#Penasehat Hukum terdakwa mengatakan dalam Pledoinya, bahwa dakwaan JPU tidak cermat dan jelas#
beritakorupsi.co - Terdakwa Bitono bin Supardi, selaku Kepala Desa Lebakrejo Kecamatan Purwodadi Kabupaten Pasuruan, dituntut pidana penjara selama 4 (empat) tahun oleh JPU Ahmad Muzakki., SH dan Joni Eko Waluyo., SH dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Pasuruan karena menerima uang sebesar Rp20 juta pada tanggal 21 Mei 2018.
Majelis Hakim Pengadilan Pengadilan Tipikor Surabaya yang diketaui Rochmat., SH., MH dengan dibantu 2 (dua) Hakim anggota selaku Hakim Ad Hoc yaitu Samhadi., SH., MH dan M. Mahin., SH., MH akan membacakan surat putusannya pada sidang pekan depan (Senin, 10 Desember 2018), setelah Pensehat Hukum terdakwa, Sahlan., SH dan Achmad Zaini., SH membacakan surat pembelaanya atas surat tuntutan JPU, pada sidang yang berlangsung di ruang sidang Sari, pada Senin, 3 Desember 2018.
Dalam surat surat dakwaan JPU, terdakwa dijerat dalam Pasal 12 huruf e (atau Pasal 11) Undang-undang Rl Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Dan kemudian dalam surat tuntutan JPU, terdakwa dijerat dalam Pasal 11 Undang-undang Rl Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Pasal 11 berbunyi ; Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga, bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya, atau yang menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya.
Entah memaksa bagaimana si pelaku terhadap seseorang hingga menyerahkan sejumlah uangnya lalu tertangkap tangan oleh Tim Saber Pungli. Apakah kerena berteriak hingga terdengar petugas lalu ditangkap, atau karena memang “sengaja sipemberi menjebak” si pelaku supaya ditangkap ? atau karena ada laporan dari si pemberi, lalu Tim Saber Pungli sudah siap uantuk melakukan penangkapan, sehingga si pemberi bebas?
Sementar dari fakta persidangan dan tuntutan JPU, terdakwa dituntut pidana berdasarkan Pasal 11 UU Korupsi, pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga, bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya, atau yang menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya.
Anehnya, sipemberi hadiah atau janji yang diatur dalam pasal 5 ayat (1) huruf a atau pasal 13 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, sepertinya “tak berlaku” dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) Tim Saber Pungli berdasarkan Keputusan Presiden (Kepres) Nomor 87 Tahun 2016 tanggal 20 Oktober 2016 tentang Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar (Satgas Saber Pungli)
Dalam surat tuntutan JPU dijelaskan, bahwa berawal dari transaksi jual beli tanah dan bangunan yang terletak di Dusun Sumberejo RT.01 RW.07 Desa Lebakmjo, Kecamatan Purwodadi Kabupaten Pasuruan, dengan luas tanah + 850 m3, antara pihak penjual yakni Mukhamad Bakir berdasarkan surat kuasa menjual, tanggal 18 Dmmbcr 2017 dengan Ponadi selaku pembeli, dengan harga yang disepakati sebesar Rp200.000.000 (dua ratus juta rupiah).
Kemudian pada hari Minggu, tanggal 20 Mei 2018 sekira jam 06.00 Wib, saksi Mukhamad Bakir menelepon terdakwa yang menjabat sebagai Kepala Desa Lebakrejo, karena obyek tanah yang dijual berada di wilayah Desa Lebakrejo.
Lalu saksi Mukhamad Bakir menyampaikan kepada terdakwa, akan melakukan pengurusan akta jual beli dengan obyek tanah dan bangunan yang berada di wilayah Desa Lebakrcjo dcngan harga jual sebesar Rp200 juta.
Kemudian terdakwa menyampaikan kepada saksi Mukhamad Bakir, meminta untuk persenan (komisi) sebasar l0 persen dari harga jual beli yaitu sebesar Rp20 juta, dan biaya pengurusan Akta Jual Beli sebesar Rp5 juta. Sehingga total uang yang diminta terdakwa sebesar Rp25 juta.
Dan apabila tidak menyerahkan uang yang diminta oleh terdakwa, maka Akta Jual Beli tersebut tidak akan diurus/diptom oleh terdakwa. Bahwa selanjutnya Mukhamad Bakir menyampaikan kepada Ponidi selaku pembeli, bahwa terdakwa meminta untuk persenan (komisi) sebesar 10 % dari harga jual beli sebesar Rp20 juta, maka Ponidi mengusahakan uang yang diminta oleh terdakwa.
Pada hari Senin, tanggal 21 Mei 2018 sekira jam 08.00 Wib di rumah saksi Ponidi, dilakukan pembayaran atas jual beli tanah dan bangunan secara tunai sebesar Rp200 juta kepada Mukhamad Bakir selaku penjual. Lalu Ponadi dan saksi Mukhamad Bakir menyampaikan kepada terdakwa akan menyerahkan uang untuk pengurusan jual beli sebesar Rp20 juta dan sebesar Rp5 juta setelah akta jual beli tersebut jadi.
Kemudian terdakwa meminta agar bertemu di halaman depan toko Alfamart di Jalan Raya Surabaya - Malang Desa Kertosari Kecamtan Purwosari Kabupaten Pasuruan.
Bahwa berdasarkan infomasi dari masyarakat sehubungan dengan adanya perbuatan terdakwa selaku Kepala Desa bebakrejo yang sering melakukan pungutan liar/meminta uang diluar ketentuan kepada atatau yang akan mengurus surat berkaitan dengan tanah, maka Kukuh Yudha Setiawan., SH, dan Hermanto., SH bersama tim Polres Pasuruan melakukan penyelidikan.
Kemudian pada hari Senin, 21 Mei 2018 sekira jam 14.20 Wib, terdakwa datang dan duduk di halaman depan toko Alfamatt di Desa Kertosari Kecamatan Purwosari Kabupaten Pasuruan, lalu tidak berselang lama, datang 2 (dua) orang 1aki-laki yaitu Mukhamad Bakir dan Ponidi yang langsung menghampiri terdakwa di depan toko Alfamart tersebut, selanjutnya ponidi mengeluarkan 1 (satu) buah tas warna kuning dan mengeluarkan sejumlah uang dalam keadaan terbendel, dan menyerahkan uang tersebut kepada terdakwa.
Saat uang tersebut dihitung oleh terdakwa, Kukuh Yudha, dan Hermanto beserta tim yang telah melakukan penyelidikan sebelumnya melakukan penangkapan atas diri terdakwa dan ditemukan barang bukti berupa uang tunai sebesar Rp20 juta, dalam pecahan Rp100 ribu dan pecahan Rp50 ribu, 1 (satu) lembar kwitansi pembelian sebidang tanah dan bangunan seharga Rp200 juta, .000.000,(dua ratus juta rupiah), 1 (satu) lembar hasil ukur bangunan tanggal 21 Mei 2018, 1 (satu) lembar fotokopi kartu keluarga atas nama pembeli yaitu Ponidi, yang kesemuanya dimasukkan dalam 1 (satu) buah tas kain warna kuning bertuliskan pantai photo, dan 1 (satu) buah hand phone merk Vivo warna hitam.
Bahwa selanjutnya terdakwa dan barang bukti dibawa ke Polres Pasuruan untuk diproses lebih lanjut. Bahwa terdakwa selaku Kepala Desa Lebakrejo tidak mempunyai wewenang untuk melakukan pengurusan akta jual beli tanah, dan permintaan komisi sebesar 10 % dari harga jual tanah sebesar Rp20 juta.
Sementara dalam surat pembelaan Penasehat Hukum terdakwa mengatakan, bahwa uang diminta terdakwa sebesar 10% dari hasil jual beli tanah antara Mukhamad Bakir (penjual) dengan Pitono selaku pembeli adalah sesuai aturan yang berlaku, yang akan digunakan terdakwa untuk membayar PPH, BPHTB, Pendafran SHM baru, Bea Materai, Saksi, PPAT dan lain-lain
“Bahwa Surat dakwaan saudara Jaksan tidak jelas, tidak cermat dan kabur. Sedangkan yang terdakwa sampaikan, biaya 10% (sepuluh persen) tersebut adalah untuk PPH, BPHTB, Pendafran SHM baru, Bea Materai, Saksi, PPAT dan lain-lain, sudah sah dan benar secara hukum. Dan oleh karenanya, sesuai dengan ketentuan Pasal 19 ayat (4) UU No. 5 Tahun 1960/UUPA menjelaskan: Dalam peraturan pemerintah diatur biaya-biaya yang bersangkutan dengan Pendaftaran,” kata PH terdakwa dalam persidangan dihadapan Majelis Hakim, Senin, 3 Desember 2018.
Sehingga Penasehat Hukum terdakwa memohon kepada Majelis Hakim untuk membebaskan terdakwa dari dakwaan primer maupun subsidair.
Sesuai persidangan, JPU Kejari Kabupaten Pasuruan ini mengatakan, bahwa terdakwa memaksa korban Mukhamad Bakir untuk memberikan uang 10% dari hasil jual beli tanah. Namun saat ditanya, terkait Pasal 11 bagi penerima dan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 UU Korupsi, JPU mengatakan karena pemberi pasif.
“Ya Pasal 11. Terdakwa ini memaksa untuk memberikan 10 persen dari hasil penjualan tanahnya. Pemberi pasif,” kata JPU.
Terpisah. Penasehat Hukum terdakwa mengatakan, bahwa terdakwa tidak ada memaksa. Karena terdakwa 3 (tiga) bulan sebelum tertangkap sudag mengatakan kalau ada biaya 10% untuk PPH, BPHTB, Pendafran SHM baru, Bea Materai, Saksi, PPAT dan lain-lain.
“Fakta persidangan, tidak ada pemaksaan. Tiga bulan sebelum kejadian, terdakwa sudah menyampaikan saat Mokhmad Bakir mengatakan akan menjual tanahnya dan diminta untuk mengurus. Tapi karena saksi tidak mengerti. Saksi mengatakan dalam persidangan tidak dipaksa,” kata PH terdakwa. (Rd1)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Posting Komentar
Tulias alamat email :