beritakorupsi.co - Supriyono, Ketua DPRD Kabupaten Tulungagung yang disebut-sebut menerima aliran dana dari fee proyek APBD di Kabupaten Tulungagung sejak 2014 hingga 2018, ternyata tak mengakuinya dalam persidangan yang berlangsung di Pengadilan Tipikor (Kamis, 21 Desember 2018), dalam kasus perkara Korupsi Suap tangkap tangan KPK terhadap Bupati Tulungagung Syahri Mulyo, Sutrisno (Kepala Dinas PUPR Kab. Tuklungagung) dan Agung Prayitno (orang dekat Syahri Mulyo).
Kamis, 21 Desember 2018, Tim JPU KPK Mufti Irawan dkk menghadirkan Supriyono bersama dengan 4 (empat) saksi lainnya yaitu Suharno (Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Tulungagung), Hendro Basuki (Ketua Asosiasi/Kontraktor), Isa Asyori (Anak buah Soni Sandra selaku Kontraktor) bersama Reni Rahmawati.
Ke- 5 saksi ini dihadirkan sebagai saksi di persidangan untuk di dengar keterangannya dihadapan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya yang di ketuai Hakim Agus Hamzah., SH., MH, dalam perkara kasus Korupsi Suap Tangkap Tangan KPK dengan terdakwa Syahri Mulyo (Bubapti non aktif Kabupaten Tulungagung), Sutrisno (Kepala Dinas PUPR Kab. Tulungagung) dan Agung Prayitno (orang dengak Syahri Mulyo). Para terdakwa didampingi Penasehat Hukum (PH)-nya masing-masing, diantaranya Andy Firasadi untuk terdakwa Syahri Mulyo, dan Leonardus Sagala dkk untuk terdakwa Sutrisnno.
Dalam kasus ini, Supriyono selaku Ketua DPRD Kabupaten Tulungagung disebut-sebut telah menerima aliran uang dari fee proyek-proyek APBD di Kabupaten Tulungangung sejak 2014 hingga 2018 yang nilainya miliaran.
Dalam surat dakwaan JPU KPK maupun keterangan beberapa saksi, diantaranya Sukarji (Kepala Bidang Dinas PUPR Kab. ulungagung), Yamani selaku Kasubag (Kepala Sub bagian) Perencanaan BPKAD (Badan Pegawas Keuangan dan Aset Daerah), dan Hendry Setyawan Kepala BPKAD Kabupaten Tulungagung dalam persidangan sebelumnya menjelaskan dihadapan Majelis Hakim, bahwa uang fee yang dikumpulkannya dari proyek-proyek APBD di Kabupaten Tulungagung, sebahagian diserahkan ke Ketua DPRD Kabupaten Tulungung Supriyono, Wakil Bupati Tulungagung Maryoto Biroyo, Sekretaris Daerah Tuiungagung, Indra Fauzai selaku Sekretaris Daerah Tuiungagung, Hendry Setiyawan Kepala BPAKD Kab. Tulungagung, Aparat Penegak Hukum dan Wartawan serta LSM. Yang dalam pengakukan Yamani dipersidangan (13 Desember 2018) diserahkan ke Andik dari Polres Tulungagung.
Yamani dan Hendry Setiyawan selaku pejabat BPKAD Kabupaten Tulungagung adalah salah satu saksi kunci atas kasus suap majikannya yakni Syahri Mulyo yang tertangkap tangan KPK bersama Sutrisno (Kepala Dinas PUPR) dan Agung Prayitno (orang dekat Syahri Mulyo) pada tanggal 6 Juni 2018 lalu.
Mengapa menjadi saksi kunci ? Karena keterangan beberapa Kepala Bidang di Dinas PU sebagai pengepul uang fee proyek tersebut, di antaranya Sukarji menjelaskan kepada Majelis Hakim, bahwa uang dikumpulkannya disetorkan ke BPKAD melalui Yamani karena ada kewajiban.
Sementara keterangan Yamani dan Hendry Setiawan juga mengakui dihadapan majelis Hakim, bahwa sejumlah uang telah disetorkan ke pejabat Kabupaten Tulungagung diantaranya Supriyono selaku Ketua DPRD Kab. Tulungagung, Wakil Bupati Maryoto Birowo, Sekda Kab. Tulungagung Indra Fauzi termasuk Kepala PBKAD sendiri, termasuk Aparat Penegak Hukum serta LSM dan Wartawan.
Yang dari keterangan Yamani menyebutkan, bahwa dirinya maupun melalui Kepala BPKAD telah menyetorkan sejumlah uang setiap bulannya sebesar Rp125 juta ke Aparat Penegak Hukum Polres Tulungagung yakni Andik.
Selain dari keterangan saksi Sukarji selaku Kabid di Dinas PU, dalam surat dakwaan JPU KPK juga dijelaskan, bahwa uang tersebut secara bertahap sejak awal tahun 2014 hingga 2018 diserahkan langsung oleh Sutrisno kepada Syahri Mulyo melalui Hendry Setyawan dan Yamani. Selain menerima fee dari para penyedia barang/jasa di Dinas PUPR Kabupaten Tulungangung, Syahri Mulyo juga menerima fee atas pembagian (plaoing) proyek pada Dinas Perhubungan sebesar Rp80 juta melalui Maryani selaku Kepala Dinas Perhubungan, dari Eko Sugiono selaku Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Dr. Eko Sugiono sudah memberikan keterangan dihadapan Majelis Hakim).
Dan dakwaan JPU KPK juga menjelaskan, bahwa uang fee proyek APBD Kabupaten Tulungagung yang diterima terdakwa Syahri Mulyo, dibagi-bagikan juga keberapa pejabat di Tulungagung, ada yang rutin setiap tahun ada pula yang bulanan sejak sejak 2014 - 2018 melalui anak buahnya. Para pejabat yang menerima kucuran duit “panas” dalam surat dakwaan JPU KPK diantaranya ;
1. Maryoto Birowo selaku Wakil Bupati Tulungagung yang saat ini menajabat sebagai Plt Bupati, 2. Supriyono selaku Ketua DPRD Tulungagung, 3. Indra Fauzai selaku Sekretaris Daerah Tuiungagung, 4. Hendry Setiyawan Kepala BPAKD Kab. Tulungagung, 5. Aparat Penegak Hukum, LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) dan Wartawan.
Pada sidang sebelumnya yang berlangsung Kamis, 13 Desember 2018, Selain Yamani, Tim JPU KPK juga menghadirkan 5 (lima) saksi lainnya, yaitu Hendrik Setyawan (Kepala BPKAD Kab. Tulungagung), Indra Fauzi (Sekda Kab. Tulungagung), Maryani (Kepala Dinas Perhubungan), Wiwik Setyawati (Kabid Ciptakarya), dan Soni (swasta) dengan didampingi Penasehat Hukum (PH)-nya masing-masing, diantaranya Andy Firasadi untuk terdakwa Syahri Mulyo, dan Leonardus Sagala dkk untuk PH terdakwa Sutrisnno.
Dihadapan Majelis Hakim, Yamani menjelaskan, bahwa dirinya telah menyerahkan sejumlah duit “haram” itu yang totalnya ratusan juta perbulan sejak tahun 2015 hingga tahun 2018 ke pejabat Tulungagung diantaranya Maryoto Birowo (Wakil Bupati), Supriyono (Ketua DPRD), Indra Fauzai (Sekda), Hendry Setiyawan Kepala BPAKD Kab. Tulungagung dan Andik dari Polres Tulungagung maupun melalui Kepala BPKAD Kabupaten Tulungagung Hendry Setiyawan.
Yamani mengatakan dihadapan Majelis Hakim, bahwa dirinya memberikan uang ke Aparat Penegak Hukum Polres Tulungagung yakni Andik yang sering datang ke kantor BPAD, dan ada juga yang diantarkan langsung oleh saksi bersama dengan Hendry Setiawan. Yamani menambahkan, bahwa setoran ke Paolres sebesar Rp125 juta per bulan.
“Itu ke Polres, Andik. Sering datang ke kantor meminta dokumen. Kalau ke Aparat penegak hukum, itu pertahun dan setiap bulan R125 juta. Saya pernah mengantar ke Polres sama Pak Hendty. Uang saya serahkan ke Pak Hendry,” kata Yamani terus terang saat itu, Kamis, 13 Desember 2018.
Keterangan saksi Yamani ini sama dengan isi dakwaan JPU KPK yang menjelaskan, bahwa pada tahun 2016, jumlah uang yang serahkan ke Aparat Penegak Hukum sebesar Rp1.1 miliyar lebih. Pada saat JPU KPK menanyakan saksi Yamani terkait sisa uang, Yamani mengakui sudah dikembalikannya ke KPK pada Agustus 2018.
Dalam persidangan kali ini, Kamis, 21 Desember 2018, keterangan Sukarji, Yamani dan Hendri Setiawan, diperkuat keterangan Suharno yang menjelaskan kepada Majelis Hakim, bahwa Supriyono juga mengatur mutasi para Kepala Sekolah SMP dan SMA di Kabupaten Tulungagung. Keterangan Suharno inipun sempat membuat kaget JPU KPK, sehingga langsung menanyakan ke Supriyono, tentang kewenangan apa saksi (Supriyono) untuk mengurusi itu (mutasi). Namun Ketua Dewan yang terhormat ini pun mengelak dan tidak mengakui.
Dari keterangan Suharno ini, JPU KPK Mufti menanyakannya langsung terhadap Supriyono yang duduk persis di sebelah kanan Suharno. Namun dengan wajah yang terlihat tidak tenang, Supriyono tidak mengakuinya. Dari nama-nama yang disebutkan JPU KPK diantaranya Sukarji, Yamani dan Hendry Setiawan, tak satupun yang diakui Supriyono.
“Tidak pernah,” jawab Ketua DPRD Supriyono kepada Majelis Hakim menjawab pertanyaan JPU KPK Mufti Irawan, Kamis, 21 Desember 2018
Suharno sempat mengatakan, bahwa keterangannya dalam BAP terkait besaran fee proyek 10 persen dipaksa oleh penyidik KPK. Namun pada akhirnya, Suharno mengakui dan menyetujui saat JPU KPK mengatakan, bisa diambil alih sebagai keterangan saksi dalam persidangan.
Dalam BAP Suharno menjelaskan yang dibacakan JPU KPK Mufti Irawan, bahwa fee proyek ABPD di Dinas Pendidikan sebesar sebesar 10 persen. Namun Suharno mengakatakan bahwa nilai fee 10 persen dalam BAP dipaksa penyidik. Namun BAP tersebut diparaf dan ditandatanganinya.
Saksi pun mengakui, bahwa uang fee proyek APBD di Dinas Pendidikan, 1 persen adalah untuk dirinya. Selain itu, dibagikian juga sebagai THR (Tunjangan Hari Raya) kepada Pejabat Kabupaten Tulungagung diantaranya, Ketua DPRD, Wakil Bupati, Kajari dan Kapolres.
“Dalam pin 3 BAP saudara menjelaskan, bahwa fee proyek dari masing-masing Bidang pada tahun 2014 sebagai THR ini, untuk Pejabat Tulungagung diantaranaya, Wakil Bupati Maryoto Birowo sebesar 15 juta, Kajari Tulungagung melalui Kasi Intel sebesar 20 juta, Kapolres Tulungagung melalui Kasat Reskrim sebesar Rp20 juta. Para Kabid sebesar 3 juta, Kasi 1.5 juta dan staf antar 500 hingga 750 apa benar ini,” tanya JPU KPK, yang kemudian dibenarkan saksi.
Dari keterangan Suharno, terkait aliran fee proyek ke Kajari melalui Kasi Intel dan Kapolres melelui Kasat Reskrim, menimbulkan pertayaan dalam penegakan hukum di negeri ini. Apakah JPU KPK akan menghadirkan kedua lembaga/Instansi Aparat Penegak Hukum itu dalam persidangan ?.
Dari pantaun media ini, sepertinya dalam beberapa kali persidangan, diikuti oleh aparat penegak hukum dari Kabupaten Tulungagung.
Sementara dari tanggapan terdakwa Syahri Mulyo, menolak keterangan saksi Suharno. Selain itu, terdakwa Syahri Mulyo juga mengatakan, bahwa Suharno selaku Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Tulungagung adalah titipan dari Supriyono selaku Ketua DPRD.
Sesuai persidangan. Penasehat Hukum para terdakwa mengatakan, tidak banyak mengajukan pertanyaan ke Ketua DPRD, karena dianggap percuma.
“Percuma kita tanya, karena jawabannya pasti tidak mengakui. Sama dengan jawabannya ke Jaksa,” kata PH terdakwa Syahri Mulyo maupun PH terdakwa Sutrisno.
Sementara Agung Prayitno mengatakan, tidak ada saksi untuk dirinya kecuali Syahri Mulyo.
“Kalau ke saya kan nggak ada, hanya Syahri Mulyo,” kata Agung ke wartawan media ini.
Terpisah. JPU KPK hanya menjelaskan, bahwa apa yang disampaikan saksi sudah jelas dan sama-sama mendengar.
“Tadi kan sudah sama-sama dengar,” kata JPU KPK. (Tim beritakorupsi)
Posting Komentar
Tulias alamat email :