#JPU KPK Wawan : Saya tidak bisa menwab apakah ada pengembangan atau tidak, karena pengembangan itu rahasia penyidik#
beritakorupsi.co - Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya memvonis terdakwa Moch. Ardi Prasetiayawan dengan pidana penjara selama 1 tahun dan 3 bulan dalam kasus Korupsi suap terhadap Komisi B DPRD Jatim periode 2014 - 2019 Jilid II, melalui Ketua dan Wakil Ketua Komis B DPRD Jatim (Moch. Basuki dan Moch. Ka’bil Mubarok sudah divonis pada tahun lalu) yang Tangkap Tangan (TT) oleh KPK pada Juni 2016 lalu, pada Senin, 26 Nopember 2018
Dalam sidang yang berlangsung diruang sidang Candra Pengadilan Tipikor Surabaya (Senin, 26 Nopember 2018) adalah agenda pembacaan surat putusan oleh Majelis Hakim yang diketuai Rochmat., SH., MH dengan dibantu 2 (dua) Hakim anggota selaku Hakim Ad Hock yakni Samhadi., SH., MH dan M. Mahin., SH., MH dengan di hari JPU KPK Wawan serta Penasehat Hukum terdakwa, Ir, Djoko Supriyono., SH., MH dkk
Dalam putusannya, Majelis Hakim mengatakan bahwa terdakwa Moch. Ardi Prasetiayawan diancam melanggar Pasal 5 yat (1) huruf a Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.
Terdakwa Dr. Moch. Ardi Prasetiayawan adalah Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Propinsi Jawa Timur sejak 2015, berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Jawa Timur Nomor 821.2/1833/212/2015 tanggal 31 Oktober 2015, yang sebelumnya sempat menjabat sebagai Plt. Bupati Mojokerto.
Pada awal tahun 2018, nama Moch. Ardi Prasetiayawan santer dikabarkan salah satu calon terkuat untuk menduduki kursi stategis sebagai Sekda (Sekretaris daerah) di Pemerintahan Gubernur Jatim Sukarwo. Selain itu, juga dikabarkan sebagai calon Sekjen KPK (Sekretaris Jenderal Komisi Pemberantasan Korupsi).
Namun sial bagi Moch. Ardi Prasetiayawan. Bukannya dilantik sebagai Sekda oleh Gubernur Jatim ataupun sebagai Sekjen KPK, melainkan “dilantik” sebagai penghuni Rutan (rumah tahanan negara) milik KPK pada Juli 2018
Sebab pada Juli 2018, penyidik KPK menetapkan Moch. Ardi Prsetiyawan sebagai tersangka kasus Korupsi suap terhadap Komisi B DPRD Jatim periode 2014 - 2019 Jilid II, melalui Ketua dan Wakil Ketua Komis B DPRD Jatim periode 2014 - 2019 yang Tangkap Tangan (TT) oleh KPK pada Juni 2016 lalu.
Kasus yang menyeret Kepala Dinas Perindustrian Pemprov. Jatim ini, bermula pada awal Juni tahun 2017 saat KPK melakukan Tangkap Tangan (TT) terhadap Moch. Basuki selaku Ketua Komis B DPRD Jatim, dan Moch. Ka’bil Mubarok, Wakil Ketua Komisi B DPRD Jatim periode 2014 - 2019 bersama 2 Stafnya Santoso dan R. Rahmat Agung, karena KPK mengetahui, bahwa kedua Politikus itu melalui Kedua Stafnya menerima uang suap dari Rohayati selaku Kepala Dinas Peternakan, dan dari Bambang Hariyanto Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Jawa Timur bersama ajudannya Anang Basuki Rahmat.
Dalam Jilid I, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Surabaya sudah menjatuhkan pidana penjara terhadap 7 terdakwa, 4 daintaranya sebagai penerima suap dan dijerat dengan pasal 12 huruf a Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi serta divonis pidana penjara selama 7 tahun dari 9 tahun tuntutan JPU KPK terhadap M. Basuki, sedangkan untuk M. Ka’bil Mubarok dengan pidana penjara 6 tahun dan 6 bulan dari 9 tahun gtuntutan. Untuk Santoso dan R. Rahmat Agung di pidana penjara masing-masing 4 tahun dari tuntutan JPU KPK selama 4 tahun dan 6 bulan.
Sedangkan 3 (tiga) terdakwa lainnya yaitu Rohayati, Bambang Hariyanto serta Anang Basuki Rahmat dinyatakan sebagai pemberi suap serta dijerat dengan pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, namun hukumannya berbeda. Bambang Hariyanto Hariyanto divonis 1 tahun dan 4 bulan dari 4 tahun tuntutan JPU KPK. Untuk Rohayati dan Anang Basuki Rahmat di pidana penjara masing-masing 1 tahun dari tuntutan JPU KPK masing-masing selama 1 tahun dan 6 bulan.
Namun aneh, sebab penegakan hukum yang dilakukan oleh lembaga super body ini terhadap anggota Komisi B DPRD Jatim dan 5 Dinas lainnya sebagai mitra kerja Komisi B yang sudah memberikan uang suap dengan istilah komitmen fee, agar Komisi B tidak menggunakan haknya dalam pengawasan kinerja maupun penggunaan anggaran di 10 SKPD/Organisasi Perangkat Daerah sepertinya “tebang pilih”, bila dibandingkan dengan kasus suap tangkap tangan KPK terhadap Ketua dan 2 (dua) wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto dalam pembahasan anggaran APBD dan APBD Perubahan TA 2017, dan kasus (penyidikan) suap DPRD Kota Malang dalam pembahasan Perubahan APBD dan APBD murni Kota Malang TA 2015.
Yang lebih anehnya lagi, lembaga anti rasuah ini sudah menetapkan 41 dari 45 anggota DPRD Kota Malang periode 2014 - 2019, dan 18 diantaranya ditetapkan menjadi tersangka menjelang Pilkada 27 Juni 2018, di mana dari 18 tersangka/terdakwa tersebut ada 2 (dua) calon Waki Kota Malang yang akan ikut dalam Pilkada, namun akhirnya kedua calon Wali Kota Malang itu hasru menelan pil pahit dan tidak dapat mengikuti pesta Demokrasi itu karena sudah dijebloskan ke penajara.
Pada hal, dari sejumlah anggota Komis B DPRD Jatim maupun anggota DPRD Kota Malang termasuk sejumlah anggota DPRD Kota Mojokerto sama-sama tidak ada yang mengakui telah menerima uang suap, saat dihadirkan sebagai saksi dalam persidangan. Namun anggota DPRD Kota Malang lebih bernasib “sial” dibandingkan dengan anggota DPRD Kota Mojkerto maupun anggota Komisi B DPRD Jatim karena hingga saat ini, tak sataupun yang diminta pertanggungjawaban hukum terkait penerimaan duit “haram” itu.
Pada sidang sebelumnya, JPU KPK Wawan kepada media ini mengatakan, bahwa pemberian uang komitmen fee per tahun di tahun 2016 oleh 10 SKPD sebagai mitra Komis B DPRD Jatim, namun setelah 2017 menjadi triwulan yang dalam satu tahun ada pemberian sebanyak 4 kali, yang sudah terealisasi baru tahap pertama dengan jumlah yang berbeda-beda, sedangkan tahap ke dua belum terlaksana karena sudah tertangkap tangan KPK.
“Tahun 2016 itu pemberian pertahun, namun setelah 2017 berubah menjadi triwulan. Jadi 1 tahun itu ada 4 kali pemberian. Yang sudah terealisasi baru tahap pertama, karena setelah itu tertangkap tangan KPK. Kalau jumlahnya beda-beda ada 10 Dinas, saya contohkan misalnya Dinas Pertanian itu 1 tahunnya sebesar Rp600 juta. Dibuat triwulan sehingga Rp150 juta. Kalau dari keterangannya Basuki tadi, semua sudah menyerahkan. Untuk leb ih jelasnya, dari keterangan Kab’bil Mubarok. Karena yang lebih atau detailnya adalah Ka’bil Mubarok. Kalau menurut keterangan Basuki, itu sudah lama berlangsung dan sudah tradisi,” ujar JPU KPK Wawan.
“Kita belum bisa menentukan apa-apa. Tapi kalau belajar dari kasusnya DPRD Kota Malang, saya tidak mengatakan akan ditersangkakan semua, cuma di Kota Malang (DPRD) itu karena berawal dari ketidak jujuran. Makanya tadi kita berikan kesempatan untuk menjelaskan untuk jujur, tapi mungkin sudah punya pendapat lain gitu ya,” lanjut JPU KPK wawan saat itu (Senin, 8 Oktober 2018)
Kemudian pada Senin, 26 Juni 2018, JPU KPK Wawan mengatakan, tidak bisa menjelaskan apakah ada pengembangan atau tidak. Alasannya, karena selain rahasia penyidik, juga dalam putusan Majelis Hakim tidak muncul peran 19 anggota Komisi B DPRD Jatim dan 5 Kepala Dinas sebagai mitra kerja Komisi B.
“Saya tidak bisa menjawab apakah ada pengembangan atau tidak, karena pengembangan itu rahasia penyidik,” kata JPU KPK Wawan (Senin, 26 Juni 2018)
Semantara dalam putusan Majelis Hakim (26 Nopember 2018) dijelakan, bahwa terdakwa Moch. Ardi Prsetiyawan selaku Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Propinsi Jawa Timur, pada waktu antara bulan Pebruari sampai dengan bulan Juni 2017 telah melakukan beberapa perbuatan, meskipun masing - masing merupakan kejahatan atau pelanggaran yang ada hubungannya sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai perbuatan berlanjut, yaitu memberi atau menjanjikan sesuatu yaitu berupa uang sejumlah Rp80.000.000 (delapan puluh juta rupiah) kepada penyelenggara negara yaitu Moch. Basuki dan Moch. Ka’bil Mubarok selaku Anggota sekaligus selaku Pimpinan Komisi B DPRD Propinsi Jawa Timur periode 2014-2019 supaya tidak terlalu ketat dalam melakukan pengawasan terhadap kinerja Dinas Perindustrian dan Perdagangan Propinsi Jawa Timur, termasuk dalam pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun Anggaran (TA) 2017.
Majelis Hakim mengatakan, pada sekira bulan Januari - Pebruarl 2017, terdakwa Moch. Ardi Prasetiayawan mengadakan pertemuan dengan Moch. Basuki dan Moch. Ka;bil Mubarok diruang kerja Ketua Komisi B. Dalam pertemuan tersebut, Moch. Ka’bil Mubarok menyampaikan permintaan uang sebagai komitmen yang harus dipenuhi oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan Propinsi Jawa Timur selama 1 (satu) tahun anggaran dari Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Dinas Perindustrian dan Perdagangan Propinsi Jawa Timur tahun 2017 sebesar Rp200.000.000.000 (dua ratus milliar rupiah) dengan maksud, agar Komisi B DPRD Jawa Timur tidak terlalu ketat dalam melakukan pengawasan terhadap kinerja Dinas Perindustrian dan Perdagangan Propinsi Jawa Timur.
“Atas permintaan tersebut, terdakwa Moch. Ardi Prasetiayawan menyanggupi dan disepakati beban komitmen fee yang harus dibayarkan oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan Propinsi Jawa Timur untuk tahun 2017 sebesar Rp200.000.000 (dua ratus juta rupiah) yang dibayarkan secara bertahap setiap empat bulan sekali atau triwulan,” kata Majelis Hakim
Menindaklanjuti kesepakatan itu, lanjut Majelis Hakim, sekitar bulan Januari sampai dengan Maret 2017 (Triwulan I), bertempat di ruang staf Komisi B DPRD Propinsi Jawa Timur, terdakwa Moch. Ardi Prasetiayawan melalui Fathor Rachman memberikan uang komitmen fee sebesar Rp30 juta kepada Moch. Kab’il Mubarok melalui R Rahman Agung selaku staf Komisi B DPRD Jatim.
Pada tanggal 04 Mei 2017, berdasarkan Surat Keputusan Pimpinan DPRD Jatim Nomor 188/7/KPTS-Pimp/050/2017, Moch. Ka’bil Mubarok pindah ke Komisi E, sehingga Moch. Basuki bertanggung jawab menggantikan posisi Moch. Kab’il Mubarok sebagai koordinator untuk berkoordinasi dengan Dinas-Dinas yang menjadi mitra kerja Komisi B DPRD Jatim, terkait pengumpulan uang komitmen triwulan kedua.
“Pada tanggal 29 Mei 2017 sebelum pelaksanaan hearing, bertempat di ruang kerja Ketua Komisi B DPRD Jatim, terdakwa Moch. Ardi Prasetiayawan melakukan pertemuan dengan Moch. Basuki yang dihadiri juga oleh Kepala Dinas Pertanian Propinsi Jawa Timur Bambang Heryanto (status terpidana.Red). Pada pertemuan tersebut Moch. Basuki selaku Ketua Komisi B DPRD Jatim kembali mengingatkan kepada terdakwa dan Bambang Heryanto terkait komitmen fee Triwulan Kedua untuk Komisi B DPRD Jatim paling lambat tanggal 22 Juni 2017. Atas permintaan Moch. Basuki tersebut, terdakwa Moch. Ardi Prasetiayawan menyampaikan akan segera memenuhinya,” kata Majelis Hakim kemudian.
Majelis Hakim menjelaskan, pada tanggal 30 Mei 2017, terdakwa Moch. Ardi Prasetiayawan memberikan uang sebesar Rp50 juta sebagai realisasi komitmen fee atas permintaan Moch. Basuki. Dan uang tersebut dibungkus dalam amplop warna coklat kepada Lani (Sekretaris Dinas Perindustrian dan Perdagangan Porpinsi Jawa Timur) untuk diserahkan kepada Moch. Basuki.
Pada tanggal 31 Mei 2017, kata Majelis Hakim, Lani meminta Fathor Rachman selaku Kepala Tata Usaha Dinas Perindustrian dan Perdagangan Propinsi Jawa Timur menyerahkan uang komitmen triwulan kedua sebesar Rp50 juta yang dikemas dalam bentuk buku, dan dibungkus Koran dibagian luar untuk diserahakam kepada Komisi B DPRD Jatim
“Menindaklanjuti perintah Lani, Fathor Rachman menghubungi R. Rachman Agung guna menyerahkan uang komitmen dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan Propinsi Jawa Timur kepada Moch. Basuki. Selanjutnya Moch. Basuki menyampaikan agar uang tersebut diserahkan melalui R. Rachman Agung,” pungkas Majelis Hakim
Majelis Hakim menjelaskan, pada tanggal 31 Mei 2017, bertempat di ruang Staf Komisi B DPRD Jatim, Fathor Rachman menyerahkan bungkusan berisi uang komitmen triwulan kedua dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan Propinsi Jawa Timur sebesar Rp50 juta kepada R. Rachman Agung. Selanjutnya R. Rachman Agung menyerahkan uang tersebut kepada Moch. Basuki melalui Sayuli Sukardono yang merupakan sopir pribadi Moch. Basuki. Kemudian Sayuli Sukardono menyerahkan uang tersebut kepada Moch. Basuki di rumahnya.
Setelah pemberian uang tersebut, dilakukan Rapat Dengar Pendapat (hearing) antara Dinas Perindustrian dan Perdagangan Propinsi Jatim dengan Komisi B DPRD Jatim. Selama pelaksanaan hearing, Komisi B DPRD Jatim tidak menjalankan fungsi Kontrol dan Pengawasan terhadap Dinas Perindustrian dan Perdagangan Propinsi jATIM sebagaimana mestinya, sehingga pelaksanaan hearing berjalan dengan lancar.
Lebih lanjut Majelis Hakim menjelaskan, bahwa uang sejumlah Rp50 juta yang diterima oleh Moch. Basuki, selanjutnya digunakan untuk kepentingan Moch. Basuki sebesar Rp40 juta, dan sisanya sebesar Rp10 juta telah diserahkan kepada Komisl Pemberantasan Korupsi melalui Andi Soemarjono.
Bahwa terdakwa Moch. Ardi Prasetiayawan mengetahui atau patut menduga, bahwa perbuatannya memberi hadiah berupa uang sebesar Rp80 juta kepada Moch. Basuki dan Moch. Ka’bil Mubarok, agar dalam pelaksanaan rapat dengar pendapat (hearing) terkait pelaksanaan APBD tidak melakukan fungsi kontrol dan pengawasan sebagaimana mestinya.
Perbuatan tersebut, kata Majelis Hakim melanjutkan, bertentangan dengan kewajiban Moch. Basuki dan Moch. Ka’bil Mubarok sebagai Penyelenggara Negara, yaitu selaku anggota DPRD Propinsi Jawa Timur sebagaimana diatur dalam Pasal 5 angka 4 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN), yang berbunyi ; “Setiap Penyelenggara Negara berkewajiban untuk tidak melakukan perbuatan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme”, dan Pasal 5 angka 6 yang berbunyi ; "Setiap Penyelenggara Negara berkewajiban untuk melaksanakan tugas dengan penuh rasa tanggung jawab dan tidak melakukan perbuatan tercela, tanpa pamrih baik untuk kepentingan pribadi, keluarga, kroni maupun kelompok dan tidak mengharapkan imbalan dalam bentuk apapun yang bertentangan dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku”, Pasal 350 ayat (3) UU RI Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD.
Majelis Hakim mengatakan, dari fakta-fakta yang terungkap dipersidangan sertat didukung oleh alat bukti yang saling bersesuaian dan dapat diyakini membuktikan adanya fakta hukum tersebut berupa keterangan saksi yakni saksi Bambang Heryanto, Moch. Basuki, Slamet Wahyudi Nugroho, Atika Banowati, Anik Maslachan, Pranaya Yudha Mahardika, Agus Maimun, R. Rahman Agus, Santoso, Moch. Ardi Prasetiyawan, Samsuri, Yusuf Rohana, M. Ka’bil Mubark, Rohayati, Ninik Sulistyaningsih, M. Zainul Luthfi, M. Alimin, Chusainuddin Suharti, M. Fawait.
Menurut Majelis Hakim, dari rangkaian alat bukti di atas dan dihubungkan dengan pandangan doktrin maupun yurisprudensi terkait unsur “dengan maksud supaya Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya”, dapat diyakini adanya perbuatan Terdakwa memberi sesuatu berupa uang kepada Moch. Basuki dan Moch. Ka’bil Mubarok serta Anggota Komisi B Iainnya selaku Anggota DPRD Provinsi Jawa Timur agar dalam melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun Anggaran (TA) 2017 tidak mempersulit Dinas Perindustrian dan Perdangangan Provinsi Jawa Timur atau tidak melakukan evaluasi dan pengawasan secara sungguh-sungguh terhadap pelaksanaan APBD TA 2017.
Majelis Hakim mengatakan, bahwa dalam menilai ada tidaknya kesalahan Terdakwa tidaklah digantungkan pada sisi psikologis dari Terdakwa sendiri, akan tetapi didasarkan juga pada bagaimana sikap batin tersebut tercermin dari perbuatan nyata yang kemudian dinllai oleh pihak lain. dalam hal ini terutama oleh Hakim. Oleh karena itu dalam hubungan ini akan dibuktikan adanya kesengajaan dari Terdakwa melakukan perbuatan memberi sesuatu yaitu uang sejumlah Rp80.000.000 (delapan puluh juta rupiah) kepada Moch. Basuki dan Moch. Ka’bil Mubarok beserta Anggota Komisi B DPRD Propinsi Jawa Timur lainnya.
Terdakwa mengetahui bahwa perbuatannya memberikan uang Rp80.000.000 (delapan puluh juta rupiah) kepada Komisi B DPRD Jatim melalui Basuki dan Moch. Ka’bil Mubarok agar dalam melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun Anggaran (TA) 2017 tidak mempersulit Dinas Perindustrian dan perdagangan Provinsi Jawa Timur atau tidak melakukan evaluasi dan pengawasan secara sungguh-sungguh terhadap pelaksanaan APBD TA 2017.
“Bahwa rangkaian perbuatan Terdakwa di atas adalah merupakan pemuatan yang dilakukan dengan sengaja dan tercela. Berdasarkan uraian fakta-fakta yuridis di atas, maka rangkaian perbuatan Terdakwa dilakukan secara sadar dan segala akibat yang ditimbulkan dari perbuatan tersebut diketahui dan dikehendaki Terdakwa. Dengan demikian maka bentuk kesengajaan Terdakwa merupakan kesengajaan sebagai maksud (opzet als oogmerk),” lanjut Majelis Hakim dalam surat putusannya.
Menurut Majelis Hakim, bahwa terdakwa Moch. Ardi Prasetiayawan adalah seorang yang sehat jasmani dan rohani, mempunyai kemampuan untuk menginsyafi hakikat dari tindakan yang dilakukannya serta dapat menentukan kehendak sendiri atas tindakannya apakah akan dilaksanakan atau tidak, sehingga Terdakwa memiiiki kemampuan untuk bertanggungjawab secara hukum.
Majelis Hakim menjelaskan, bahwa selama persidangan berlangsung tidak ditemukan adanya alasan pembenar ataupun alasan pemaaf yang dapat menghapus sifat pertanggungjawaban pidana pada diri terdakwa, sehingga sudah sepatutnya Terdakwa dijatuhi pidana yang setimpal untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Majelis Hakim mengatakan, bahwa terdakwa Moch. Ardi Prasetiayawan telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan Tindak Pidana Korupsi secara berlanjut sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang Undang Republik Indonesia (UU RI) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat ( 1) KUH Pidana sebagaimana dalam Dakwaan Pertama.
“Mengadili ; bahwa terdakwa Moch. Ardi Prasetiayawan telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana Koruspi sebagaimana diatur dan diancam dalam dawaan pertama; Menjatuhkan hukuman terhadap terdakwa Moch. Ardi Prasetiayawan berupa pidana penjara selama 1 tahun dan 3 bulan dan denda sebesar Rp50 juta subisder 2 bulan kurungan,” ucap Ketua Majelis diakhir surat putusannya.
Atas putusan Majelis Hakim, terdakwa menerima sementara JPU KPK Wawan mengatakan pikir-pikir.
Kepada media ini sesuai persidangan, JPU KPK Wawan mengatakan, bahwa dalam pertimbangan putusan Majelisa Hakim sama dengan tuntutan JPU KPK. Namun ada menurut JPU KPK Wawan, hukuman badan lebih ringan dari tuntutan. Pun demikian, JPU KPK Wawan mengatakan masih pikir-pikir. (Rd1)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Posting Komentar
Tulias alamat email :