan secara pasti antara bulan Maret 2016 sampai dengan Juni 2017, atau setidak-tidaknya pada waktu-waktu tertentu dalam tahun 2016 dan tahun 2017, bertempat di Kantor Dinas Kesehatan Kabupaten Gresik Jln. Dr. Wahidin Sudirohusodo Nomor 245 Gresik, atau di suatu tempat yang masih termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Surabaya, yang berwenang memeriksa dan mengadili perkara ini, telah melakukan beberapa perbuatan kejahatan harus dipandang sebagai perbuatan berlanjut secara melawan hukum yaitu ;

Bahwa terdakwa telah melakukan pemotongan terhadap alokasi jasa pelayanan (Jaspel) dana kapitasi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan hingga 10 persen di Kabupaten Gresik dengan cara;

Terdakwa memerintahkan masing-masing Kepala Puskesmas se-Kabupaten Gnesik yang berjumlah sebanyak 32 untuk memotong dan menyetor hingga sebesar 10 persen dari jumlah pembayaran alokasi jasa pelayanan dana Kapitasi yang dibayarkan oleh BPJS Kesehatan Kabupaten Gresik untuk setiap bulannya, berdasarkan jumlah peserta masing-masmg Puskesmas.

JPU mengatakan, dari hasil pemotongan itu dimasukkan terdakwa ke dalam rekening pribadinya yang setiap bulannya  sebesar 10 persen dari masing-masing  Puskesmas sebanyak 32 se-Kabupaten Gresik. Ha1 tersebut bertentangan dengan ketentuan Pasai 12 ayat (4) Peraturan Presiden Republik lndonesia Nomor 32 tahun 2014 Tentang Pengelolaan dan Pemanfaatan Dana Kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Milik Pemerintah Daerah Jo. Pasal 2 huruf d Peraturan…Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 28 tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanan Program Jaminan Kesehatan Nasional Jo. Pasal 3 ayat (2), Pasal 4 ayat (1) Peraturan Menteri Kesehatan Republik lndonesia Nomor 21 tahun 2016 tentang Penggunaan Dana Kapitasi JKN untuk Jasa Pelayanan Kesehatan dan Dukungan Biaya Opersional pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama milik Pemerintah Daerah.

JPU mengatakan, bahwa pada tahun 2014, Pemerintah mulai menerapkan sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) melalui Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS)   Kesehatan, yang memiliki tugas penyelenggaraan program Jaminan Kesehatan Nasional, dimana dalam pelaksanaan tugasnya, BPJS Kesehatan memiliki sumber pendapatan dari iuran peserta, investasi dan alokasi dana pemerintah.

Salah satu program Jaminan Kesehatan Nasional BPJS Kesehatan adalah dalam bentuk penyaluran Dana Kapitasi kepada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) Puskesmas. Dana kapitasi sendiri merupakan Besaran pembayaran per-bulan yang dibayar dimuka kepada FKTP berdasarkan jumlah peserta yang terdaftar tanpa memperhitungkan jenis dan jumlah pelayanan kesehatan yang diberikan, dimana alokasi peruntukannya jasa pelayanan kesehatan sebesar 60% dan dukungan biaya operasional pelayanan kesehatan sebesar 40%.

Menindaklanjuti hal tersebut BPJS Kesehatan Cabang Gresik menyalurkan dana kapitasi kepada seluruh FKTP/Puskesmas milik Pemerintah Daerah Kabupaten Gresik yakni sebanyak 32 (tiga puluh dua) Puskesmas yang tersebar di 18 (delapan belas) kecamatan se-Kabupaten Gresik dengan mekanisme pembayaran langsung melalui rekening JKN masing-masing ke-32 (tiga puluh dua) Puskesmas.

Pada tahun anggaran 2016 dan 2017, BPJS Kesehatan Cabang Gresik melakukan pembayaran dana kapitasi kepada 32 (tiga puluh dua) Puskesmas se-Kabupaten Gresik melalui transfer ke rekening bendahara JKN masing-masing Puskesmas, yakni pada tahun 2016 sebesar Rp40.952.674.500, sedangkan untuk tahun 2017 sebesar Rp40.855.282.075, dimana sebelum pembayaran tersebut terlebi dahulu dilakukan Perjanjian Kerja sama (PKS) antara BPJS Kesehatan Cabang Gresik dengan Dinas Kesehatan Kabupaten Gresik, yaitu pada tahun 2016 dengan nomor PKS: 89/PKSN 11.13/01 l644l.7/03.1/437.52/2016 tanggal 01 Januari 2016 dan pada tahun 2017 Nomor PKS;  10/KTR/Vll-l3/01117445/10.1/437.52/2017 tanggal 5 Januari 2017, embayaran / pengucuran dana kapitasi sejumlah tersebut di atas didasarkan pada database BPJS Kesehatan Cabang Gresik, tentang jumlah peserta JKN pada FKTP Puskesmas di wilayah kerja Kabupaten Gresik periode tahun 2016 dan tahun 2017

JPU menjelaskan, bahwa dalam pelaksanaannya di tahun 2016 dan 2017, telah terjadi penyimpangan terhadap penggunaan dana kapitasi dimana terdakwa memasukkan ke dalam rekening pribadi terdakwa, dana yang diperoleh dari pemotongan alokasi Jasa pelayanan (Jaspel) Dana Kapitasi setiap bulannya hingga sebesar 10 persen dari masing-masing Puskesmas se-Kabupaten Gresik.

JPU mengatakan, bermula pada tanggal 31 Maret 2016 dalam sebuah rapat terbatas di ruang Dinas Kesehatan Kabupaten Gresik yang dihadiri oleh Kepala Dinas Kesehatan yang memasuki  masa pensiun yaitu saksi dr. Soegeng Widodo, terdakwa sendiri selaku Sekretaris Dinas yang akan menggantikan dr. Soegeng Widodo,  para Kepala Bidang Dinas Kesehatan diantaranya  Mukhibatul Khusnah, dr. Henny Jasaningsih, Diah Rustiari, Kasubag Keuangan, Titik Rositawati  dan Kasi RenGram serta Rumiyati.

Dalam rapat tersebut, kanjut JPU, terjadi penyerahan sejumlah uang kurang lebih sebesar Rp454  dari dr. Soegeng Widodo kepada terdakwa yang diketahuinya bahwa dana tersebut merupakan dana sisa kegiatan di masa kepemimpinan saksi dr. Soegeng Widodo selaku Kepala Dinas yang lama, dan disepakati dalam rapat tersebut agar dana sisa tersebut segera diserahkan kepada saksi Eni Wahyuni, S.Km (staf dari Bagian RenGram pada Dinas Kesehatan Kab. Gresik) untuk disimpan dan dicatatkan dalam pembukuan.

Akan tetapi begitu selesai rapat dan penyerahan uang tersebut, terdakwa tidak langsung menghubungi saksi Eni Wahyuni, S.Km melainkan terdakwa segera menuju Bank Jatim Cabang Gresik lalu membuat akun rekening baru atas nama M.Nurul Dholam, dengan nomor rekening 0277019451, kemudian terdakwa langsung memasukkan sejumlah uang kurang lebih sebesar Rp.454 juta.

Pada tanggal 01 April 2016 di ruang Kepala Dinas, terdakwa menyerahkan buku rekening tersebut berikut KTP milik terdakwa kepada saksi Eni Wahyuni dan meminta agar Eni Wahyuni supaya mencatatkan setiap kali ada dana setoran dari Puskesmas ke dalam catatan pembukuan serta memasukkan dana dari Puskesmas tersebut ke dalam akun rekening milik terdakwa tersebut.

Pada hari Sabtu tanggal 02 April 2016, terdakwa mengumpulkan beberapa perwakilan Kepala Puskesmas bertempat di ruang Kepala Dinas yang dihadiri dr.Rahayu Nugrahani,; drg.Syaifudin Ghozali,; dr.Ja'iman,; dr.Daniel Sau,; dr.Rini Sulistyoasih,; dr.Setyo Rini, dan drgHafida.

Dalam pertemuan itu, terdakwa menginstruksikan agar seluruh Kepala puskesmas yang hadir untuk menyetorkan hingga 10 persen Jaspel Dana Kapitasi setiap bulan dengan menyampaikan  untuk mempertahankan kebijakan yang telah dilakukan oleh Kepala Dinas sebelumnya. Selain itu, disampaikan juga bahwa nantinya dana yang terkumpul akan dipergunakan untuk kegiatan-kegiatan Dinas yang tidak terakomodir oleh anggaran DIPA APBD. 


Setelah itu, terdakwa memerintahkan kepada para Kepala Puskesmas yang hadir untuk menyampaikan instruksi tentang setoran 10 persen jaspel tersebut kepada seluruh Kepala Puskesmas yang tidak hadir untuk dilaksanakan, serta mengenai teknis penyetorannya dilakukan dengan cara menyerahkan kepada Eni Wahyuni, S.Km. Atas instruksi dari terdakwa tersebut, seluruh Keapala Puskesmas sebanyak 32 memerintahkan bendahara JKH Puskesmas agar setiap kali pembayaran, dana kapitasi dari BPJS Kesehatan Cabang Gresik masuk ke rekening JKN Puskesmas tiap bulannya, khusus alokasi Jasa Pelayanan setelah dikurangi pajak supaya  langsung dilakukan pemotongan secara tunai hingga sebesar 10 persen dengan menyetorkannya kepada terdakw melalui Eni Wahyuni, S.Km dari staf Bagian Rengram.

Atas perintah tersebut, para bendahara JKP masing-masing Puskesmas pun melaksanakannya dimulai dari pembayaran dana kapitasi per bulan Apri 2016, pemotongan sekaligus penyetoran 10 persen jaspel dilakukan secara tunai diserahkankepada Eni Wahyuni, S.Km untuk dicatatkan,  akan tetapi tidak disertai tanda terima, agar pembayaran dana kapitasi pada bulan April 2016 bisa dilakukan di bulan Mei atau bulan-bulan berikutnya dengan cara dirapel.

Selain itu, para bendahara JKN Puskesmas diperintahkan juga agar penyusunan LPJ/SPJ dibuat seolah olah terserap keseluruhan tanpa ada potongan 10 persen jaspel. Begitupun pada bulan-bulan berikutnya yakni Mei, Juni, Juli, Agustus, September, Oktober, November, dan Desember 2016, penyetoran 10 persen Jaspel Dana kapitasi dilakukan dengan mekanisme yang sama seperti cara sebelumnya.



Pada sekitar bulan Januari - Februari 2017, beberapa Kepala Puskesmas mencoba berinisiatif mempelopori rekanrekan lainnya untuk menghentikan praktik pemotongan dan penyetoran 10 persen jasa pelayanan dana kapitasi, dimana terhadap ajakan tersebut mayoritas Kepala Puskesmas langsung berhenti melakukan praktik pemotongan dan penyetoran 10 persen jaspel Dana Kapitasi pada periode bulan Januari 2017 yang seharusnya disetorkan bulan Februari, namun masih ada beberapa Kepala Puskesmas yang belum tahu akan ajakan tersebut, sehingga masih tetap melakukan pemotongan dan penyetoran 10 persen jaspe1 Dana Kapitasi kepada petugas di Dinas Kesehatan Kab Gresik.

Setelah itu, secara berangsur-angsur Kepala Puskesmas menghentikan praktik tersebut sejak  bulan Februari, Maret, April, Mei, dan Juni, dan akhirnya praktik pemotongan dan penyetoran 10 persen jaspe1 Dana Kapitasi benar-benar berhenti dilakukan secara total sejak bulan Juli 2017.

Bahwa dalam kurun waktu, antara bulan Maret 2016 - Juni 2017, diketahui terjadi beberapa kali penerimaan dana dari hasil pemotongan sebesar 10 persen alokasi jasa pelayanan dari 32 Puskesmas se-Kabupaten Gresik oleh terdakwa.

Bahwa perbuatan terdakwa memerintahkan para Kepala Puskesmas untuk dilakukannya pemotongan terhadap alokasi jasa pelayanan dana kapitasi hingga 10 persen yang disetorkan dan dimasukkan ke dalam rekening pribadi terdakwa, telah mengakibatkan penggunaan dana kapitasi yang sesuai dengan peruntukan. Sehingga program Pemerintah cq BPJ S Kesehatan dalam sistem Jaminan Kesehatan Nasional menjadi tidak tercapai dengan apa yang diharapkan dan direncanakan.

Bahwa perbuatan terdakwa tersebut telah memperkaya dirinya sendiri atau orang atau korporasi yang mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp2.451.370.985 (dua miliar empat ratus lima puluh satu juta tiga ratus tujuh puluh ribu Sembilan ratus delapan puluh lima rupiah)  berdasarkan Laporan Hasil Perhitungan Kerugian Negara Auditor Asisten Pengawasan Kejaksaan Tinggi Jawa Timur nomor: R-01/Hkt.3/08/2018 tanggal 27 Agustus 2018 Tentang Laporan Hasil Perhitungan Kerugian Keuangan Negara dalam Perkara Tindak Pidana Korupsi Pengelolaan.

“Bahwa perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 2 ayat (1) atau (Pasal 3 atau Pasal 12 huruf e atau Pasal 12 huruf f) Jis Pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jis Pasal 64 ayat (l) KUHP,” ucap JPU

Atas surat dakwaan JPU, Penasehat Hukum terdakwa mengatakan kepada Majelis Hakim akan menyampaikan keberatan atau Eksepsi, dan permintaan itupun dikabulkan oleh Ketua Majelis Hakim.

“Ia silahkan. Tapi apabila pada persidangan Minggu depan saudara tidak menyampaikan Eksepsi, maka dianggap sudah menyampaikannya,” ucap Ketua Majelis Hakim Wiwin, kemudian menutup persidangan.

Usai persindangan. Penasehat Hukum terdakwa kepada media ini mengatakan, bahwa apa yang dilakukan oleh terdakwa adalah suatu tradisi turun temurun. Dan uang sebesar Rp451 juta itu adalah dari mantan Kepala Dinas yang digantikan oleh terdakwa, yaitu dr. Sugeng Widodo, namun tidak dianggap bersalah.

Selain itu, dari BAP (Berita Acara Pemeriksaan) yang diperlihatkan kepada media ini terlihat jelas, bahwa duit dari hasil pemotongan itu dibagi-bagi kepada beberapa pejabat Kabupaten Gresik.

“Ini kan korban, karena melaksanakan apa yang sudah dilaksanakan oleh Kadinkes sebelumnya. Uang 451 juta itu dari dr. Sugeng Widodo, tetapi dianggap tidak salah. Uang itu juga dibagi-bagi ke beberapa pejabat Pemkab,” kata Adi Sutrisno


Sementara menurut Andrie Dwi Subianto selaku Kepala Seksi Pidana Khusus Kejaksaan Negeri (Kasi Pidsus Kejari) Gresik, terkait keterlibatan mantan Kadinkes Kabupaten Gresik mengatakan, bahwa tidak cukup bukti.

“Belum cukup bukti,” kata Andrie

Saat ditanya kemudian terkait duit sebesar Rp454 juta yang berasal dari dr. Sugeng Widodo selaku mantan Kadinkes seperti dalam yang tercantum dalam surat dakwaan JPU, Andrie mengatakan akan melihat dari keterangan saksi dalam persidangan.

Aneh memang bila dikatakan tidak cukup bukti untuk menyeret dr. Sugeng Widodo, pada hal dalam surat dakwaan JPU jelas-jelas dikatakan, bahwa dr. Sugeng Widodo menyerahkan duit sebesar Rp454 juta kepada terdakwa. Dan duit itu adalah hasil dari pemotongan jasa pelayanan dana kapitasi puskesmas. (Rd1)

Posting Komentar

Tulias alamat email :

 
Top